LAPORAN
LAPORAN
1
STEP 1
Klarifikasi Istilah
1. Perawatan inisiasi : Merupakan perawatan awal dari rangkaian perawatan
yang akan dilakukan biasanya dilakukan pada kunjungan pertama.
2. Squamous cell carsinoma : merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel
berlapis yang dapat bermetastase(limfogen, hematogen, dan infiltratif ke tempat yang
lebih jauh. Tumor epitel ganas yang biasanya memiliki ciri khas eksofilik,
leukoplakia/plak putih, eritoplakia/ bercak merah, tepi indurasi/peninggian. Letak:
lateral lidah, perbatasan rongga mulut dengan nasofaring.
3. Pencegahan primer dan sekunder :
Pencegahan primer : merupakan suatu pencegahan etiologi, mengurang dan
mencegah bahan-bahan yang bersifat karsinogenik ex.penyakitnya,
mengurangi konsumsi bahan makanan karsinogen
Pencegahan sekunder : merupakan suatu deteksi dini suatu kanker, mencegah
komplikasi.
STEP 2
Rumusan Masalah
1. Perawatan inisiasi yang dilakukan untuk gp?
2. Apa saja macam-macam pencegahan untuk penyakit squamous cell carsinoma?
3. Tindakan setelah perawatan inisiasi? Dan faktor apa saja yang harus dipertimbangkan
untuk terapi dan macam terapinya?
4. Penatalaksanan perawatan squamous cell carsinoma?
5. Apa saja komplikasi setelah dilakukan perawatan?
STEP 3
Brainstorming
2
B) Pencegahan sekunder :Sceerining pemeriksaan secara dini untuk masyarakat yang
memiliki riwayat penyakit kulit(KIE). Toluidin blue digunakan dengan cara
berkumur bila ada sel kanker berwarna biru.
3. Faktor yang dipertimbangkan : keadaan umum pada pasien (memiliki komplikasi lain
atau tidak, fasilitas yang tersedia.
Macam terapi :
a) Bedah ( dilakukan pada kanker yang solid/padat diikuti dengan modalitas terapi
lainnya seperti radioterapi. Jika harus dilakukan harus memerhatikan umur dari
pasien, keadaan umum, dan dari kemampuan dokter),
b) Radioterapi (suatu terapi tambahan, dan tidak semua kanker sensitif pada
radioterapi. dengan dosis dan tempat yang terbatas. Perlu diperhatikan usia pasien
(indikasi berumur tua), fasilitas, dan pilihan pasien tersebut mau dilakukan atau
tidak),
c) Kemoterapi (terapi yang menggunakan obat-obat terapi kanker bersifat sitotoksik,
kekurangan banyak pasien mengalami mual, dan kerontokan rambut), dapat
dikombinasi bedah dan kemoterapi.
d) Terapi paliatif untuk memperbaiki kualitas hidup, memberikan semangat pasien
untuk memperpanjang umur hidup paisen, dan mengurangi keluhan-keluhan
utama.
4.
5. Kemoterapi : dapat berdampak pada mukosa oral dimana terjadi gangguan sekresi saliva
(xerostomia), gangguan bicara menelan dan mengunyah. Mukositik oral dimana peradangan
pada lapisan mukosa yang dapat menyebabkan ulserasi.
3
STEP 4
Mapping
Perawatan Keganasan
Prosedur
Komplikasi
STEP 5
Learning Objectives
1. Perawatan inisiasi yang dilakukan untuk gp?
2. Apa saja macam-macam pencegahan untuk penyakit squamous cell carsinoma?
3. Tindakan setelah perawatan inisiasi? Dan faktor apa saja yang harus dipertimbangkan
untuk terapi dan macam terapinya?
4. Penatalaksanan perawatan squamous cell carsinoma?
5. Apa saja komplikasi setelah dilakukan perawatan?
STEP 6
Belajar Mandiri
4
STEP 7
Reporting of Learning Objectives
1. Perawatan inisiasi yang dilakukan untuk gp?
a. Penatalaksanaan awal lesi kronis di lidah menggunakan cairan Hidrogen
Peroksida 3% sebagai obat kumur debridasi dan desinfektan dengan aturan
pakai 3x/hari. Tujuan pemberian obat kumur H2O2 3% adalah untuk
membersihkan rongga mulut dengan melarutkan sisa makanan dan debris.
