Anda di halaman 1dari 3

Hari Buruk

Oleh: Ilham Alfitrah

Terdengar ayam berkokok olehku, ku coba membuka mata, bangun,


dan duduk sebentar di kasurku nan empuk, kemudian ku lihat ke luar
jendela cahaya yang terang. Tidak biasanya aku bangun melihat cahaya
seterang ini. Perlahan tapi pasti aku melirik jam dinding tepat di dinding di
depanku.Aku lihat jarum pendek menunjuk angka 6 dan jarum panjang
menunjuk angka 9. Sekarang pukul 06.45 WIB, dengan cepat ku ambil
tempat sabun dan handuk , kemudian mandi secepat kilat. Setelah semua
persiapan akupun berlari ke sekolah.
Dengan bergaya seperti tentara yang akan pergi ke medan perang,
aku menyusuri tepi jalan dengan langkah lebar dan cepat seolah-olah musuh
besarku yang begitu banyak jumlahnya sedang memandangku dan dengan
sigap menyerangku. Yaah, musuh besarku tentulah waktu. Naas, nasibku
hari ini tak seberuntung hari-hari yang lain, yang biasanya aku bangun lebih
cepat dari hari ini.
Dalam perjalanan, aku melihat sosok yang tidak asing bagiku,dan
ternyata Asep yang mengalami nasib yang sama denganku.

“Lho…, kamu terlambat juga Sep ?”.

“Iya, aku bangun kesiangan, semalam aku begadang sampai larut malam,”
jawab Asep.

“Ternyata oh ternyata, ternyata kamu ritual sampai begadang , ya Sep”.

“Sudahlah,jangan banyak cerita. Udah terlambat kita nih.” bela Asep.

Pukul 07.15 WIB aku dan Asep sampai depan pintu gerbang
sekolah, padahal sekolah masuk pada pukul 06.55.

“Arghhh..! Kita terlambat, pintu gerbang sudah ditutup!” sontak suara yang
dikeluarkan dari mulut temanku.

Di depan pintu gerbang sudah menunggu Bang Mamad, seorang


penjaga gerbang sekolah. Dengan mata yang nyaris tidak berkedip dan
menatap kami dengan tajam yang seakan tak akan membiarkan mangsanya
kabur untuk, membuat semua orang takut kepadanya. Detak jantungku pun
berdebar sangat kencang Hanya wajah takut dan kepala tertunduk lesu yang
bisa aku berikan di depan Bang Mamad. Bagaimana tidak, aku seolah-olah
harus beperang lagi, satu masalah sudah beres, tapi aku harus menghadapi
penjaga gerbang sekolah untuk bisa masuk sekolah. Bang Mamad bertanya
tanpa melepaskan pandangan matanya kepada kami.

“Kenapa kalian terlambat?!”

Kami pun terdiam melihat wajah galaknya itu.

“Alasan apa yang membuat kalian terlambat?!”

“Kami kesiangan Bang….,” jawab kami serempak dengan sedikit gemetar.

Keringat dinginku muncul, mengalir deras membanjiri seliuruh


tubuhku, gemetar menghampiri diriku, tak kuasa aku memandang Bang
Mamad yang melotot dan memamerkan otot – ototnya yang kekar.

“Tulis nama kalian di buku hadir dan ambil surat izin masuk! Cepat!”.

“Baik Bang”.

Tanpa perlawanan sedikitpun aku pun mematuhi perintah dari Bang


Mamad. Akhirnya aku dan Asep dapat masuk, dan segera menuju ruangan
kelas. Pak Lubis sudah berada di dalam kelas. Ulangan matematika pun
sudah berlangsung selama 30 menit. Ku ketuk pintu kelasku sebanyak 3
kali,

“Tok.. tok.. tok..!”

“Wah… kok cepat kali kalian datang..,” sindir Pak Lubis.

Sontak membuat seisi ruang kelasku ramai. Semua teman


menertawakan aku di depan kelas. Ulangan matematika yang semula
menegangkan menjadi santai sejenak. Wajahku berubah warna menjadi
merah. Tak ingin rasanya aku terlambat lagi.

“Kalian berdua cepat duduk. Karena kalian datang terlambat, bapak tambah
soal ulangan kalian 5 soal.” tegas Pak Lubis.

“HAAA!!? Ulangan pak ??” tanyaku dengan terkejut.

“Iya,ulangan. Kan sudah dibilang hari Minggu yang lalu, hari ini kita
ulangan Trigonometri. Sudah jangan banyak cerita kamu ya.” jawab Pak
Lubis.
Dengan rasa menyesal aku duduk ke bangkuku. Aku menyesal
karena tadi malam sibuk bermain Game sehingga lupa kalau besok ada
ulangan matematika.Tingkatan soalnya susah berjumlah 10 soal, lalu
ditambah dengan 5 soal hukuman.Essay semua , duh membuat aku
mengeluh. Ku lihat kanan dan kiri sambil menggarukkan kepalaku.
Termenung ku tatap lembar jawaban yang penuh dengan kekosongan. Aku
sudah pasrah. Kulihat Asep. Dia mengerjakan soal ulangan dengan lancar,
pasti dia tadi malam begadang untuk belajar. Melihat dia mengerjakan soal
dengan lancar, membuat jantungku berdebar. Namun aku tetap harus
bersabar.

“Oi,Sep kok lancar kau ngerjainnya. Ohhh, kau pake kopekan ya. Satu
sampai lima belas minta jawabannya dong.” kataku

“Tapi gimana nih supaya aman, masalahnya pak guru kita lebih galak dari
preman.” lanjutku.

“Oke Skip, kau nanti pura – pura jatuhin pensil, arahkan jatuhnya ke dekat
mejaku. Ntar aku jatuhin kertas kopekannya, tapi harus cepat kau
ambilnya.” bisik Asep.

“Satu, dua, tiga. Cepetan,sebelum Pak Lubis menatap dengan wajah


garang.”

“Tuh kan gampang.”

Kemudian Pak Lubis berjalan ke arah mereka yang duduk bersebrangan.

“Skipper, Asep, kalian nyontek ya ?” tanya Pak Lubis dengan wajah


garang.

“Enggak kok ,Pak” jawab kami berdua.

“Jangan banyak alasan, jam istirahat temui bapak di ruang BK.”

Setelah bunyi bel istirahat berbunyi, kami pun menuju ruang BK. Di
dalam ruang BK, kami di ceramahi habis – habisan. Saat selesai, kami
berdua menuju kantin. Betapa sialnya aku hari ini, sudah datang terlambat,
ketahuan menyontek, di ceramahi di ruang BK, dan di tambah aku tidak
membawa uang jajan. Aku berharap tidak ada hari seperti ini ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai