Anda di halaman 1dari 44

E-GUIDE

BOOK

MENUJU #INDONESIA2030

Buku Petunjuk Dasar Mengenai


Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Bandung - I N D O N E S I A
© 2017
© September 2017
INSPIRATOR MUDA NUSANTARA

Buku petunjuk elektronik (E-Guide Book) “Menuju #INDONESIA2030”


dipublikasikan oleh INSPIRATOR MUDA NUSANTARA

Dilarang mencetak, mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini


tanpa izin tertulis dari Inspirator Muda Nusantara.

INSPIRATOR MUDA NUSANTARA

Inspirator Muda Nusantara adalah salahsatu organisasi komunitas pemberdayaan


pemuda di Indonesia yang berasaskan kebebasan informasi (freedom of
information), pemberdayaan pemuda (youth empowerment), dan nasionalisme
kompetitif (competitive nationalism). Inspirator Muda Nusantara didirikan sejak
2013 dan telah menginspirasi banyak pemuda/i di berbagai penjuru tanah air
melalui slogan “Karena mengharumkan tanah air adalah #inspirasi kita”. Kami aktif
dalam inisiatif kepemudaan dan tergabung dalam jejaring kepemudaan baik di
tingkat lokal, nasional dan internasional. Inspirator Muda Nusantara berupaya
untuk menjadi suatu organisasi komunitas kepemudaan Indonesia yang mampu
berkiprah di tingkat internasional. Basis utama operasional kami ada pada dunia
maya (online) lebih khususnya pada laman facebook (facebook fanpage) untuk
menjangkau generasi muda Indonesia secara lebih mudah, cepat, dan massif.

Facebook : www.facebook.com/inspiratormudanusantara
Email : inspiratormudanusantara@gmail.com
KATA PENGANTAR

Dunia pada abad ke-21 ialah dunia yang sangat kompleks baik dengan
segala kemajuan peradabannya maupun dengan berbagai permasalahan
yang muncul. Dunia tak sanggup lagi untuk mengandalkan teori dan
paradigma abad ke-20 yang tentunya menjadi sangat kurang relevan dengan
situasi dan kondisi yang terjadi sekarang ini.
Generasi manusia yang hidup pada zaman ini, terutama generasi
millennial dan generasi Z tentunya wajib diperlengkapi dengan wawasan dan
pengetahuan yang baik dan komprehensif sebelum mereka mengembangkan
keterampilan dan menimba pengalaman. Generasi muda sudah seharusnya
menjadi agen transformasi dunia menuju arah yang lebih baik sehingga masa
depan mereka pun menjadi lebih gemilang.
Dunia yang lebih baik tentu tercipta dari sebuah perubahan dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) berusaha keras menciptakan
perubahan tersebut melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals). SDGs dengan prinsip “Leave No One Behind” ini
diharapkan mampu menjadi paradigma universal pembangunan global yang
tentunya mengarahkan setiap orang di belahan dunia manapun, kebangsaan
apapun, dan dari berbagai latar belakang untuk terlibat aktif dan positif.
Banyak konferensi, diskusi, seminar, forum yang telah membahas SDGs
namun masih sangat jarang yang berupa buku. E-guidebook mengenai SDGs
ini hadir dan dipublikasikan dalam rangka memperingati 2 tahun pelaksanaan
SDGs dan untuk lebih mengenalkan lagi kepada masyarakat luas di Indonesia
khususnya generasi muda mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Masih 13 tahun lagi hingga 2030 dan Indonesia harus bekerja bersama untuk
mencapainya dimana Inspirator Muda Nusantara pun ambil bagian
didalamnya. Semoga bermanfaat dan salam inspirasi!
UCAPAN TERIMA KASIH

Kami menghaturkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena oleh karunia dan anugerahNya lah, kami dapat menyusun dan
menyelesaikan e-guidebook SDGs ini. Niat baik ini tentu berasal dari
keinginan kami sebagai organisasi komunitas pemberdayaan pemuda di
Indonesia untuk mencerahkan generasi muda tanah air akan pengetahuan
global tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Kami mengucapkan terima kasih kepada United Nations Sustainable
Development Solutions Network (UN-SDSN) dan UN SDSN Youth atas
kerjasama kemitraan yang telah dibangun sejak 2015 melalui inisiatif founder
kami, Stevie Leonard Harison. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
United Nations Institute for Training and Research (UNITAR) atas kursus online
gratis (free online learning) mengenai The 2030 Development Agenda.
Kami berterimakasih kepada Together 2030 sebagai umbrella group,
Asia Pacific Regional CSO Engagement Mechanism (AP-RCEM), dan the
Global Institute for Youth. Lalu kepada para kontributor “Perspektif Kamu”:
Taufan Teguh Akbari (Rumah Millennial), Achmad Zulfikar (Asosiasi Sarjana
Hubungan Internasional Indonesia), Putri Agustina (Indonesia Volunteering
Hub), Rahyang Nusantara (SDSN Youth Indonesia), Pardi Pay (Youth for
Climate Change Indonesia), dan Robinson Sinurat (Youth for Sustainable
Development). Kemudian untuk mitra distribusi e-guidebook SDGs:
Bulukumba Satu Cinta (BSC), Islam versus Reality (IVR), Teman Sebaya,
Yayasan Dunia Bebas Narkoba, dan Yayasan The Way to Happiness, serta
Youth for Human Rights International chapter Indonesia.
Pada akhirnya kami berterimakasih kepada pihak-pihak baik
perorangan maupun kelompok yang tidak dapat disebutkan satu per satu
yang telah mendukung kami baik secara moral maupun material.
 PENGERTIAN DAN PENTINGNYA SDGS

 KONTEKSTUALISASI SDGS DI INDONESIA

 SDGS DAN PERSPEKTIF PEMUDA INDONESIA

 SDGS 2030 DAN INDONESIA EMAS 2045


PENGERTIAN
SDGS

Ο Latar Belakang SDGs

Sustainable Development Goals (SDGs) atau yang diterjemahkan menjadi


Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah suatu visi komprehensif yang
dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN) untuk mencapai dunia
yang lebih baik pada tahun 2030 mendatang. Asal muasal SDGs yang
sesungguhnya yakni dari proses negosiasi global yang dinamakan Agenda
Pembangunan Pasca 2015 (Post-2015 Development Agenda).Proses Post-2015
Development Agenda ini juga ternyata mencakup Tujuan Pembangunan
Millennium (Millennium Development Goals/MDGs) karena sebelumnya ada
konsensus di PBB yang menginginkan MDGs dan Proses Rio+20 (yang
selanjutnya dinamakan Sustainable Development) digabungkan. Secara
keseluruhan, proses-proses tersebut mengarah pada 1 tema besar yakni
Agenda Pembangunan 2030 (the 2030 Development Agenda) dimana masing-
masing track yakni MDGs berlaku selama 15 tahun dengan periode 2000-2015
dan SDGs yang merupakan hasil dari Post-2015 Process juga berlaku selama
15 tahun dengan periode 2015-2030.
Sebelum meneliti makna lebih jauh mengenai SDGs, perlu dijelaskan terlebih
dahulu perbedaan mengenai track MDGs dan track Rio+20.

