Anda di halaman 1dari 5

5 Dasar Pendekatan Epistemologis dalam Islam

Dasar Pertama :

Islam menjelaskan bahwa untuk mengenal alam semesta dan hakikat benda terdapat tiga cara, ketiga
cara tersebut adalah:
Indera: Yang paling penting di antara mereka adalah pendengaran dan penglihatan;
Akal serta pemikiran: Dalam ruang lingkup yang terbatas dan sesuai dengan landasan-landasan serta
dasar-dasarnya yang khusus, akal dapat menyingkap hakikat dengan pasti dan yakin;
Wahyu: Dengan perantara manusia pilihan dan memiliki kedudukan yang tinggi dapat menjembatani
hubungan manusia dengan alam gaib.

Dua cara yang pertama merupakan hal yang umum yang mana semua manusia dapat mengenal alam
semesta melalui keduanya, begitu juga dua cara tersebut dapat membantu manusia dalam memahami
syariat. Adapun cara yang ketiga hanya orang-orang khusus yang mendapatkan inayah Ilahi, dan orang-
orang tersebut adalah para nabi Allah Swt.

Adapun penggunaan indera hanya untuk hal-hal yang dapat di persepsi dan nampak saja, begitu
juga akal dapat kita aplikasikan pada permasalahan yang sifatnya terbatas dan memiliki landasan untuk
itu, akan tetapi aplikasi wahyu lebih luas dan mencakup seluruh permasalahan, lebih umum dan luas
dari permasalahan akidah dan hukum.

Al-Qur'an menjelaskan permasalahan ini dalam beberapa ayatnya, sebagai contoh kami sebutkan:

"Dan Allah yang telah mengeluarkan kamu dari perut ibu kamu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu apapun, kemudian Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar supaya kamu
bersyukur". (Qs. an-Nahl [16]: 78)

Adapun kata "al-Af-idah" dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kalimat "Fuâd" yang memiliki
makna "Pendengaran" dan "penglihatan" (mata hati) serta akal dan daya fikir manusia, dan pada akhir
ayat Allah Swt menyuruh kita untuk bersyukur dan juga sekaligus menekankan bahwa manusia harus
menggunakan ketiga nikmat tersebut, karena makna dari syukur itu sendiri adalah menggunakan nikmat
pada tempatnya yang sesuai.

Adapun mengenai wahyu, al-Qur'an menyatakan:

"Dan tidaklah Kami mengutus laki-laki (para nabi-nabi) sebelum kamu kecuali Kami turunkan wahyu
pada mereka, maka bertanyalah kamu pada orang-orang yang mengetahui apabila kamu tidak
mengetahui". (Qs. an-Nahl [16]: 43)
Manusia yang beragama akan senantiasa menggunakan indera yang diberikan oleh Allah Swt
untuk mengenal alam jagat raya ini dan memahami agama. Kebanyakan dari seluruh hasil persepsi
indera akan menjadi dasar serta wadah pertimbangan bagi akal, kemudian akal akan membawa dan
merumuskan hasil semua persepsi tadi untuk mengenal Allah Swt, sifat-sifat serta segala perbuatanNya.
Adapun segala yang dipersepsi oleh ketiga jalan ini semuanya sangat berfungsi dan dapat digunakan
untuk mengungkap kebenaran.[1]

Dasar Kedua

Pada hakikatnya para nabi As memusatkan dakwahnya pada dua perkara: akidah dan amal.
Adapun pusat pembahasan akidah berkisar pada iman akan keberadaan Tuhan, sifat serta keagungan
Ilahi, dan segala perbuatan-Nya.[2] Sedangkan yang dimaksud dengan amal adalah segala taklif dan
kewajiban serta hukum-hukum yang ditetapkan, yang mana manusia dalam menjalankan kehidupan
pribadi dan sosialnya harus berdasarkan hukum-hukum tertentu dari Tuhan.

Dalam permasalahan akidah yang menjadi tolok ukur dan standar adalah Ilmu serta Yakin, karena kedua
hal ini merupakan hujjah untuk mendapatkan akidah yang pasti. Oleh karena itu, seorang muslim harus
mencapai pada derajat yakin dalam permasalahan akidah dan tidak dibenarkan sama sekali taklid atau
bersandar pada orang lain dalam masalah ini.

