Anda di halaman 1dari 10

Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis

1. Pengkajian

A. Pengkajian (DS dan DO)

Ds:

 Klien mengeluh nyeri kepala


 Klien mengeluh pandangannya ganda dan kabur
 Klien mengeluh nyeri wajah
 Klien mengeluh cepat lelah
 Klien mengeluh menstruasi berhenti sebelum waktunya
 Klien mengalami penurunan libido

Do:

 Lapang pandang klien berkurang


 Pupil athropi
 Klien tampak lemah
 Klien tampak pucat
 Klien tampak mengalami gigantisme atau akromegali
 Klien mengalami moon face, buffalo hump
 Klien mengalami hipertensi
 Kulit klien tampak gosong
 Tampak striae abdominal
 Tinggi badan klien melebihi normal
 BB klien
 Semua proporsi tubuh klien tampak membesar
 Klien tampak tidak mampu mengangkat tangan dan kaki (kelemahan otot)
 Rambut klien tampak halus dan jarang
 Kulit klen tampak kering dan lunak

B. Pengkajian sekunder
a) Identitas
Terjadi pada wanita dan pada laki-laki dengan pefalensi seimbang dan mempunyai
insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.
b) Keluhan Utama
Klien mengeluhkan sakit kepala pada satu atau keduanya, atau di tengah dahi kabur
atau penglihatan ganda; kehilangan samping (perifer) visi, ptosis yang disebabkan
oleh tekanan pada saraf yang menuju ke mata, perasaan mati rasa pada wajah,
demensia, perasaan mengantuk, kepala membesar, makan berlebih atau berkurang.

c) Riwayat penyakit sekarang


Klien mengatakan kepalanya sering mengalami sakit pada kepalanya, dan pandangan
kabur.
d) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah sebelumnya klien pernah mengalami tumor pada bagian tubuh, Kaji
apakah klien pernah mengalami cedera kepala berat ataupun ringan.
e) Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit tumor hipofisis.

C. Pemeriksaan fisik

Inspeksi :

klien tampak mengalami pembesaran yang abnormal pada seluruh bagian tubuh
(jika timbul saat usia dini)

Klien tampak mengalami akromegali atau pembesaran yang abnormal pada


ujung-ujung tubuh seperti kaki, tangan, hidung, dagu (timbul pada saat usia
dewasa)

Kulit klien tampak pucat

Terdapat penumpukan lemak di punggung, wajah.

Klien tampak mengalami diplopia (pandangan ganda)

Tampak atropi pada pupil

Klien tampak susah membedakan warna

Klien tampak susah menggerakkan organ-organ tubuh karena kelemahan otot


Palpasi:

Terdapat nyeri kepala

Terdapat kelemahan otot tonus otot Ekstremitas atas 444 dan ekstremitas bawah
444

D. Pemeriksaan diasnostik
Adenoma Hipofisis non fungsional:

a. pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar, lantai sella
menipis dan membulat seperti balon. Jika pertumbuhan adenomanya asimetrik
maka pada lateral foto tengkorak akan menunjukkan double floor. Normal
diameter AP dari kelenjar hipofisis pada wanita usia 13-35 tahun < 11 masing-
masing, sedang pada yang lainnya normal < 9 masing-masing.
b. MRI dan CT scan kepala, dengan MRI gambaran a.carotis dan chiasma tampak
lebih jelas, tetapi untuk gambaran anatomi tulang dari sinus sphenoid CT scan
lebih baik.
c. Test stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan gangguan fungsi dari
kelenjar hipofisis.