Selain itu, momen paling awal dari dimulainya Post-2015 process adalah pada
saat September 2013 dimana Majelis Umum PBB (UN General Assembly)
mengadakan Special Event terkait dengan akan berakhirnya MDGs pada
tahun 2015. Sejak itulah, Post-2015 Process berlangsung untuk menghasilkan
the 2030 Development Agenda.
Agenda Pembangunan 2030 mengandung 5 asas yang tak terpisahkan yang
disebut 5 “P”, yakni sebagai berikut:

Adapun secara keseluruhan, Agenda Pembangunan 2030 mencakup 4


kesepakatan yang diadopsi negara-negara anggota PBB sepanjang tahun
2015, tidak hanya SDGs.

Empat kesepakatan tersebut menyempurnakan seluruh alur pada Post-2015


Process sehingga sangat diharapkan mampu menjawab kompleksitas
tantangan pembangunan dunia di abad ke-21.
Ο TRANSFORMASI MDGs ke SDGs

Pada September 2000 saat dilaksanakan Millennium Summit di markas besar


PBB - New York, dunia sepakat untuk mengentaskan kemiskinan dengan
slogan besar “End Poverty” dan kemudian meluncurkan Tujuan Pembangunan
Millennium (MDGs) dengan terdiri dari 8 Tujuan.

Fakta menyebutkan 2 kelemahan utama MDGs yakni terlalu fokus pada isu-isu
pembangunan sosial dan terlalu bergantung pada kebijakan pemerintah.
Pada perjalanannya, MDGs ini sesungguhnya lebih diarahkan pada negara-
negara berkembang, sementara mayoritas negara maju dapat dikatakan telah
hampir memenuhinya. Ketimpangan (disparity) inilah yang kemudian
menyebabkan kurang suksesnya pencapaian target MDGs secara global.
Terlebih bahwa, 2 kutub pengaruh utama selain pemerintah yakni perusahaan
(corporate sector) dan organisasi non-pemerintah (non-governmental
organizations / NGOs) dapat dikatakan secara umum bahwa pasif terhadap
implementasi MDGs mengingat karakteristik sistem pelaksanaannya yang
terlalu bergantung pada pemerintah (government-centered).
Maka itu, untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada MDGs,
pendekatan yang semula bersifat top-down mengingat MDGs terlalu bersifat
inter-governmental dan exclusively UN-owned diubah kemudian menjadi
bottom-up dimana SDGs mengedepankan participatory approach dengan
melibatkan banyak aktor non-pemerintah (kalangan akademisi, sektor usaha,
serta masyarakat sipil termasuk masyarakat adat, perempuan, pemuda, dan
anak-anak) serta lebih bersifat terbuka (inclusive).

MDGs SDGs
8 Tujuan 17 Tujuan
Secara dominan menggunakan Mengutamakan bottom-up
top-down approach approach
Fokus besar hanya pada aspek- Fokus lebih banyak namun
aspek pembangunan sosial integratif, meliputi aspek sosial
dan budaya, ekonomi, dan
lingkungan hidup.
Lebih dititikberatkan untuk Diperuntukkan bagi semua
negara-negara berkembang negara tanpa terkecuali
dan miskin

Salahsatu tahap terpenting dalam transformasi MDGs ke SDGs ini yang juga
termasuk dalam Post-2015 Process adalah High Level Political Forum (HLPF) on
Sustainable Development dimana kepemimpinan politik negara maju dan
negara berkembang dikombinasikan demi akselerasi pembangunan dunia.
Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono adalah salahsatu dari 3
figur yang ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon selain Presiden
Liberia dan Perdana Menteri Inggris untuk memimpin tahapan HLPF itu.
Pertanyaannya, mengapa MDGs yang hanya 8 Tujuan kini berlipat tujuannya
setelah menjadi SDGs yang terdiri dari 17 Tujuan?

➢ Alasan pertama, karena tantangan dunia yang dihadapi pada saat


dimulainya MDGs pada tahun 2000 jauh berbeda dengan diakhirinya
MDGs pada tahun 2015, lebih banyak dan lebih rumit. Pada tataran
politik dan keamanan, dunia semakin menjadi rawan akan gangguan,
terutama konflik bersenjata dan aksi terorisme yang tidak dapat
diprediksi kapan dan dimana terjadinya. Pada tataran ekonomi, dunia
pun tak lepas dari kekhawatiran dan ketidakpercayaan. Meskipun
pemberantasan kemiskinan absolut dapat dikatakan relatif sukses
selama periode MDGs (itupun karena pengurangan kemiskinan
terbesar dunia terjadi di China), tetapi angka ketimpangan ekonomi
(Gini coefficient) secara global justru meningkat. Pada tataran sosial dan
budaya, dunia memang semakin terkoneksi oleh teknologi komunikasi
dan informasi sehingga warga dunia dapat mempelajari sosial dan
budaya asing, tetapi pada faktanya ancaman dan resistensi berupa
diskriminasi, rasisme, dan ultranasionalisme ternyata meningkat di
berbagai belahan dunia. Pada tataran lingkungan hidup, kerusakan
dunia bahkan terlihat nyata akibat dampak perubahan iklim mulai dari
cuaca ekstrem, berbagai bencana alam, berkembangnya penyakit-
penyakit terkait cuaca/iklim, hingga kehancuran ekologi baik di
daratan maupun lautan. Segenap tantangan tersebut tak mampu lagi
dijawab oleh MDGs, maka itu disusunlah SDGs yang lebih menyeluruh
dan mampu. Dunia pun melalui Heads of State Summit di markas besar
PBB (New York) pada September 2015 telah bersepakat penuh untuk
memiliki visi pembangunan dunia yang baru setelah MDGs berakhir.
➢ Alasan kedua, pelibatan aktor-aktor non-pemerintah yang semakin aktif
dan bahkan lebih dominan menjadi faktor utama mengapa Tujuan
Pembangunan dari MDGs ke SDGs berlipat ganda. MDGs yang asalnya
hanya diusulkan oleh birokrat-birokrat PBB dan direspon negara-
negara anggota PBB telah berubah menjadi SDGs yang merupakan hasil
menghimpun berbagai input, rekomendasi, dan aspirasi dari banyak
pihak yang tak terlibatkan sebelumnya pada MDGs.

