Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai ciptaan tuhan yang sempurna dalam memahami alam sekitarnya
terjadi proses dengan skala tingkatan atau tahap demi tahap, salah satunya adalah
ilmu. Dengan ilmu tidak hanya dapat diketahui apa itu suatu obyek, melainkan juga
dapat diketahui mengapa dan bagaimana berkaitan dengan obyek tersebut.
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia saat ini tidak terlepas dari peran
ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya
berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Filsafat
mempunyai andil yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
segala ilmu pengetahuan lahir dari rahim filsafat. Bisa dikatakan bahwa filsafat
adalah induk segala ilmu pengetahuan.
Filsafat membahas tentang segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada
baik bersifat abstrak maupun riil yang meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta.
Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit mungkin kita
hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar terdapat tiga pembahasan pokok yaitu;
ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang
melahirkan pengetahuan, epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas
bagaimana kita memperoleh pengetahuan, dan aksiologi atau teori nilai yang
membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, kita perlu mempelajari ketiga
cabang tersebut yang dapat dikatakan sangatlah penting dalam memahami filsafat
yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja
dimulai dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Ontologi membahas tentang
apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan
daya pikir. Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana
mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan
yang lain. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan
kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Landasan dari Ontologi terhadap Ilmu Pengetahuan?
2. Bagaimana Landasan dari Epistemologi terhadap Ilmu Pengetahuan?
3. Bagaimana Landasan dari Aksiologi terhadap Ilmu Pengetahuan?
4. Bgaimana apakah terdapat ilmu yang memiliki landasan ontology, epistemology,
dan aksiologi.
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu memahami,
dapat menjelaskan bagaimana landasan pntologi, episetemologi, aksiologi terhadapa
ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahauan yang memiliki atau mengandung
darimakna landasan-landasan tersebut. Mahasiswa diharapakan mampu
mempresentasikan hasil dikusi mengenai laporan tentang landasan tersebut. Tujuan
lainnya berupa diharpkan agar hasil diskusi yang telah dibuat oleh kelompi kami dapt
diterima dikalangan masyarakat dan dapat menambah wawasan bagi msyarakat yang
kurang paham mengenai filsafat
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu, mahasiswa dapt menambah wawasannya
dalam bidang ontology, epistemology dan aksiologi sebagai landasan dan ilmu
pengetahuan yang memiliki landasan ontology, epistemologi dan aksiologi. dapat
berguna bagi masyarakat yang kurang paham dalam berfilsat khususnya pada bagian
ontology, epistemology, aksiologi sebagai landasan dan ilmu pengetahuan yang
memiliki landasan ontology, epistemologi dan aksiologi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Ontologi


1. Hakikat Sains
Pengetahuan sains menurut Ahmad Tafsir (2012:22) adalah pengetahuan
yang bersifat Rasional–Empiris. Masalah rasional dan empiris inilah yang
akan dibahas. Pertama, masalah Rasional. Dalam sains, pernyataan atau hipotesis
yang dibuat haruslah berdasarkan rasio. Misalnya hipotesis yang dibuat adalah
“makan telur ayam berpengaruh positif terhadap kesehatan”. Hal ini berdasarkan
rasio : untuk sehat diperlukan gizi, telur ayam banyak mengandung nilai gizi,
karena itu, logis bila semakin banyak makan telur ayam akan semakin sehat
(Tafsir, 2012:22). Hipotesis ini belum diuji kebenarannya. Kebenarannya barulah
dugaan. Tetapi hipotesis itu telah mencukupi syarat dari segi ke-rasionalannya.
Kata “rasional” di sini menunjukkan adanya hubungan pengaruh atau hubungan
sebab akibat. Kedua, masalah Empiris. Hipotesis yang dibuat tadi diuji
(kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk menguji hipotesis ini
digunakan metode eksperimen. Misalnya pada sampel, yang diberi makan telur
ayam secara teratur selama enam bulan, sebagai kelompok eksperimen. Demikian
juga, mengambil satu kelompok yang lain, yang tidak boleh makan telur ayam
selama enam bulan, sebagai kelompok kontrol. Setelah enam bulan, kesehatan
kedua kelompok diamati. Hasilnya, kelompok yang teratur makan telur ayam rata-
rata lebih sehat (Tafsir, 2012:23).
Setelah terbukti (sebaiknya eksperimen dilakukan berkali-kali), maka
hipotesis yang dibuat tadi berubah menjadi teori. Teori “makan telur ayam
berpengaruh terhadap kesehatan” adalah teori yang rasional–empiris. Teori seperti
ini disebut sebagai teori ilmiah (scientific theory). Cara kerja dalam memperoleh
teori tadi adalah cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah adalah :
logico–hypothetico verificatif (buktikan bahwa itu logis–tarik hipotesis–ajukan
bukti empiris). Dalam ilmu Sains pada hakikatnya adalah sesuatu pengetahuan

