Anda di halaman 1dari 10

GLOMERULONEFRITIS

Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa (Buku Ajar Nefrologi Anak,
edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk
menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan
oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut)
mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

C. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama
kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen
daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan
gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah
infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang
ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-
gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran
pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama
menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%)
akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk
dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan
pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini.
Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan
timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan
lupus eritematosus.

D. Klasifikasi
a. Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang
seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom
alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua
pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita
sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria
mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran
nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak
terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria
massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai
beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga
sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan
sindrom nefrotik jenis lainnya.

b. Glomerulonefritis Primer
1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak
spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan
gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-
45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45%
mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan
dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan
lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak,
didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada
berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada
anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria
didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak
pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma
nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus
dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis
dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode
hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau
non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
c. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup
A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah.
Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-
kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

E. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non glomerulus
berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang utama. Dari segi klinis suatu
kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi
ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai kelainan
glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis pasti. Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara
bersama seperti misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari
proteinuria massif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sebab.

F. Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.

G. Penatalaksanaan
1. Istirahat selama 1-2 minggu
2. Modifikasi diet.
3. Pembatasan cairan dan natrium
4. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
5. Antibiotika.
6. Anti hipertensi
7. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
8. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau hemodialisa
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN GLOMERULONEFRITIS
A. PENGKAJIAN

1. Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko:


 Penyakit kompleks imun seperti sistemik lupus eritematosus dan dan skleroserma.
 Pemajanan terhadap obat nefrotoksik atauu bahan seperti antimikrobial, agen anti-inflamasi,
agen kkemoterapi, media kontras, pestisida, obat narkotika, atau logam berat.
 Infeksi tenggorok atau kulit sebelumnya dengan streptokokus beta-hemolitik atau hepatitis.
2. Pemeriksaan fisik berdasarkan survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan : hemturis.
 Edema: secara umum tampak pada wajah (periorbital) dan kaki tetapi dapat tampak sebagai
asites, edema paru, atau efusi pleural.
 Hipertensi.
 Penurunan haluaran urine dengan penurunan berat jenis.
 Urine gelap (warna-teh)
 Peningkatan berat badan karena retensi cairan.
 Sakit kepala, peka, atau perubahan ringan pada mental karena hipertensi.
3. Pemerksaan diagnostik:
 Urinalisis (UA) menunjukkan hematuria gross, protein, dismorfik (bentuk tidak serasi)
SDM, leukosit, dan gips hialin. Adanya dismorfik SDM menunujukkan perdarahan yang
berasal dari glomerulus.
 Laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun. Klirens keratinin pada urine digunakan sebagai
pengukur LFG. Spesimen urine 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin serum
juga ditampung dengan cara arus setengah (midstream).
 Nitrogen urea darah dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai menurun. Ini
adalah temuan konsisten dengan berkembangnya glomerulus nefritis.
 Pieologram intravena (PIV) menunjukkan abnormalitas pada sistem penamppungan ginjal.
Kewaspadaan harus diberikan bila kerusakan ginjal berat terjadi karena zat kontras dapat
bertahan dan menyebabkan kerusakan ginjal tambahan.
 Biopsi ginjal secara akurat mendiagnosa jenis khusus dari glomerunefritis dan luasnya
kerusakan. Glomerulonefritis prolifratif endokapiler menyebar adalah lesi patologis dasar.
 Contoh urine acak untuk elektroforesis protein mengidentifikasi jenis protein yang
dikeluarkan dalam urine.
 Kadar komplemen manunjukkan penurunan kadar Cɜ.
 Penampungan urine 24 jam mendeteksi jumlah dan jenis protein yang dikeluarkan.
 Eletrolit seru menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar kalium
dan klorida.
 Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena hemodilusi). Pada
proteinuria masif, kadar rendah secara bermakna.
4. Kaji pemahaman pasien tentang tindakan dan prognessis. Perhatikan sering berpusat pada
kemungkinan berkembangnya kerusakan ginjal.

b. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan:
- Hb menurun ( 8-11 )
- Ureum dan serum kreatinin meningkat.
( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita = 7,9-14,1
mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123
mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit , leukosit )
- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)

c. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan voleme cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet


kelebihan dan retensi cairan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut
3. Kurang pengetahuan tentang kondisidan penanganan
4. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis
5. Ganggua harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan
fungsi seksual.
d. Rencana Intervensi dan Rasional

NO Intervensi Rasional

1 DP I :
.a. Kaji status cairan :
1. pengkajian
 Timbang berat badan tiap hari merupakan dasar
 Keseimbangan massukan dan haluara dan data dasar
 Turgorr kulit dan adanya oedema berkelanjutan
 Distensi vena leher untuk memantau
 Tekanan darah denyut dan irama nadi perubahan dan
b. Batasi masukan cairan mengevaluasi
intervensi
3. Identifikasi sumber potensial 2. pembatasan cairan
cairan : akan menentukan
 Medikasi dan cairan yang berat tubuh ideal,
digunakan untuk haluaran urin dan
pengobatan : oral dan respon terhadap
intravena terapi
 Makanan 3. sumber kelebihan
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga cairan yang tidak
rasional pembatasan di ketahui dapat
5. Bantu pasien dalam menghadapi didentifikasi
ketidaknyamanan akibat 4. pemahaman
pembatasan cairan meningkatkan
6. Tingkatkan dan dorong hygiene kerja sama pasien
oral dan sering dan keluarga
dalam pembatasan
cairan
5. kenyamanan
pasien
meningkatkan
kepatuhan
terhadap
pembatasan diet
6. hygiene oral
mengurangi
kekeringan
mambran mukosa
mulut

2 DP II :

1. Kaji status nutrisi : 1. Menyediakan data


o Perubahan berat badan dasar untuk
o Pengukuran antrometrik memantau
o Nilai laboratorium (elektron serum, perubahan dan
BUN., kreatinin, protein, mengevaluasi
transferin, dan kadar besi) intervensi
2. Kaji pola diet nutrisi pasien : 2. Pola diet dahulu
dan sekarang
 Riwayat diet dapat di
 Makanan kesukaan pertimbangkan
 Hitung kalori dalam menyusun
menu
3. Kaji foktor yang berperan dalam merubah 3. Menyediakan
mesukan nitrisi : informasi
mengenai faktor
 Anoreksia, mual/muntah, lain yang dapat di
 Diet yang tidak menyenangkan bagi ubah/dihilangkan
pasien untuk
 Depresi meningkatkan
 Kurang memahami pembatasan diet masukkan diet
 Stomatitis 4. Mendorong
peningkatan
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien masukkan diet
dalam batas – batas diet 5. Protein lengkap
5. Tingkatkan masukan protein yang diberikan untuk
mengandung nilai biologis tinggi seperti : mencapai
telur, pruduk susu, daging, keseimbangan
6. Timbang berat badan tiap hari. nitrogen yang
diperlukan untuk
pertumbuhan dan
penyembuhan
6. Untuk memantau
status cairan dan
nutrisi.

3 DP III :

1. Kaji pemahaman mengenal penyebab 1. Merupakan


GNA, konsekuensinya dan penanganannya instruksi dasar
2. Jelskan fungsi renal dan konsekuensi untuk penjelasan
GNA sesuai dengan tingkat pemehaman dan penyuluhan
dan kesiapan pasien untuk belajar lebih lanjut
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara 2. Pasien dapat
– cara untuk memahami berbagai belajar tentang
perubahan akibat penyakit dan GNA dan
penanganan yang mempengaruhi penanganan
hidupnya. setelah mereka
4. Sediakan informasi tertulis maup[un siap untuk
secara oral dengan tepat tentang : memahami dan
o Fungsi dan kegagalan renal menerima
4 o Pembatasan cairan dan diet diagnosis dan
o Medikasi konsekuensinya.
o Melaporkan masalah tanda dan 3. Pasien dapat
gejala melihat bahwa
o Jadwal tindak lanjut kehidupannya
o Sumber di komunitas tidak harus
o Pilihan terapi berubah akibat
penyakit
4. Pasien memiliki
informasi yang
dapat di gunakan
DP IV : untuk klasifikasi
selanjutnya
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan : dirumah
o Anemia
o Ketidakseimbangan cairan dan 1. Menyediakan
elektrolit informasi tentang
o Retensi produk sampah indikasi tingkat
o Depresi keletihan
2. tingkatkan kemandirian dalam aktivitas 2. Meningkatkan
perawatan diri yang dapat di toleransi, aktivitas
bantu jika keletihan terjadi ringan/sedang dan
3. anjurkan aktivitas alternatif sambil memperbaiki
istirahat harga diri
4. anjurkan untuk istirahat setelah dialisis 3. Mendorong
latihan dan
akrtivitas dalam
batas – batas yang
dapat ditoleransi
dan istirahatkan
yang adekuat
4. Istirahat yang
adekuat di
anjurkan setelah
dialisis, yang bagi
banyak pasien
sangat melelahkan

5 DP V :

1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga 1. Menyediakan data


terhadap penyakit dan penanganan. tentang masalah
2. Kaji hubungan antara pasien dengan pada pasien dan
anggota keluarga terdekat keluarga dalam
3. Kaji pola koping pasien dan anggota menghadapiperub
keluarga ahan dalam hidup
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang 2. Penguatan dan
perubahan yang terjadi akibat penyakit dukungan
dan penanganan : terhadap pasien
o Perubahan peran didetifikasi
o Perubahan gaya hidup 3. Pola koping yang
o Perubahan dalam pekerjaan telah efektif
o Perubahan seksual dimasa lalu
o Ketrgantungan pada tim tenaga mungkin potensial
kesehatan destruksi ketika
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual memandang
lain selain hubungan seksual pembatasan yang
6. Diskusi peran memberi dan menerima ditetapkan akibat
cinta, kehangatan, dan kemesraan. penyakit dan
penanganan
4. Pasien dapat
mengidentifikasi
masalah dang
langkah –
langkahyang
diperlukan untuk
menghadapinya,
5. Benuk alternatif
ekspresi seksual
dapat diterima,
6. Seksualitas
mempunyai arti
yang berbeda bagi
tiap individu,
tergantung pada
tahap
maturitasnya.s

Anda mungkin juga menyukai