UN Task Team yang merupakan lembaga inter-agensi


Institusi PBB terdiri dari lebih dari 60 badan PBB dan organisasi
internasional lainnya.
Bisnis dan Industri UN Global Compact
Masyarakat Sipil dan UN Development Group, inisiatif My World Survey
orang-orang yang menghimpun 7 juta suara dari seluruh dunia
Kawasan Komisi Regional PBB masing-masing kawasan dunia
Ilmuwan dan UN Sustainable Development Solution Network
akademisi (UN SDSN)
High Level Political Forum (HLPF) on Sustainable
Pemimpin Politik
Development

Pun, mencakup hampir seluruh kelompok besar (major groups) dan


pemangku kepentingan lainnya (other stakeholders), sebagai berikut:
Women Children and Youth Indigenous people
NGOs Local authorities Workers and trade unions
Scientific and
Business and industry Farmers
technological community
Volunteer groups and
Local communities Migrants and families
foundations
Persons with disabilities Older persons -
➢ Alasan ketiga, globalisasi tahap akhir yang terjadi sekarang ini telah
mengantarkan dunia menuju tahap integrasi global yang lebih mapan
dibandingkan saat periode MDGs. Kerjasama antar negara tak bisa lagi
hanya diwujudkan dalam kerjasama bilateral ataupun regional, namun
juga secara global. Kerjasama global yang ideal tentunya mampu
terwujud melalui berbagai platform yang dimiliki oleh PBB (UN). MDGs
yang hanya menitikberatkan pada laporan pencapaian per negara
secara individual kini tak lagi berlaku karena SDGs juga
memperhatikan aspek-aspek yang bersifat lintas negara (transnasional)
sehingga ada keterkaitan erat antara negara yang satu dengan lainnya
terutama yang teritorialnya berbatasan langsung. Oleh karena itu, pada
saat ini kedaulatan nasional suatu negara hampir dikatakan bersifat
semu dan hanya terlihat pada bentuk fisik dan dimensi seremonial.
SDGs telah menciptakan suatu ruang yang baru bagi negara-negara
anggota PBB untuk bekerjasama lebih leluasa dalam suatu visi dunia.
PENTINGNYA
SDGS

Professor Jeffrey D. Sachs, seorang pakar pembangunan berkelanjutan di


Universitas Columbia (USA) dan Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB
tentang pembangunan berkelanjutan, menegaskan bahwa arah
pembangunan dunia yang selama ini cenderung didominasi sistem
liberalisme-kapitalisme hanya berujung pada asas business-as-usual dan sama
sekali tidak memperhatikan kesinambungan dan keberlanjutan secara
seksama. Untuk itulah pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
dicetuskan, yakni demi generasi yang hidup saat ini dan generasi-generasi
yang akan datang. Lebih dari itu, SDGs jauh melengkapi MDGs dimana
pembangunan adil (equitable development) dan keberlanjutan lingkungan
hidup (environmental sustainability) juga hadir selain pemberdayaan sosial
(social empowerment) yang telah ada pada MDGs. Berikut latar belakang
betapa pentingnya SDGs:
1) Mobilisasi sosial. Dunia perlu diarahkan dalam satu tujuan meski terlalu
banyak tantangan hadir untuk menyatukannya. Namun dengan adanya
SDGs, maka perorangan, organisasi, dan pemerintahan di seluruh dunia
memiliki fokus untuk lebih memerhatikan masalah-masalah yang akan
muncul di masa depan jika tidak diselesaikan sekarang dengan kata
lain memperbaiki masa depan dengan beraksi saat ini.
2) Menciptakan tekanan bagi pemerintah untuk merealisasikan janji-janji
pembangunannya kepada masyarakat. Masyarakat suatu negara akan
lebih mudah mempertanyakan arah dan hasil pembangunannya jika
dibandingkan dengan pembangunan yang terjadi di negara
lain/belahan dunia lainnya.
3) Memacu terciptanya komunitas epistemik (epistemic community) yang
merupakan jejaring antara kepakaran (expertise), pengetahuan
(knowledge), dan praktek (practice) untuk ambil bagian beraksi
mensolusikan tantangan-tantangan pembangunan berkelanjutan di
sekitar mereka.
4) Mobilisasi jejaring pihak-pihak pemangku kepentingan untuk visi, misi,
dan kepentingan bersama. Proses multi-stakeholder menjadi kunci
utama tercapainya SDGs.

Menetapkan tujuan memang baru merupakan langkah pertama dalam


melaksanakan sebuah rancangan aksi. Rancangan kebijakan yang bagus,
pendanaan yang cukup, dan institusi baru yang berkualitas memang
menentukan pengaturan tujuan tersebut. Setiap hal tersebut harus terukur dan
memiliki strategi yang mapan. Meskipun terdapat kebingungan, pesimisme,
sinisme, dan halangan-halangan, fokus pada suatu tujuan tentu akan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada tidak memiliki tujuan sama
sekali.

PBB (UN) sendiri menyadari bahwa membuat SDGs relevan bagi seluruh dan
setiap warga dunia bukanlah hal mudah, oleh sebab itu PBB merangkul semua
pihak dan kelompok kepentingan untuk turut serta me-lokal-kan (localizing)
dan meng-internal-kan (internalizing) SDGs seraya bersama-sama beraksi
demi capaian pembangunan dunia pada tahun 2030 yang jauh lebih baik dan
berkualitas. PBB berusaha untuk menghindari stigma ‘one size fits all’ karena
paham bahwa setiap negara memiliki tantangan dan pendekatan solusinya
tersendiri. PBB hanya menetapkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan secara
universal, namun seluruh aspek pelaksanaannya bergantung pada kebijakan-
kebijakan nasional.
KONTEKSTUALISASI
SDGs DI INDONESIA

Nilai-nilai universal di abad ke-21 tentu ada yang mudah terserap ataupun
yang tidak mudah terserap oleh warga dunia bahkan bisa saja menimbulkan
resistensi. SDGs yang telah disepakati bulat oleh seluruh negara anggota PBB,
termasuk oleh Indonesia, pada September 2015 lalu telah menciptakan
suasana berbeda dibanding MDGs sebelumnya. Adanya participatory
approach pada proses Agenda Pembangunan Pasca 2015 telah mendorong
SDGs lebih terpublikasi dibandingkan MDGs karena aktor-aktor non-
pemerintah secara langsung dan aktif mempromosikan apa-apa saja yang
tercakup dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam konteks Indonesia, publik secara luas belum terlalu memiliki
kesadaran akan pentingnya pengetahuan dinamika internasional sehingga
keterlibatan masyarakat Indonesia dalam pembangunan global masih jauh
dari optimal. Meskipun begitu, optimisme harus tetap ada, proses
pembangunan nasional cepat atau lambat harus terintegrasi dengan proses
pembangunan global. Terlebih mengingat bahwa cita-cita 100 tahun
kemerdekaan Indonesia yakni pada tahun 2045 negara ini akan menjadi
salahsatu negara dengan tingkat perekonomian terbesar dunia. Kuncinya ada
pada kontekstualisasi yakni me-lokal-kan (localizing) dan meng-internal-kan
SDGs (internalizing) kedalam berbagai lini dan dimensi pembangunan
nasional tanah air. Kontekstualisasi itu bagaikan resep khusus yang tidak
sembarang diberikan dokter pada pasiennya mengingat setiap pasien
memiliki kondisi medis berbeda dan tentu ada pertimbangan khusus.
Begitupun pada tingkatan negara dengan pembangunannya.
Hal tersebut tentu dengan mengadopsi inclusive and participatory approach
pula, pemerintah hanya regulator namun masyarakatlah yang lebih memiliki
dampak besar bagi kesuksesan tercapainya SDGs tersebut. Berbagai
kementerian sebagai ujung tombak semua kebijakan pemerintah pun wajib
untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan sehingga national ownership benar-benar terwujud.