Daya antiseptiknya untuk membunuh dan mencegah pertumbuhan kuman di
rongga mulut serta meminimalkan terjadinya infeksi sekunder pada lesi yang
cukup besar. Hydrogen peroksida merupakan larutan antiseptic golongan
oksidator, bila digunakan akan menghasilkan busa yang mampu mengangkat
kotoran dari dasar lesi.
b. Pemberian Nystatis juga diberikan apabila pada pasien yang mengalami
Karsinoma Sel Skuamosa, terdapat kondisi abnormal lainnya yakni angular
cheilitis, kronik eritematous kandidiasis dan brown hairy tongue. Aplikasi
Nystatin secara topical efektif sebagai fungsisid dan fungsistatik yang umum
diberikan sebagai terapi awal. Pemberian Benzydamine yang bersifat sebagai
antiinflamasi non steroid local, anastetik dan analgetik membantu
menghilangkan rasa sakit terutama ketika makan dan berbicara. Tujuannya
agar pasien bisa makan dengan nyaman agar status nutrisinya menjadi lebih
baik. Pemberan Vitamin dengan komposisi vitamin B1, B6 dan B12 juga
berperan penting dalam pembentukan, pemeliharaan dan perbaiikan sel tubuh.
5
dengan memakai toluidine blue. Toluidine blue (TB) adalah pewarna
metakromatik kationik yang selektif mengikat anionic bebas seperti sulfat, fosfat
dan radikal karboksilat dari molekul besar. Gambaran klinis lesi dengan
kecurigaan keganasan pada pemeriksaan TBVS (Toluidine Blue Vital Stainning)
mengindikasikan jaringan displastik dan malignasi yang banyak mengandung
asam deoksiribonukleat (DNA). Toluidine blue mendeteksi lesi keganasan dengan
mewarnai inti sel-sel hidup yang belum matang atau sel immature. Sel immature
memiliki jumlah DNA yang banyak, sehingga akan mudah menyerap warna
dibandingkan dengan jaringan normal.
Tes ini dilakukan sesudah pemeriksaan digital dan visual dan sebelum memakai
instrument lainnya pada jaringan lunak. Wajah dan pakaian pasien dilindungi dari
tumpahan pewarnaan dan oleskan jelly petroleum pada bibir pasien untuk
mengurangi pewarnaan.
1. Minta pasien untuk berkumur larutan asam asetat selama 20 detik dan bilas
dengan air.
2. Berkumur dengan larutan toluidin blue selama 20 detik ,
3. Berkumur dengan larutan asam asetat kembali selama 20 detik kemudian cuci
dengan air.
Pewarnaan yang dipertahankan oleh dorsum lidah adalah normal, bukan positif.
Sedangkan apabila warna biru dipertahankan di region lain dalam rongga mulut
dan tidak\ luntur dengan larutan asam asetat maka dianggap positif. Untuk
mengurangi hasil positif palsu maka apabila hasil yang pertama positif, maka
dilakukan tes kembali setelah 10-14 hari. Jika hasil yang ke-2 juga positif maka
harus dilakukan biopsy (mandatory). Namun apabila lesi yang dicurigai ternyata
negatif, maka dicarikan second opinion atau bila memungkinkan biopsi.
6
Gambar. Sebelum dan
sesudah pemberian
Toluidine Blue
3. Tindakan setelah perawatan inisiasi? Dan faktor apa saja yang harus dipertimbangkan
untuk terapi dan macam terapinya?
Faktor yang dipertimbangkan sebelum perawatan:
1) Anamnesis.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dokter gigi sebaiknya
melakukan anamnesis yang meliputi : Keluhan pasien, keluhan-keluhan gigi
7
sebelumnya, riwayat medis umum yang lalu dan sekarang, gaya hidup dan
kebiasaan, riwayat keluarga, status sosioekonomi dan pekerjaan (Bolden,1982).
Sambil melakukan anamnese dokter gigi dapat juga melihat keadaan ekstra oral
pasien, seperti bibir dan asimetri wajah.
2) Pemeriksaan klinis.
Pada pemeriksaan klinis, dokter gigi boleh memiliki teknik yang berbeda antara
pemeriksa yang satu dengan yang lainnya, tetapi prinsip dasarnya adalah sama.
Setiap pasien berhak mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dari jaringan
mulut dan para oral.
Pemeriksaan ini meliputi :
Temperatur.
Lymphnode servikal.
Tanda-tanda klinis berikut harus dipertimbangkan dengan penuh kecurigaan adanya
keganasan rongga mulut antara lain
Setiap ulcer dari mukosa yang gagal sembuh dalam dua minggu, dengan terapi
yang tepat, dan tidak ada diagnosis lain yang dapat ditegakkan.
Indurasi dari setiap lesi mukosa.
Pertumbuhan jaringan biasanya terlihat seperti kembang kol atau benjolan
yang tinggi.
Fixation dari mukosa ke jaringan di bawahnya, dengan hilangnya mobilitas
normal.
Kegagalan dalam menyembuhkan soket gigi, atau luka lainnya.
Mobilitas tooth tanpa sebab yang jelas.
Pain / paraesthesia tanpa penyebab yang jelas.
Dysphagia yang tidak ada diagnosis lain yang bisa dibuat.
Plak putih / merah dari mukosa biasanya dianggap sebagai lesi yang
berpotensi ganas
8
Lesi berpotensi ganas
Lesi pada mukosa mulut yang displastik, tetapi tidak ganas, dapat muncul dalam
beberapa cara, tetapi tanda-tanda klinis cenderung kurang jelas dibandingkan dengan
karsinoma. Oleh karena itu diagnosis, rujukan, penatalaksanaan dan tindak lanjut
pasien dengan lesi yang berpotensi ganas dapat menyelamatkan jiwa.
Leukoplakia dapat didefinisikan sebagai bercak putih yang tidak dapat dikerok
dan tidak dapat dicirikan secara klinis atau histologis seperti penyakit lainnya.
Leukoplakia oral mungkin idiopatik atau mungkin terkait dengan zat karsinogen
seperti tembakau.
Homogenous leukoplakia muncul sebagai bercak putih homogen pada mukosa,
dapat terjadi di mana saja di mulut. Permukaan mungkin halus atau retak. Hasil
biopsy kebanyakan mengungkapkan adanya hiperkeratosis tanpa displasia.
Namun, pengecualian untuk temuan umum ini menyangkut leukoplakias homogen
yang melibatkan dasar mulut dan permukaan ventral lidah, yang dianggap sebagai
lesi berisiko tinggi.
Verrucous leukoplakia adalah lesi putih dengan permukaan kutil, hiperplastik.
Nodular leukoplakia adalah lesi putih dengan permukaan granular, yang sering
dikaitkan dengan infeksi Candida albicans.
9
Leukoplakia speckled merupakan lesi yang menggabungkan elemen merah dan
putih dalam plak dan memiliki tekstur permukaan yang tidak teratur.
Erythroplakia muncul sebagai lesi merah, granular yang berapi-api dan jelas,
yang biasanya berbentuk tidak teratur atau irregular. Bagian yang dapat terjadi
eritroplakia adalah mukosa bukal dan langit-langit lunak. Erythroplakia
memiliki potensi ganas yang lebih besar daripada leukoplakia. Histologi
erythroplakia menunjukkan perubahan mulai dari displasia ringan hingga
karsinoma sel skuamosa in
3) Pemeriksaan penunjang.
Radiologi
Pemeriksaan radiologi bisa menentukan penyebaran penyakit, bisa
memberikan informasi perluasan ke kartilago, ruang paraglotis, ruang ekstra
laring.
Sitologi Mulut
Pemeriksaan sitologi mulut. Sitologi mulut merupakan suatu teknik yang
sederhana dan efektif untuk mendeteksi dini lesi-lesi mulut yang
mencurigakan. Ketepatan hasil diagnostik sitologi mulut tidaklah sama
dengan biopsi sehingga tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa
akhir yang defenitif. Tetapi merupakan hal yang kurang praktis jika kita
segera melakukan biopsi untuk setiap lesi dalam mulut. Untuk itu diperlukan
suatu cara yang dapat diandalkan dan diterima sebelum kita melakukan
biopsi, yaitu pemeriksaan sitologi mulut.