Adapun dalam permasalahan taklif serta hukum (amal), hal yang sangat ditekankan adalah
pengamalan pada setiap strata kehidupan manusia. Dalam hal ini, di samping yakin dalam
mengamalkannya juga harus bersandar pada penegasan syariat dan merujuk pada seorang mujtahid
yang memiliki seluruh syarat-syaratnya. Dan ini merupakan salah satu jalan untuk mempunyai legilitas
khusus dari orang yang mempunyai wilayah penuh atas syariat. Insya Allah pada pembahasan yang akan
datang kita akan membahas dan membincangkannya secara lebih detail.

Dasar Ketiga

Pada pembahasan di atas telah kita tetapkan bahwa untuk penetapan permasalahan akidah dan
hukum-hukum dapat di gunakan dua metode dan pendekatan yang telah diperkenalkan, yang mana
dalam hal ini adalah akal dan wahyu. Adapun yang di maksud dari wahyu adalah kitab samawi, yakni al-
Qur'an karim dan seluruh hadits yang silsilahnya berakhir pada nabi Saw. Seluruh hadits para Imam As
pun, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti, termasuk pada silsilah serta sanad yang menjadi hujjah
Ilahi.

Akal dan wahyu satu sama lain saling menguatkan dalam kehujjahannya. Jika dengan hukum
pasti, akal dapat menetapkan kehujjahan wahyu maka begitu juga sebaliknya wahyu pun menetapkan
kehujjahan akal pada permasalahan tertentu.

Al-Qur'an sering menekankan dalam beberapa permasalahan akan peran akal dan
penggunaannya, mengajak manusia untuk merenungkan serta memikirkan tentang keindahan dan
keunikan proses penciptaan, dan al-Quran sendiri menekankan untuk menggunakan akal untuk
membuktikan kebenaran kandungan dakwahnya. Tidak ada kitab samawi yang kandungannya dipenuhi
dengan pengetahuan dan disertai pembuktian seperti halnya al-Quran, dan dalam al-Qur'an terdapat
pembuktian-pembuktian yang bersifat rasional yang tidak terbatas tentang segala pengetahuan dan
pembahasan akidah.

Para Imam Ahlulbait As, mengafirmasikan nilai argumentasi akal dalam permasalahan yang akal
dapat menghukuminya. Imam ketujuh Musa Kazhim As menyatakan dengan jelas bahwa wahyu adalah
hujjah lahiri dan akal adalah hujjah batini.[3]

Dasar Keempat

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wahyu merupakan dalil yang kuat dan akal adalah
sebuah lentera yang Tuhan nyalakan dalam jiwa manusia, dan selamanya tidak akan pernah terjadi
pertentangan di antara keduanya. Kalau pun terkadang kita persepsi terjadi pertentangan maka harus
kita koreksi bahwa mungkin terdapat kesalahan dari cara pengambilan kesimpulan kita terhadap
permasalahan agama atau terdapat kesalahan dalam pendahuluan-pendahuluan pembuktian akal,
karena Tuhan Yang Mahabijaksana tidak pernah mengajak manusia pada dua jalan yang satu sama lain
saling berkontradiksi.

Sebagaimana tidak terdapat pertentangan antara akal dan wahyu, begitu juga tidak terdapat
pertentangan antara ilmu dengan wahyu. Jika kita melihat terjadi pertentangan di antara keduanya
maka kita tetap mesti menyatakan bahwa mungkin terdapat kekeliruan dalam pengambilan kesimpulan
permasalahan agama, atau bisa juga ilmu yang berkenaan dengan masalah tersebut belum mencapai
tingkat kepastian. Pada dasarnya kebanyakan sumber dari pertentangan itu sendiri adalah masalah yang
kedua, yang dalam hal ini terdapat konsep-konsep ilmu yang tidak pasti, namun serta merta diklaim
ilmu yang pasti itu sendiri. Dengan keadaan seperti ini maka tentu saja bisa muncul gambaran
pertentangan di antara ilmu dan wahyu.

Dasar Kelima

Adapun masalah sistem aturan yang Mahabijak yang terdapat pada alam jagat raya ini, pada
hakikatnya hal tersebut lepas dari pemikiran dan gambaran kita semua, yang hakikatnya merupakan
suatu ketentuan, keabadian, dan kekal. Dengan demikian, apabila manusia melalui salah satu alat
pengenalannya dapat mengungkap suatu realitas yang aslinya adalah hakikat itu sendiri, maka harus di
katakan bahwa itu adalah kebenaran dan akurat, dan jika dalam mengungkap suatu hakikat, sebagian
ilmu sesuai dengan hakikat itu dan sebagian lainnya tidak sesuai, maka ilmu yang sesuai tadi merupakan
kebenaran untuk selamanya dan kebenaran tersebut tidak akan berubah hanya karena faktor
berubahnya syarat-syarat yang terdapat pada lingkungan. Dengan kata lain, jika suatu pengetahuan
terhadap realitas dinisbahkan dengan kondisi dan zaman, ia pada suatu zaman menjadi hakikat dalam
zaman itu dan di zaman yang lain bisa menjadi berubah, maka pengetahuan seperti ini tidak dapat
diterapkan pada permasalahan yang sifatnya takwini atau pasti, seperti contoh: jikalau hasil dari 2x2=4
maka hasilnya mutlak seperti ini, dan jika tidak seperti itu maka hasilnya mutlak tidak seperti itu, dan
pengetahuan seperti ini tidak mungkin pada suatu zaman merupakan hakiki dan di zaman lain bukan
hakiki.
Penisbahan suatu pengetahuan merupakan bagian dari perkara gambaran manusia, yang
kebenaran dan pengesahannya hanya dianalisa melalui pemikiran manusia dan tidak lebih dari itu.
Sebagai contoh jikalau sebuah masyarakat yang menjalankan sistem pemerintahan dan birokrasinya
tidak mengikuti wahyu Ilahi maka yang terjadi adalah mereka bebas menentukan sistem aturan
pemerintahan mereka, sehingga jika suatu hari mereka bersepakat atas suatu sistem aturan sampai
pada zaman tertentu dimana kesepakatan sistem tersebut masih berlaku di antara mereka maka sistem
tersebut merupakan suatu hakikat buat mereka pada zaman itu, akan tetapi jika suatu hari mereka
bersepakat atas hal yang bertentangan dengan sistem pertama maka hakikat yang kedua akan tercipta,
dimana setiap kesepakatan sistem tersebut sama-sama sebagai suatu hakikat di zamannya masing-
masing, akan tetapi setiap kesepekatan tersebut masing-masing mempunyai realitas yang berbeda dan
mempunyai batasan-batasan tersendiri. Ketika mereka yakin bahwa apa yang mereka sepakati itu
adalah puncak dari pengetahuan mereka dan mereka yakin bahwa itu adalah suatu hakikat maka hal
tersebut untuk selamanya merupakan hakikat dan begitu juga hal yang bertentangan dengan hakikat
tersebut selamanya batil dan tidak mempunyai landasan.[www.wisdoms4all.com]

[1]. Penyucian serta pembersihan jiwa manusia dari maksiat dan segala dosa menyebabkan dasar
turunnya ilham-ilham Ilahi yang mana sebagian ulama menganggap hal tersebut merupakan salah satu
alat pengetahuan.

[2]. Mengutus para Nabi, menentukan para pengganti dan membangkitkan kembali seluruh manusia
setelah mati, semua itu merepukan bagian dari perbuatan Ilahi.

[3]. Sesungguhnya Allah memiliki dua hujjah atas setiap manusia: hujjah lahiri dan hujjah batini, hujjah
lahiri adalah para Rasul, para Nabi serta para Imam As, adapun hujjat batini adalah akal. Kulaini, al-Kafi :
1/160 , Mansyur Aqaid Imamiyyah, hal : 13 Ustad Ja'far Subhani.

Back to Top

Beranda
Profile Site
Pustaka
Jalan Mudah Mengenal Tuhan
Langkah-langkah Menuju Agama
Seri Epistemologi ..
Seri Argumen Filosofis..
Konsep Ketuhanan..
Pandangan Dunia Islam..
Mengenal Sifat-sifat Tuhan..
Artikel
Neo Teologi
Dialog Interfaith
Kajian Adyan
Menjelajah Ufuk
Kontemplasi
Lain-lain
Tanya & Jawab
Join Group
MILIS
Kontak
Link

Terimakasih atas kunjungan Anda

Anda mungkin juga menyukai