Kementerian
No. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
yang menaungi
Kemensos,
1 Pemberantasan Kemiskinan
KemenPPN/Bappenas
Kementan, Kemensos,
2 Peniadaan Kelaparan
Kemendag
3 Kesehatan yang Baik Kemenkes, Kemensos
Kemendikbud,
4 Pendidikan Berkualitas
Kemenristekdikti
5 Kesetaraan Jender KemenPPA, Kemensos
KemenPU, Kemensos,
6 Air Bersih dan Sanitasi
Kemenkes
7 Energi Bersih dan Terjangkau KemenESDM
Kemenaker, Kemenkeu,
8 Kerja Layak dan Pertumbuhan Ekonomi KemenPPN/Bappenas,
Kemenperin, KemenBUMN
KemenPU, Kemenperin,
Kemenkominfo,
9 Industri, Inovasi, dan Infrastruktur Kemenristekdikti,
Kemenhub, Kemenpar,
KemenBUMN, Kemenpora
10 Pengurangan Kesenjangan KemenDesaPDT, Kemensos,
KemenKOPUKM, KemenPPA,
KemenPPN/Bappenas,
KemenATR
KemenPU, Kemenpar,
11 Kota dan Masyarakat Berkelanjutan
Kemenpora
Kemendag, KemenESDM,
12 Konsumsi yang Bertanggungjawab Kementan, KemenLHK,
KemenKP (KKP)
KemenLHK, Kementan,
13 Aksi Perubahan iklim KemenESDM, Kemenpora,
Kemenlu
14 Kehidupan Bawah Laut KemenKP (KKP)
15 Kehidupan di Darat KemenLHK, Kementan
Kemendagri, Kemenlu,
Kemenhan, Kemenhukham,
16 Perdamaian, Keadilan, Institusi yang Kuat
Kemenag, KemenPANRB,
Kemensetneg,
Seluruh kementerian
termasuk Kementerian
Koordinator
17 Kemitraan demi Mencapai Tujuan (KemenkoPolHukKam,
KemenkoPerek,
KemenkoPMK, dan
KemenkoKemaritiman