Secara defenisi, pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu pemeriksaan
mikroskopik gel-gel yang dikerok/dikikis dari permukaan suatu lesi didalam
mulut . Untuk aplikasi klinisnya, seorang dokter gigi harus memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai kapan pemeriksaan ini dilakukan dan
kapan tidak dilakukan, peralatan yang digunakan, prosedur kerja, data klinis
yang disertakan sampai pengirimannya ke bagian Patologi anatomi.
10
Biopsi
Jika hasil pemeriksaan sitologi meragukan, segera lakukan biopsi. Biopsi
merupakan pengambilan spesimen baik total maupun sebagian untuk
pemeriksaan mikroskopis dan diagnosis. Cara ini merupakan cara yang
penting dan dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa defenitif dari lesi-
lesi mulut yang dicurigai.
Pemeriksaan histopatologi
Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga mulut harus
diperiksa secara histopatologis dengan teliti. Spesimen pemeriksaan diambil
dari hasil biopsi tumor, bisa melalui biopsi eksisi, maupun biopsi insisi
(Reksoprawiro, 2003).
Biopsi eksisi dikerjakan apabila ukuran tumor masih kecil (<1 cm). Eksisi
yang dikerjakan berupa eksisi luas seperti pada tindakan pembedahan definitif
(1 cm dari tepi tumor). Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy)
dikerjakan apabila ukuran tumor besar (>1 cm) atau apabila tumor dalam
keadaan inoperabel, biopsi ini dilakukan dengan menggunakan tang aligator
(Reksoprawiro, 2003).
Sebagian besar kanker rongga mulut (± 90%) berasal dari selaput lendir
rongga mulut yang merupakan karsinoma epidermoid atau karsinoma sel
skuamosa dengan diferensiasi baik, diferensi sedang, diferensiasi jelek atau
anaplastik. Apabilaila pada pemeriksaan histopatologis didapatkan suatu
gambaran rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant fibrohistiocytoma atau
tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor
tersebut merupakan tumor primer rongga mulut ataukah suatu tumor ganas
dari jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga
mulut (Reksoprawiro, 2003).
Secara histologis karsinoma sel skuamosa dikalsifikasikan menjadi 3, yaitu :
Well differentiated (grade 1): proliferasi sel-sel tumor dimana sel-sel
keratin basaloid masih berdiferensiasi dengan baik membentuk keratin.
Moderate differentiated (grade 2): proliferasi sel-sel tumor dimana sel-sel
basaloid tersebut menunjukkan difensiasi, membentuk keratin
Poorly differentiated (grade 3): proliferasi sel-sel tumor dimana sel
basaloid tidka berdiferensiasi membentuk keratin, sehingga sulit di kenali
lagi.
11
Gambaran HPA, a. Well differentiated, b. Moderately differentiated, c. Poorly differentiated
- oncologic surgeon
- plastic & reconstructive surgeon
- radiation oncologist
- medical oncologist
- dentists
- rehabilitation specialists
Hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut adalah eradikasi
dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik/penampilan
penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan terapi kanker
rongga mulut meliputi umur penderita, keadaan umum penderita, fasilitas yang tersedia,
kemampuan dokter, dan pilihan penderita (Reksoprawiro, 2003).
Untuk lesi yang kecil (T1-T2), tindakan pembedahan saja atau radioterapi saja dapat
memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada
lesi T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan pembedahan
saja. Untuk lesi T3 dan T4, terapi kombinasi pembedahan dan radioterapi memberikan
hasil yang paling baik. Neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan
pembedahan dapat dipertimbangkan dan diberikan pada kanker rongga mulut yang
locally advanced (T3,T4) (Tciptoningsing, 2014).
Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi
leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan untuk N1-3 yang
didapatkan pada setiap ukuran T, deseksi leher radikal harus dilakukan. Apabila
12
memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus dilakukan
secara en-block. Pemberian radioterapi regional pasca bedah bergantung terhadap hasil
pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening tersebut (Prelec, 2014; dan
Tciptoningsing, 2014).
a) Terapi utama
Terapi utama untuk kanker rongga mulut stadium I dan II adalah pembedahan
atau radioterapi saja yang mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Untuk stadium III dan IV yang masih operabel, terapinya berupa kombinasi
pembedahan dan radioterapi pasca bedah. Namun apabila ditemukan adanya
metastase pada KGB regional untuk berapapun grade T yang terdeteksi, terapi utama
yang diberikan adalah kombinasi pembedahan dengan reseksi leher radikal yang
diikuti dengan radioterapi pasca bedah (Reksoprawiro, 2003; dan Tciptoningsih,
2014).
Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan kebenaran dari prosedur yang
dilakukan, fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, dan bernafas tetap
baik, serta kosmetis yang cukup setelah dilakukan pembedahan. Peran kemoterapi
dalam penanganan kanker rongga mulut tidak terlalu signifikan, kemoterapi hanya
digunakan sebagai neo-adjuvant pre-operatif untuk mempertegas batas dari tumor
atau adjuvan post-operatif untuk tindakan sterilisasi apabila terdapat kemungkinan
adanya mikro metastasis (Reksoprawiro, 2003).
Terapi terdiri dari (Wahyuni, 2010; Bertram, 2000; Markopoulos, 2012) :
a. Pembedahan : Pembedahan lengkap direkomendasikan jika tidak mengganggu
secara kosmetik. Pembedahan dengan atau tanpa radioterapi biasanya
diindikasikan untuk kanker stadium 1 dan 2.
Indikasi operasi:
1) Tumor operabel.
2) Usia penderita relatif muda.
3) Keadaan umum baik.
4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat.
Hal yang harus diperhatikan pada pembedahan kanker rongga mulut ialah:
13
Apabila memungkinkan, harus dilakukan eksisi luas sepanjang 1-2 cm dari
tepi luar margin tumor. Batas garis eksisi dengan tepi luar margin tumor secara
histopatologi yang kurang dari 1 mm disebut sebagai positive resection
margin, 1-5 mm disebut sebagai narrow resection margin, lebih dari 5 mm
disebut sebagai safe resection margin. Apabila dalam melakukan eksisi
dicurigai adanya positive atau narrow resection margin, harus dilakukan terapi
tambahan berupa radioterapi atau kemoterapi pasca pembedahan (Wolff,
2012).
Apabila tumor menginvasi tulang, dilakukan eksisi luas yang disertai reseksi
pada tulang yang terinvasi.
2) Diseksi KGB regional (RND atau modifikasinya) harus dilakukan apabila terdapat
metastase pada KGB regional (N≥1). Diseksi KGB harus dikerjakan secara enblok
dengan tumor primer apabila memungkinkan (Soepardi, 2007).
3) Rekonstruksi defek yang terjadi akibat tindakan pembedahan.
b. Radioterapi
Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal. Tumor yang
eksofitik dengan ukuran kecil akan memberikan hasil terapi yang lebih baik daripada
tumor yang endofitik dengan ukuran besar (Reksoprawiro, 2003).
Indikasi radioterapi:
1) Tumor inoperabel.
2) T1,2 pada bibir dan bukal.
3) Keganasan pangkal lidah.
4) Usia penderita relatif tua.
5) Pasien menolak operasi.
6) Terdapat ko-morbiditas yang berat.
Radioterapi dapat diberikan dengan cara:
1) Teleterapi : Ortovoltase, Cobalt60, atau Linec dengan dosis total sebesar 5000-7000
rads (50-70 Gy).
2) Brakiterapi: implantasi intratumoral jarum Irridium192 atau Radium 226 dengan dosis
2000-3000 rads (20-30 Gy).
14
setiap hari selama lima kali dalam seminggu dalam jangka waktu 5 - 7 minggu
(conventional dose), >10 Gy dalam seminggu (accelerated dose), atau 1,1 – 1,2 Gy
dua kali sehari (hyperfractionated dose) (Wolff, 2012).
SCC yang dibatasi oleh mukosa mempunyai daya sembuh lebih tinggi dengan
radioterapi, akan tetapi penyebaran tumor sampai ke tulang mengurangi kemungkinan
penyembuhan dengan radioterapi. Metastase servikal yang kecil dapat dikendalikan
hanya dengan radioterapi saja, walaupun keterlibatan servikal nodus yang lebih lanjut
lebih baik diatasi dengan terapi kombinasi
c. Kemoterapi.
Kemoterapi digunakan sebagai terapi awal sebelum dilakukan terapi lokal,
bersama dengan radioterapi (CCRT), dan kemoterapi pembantu setelah perawatan
lokal. Tujuan kemoterapi yakni untuk mengurangi tumor awal dan memberikan
perawatan dini pada mikrometastaste. Obat-obatan utama kemoterapi itu sendiri
maupun untuk terapi kombinasi yaitu antara lain methotrexate, bleomycin, Tasol dan
turunannya, turunan platinum (cisplatin dan carboplatin), dan 5-fluorouracil
d. Kombinasi, diindikasikan untuk kanker stadium 3 dan
Pada penatalaksanaan umum kanker rongga mulut memerlukan kerjasama tim, terutama
pada perencanaan pengobatan. Kombinasi kerjasama antara klinisi, dokter bedah,
radioterapis, onkologi medic, perawat, ahli gizi, fisioterapis serta staf rehabilitasi merupakan
hal utama.
b) Terapi tambahan
Pembedahan tambahan dikerjakan pada kasus keganasan rongga mulut yang terapi
utamanya berupa radioterapi, dimana setelah dilakukan radioterapi tumor menjadi operabel
atau pada tumor residif yang muncul setelah radioterapi (Reksoprawiro, 2003).
Kemoterapi diberikan pada kasus keganasan rongga mulut yang curiga kontaminasi
sel kanker pada tempat lain ketika dilakukan pembedahan, kanker stadium III atau IV atau
15
pada tumor residif yang muncul setelah dilakukan pembedahan dan atau radioterapi
(Reksoprawiro, 2003).
c) Terapi Komplikasi
Terapi komplikasi, terutama ditujukan pada komplikasi yang akan membahayakan
penderita seperti adanya perdarahan, kesulitan bernapas serta kesulitan menelan.
Mayoritas penyebab kematian akibat KRM karena kegagalan lokal dan regional.
Hal ini terjadi karena adanya pertumbuhan tumor dirongga mulut ataupun leher yang tidak
dapat dikontrol.
Beberapa komplikasi tadi dapat diatasi dengan liigasi arteri, trcheostomi maupun
gastrostomi/jejunostomi.
a. Terapi komplikasi penyakit
Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi dapat terjadi
komplikasi karena terapi.
Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada, misalnya:
i) Nyeri: analgetika ii) Infeksi: antibiotika
iii) Anemia: hematinik iv) Dsb.
b. Terapi komplikasi terapi
i) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya
ii) Komplikasi radioterapi: menurut jenis komplikasinya
iii) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis komplikasinya
d) Terapi suportif
Tujuan utama terapi suportif untuk mendukung dalam terapi utama dan
mengoreksi kelainan yang ada. Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb.
e) Terapi Paliatif
Menurut Reksoprawiro (2003), erapi paliatif adalah terapi yang bertujuan
untuk memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi keluhan penderita terutama untuk
penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Terapi paliatif diberikan pada
penderita kanker rongga mulut yang:
16
4. Usia sangat lanjut.
1. Loko regional
a) Ulkus di mulut/leher
b) Nyeri
c) Sukar makan, minum, menelan
d) Mulut berbau
e) Anoreksia
f) Fistula oro-kutan
2. Sistemik:
a) Nyeri
b) Sesak nafas
c) Sukar bicara
d) Batuk-batuk
e) Badan mengurus
f) Badan lemah
Mukositis/ stomatitis
Mukositis ditandai dengan adanya eritma mukosa yang kemudian menjadi ulkus dan
timbulnya deskuamasi. Mukositis merupakan salah satu efek dari pemberian
kemoterapi seperti methotrexate (MTX) dan fluorouracil (5-FU). Perawatan mukositis
selama kemoterapi difokuskan pada kebersihan rongga mulut selama pengobatan.
Pasien dengan stomatitis dapat dengan irigasi/kumur-kumur dengan NaCl 0,9% atau
garam dan soda dapat dilakukan setiap 2 jam. Berkumur dengan frekuensi yang sering
dan melembabkan mulut dapat mencegah timbulnya krusta dan menyejukkan gusi
serta mukosa mulut.
17
Infeksi Jamur(kandidiasis) dan Infeksi Bakteri
Sistem pertahanan tubuh menurun yang diakibatkan kemoterapi, resiko untuk
terjadinya infeksi semakin meningkat. Infeksi yang diakibatkan oleh bakteri dapat
diatasi dengan pemberian antibiotic. Pengobatan yang diberikan terhadap pasien-
pasien kanker dapat mengubah keseimbangan flora normal dalam mulut. Hal ini juga
yang mengakibatkan mudahnya terjadi pertumbuhan jamur di dalam rongga mulut.
Profilaksis terhadap infeksi jamur sangatlah direkomendasikan dan termasuk
penggunaan anti jamur topical seperti obat kumur yang mengandung nistatin dan
klotrimazole.
Xerostomia
Pengobatan kanker dapat mengganggu produksi saliva sehingga saliva yang keluar
jumlahnya sedikit. Hal ini mengakibatkan kebersihan rongga mulut menurun, keadaan
asam dalam mulut akibat makanan tidak dapat dinetralisir, gigi berlubang akibat
penumpukan kotoran dan dapat menimbulkan gangguan pada gusi. Gejala yang
dialami pasien antara lain rasa haus yang meningkat, perubahan dalam proses
mengecapan dan mengunyah, rasa seperti terbakar terutama di lida, bibir, atau daerah
sudut bibir pecah-pecah, perubahan pada daerah permukaan lidah.
perubahan daya pengecapan
Perubahan ini terjadi karena kerusakan pada taste buds pada lidag, kekeringan mulut,
infeksi dan masalah pada gigi. Biasanya indra pengecapan ini kembali berfungsi
dengan baik sekitar 6-8 minggu setelah proses pengobatan kanker selesai.
Xerostomia
Kelenjar saliva dan mukosa merupakan daerah yang rentan terhadap
radioterapi, yang menyebabkan menurunnya produksi saliva beberapa hari pasca
radioterapi. Setelah 5 minggu, produksi saliva akan terhenti sama sekali dan keadaan
ini bersifat menetap. Kadang-kadang xerostomia dapat berkurang setelah beberapa
bulan, hal ini mungkin terjadi karena penyesuain terdahap menurunnya produksi
saliva dan bukan merupakan kompensasi dari hipertroofi kelenjar saliva yang
teradiasi.
18
Xerostomia tidak memberikan stress, biasanya pasien hanya mengeluh mulut
kering pada malam hari, tetapi dengan berlanjutnya perawatan, xerostomia menjadi
keluhan sepanjang hari. Xerostomia dapat menjadi parah dan kronik, tergantung pada
tipe, dosis dan lokasi radiasi.
Karies
Karies rampan sering terjadi pascaradioterapi bahan lingkungan dalam mulut
karena adanya perubahan lingkungan dalam mulut karies terjadi mengikuti pola
tertentu dan disebut karies radiasi. Daerah gigi yang sering terkena adalah permukaan
bukal, lingual, insisal, cusp dan servikal yang sebelumnya telah mengalami atrisi
email, khususnya permukaan lingual dan proksimal gigi depan bawah. Keadaan ini
dimulai dengan terjadinya bercak putih pada gigi karena terjadi demineralisasi email
bagian bukal dan lingual, yang bila tidak dirawat akan menjadi karies yang
mengelilingi gigi dan memotong mahkota.
Bagian insisal dan oklusal menjadi lunak dan berwarna kecoklatan. Proses
karies radiasi ini berlangsung cukup lambat sehingga memberi sukup waktu bagi
pulpa untuk mendeposit dentin sekunder.
Kerusakan jaringan periodontium
Gigi yang terkena radiasi langsung akan memperlihatnkan disprientasi
ligamen periodontal, dimana terjadi penebalan membran dan hilangnya vaskularisasi
dari ligamen periodontal. Respon ini mengurangi kemampuan jaringan periodontium
untuk mengadakan regenerasi dan perbaikan. Kemampuan regenerasi sementum
sangat rendah. Hilagnya vaskularisasi ligamen periodontium menyebabkan
terhambatnya perlekatan kembali sel sesudah dilakukan perawatan periodontal seperti
scalling, kuretase dan bedah. Pembentukan poket periodontal danadanya daerah
ephitelium yang tidak menempel pada leher gigi, menyebabkan terjadinya infeksi
yang menuju pada nekrosis tulang.
Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti
dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat
kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena terapi radiasi. Hal ini ditunjukkan dengan
berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar
saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran.
19
Glandula saliva mayor harus dihindari terkena radiasi dengan pancaran sinar 20
sampai 30 Gy selama radioterapi untuk kanker mulut atau oropharink. Komponen
parenkim lebih radiosensitif (glandula parotid lebih jika dibandingkan glandula
submandibular atau sublingual). Gejala kehilangan sekresi saliva setelah beberapa
minggu pertama radioterapi baru biasanya dapat terlihat. Pengurangan aliran saliva
tergantung dari dosis yang diberikan, biasanya pada 0-60 Gy. Mulut akan menjadi
kering (xerostomia) dan sakit, serta pembengkakan dan nyeri karena berkurangnya
saliva menyebabkan kehilangan fungsi lubrikasi.
Derajat kerusakan kelenjar saliva bergantung pada jumlah kelenjar saliva yang
terpapar radiasi dan dosisnya. Permulaan dosis radiasi yang berkisar 23 dan 25 Gy,
merupakan ambang destruksi permanen kelenjar saliva
Manajemen bedah dapat melibatkan dasar mulut, rahang atas, dan rahang bawah
dengan jaringan yang berdekatan dimana bagian tersebut adalah struktur vital untuk
pengunyahan. Komplikasi jangka panjang yang terkait dengan perawatan bedah
kanker mulut yaitu terjadinya keterbatasan fungsional bicara, pengunyahan dan
menelan, kerusakan saraf kranial dan masalah neurologis, fistula kronis, dan masalah
penyembuhan untuk pertimbangan estetika seperti adanya kerusakan parah dan
rehabilitasi prostetik yang diperlukan bersamaan dengan implikasi psikologis pasien
sehingga kualitas hidup jangka panjang pasien dapat terhambat.
Keluhan umum setelah operasi kanker mulut yaitu Trismus atau pembukaan mulut
terbatas. Penyembuhan pasca operasi, termasuk fibrosis dan kontraksi bekas luka,
sering mengakibatkan pembukaan interoklusal terbatas kurang dari 35mm antara gigi
insisivus rahang atas dan rahang bawah. Prosedur yang dapat menyebabkan trismus
20
biasanya termasuk operasi rahang bawah yang melibatkan otot pterygoid medial dan
lateral dan mandibulektomi yang melibatkan salah satu otot pengunyahan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Bidasari dan Sisca Silvana. 2007. Perawatan Rongga Mulut pada Pasien Kanker
Anak. Indonesian Jurnal of Cancer 4 Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU ; 149-152
Rahman, Sukri. 2016. Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Sel Skuamosa Glotis
Stadium Dini. Jurnal Kesehatan Andalas, 2016; 5(2).
Reksoprawiro. 2003. Protokol Penatalaksanaan Kasus Bedah Onkologi 2003. Sub
Bagian/SMF Bedah Onkologi, Kepala & Leher Bagian/SMF Ilmu Bedah FK UNPAD/Perjan
RSHS
Suhartiningtyas, Dwi., et al. 2012. Toluidine Blue Vital Staining Sebagai Alat Bantu
Diagnostik pada Karsinoma Sel Skuamosa Lidah. Majalah kedokteran Gigi Universitas
gadjah Mada bagian ilmu Penyakit mulut; 19 (2) : 136-140
Syafriza, Dharli. Diagnosa Dini Karsinoma Sel Skuamousa di Rongga Mulut. Universitas
Sumatera Utara: Medan, Indonesia, 2000
Tjiptoningsih, U. M. 2014. Tata Laksana Radiasi pada Kanker Palatum Durum. CDK-213,
41(2):113-117.
Wong, Hai Ming. 2014. Oral Complications and Management Strategies for Patients
Undergoing Cancer Therapy. The Scientific World Journal Volume 2014 ; 1-13
22