Adenoma Fungsional
a. Adenoma yang bersekresi Prolaktin
Penilaian kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150 ng/ml biasanya
berkorelasi dengan adanya prolactinomas. Kadar prolactin antara 25-150 ng/ml
terjadi pada adanya kompresi tangkai hipofisis sehingga pengaruh inhibisi
dopamin berkurang, juga pada stalk effect (trauma hypothalamus, trauma tungkai
hipofisis karena operasi).
b. Adenoma yang bersekresi growth hormone
Pengukuran kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi hormon ini yang
berupa cetusan, walaupun pada keadaan adenoma. Normal kadar basal Gh <1
ng/ml, pada penderita acromegali bisa meningkat sampai > 5 ng/ml, walaupun
pada penderita biasanya tetap normal. Pengukuran kadar somatemedin C lebih
bisa dipercaya, karena kadarnya yang konstan dan meningkat pada acromegali.
Normal kadarnya 0,67 U/ml, pada acromegali mebningkat sampai 6,8 U/ml.
Dengan GTT kdar GH akan ditekan sampai < 2 ng/ml sesudah pemberian glukosa
oral (100 gr), kegagalan penekanan ini menunjukkan adanya hpersekresi dari GH.
Pemberian GRF atau TRH perdarahan infus akan meningkatkan kadar GH, pada
keadaan normal tidak. Jika hipersekresi telah ditentukan maka pastikan
sumbernya dengan MRI, jika dengan MRI tidak terdapat sesuatu adenoma
hipofisis harus dicari sumber ektopik dari GH.
c. Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Hormon TSH, LH dan FSH masing-masing terdiri dari alpha dan beta
subarakhnoid unit, alpha subarakhnoid unitnya sama untuk ketiga
hormon,sedangkan beta subarakhnoid unitnya berbeda. Dengan teknik
immunohistokimia yang spesfik bisa diukur kadar dari alpha subarakhnoid unit
atau kadar alpha dan beta subarakhnoid unit. Pada tumor ini terdapat peninggian
kadar alpha subarakhnoid unit, walaupun pada adenoma non fungsional 22%
kadar alpha subarakhnoid unitnya juga meningkat. MRI dengan gadolinium, pada
pemeriksaan ini tidak bisa dibedakan antara adenoma yang satu dengan yang
lainnya
d. Adenoma yang bersekresi ACTH
 CRH dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang sekresi ACTH dari
adenihipofisis, ACTH akanmeningkatkan produksi dan sekresi cortisol dari
adrenal cortex yang selanjutnya dengan umpan balik negatif akan menurunkan
ACTH. Pada kondisi stres fisik dan metabolik kadar cortisol meningkat, secara
klinik sulit mengukur ACTH, maka cortisol dalam sirkulasi dan metabolitnya
dalam urine digunakan untuk status diagnose dari keadaan kelebihan adrenal.
Cushing’s syndroma secara klinik mudah dikenal tapi sulit untuk menentukan
etiologinya.
 Pengukuran plasma kortisol, kortisol urine dan derifatnya seacra basal maupun
dalam respon terhadap dexametason, maupun penetuan plasma ACTH, bisa
dipakai untuk menentukan apakah penyakitnya primer adrenal, hipofisis atau
sumber keganasan ektopi.
 Jika data tersebut seimbang maka diperlukan pengukuran CRH dan test
perangsangan CRH dengan pengukuran ACTH dan cortisol perifer atau pada
aliran vena sinus petrosus bilateral untuk membuktikan adanya Cushing’s
disease. Jika sudah ditentukan sumbernya hipofisis, akan lebih sulit lagi
menentukan bagian hipofisis yang mana yang memproduksi hipersereksi
ACTH.

2. Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas


a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan korteks serebri di hipotalamus
b. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat tumor
hipofisis
c. Gangguan sensori penglihatan berhubungan dengan penekanan pada ciasma
optikum
d. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan metabolic ( hipermetabolik )
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air akibat peningkatan
sekresi ADH
f. Kelemahan berhubungan dengan ketidakmampuan menyokong tubuh
g. Risiko jatuh berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan
h. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

3. Perencanaan keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan korteks serebri di hipotalamus


ditandai dengan klien mengatakan kepalanya nyeri, klien tampak meringis klien
mengatakan skala nyeri 5

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan ..x24 jam diharapkan pasien

 melaporkan nyeri berkurang,

 klien tampak tidak meringis lagi,

 skala nyeri bahkan hilang (skala nyeri 0)


Intervensi Rasional

Mandiri 1. Mengetahui tingkat nyeri yang


dirasakan klien
1. Kaji tingkat nyeri klien
2. Air hangat dapat mengurangi rasa
2. Kompres dengan air hangat
nyeri
3. Anjurkan untuk melakukan aktivitas
3. Mengalihkan Nyeri klien
pengalih
Kolaborasi

1. Pemberian analgesik
1. Mengurangi rasa nyeri

b. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat tumor


hipofisis ditandai dengan suhu tubuh diatas normal (diatas 36-37,5), kulit tampak
kemerahan, klien mengeluhkan badannya panas.