Kementerian-kementerian tersebut harus menyadari sepenuhnya bahwa


kebijakan-kebijakan teknis dan non-teknis yang dikeluarkannya perlu
dikontekstualisasikan dan disinkronisasikan dengan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDGs) yang relevan sehingga mampu menjawab tantangan
dan hambatan pembangunan yang ada.
Ada beberapa pertimbangan untuk kementerian-kementerian terkait dengan
kontekstualisasi SDGs dalam kebijakan-kebijakannya:
❖ Kampanye internal (internal campaign) mengenai SDGs didalam
kementerian itu sendiri agar mulai dari pucuk pimpinan hingga staf
biasa mengerti bahwa alur kebijakan kementerian terkait erat dengan
SDGs. Bukan tidak mungkin bahwa masih banyak aparatur
pemerintahan sendiri yang belum tahu dan belum paham apa itu SDGs.
Karena itu, sosialisasi dan promosi pengenalan SDGs harus dimulai
secara intensif dan harus menyasar kelompok birokrat yang
berpengaruh besar terlebih dahulu agar nanti lebih mudah disebarkan
ke birokrat-birokrat lain di jajaran berikutnya. Dengan adanya
kesadaran (awareness) dan pengetahuan (knowledge) mengenai SDGs
di kalangan kementerian, maka tidak akan sulit bagi pemerintah
Indonesia untuk menyukseskan upaya-upaya pencapaian SDGs hingga
2030 mendatang.
❖ Dibentuk satuan tugas khusus (special taskforce) sinkronisasi kebijakan
kementerian dengan SDGs. Satgasus ini akan menjadi jembatan
penghubung antara kementerian dengan pihak-pihak yang terkait
dengan SDGs baik nasional maupun internasonal. Tentu hal tersebut
dalam koridor SDGs yang relevan dimana masing-masing kementerian
memiliki andil tersendiri dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(lihat tabel sebelumnya). Ini tentu akan mempermudah sekretariat
nasional SDGs Indonesia untuk menghimpun laporan kemajuan
pencapaian SDGs per tahunnya dan pada akhir periode tahun 2030.
❖ Mencantumkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diusung
(communicating SDGs) dalam setiap kebijakan maupun program yang
dilaksanakannya sehingga mempermudah perlacakan dalam sistem
kebijakan terkait SDGs di Indonesia secara keseluruhan.
Setelah menyoroti pemerintahan (government), maka pihak kedua yang ingin
disorot adalah sektor usaha (corporate sector). Pada tataran PBB (UN) pun,
sektor usaha memiliki posisi vital dalam perumusan dan pelaksanaan
kebijakan mengingat jenis stakeholder inilah yang akan menjadi penyokong
utama dana bagi SDGs. Telah disepakati bahwa pendanaan yang cukup
adalah salahsatu faktor utama bagi tercapainya SDGs pada 2030 mendatang.
Pada era demokrasi dan keterbukaan, pemerintah tidak dapat bergantung
sepenuhnya pada anggaran nasional saja, namun harus bermitra dengan
sektor usaha untuk turut serta andil dalam dinamika pembangunan. Itulah
mengapa kini kemitraan publik-swasta (public-private partnership/PPP)
semakin digalakkan dalam sistem pembangunan internasional khususnya
pada negara-negara berkembang yang alokasi anggaran nasionalnya masih
belum optimal dan efisien jika dibandingkan negara-negara maju.
Kemitraan publik-swasta di Indonesia sendiri, pada masa kepemimpinan
Presiden Joko Widodo, sudah mulai aktif untuk proyek-proyek pembangunan
infrastruktur. Sedangkan untuk hal-hal yang bersifat sosial-budaya-
keagamaan, sektor usaha telah melakukannya dalam kerangka tanggung
jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Pelibatan
sektor usaha dalam pelaksanaan SDGs merupakan suatu kolaborasi strategis
yang diharapkan mampu untuk terciptanya akselerasi pencapaian SDGs pada
2030 mendatang terutama dari segi ekonomi dan sosial yang berdampak
besar untuk masyarakat pada umumnya. Sektor usaha yang terdiri dari usaha
besar, usaha menengah, usaha kecil, dan usaha mikro, semuanya dapat
terlibat dalam upaya implementasi SDGs. Prinsip non-diskriminasi dan saling
menghormati harus dipegang teguh dalam kemitraan sektor usaha untuk
SDGs ini dan pemerintah harus memfasilitasinya secara serius. Kombinasi PPP
dan CSR akan menghasilkan kontribusi sektor usaha yang optimal bagi
pembangunan Indonesia dan pencapaian SDGs nasional.
Potensi tersebut tentu akan hanya tetap menjadi potensi jika tidak ada proses
mengajak (engagement) dan melibatkan (involvement). Secara umum, sektor
usaha di Indonesia relatif bergantung pada apa yang digarisbesarkan oleh
pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. Oleh sebab itu, pertama,
pemerintah harus memfasilitasinya dengan menghimpun berbagai sektor
usaha untuk kemitraan dalam implementasi SDGs. Bentuk fasilitasi bisa
berupa platform untuk pelaporan yang terintegrasi dan komprehensif untuk
dunia usaha Indonesia yang terlibat dalam pelaksanaan SDGs. Platform
tersebut dapat berupa sebuah website khusus dimana setiap unit usaha
mampu membantu pelaksanaan SDGs yang relevan mulai dari tahap
perencanaan, tahap sinergisasi, tahap implementasi, hingga tahap
evaluasinya. Tentu ini akan menjadi terobosan signifikan dalam mewujudkan
Indonesia 2030 terkait pencapaian SDGs secara nasional. Kedua, dunia usaha
secara internal dapat melakukan sosialisasi kepada manajemen dan
karyawan, menciptakan inovasi-inovasi dan mendorong efisiensi pada proses
usaha mana yang terkait dengan SDGs yang relevan. Misalnya, pada
perusahaan properti yang membangun perumahan dengan desain yang lebih
ramah lingkungan baik itu sanitasinya, penataan cahaya, hingga material
bangunan yang digunakan. Ketiga, insentif khusus baik itu keringanan pajak,
ataupun kemudahan administrasi bagi unit-unit usaha yang memang terlibat
dalam pelaksanaan SDGs di tanah air mulai dari yang jangkauannya lokal,
regional, dan nasional. Insentif tersebut dapat diberikan oleh pemerintah
saat kontribusi unit-unit usaha tersebut dalam pelaksanaan SDGs telah
terverifikasi resmi. Keempat, mengenai kolaborasi diantara dunia usaha
sendiri, misalnya karena suatu unit usaha kecil hanya memiliki dana sedikit
namun berkomitmen pada SDGs dimungkinkan untuk mencari mitra yakni
unit usaha yang lebih besar dengan dana lebih banyak agar pelaksanaan
SDGs berbasis B-to-B (bisnis ke bisnis) dapat lebih efektif dan efisien.
Sebenarnya di Indonesia sejak 2016 lalu, telah muncul inisiatif Filantropi dan
Bisnis Indonesia untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (FBI4SDGs) namun
progressnya relatif cukup lambat padahal dunia usaha berisikan aktor-aktor
ekonomi yang seringkali mengambil keputusan secara cepat. Diharapkan
bahwa FBI4SDGs ini mampu menaungi seluruh filantropi dan sektor usaha di
berbagai penjuru Indonesia untuk membantu terjadinya akselerasi
pencapaian SDGs nasional. Dukungan dari pemerintah, BUMN, KADIN,
berbagai asosiasi pengusaha dan perusahaan swasta pun harus digalakkan.
Potensi kemitraan antar sektor usaha untuk SDGs sesungguhnya sangatlah
besar dan ini harus diaktualisasikan segera sehingga tak ada lagi waktu yang
terbuang percuma bagi dunia usaha untuk menyesuaikan dirinya bahkan
terlibat secara langsung dalam realisasi agenda pembangunan global terbaru
di abad ke-21 ini.
Pihak ketiga yang ingin disorot setelah pemerintah dan dunia usaha adalah
aktor-aktor non-pemerintah (non-governmental actors) seperti institusi
pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat. Jika peran pemerintah dan
dunia usaha dalam pelaksanaan SDGs terlihat lebih fokus dan jelas, maka
peran institusi pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat justru lebih
melebar dan beragam. Hal ini disebabkan karena terlalu luasnya cakupan
bidang dan jangkauan geografis yang dimiliki institusi pendidikan dan
lembaga swadaya masyarakat terlebih dengan penggunaan teknologi
komunikasi dan informasi yang lebih intensif. Ini menjadi tantangan sekaligus
kekuatan tersendiri bagi aktor non-pemerintah dalam menyukseskan
pencapaian SDGs nasional.
Untuk institusi pendidikan (sekolah biasa ataupun sederajat, sekolah tinggi,
perguruan tinggi, lembaga pendidikan non-gelar, lembaga pelatihan, dan
lainnya) ada beberapa cara yang sangat mungkin dilakukan, yakni:

Membantu Mengadakan Menghimpun segala


kampanye dan pengaturan / pihak internal kampus
sosialisasi mengenai standardisasi (pihak manajemen
SDGs dalam pelaporan institusi pendidikan,
berbagai media mengenai aktivitas organisasi
informasi dan di institusi siswa/kemahasiswaan,
kesempatan acara, pendidikan yang korps tenaga pengajar,
bahkan termasuk baik secara dll) untuk turut serta
menyisipkan SDGs langsung maupun aktif berpartisipasi dan
dalam kurikulum tidak langsung berkolaborasi untuk
pengajaran di kelas. mendukung program-program yang
pelaksanaan SDGs terkait keberhasilan
SDGs
Sedangkan untuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) ialah tentang
optimalisasi peran dan efisiensi kegiatan yang terkait dengan implementasi
SDGs baik dalam jangka pendek, menengah, bahkan jangka panjang. Peran
aktif LSM tentu masih dapat diperkuat sebagai salahsatu wadah penampung
aspirasi masyarakat sekaligus sebagai katalis dalam menciptakan solusi atas
berbagai permasalahan di masyarakat. Adanya SDGs yang menggunakan
multi-stakeholders approach telah mendorong LSM untuk aktif bermitra
dengan para pemangku kepentingan lainnya seperti pemerintah, korporasi,
institusi pendidikan, tokoh masyarakat, dan lainnya sehingga LSM tidak lagi
berjalan sendiri dalam mewujudkan cita-cita luhurnya dalam mengusung
kepentingan masyarakat. Terlebih bahwa optimalisasi peran tersebut harus
didukung dengan konsolidasi diantara LSM-LSM itu sendiri baik yang
berkepentingan sama untuk poin SDGs yang spesifik ataupun yang berkaitan.
Misalnya konsolidasi tingkat kota Bandung untuk LSM yang mengusung poin 4
SDGs mengenai pendidikan berkualitas, konsolidasi tingkat provinsi Jawa
Barat untuk LSM yang mengusung poin 5 SDGs mengenai kesetaraan jender,
atau konsolidasi tingkat nasional untuk LSM yang mengusung poin 13 SDGs
mengenai aksi untuk perubahan iklim. Konsolidasi di berbagai tingkat
tersebut diperlukan agar menghasilkan kolaborasi yang lebih sistematis dan
koordinatif. Disamping itu, efisiensi kegiatan dapat dilakukan oleh LSM-LSM
terutama untuk LSM kepemudaan yang seringkali program/proyeknya belum
terstruktur dengan baik. Efisiensi kegiatan dalam rangka SDGs dapat
dilakukan dengan cara memajukan kualitas program/proyeknya secara lebih
komprehensif dan terintegrasi sehingga dapat mengakomodasi kepentingan-
kepentingan pencapaian SDGs, secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh: mencantumkan poin 16 SDGs dalam berbagai media publikasi
konferensi kepemudaan tentang perdamaian dan diarsipkan secara
elektronik sehingga dapat diakses oleh sekretariat nasional SDGs.
SDGS DAN
PERSPEKTIF PEMUDA
INDONESIA

Pemuda-pemudi Indonesia adalah pemain kunci (key player) yang


sesungguhnya dalam pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Generasi yang termasuk aktif dalam dinamika bonus demografi ini wajib
untuk turut berperan serta dalam pencapaian pembangunan nasional yang
terintegrasi dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pula.
Tentu pemuda/i Indonesia harus diperlengkapi dengan pengetahuan dan
wawasan mengenai SDGs yang suportif agar pada tataran implementasinya
dapat terarah dan terkoordinasi dengan baik. Pemuda/i pun harus diberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kapasitas dan kapabilitas
mereka sehingga pada akhirnya daya saing sumber daya manusia Indonesia
pun dapat meningkat pula. Hal ini terutama dititikberatkan bagi pemuda/i di
wilayah pedesaan dan pedalaman terkait dengan pengurangan kesenjangan
pendidikan dan keterampilan yang sangat besar jika dibandingkan di
perkotaan.
Dengan SDGs yang berisikan 17 tujuan utama, ini membutuhkan dukungan
kekuatan demografi yang baik mengingat konteks Indonesia yang merupakan
salahsatu negara berpopulasi terbesar di dunia. Kekuatan demografi yang
baik itu ada pada kepemudaan yang merupakan pilar populasi yang paling
enerjik dan produktif. Berikut adalah beberapa pendapat dari para
pemimpin muda tanah air mengenai korelasi antara pemuda, SDGs dan
Indonesia yang terhimpun dalam segmen PERSPEKTIF KAMU.
Fondasi dan tolak ukur kesuksesan Sustainable
Development Goals (SDGs) saat ini menurut saya ada 3
hal yaitu ‘Kepekaan’‘ niat membuka hati dan
membiarkan diri keluar dari zona nyaman. Karya’ yang
dieksekusi, dan ‘Kolaborasi’ yang dijalankan dalam
bentuk partisipasi aktif antarorganisasi / komunitas
kepemudaan, lintas umur, isu dan bidang agar dampak
yang dihasilkan lebih besar. Indonesia itu ‘merata’,
Taufan Teguh Akbari
tidak hanya bicara beberapa kota. Suksesnya negeri ini
Founder Rumah Millennial
adalah ‘pemerataan’ dalam fondasi pendidikan,
kesehatan dan kesejahteraan. Indonesia memerlukan
banyak gagasan. Tidak berhenti pada tahap “ngide”
tapi implementasi dan realisasi yang nyata. Hal ini perlu
dihidupkan melalui gerakan yang dilakukan secara
simultan, massif dan konsisten. Negeri ini perlu banyak
gerakan kebaikan dari berbagai lini, perlu banyak
gerakan sosial yang tidak hanya mengedepankan
‘status dan ‘aktualisasi’ pribadi namun digelorakan
untuk kepentingan publik.
Terlibat itu bergerak. Bergerak itu ada hasil yang dapat
dirasakan dampaknya oleh berbagai kalangan dan
lapisan masyarakat Indonesia. Mari jadi bagian dari
pergerakan, mari cetak sejarah dan tidak duduk diam
menunggu wangsit. Jadi bagian dari muda-mudi
Indonesia berprestasi dan sedang melakukan
perubahan positif di lingkungannya. Turunkan ‘EGO’,
mari kolaborasi. Mari menjadi bagian dari generasi
millennial yang “Berdaya, Berkarya dan Bermakna”
untuk peradaban Indonesia yang lebih mulia!
Achmad Zulfikar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) telah
memasuki tahun pelaksanaannya yang kedua.
Sekretaris Jenderal
Berbagai program dan inisiasi telah dilakukan oleh
Asosiasi Sarjana Hubungan
pemerintah maupun masyarakat untuk mewujudkan 17
Internasional Indonesia (ASHII)
poin dalam SDGs. Di Indonesia, program SDGs
melibatkan berbagai pihak, termasuk anak muda. Hal
ini sejalan dengan poin ketujuhbelas dari SDGs yakni
Partnerships for the Goals yang dapat diartikan
kolaborasi berbagai pihak untuk pencapaian SDGs.
Indonesia telah mengenal istilah gotong royong yang
merupakan napas perjuangan bangsa. Kolaborasi
melalui semangat gotong royong dapat menjadi
penggerak untuk mengakselerasi pencapaian SDGs di
Indonesia. Gotong royong berarti seluruh elemen
bangsa Indonesia bersinergi untuk merealisasikan
poin-poin SDGs. Mari kita singsingkan lengan baju
untuk gotong royong menjadikan Indonesia lebih baik
melalui SDGs.
Inovasi dan Kolaborasi Kesukarelawanan Pemuda
untuk SDGs Indonesia

Indonesia Volunteering Hub (IVH) percaya bahwa salah


Putri Agustina Simatupang satu peran yang dapat dilakukan secara konkrit oleh
Indonesia Volunteering Hub anak muda di masyarakat adalah menjadi sukarelawan.
(IVH) Dengan menjadi sukarelawan, mereka juga bisa
mengembangkan kapasitasnya termasuk
kepemimpinan. Sejak awal diinisiasi, IVH sudah
memiliki proyeksi bahwa platform online yang khusus
menyebarkan informasi pro bono, seperti lowongan
sukarelawan, kampanye galang dana, dan acara
bersifat sosialsangat dibutuhkan, baik oleh anak muda
maupun komunitas atau organisasi non profit. IVH
berinovasi dengan menawarkan wadah yang gratis,
mudah diakses, update, dan memiliki ruh tentang nilai
kesukarelawanan. Dalam menjalankan kerja-kerjanya,
IVH telah berkolaborasi dengan berbagai pihak demi
menciptakan perbaikan di Indonesia untuk
kepentingan bersama jangka panjang. Mau berperan
dalam mewujudkan SDGs? Ayo terlibat sebagai
sukarelawan muda di kegiatan sosial #IDVolunteering
#SDG9 #SDG17
Rahyang Nusantara Peran Penting Pemuda Dalam Mendukung SDGs

Coordinator
SDSN Youth Indonesia Populasi pemuda di Indonesia yang mencapai 24,20%
dan populasi pemuda dunia yang mencapai 43%
memiliki potensi besar terhadap pergerakan di seluruh
dunia. Isu pembangunan berkelanjutan yang saat ini
diperkuat dengan Sustainable Development Goals
(SDGs) dapat mendorong pemuda untuk bisa
berkontribusi lebih besar. Ditambah dengan adanya
platform Sustainable Development Solution Network
(SDSN) khusus pemuda, yaitu SDSN Youth. Meskipun
isu yang menjadi perhatian bukanlah sesuatu yang
baru, tetapi pemahaman kita akan lebih komprehensif
karena kita akan belajar bagaimana suatu isu akan
berdampak pada isu lainnya. Sudah saatnya pemuda
melihat pembangunan berkelanjutan sebagai suatu
konsep holistik dengan selalu melihat berbagai isu dari
sudut pandang lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi.
Dalam konteks lokal, dikenal istilah Tri Hita Karana
yang menekankan pada hubungan manusia dengan
sesama manusia, hubungan dengan alam sekitar, dan
hubungan dengan ke Tuhan, yang saling terkait satu
sama lain. Hal ini tentunya menjadi modal kita untuk
mendukung upaya pembangunan berkelanjutan di
tingkat global.
Pardi Pay Menurut Hemat Hijau Saya, pemuda memiliki peranan

Founder yang sangat penting dalam mewujudkan Program


SDGs khususnya di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan
Youth for Climate Change
penetapan tanggal 12 agustus, sebagai Hari Pemuda
(YFCC) Indonesia
Internasional yang didukung oleh Penetapan Resolusi
Dewan Keamanan PBB No 2250 tahun 2015, tentang
pengakuan Pemuda diseluruh dunia, sebagai pelaku
penting dalam pencegahan konflik, perdamaian, dan
pembangunan berkelanjutan. Hari Ini, sebanyak 65
Juta pemuda Indonesia memiliki potensi dan
ketertarikan yang heterogen terhadap berbagai isu
permasalahan lingkungan dalam mewujudkan SDGs di
Indonesia. Untuk Indonesia, pemuda juga memiliki
peran yang sangat penting dalam pembangunan
bangsa, Jika bukan pemuda Indonesia, lalu siapa lagi
yang akan membangun bangsa ini?.
Youth For Climate Change Indonesia (YFCC),
hadir sebagai wadah bagi pemuda untuk berkolaborasi
serta sarana edukasi terkait Isu Perubahan Iklim dan
Lingkungan di Indonesia. Sejak Berdiri pada tanggal
28 Oktober 2011 hingga sekarang, kami berkomitmen
dalam berbagai program Edukasi Masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran hidup ramah lingkungan.
Dalam perjalanan nya, YFCC sangat mendukung
program SDGs pada Isu Aksi Terhadap Perubahan
Iklim, sebagai upaya tindak cepat untuk mengurangi
perubahan iklim dan dampaknya, kami berkolaborasi
dengan berbagai stakeholder ditingkat
regional,nasional hingga internasional, bersama-sama
mewujudkan pengurangan emisi karbon di Indonesia,
karena kami yakin, perubahan akan semakin tercapai
jika dilakukan secara bersamaan dan bekerja sama.
Kami yakin, masa depan Indonesia berada di tangan
generasi muda, yang akan meneruskan tongkat estafet
kepada generasi mendatang yang berfokus pada
pemberdayaan, partisipasi atau kesejahteraan.

Pemuda Indonesia,,,Mari Berkarya Nyata, Agar Masa


Depan Indonesia, Tak Sia-sia…Daripada mencaci
maki…Mari Tawarkan Solusi…Dengan Beraksi…
Pelaksanaan program Sustainable Development Goals

Robinson Sinurat (SDGs) sangat membutuhkan partisipasi dan peran

Founder seluruh lapisan masyarakat, baik itu dari pihak


pemerintah ataupun masyarakat sipil. Menurut
Youth for Sustainable
pendapat saya, masih banyak lapisan masyarakat di
Development
Indonesia yang belum mengetahui tentang tujuan
SDGs ini. Oleh sebab itu, pencapaian tujuan SDGs tidak
hanya diwujudkan melalui program-program
pemerintah saja, tetapi juga dapat dimulai dari lingkup
yang kecil seperti pemberdayaan dan pembentukan
organisasi kepemudaan yang bertujuan untuk
membangun dan meningkatkan kepedulian para
pemuda dan masyarakat di Indonesia tentang SDGs.
Salah satu organisasi pemuda tersebut adalah Youth
for Sustainable Development (YOUth4Dev) Indonesia.
Dengan memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh
peran dan potensi masyarakat tersebut dalam
mencapai tujuan SDGs, maka pemerintah dan
masyarakat sipil dapat bersama-sama melakukan
pemetaan masalah di lapangan, kemudian membuat
solusi dan mengimplementasikannya dengan aksi
nyata serta melakukan program yang berkelanjutan.
Sehingga Indonesia bisa mencapai tujuan-tujuan dari
SDGs tersebut.
Tidaklah sulit untuk berkontribusi bagi pencapaian
SDGs nasional Indonesia hingga 2030 mendatang.
Pemuda/i memiliki sumber daya yang sangat potensial
untuk mewujudkannya mulai dari jejaring

Stevie Leonard Harison (networking), pengetahuan (knowledge), keterampilan

Founder (skills) serta pergerakan (movement). Inisiatif yang


diawali pemuda/i dalam menciptakan perubahan yang
Inspirator Muda Nusantara
lebih baik di mata masyarakat seringkali diawali
dengan pil pahit berupa pengabaian bahkan
penolakan, namun di kemudian hari menjelma menjadi
suatu fenomena kebaikan yang masif. Begitupun
dengan SDGs, meski pada awalnya masih sangat sulit
bagi masyarakat untuk menerima agenda
pembangunan global, tetapi jika para pemuda/i
memulai upaya-upayanya secara konsisten dan efisien
maka bukan tidak mungkin akan mendorong akselerasi
pencapaian SDGs di Indonesia.
Mari menjadi pemuda/i yang tak kalah dari bangsa lain!
Mari menjadi pemuda/i yang berkelas dunia!
Ini harus dimulai dari inisiatif dan aksi yang kita
ciptakan, tak perduli besar atau kecil, percaya bahwa
segala sesuatu yang berawal positif akan berakhir
positif pula. Memunculkan optimisme bahwa
Indonesia akan menjadi salahsatu negara yang sukses
mencapai SDGs pada 2030 mendatang.
Segenap pemangku kepentingan harus mendukung
pemuda/i di berbagai penjuru tanah air dalam
implementasi SDGs.
SDGS 2030 DAN
INDONESIA EMAS 2045

Pembangunan suatu negara tidaklah mungkin tanpa visi dan misi yang jelas,
terarah, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Indonesia sebagai
salahsatu negara berkembang cepat (emerging market) di dunia tentu wajib
memiliki visi dan misi pembangunan yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi nasional yang terjadi hari-hari ini. Merujuk pada Undang-Undang
Dasar 1945, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika, maka pembangunan
Indonesia tidaklah lepas dari cita-cita luhur dan nilai-nilai peradaban
nusantara yang kaya dan beragam. Selain itu, sejak zaman sejarah kerajaan-
kerajaan di nusantara, Indonesia selalu terbuka akan kebudayaan asing dan
interaksi dengan masyarakat internasional. Oleh sebab itu, tidaklah heran
bahwa pergaulan Indonesia di dunia internasional relatif hangat dan disambut
oleh banyak negara terutama saat Indonesia kini terus bertransformasi
sebagai salahsatu dalam 20 kekuatan ekonomi terbesar dunia (G-20). Pun,
Indonesia pun diharapkan menjadi salahsatu negara besar di dunia yang
menjadi contoh bagi banyak negara berkembang dan miskin, bahkan PBB
(UN) berharap Indonesia sukses mengimplementasikan SDGs hingga 2030
mendatang. Hal itu bukan tanpa sebab melainkan berbagai potensi yang
dimiliki Indonesia yang jika diaktualisasikan tentu akan menghasilkan
akselerasi-akselerasi pembangunan yang berdampak sangat positif untuk
seluruh masyarakat di tanah air. Tentu mengingat bahwa visi utama yang
menjadi target besar negara kita bahwa pada 100 tahun kemerdekaan yakni
pada tahun 2045, Indonesia telah mencapai gerbang emas periode pasca-
kemerdekaan yakni Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.
Kerangka pembangunan global Indonesia melalui pencapaian SDGs pada
2030 dan dikombinasikan dengan kerangka puncak pembangunan nasional
pada 2045 menghasilkan suatu visi besar Indonesia yang lebih baik dalam
jangka menengah-panjang. Visi besar tersebut sangat bergantung pada
bagaimana proses implementasi SDGs yang terjadi antara tahun 2015 hingga
tahun 2030. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus kita semua
jawab pada saat telah mencapai Indonesia 2030 dan Indonesia Emas 2045:
 Apakah seluruh pihak secara serius dan konsisten mengintegrasikan nilai-
nilai pembangunan berkelanjutan kedalam setiap aktivitas, program, dan
proyek yang ditanganinya?
 Apakah tercipta kolaborasi yang efisien dan benefisial antar pihak-pihak
pemangku kepentingan baik dalam bidang yang sama maupun yang
berbeda, baik dalam tingkat lokal, daerah, maupun nasional?
 Apakah potensi-potensi pembangunan pada berbagai sektor telah
berhasil direalisasikan secara merata di berbagai penjuru tanah air?
 Apakah masyarakat Indonesia telah sepenuhnya peduli dan paham akan
pentingnya sinkronisasi arah pembangunan nasional dan global?
 Apakah kepemudaan telah mencapai tahapan pembangunan yang
signifikan dan proporsional sesuai bonus demografi yang terjadi sehingga
mampu dioptimalisasikan untuk capaian pembangunan nasional dalam
berbagai bidang dan jangkauan.
 Apakah pada akhirnya Indonesia mampu mensejajarkan negerinya
dengan negara-negara ekonomi besar/industri maju lainnya dan menjadi
contoh baik bagi negara-negara berkembang dan miskin di dunia?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu menjadi tantangan sekaligus peluang


bagi pemuda/i atau generasi millennial yang akan menjadi generasi
pemimpin yang sesungguhnya pada tahun 2030 dan 2045. Merupakan
tantangan karena masih banyaknya dan kompleksnya permasalahan yang
terjadi saat kita berada dalam tahapan implementasi SDGs 2015-2030 ini.
Merupakan peluang karena optimisme yang ada pada generasi millennial
melahirkan daya juang dan daya saing yang mampu mendorong adanya
inovasi serta transformasi berbagai sektor pembangunan.
Kedua hal ini, peluang dan tantangan, hadir sebagai dua sisi mata uang koin
yang tak terpisahkan. Kita, generasi millennial, harus jeli dan teliti dalam
meneliti situasi yang ada sehingga kita tidak terjebak dalam cara pandang
dualisme antara peluang (optimisme) dan tantangan (pesimisme). Padahal
kedua hal ini sesungguhnya saling melengkapi dan tidaklah mungkin solusi
tercipta jika tak ada masalah, semua hanya bergantung pada sikap dan cara
pandang kita dalam berkontribusi bagi pembangunan Indonesia.
Mari menjadi agen utama transformasi Indonesia menuju #Indonesia2030 dan
Indonesia Emas 2045 !
B I B L I O G R A F I

United Nations. 2015. Transforming Our World: The 2030 Agenda for
Sustainable Development.
United Nations Institute for Training and Research (UNITAR). 2016. Learning
module of the free online course of the Introduction to the 2030 Agenda.
United Nations Development Programme (UNDP). 2014. Annual Report 2014:
Building the Post-2015 Development Agenda.
International Insitute for Sustainable Development (IISD). 2016. IISD
Perspectives on the 2030 Agenda for Sustainable Development.
Stakeholder Forum, Novel Futures, et.al. 2016. Sustaineo 2030: Learning
Sustainable Development from the Future.

Sumber laman internet berbahasa Indonesia

http://setkab.go.id/inilah-perpres-pelaksanaan-pencapaian-tujuan-
pembangunan-berkelanjutan-sdgs/
http://ksp.go.id/tujuan-pembangunan-berkelanjutan-dan-keterbukaan-
pemerintah-mendukung-pencapaian-nawacita/
https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/siaran-pers-menteri-
sofyan-indonesia-siap-mengimplementasikan-sdgs/
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/18/212201626/ri-akan-
implementasikan-169-agenda-sustainable-development-goals-
http://news.liputan6.com/read/2927021/indonesia-komitmen-dalam-
pembangunan-mdgs-dan-sdgs
https://elshinta.com/news/52224/2016/03/14/pbb-optimis-indonesia-
mampu-implementasi-sdgs-hingga-2030
Sumber laman internet berbahasa Inggris

https://sustainabledevelopment.un.org/memberstates/indonesia
http://unsdsn.org/news/2016/06/07/localizing-the-sdgs-in-indonesia/
http://sdgfunders.org/blog/localizing-sdg-in-indonesia-challenges-and-
ways-forward/
http://setkab.go.id/moving-from-mdgs-to-sdgs-in-indonesia/
http://www.antaranews.com/en/news/112079/government-to-synchronize-
development-plans-with-un-sdgs
http://www.thejakartapost.com/academia/2016/09/14/focusing-on-
indonesias-sdg-priorities.html
Mitra Distribusi
E-guidebook SDGs

“ MENUJU #INDONESIA2030 “

Bulukumba Satu Cinta Islam versus Reality

The Way to Happiness Foundation Youth for Human Rights International


(Indonesia chapter) (Indonesia chapter)

Teman Sebaya Yayasan Dunia Bebas Narkoba

Anda mungkin juga menyukai