Kriteria hasil: Setelah diberikan asuhan keperawatan ..x24 jam diharapkan klien
tidak mengalami peningkatan suhu tubuh. Dengan kriteria hasil :

 suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,50 – 37,50 C),

 kulit klien tidak tampak kemerahan,

 klien tidak mengeluhkan panas lagi

Intervensi Rasional

1. Pantau suhu tubuh pasien (derajat 1. Demam biasanya terjadi karena


dan pola) perhatikan adanya proses inflamasi tetapi mungkin
menggigil. merupakan komplikasi dari
kerusakan pada hipotalamus.

2. Pantau suhu lingkungan.Batasi


2. Suhu ruangan/jumlah selimut harus
penggunaan selimut.
diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.

3. Berikan kompres hangat jika ada 3. Kompres air hangat menyebabkan


demam. Hindari penggunaan tubuh dingin melalui proses
alkohol. konduksi.
4. Pantau masukan dan haluaran. Catat 4. Hipertermia meningkatkan
karakteristik urine, turgor kulit, dan kehilangan air tak kasat mata dan
membrane mukosa. meningkatkan resiko dehidrasi,
terutama jika tingkat kesadaran
menurun /munculnya mual
menurunkan pemasukan melalui
oral.

5. Kolaborasi :
5. Digunakan untuk mengurangi
Berikan antipiretik, misalnya ASA
demam dengan aksi sentralnya pada
(aspirin), asetaminofen (Tylenol).
hipotalamus, berguna juga untuk
membatasi pertumbuhan organism
dan meningkatkan autodestruktif
dari sel-sel yang terinfeksi.

c. Gangguan sensori penglihatan berhubungan dengan penekanan pada ciasma


optikum ditandai dengan klien mengatakan pandangannya kabar dan ganda
Kriteria Hasil : Setelah diberikan asuhan keperawatan ..x24 jam diharapkan
 Penurunan tajam dan lapang pandang klien tidak semakin memburuk,
 Klien mangatakan pandangan kabur dan ganda mulai berkurang bahkan
hilang.
Intervensi Rasional

1. Kaji adanya ptosis, diplopia, 1. Dapat mengidentifikasi penyebab


gerakan bola mata dan visus. keluhan dan mengetahui besar
tajam serta lapang pandang
penglihatan klien.

2. Kaji fungsi saraf III, IV, VI, VII. 2. Menentukan adekuatnya saraf
cranial yang berhubungan dengan
kemampuan pergerakan mata.

3. Gunakan obat tetes mata dan 3. Memberikan lubrikan dan


pelindung. melindungi mata.
4. Orientasikan pasien pada 4. Mengenali lingkungan.
lingkungan sekitar sebagaimana
kebutuhan.
5. Dapat mengurangi atau
5. Tutup kedipan cahaya yang tidak
menghilangkan factor-factor
penting dengan selotip atau pita,
penunjang dan mengurangi
gunakan cahaya yang redup
pandangan kilauan dari lingkungan
malam hari, dorong
luar.
menggunakan penutup mata.

d. Resiko Jatuh
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, mencegah
terjadinya risiko jatuh

Kriteria hasil :

 Mempertahankan keseimbangan ketika berdiri

 Postur mencapai skala 5


Intervensi Rasional

1. Identifikasi kebutuhan 1. Menentukan tingkat safety


keamanan pasien dari fisik, klien
fungsi kognitif dan kebiasaan 2. Mencegah klien dari bahaya
perilaku pasien. 3. Mencegah klien jatuh
2. Identifikasi bahaya 4. Meningkatkan safety
keselamatan pasien di lingkungan untuk
lingkungan (ex: fisik, biologis, menurunkan resiko jatuh
kimia). 5. Membatasi pergerakan klien
3. Hilangkan risiko dari yang dapat meningkatkan
lingkungan jika resiko jatuh
memungkinkan. 6. Mempercepat klien meminta
4. Modifikasi lingkungan untuk bantuan ketika terjadi jatuh
meminimalkan resiko dan 7. Agar klien mengetahui
bahaya. keadaan lingkungan dan
5. Gunakan alat pelindung (mis. factor yang dapat
Pegangan samping, pintu menyebabkan resiko jatuh
tertutup, gerbang) untuk
keterbatasan mobilitas fisik.
6. Memberikan pasien nomor
telepon darurat (ex:
departemen kesehatan terdekat,
polisi, dll).
7. Edukasi mengenai risiko tinggi
individu dan kelompok tentang
risiko lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :

Jakarta.

Price dan Wilson, editor dr. Huriawati Hartano, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan

Proses-proses Penyakit Edisi 6 Vol. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.

Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.

http://www.mayoclinic.org/pituitary-tumors/

Anda mungkin juga menyukai