3
yang bisa diterima akal atau dengan kata lain rasional dan dapat dibuktikan secara
empiris.
1. Rasionalisme
Inti dari pandangan rasionalisme adalah bahwa hanya dengan
menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada
pengetahuan yang sebenarnya, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin salah.
Menurut kaum rasionalis, sumber pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya,
adalah akal budi manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang
pasti benar tentang sesuatu.
Tokoh rasionalisme adalah Des Cartes (1596-1660 M), Spinoza (1632-
1677 M) dan Leibniz (1646-1716 M).
2. Empirisme
Aliran empirisme berpendapat bahwa pengetahuan bersumber dari
pengalaman, sehingga pengenalan indrawi merupakan pengenalan yang paling
jelas dan sempurna.
Francus Bacon (1210-1292 M) berpendapat pengetahuan yang
sebenarnya adalah penetahuan yang diterima orang melalui persentuhan
indrawi dengan dunia fakta.
2. Pengertian Ontologi
Kata ontology berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan logos =
logic. Jadi ontololgi adalah The theory of being qua being teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan) atau ilmu tentang yang ada. Menurut istilah,
ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasamani/konkret maupun rohani/abstrak.
Termiontology pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf’ Goclenius pada tahun
1636 M.2 Menurut Jujun S, Suriasumantri, ontology diartikan sebagai pengkajian
mengenai hakikat realitas dari objek yang ditelaah dalam membuahkan
pengetahuan.
Diantara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang
berpendapat bahwa air-lah yang menjadi ultimate substance yang mengeluarkan
semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air. Berbeda dengan

4
Anaximenes bahwa asas pertama seluruh alam semesta dengan segala isinya
adalah hawa atau udara. Didalam pemahaman ontologi dapat diketemukan
pemikiran monoisme, paham ini menganggap hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja
sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi atau rohani. Kemudian
paham ini terbagi dalam dua aliran yaitu:
a. Materialisme aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani.
b. Idealisme adalah aliran yang dinamakan juga dengan spritualisme, idealisme
berarti serba cita sedang spritualisme berarti serba ruh.

3. Landasan Ontologi
Hal-hal yang menjadi obyek telaah atau kajian ilmu dalah seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Dalam batas-batas ilmu
hanya mempelajari obyek-obyek yang empiris saja sebab ia harus menghasilkan
bukti-buti yang empiris juga. Obyek-obyek yang empiris yang dapat diteliti oleh
manusia banyak sekali seperti : alam, binatang, tumbuhtumbuhan dan bahkan
manusia itu sendiri. Kendati demikian berbeda dengan kajian filsafat. Dalam
kajian filsafat segala yang ada dapat diamati, dicermati dan dianalisa, baik yang
tampak oleh panca indera, maupun hal-hal yang berkenaan dengan dunia mistik
(abstrak). Ahmad Tafsir mengatakan bahwa, landasan ontology filsafat adalah
segala obyek yang abstrak, rasionl dan mistik yang landasan ontologisnya abstrak
supra rasional.
4. Struktur Sains
Ahmad Tafsir, membagi sains menjadi dua, yaitu sains kealaman dan sains
sosial. Dalam makalh ini hanya ditulis beberapa ilmu.
a. Sains Kealaman
 Astronomi
 Fisika : mekanika, bunyi, cahaya, dan optik, fisika nuklir
 Kimia : kimia organik, an organik , kimia teknik
 Ilmu bumi : paleontologi, geofisika, mineralogi, geografi

5
 Ilmu hayat : biofisika, botani zoologi
b. Sains Sosial
 Sosiologi : sosiologi pendidikan , sosiologi komunikasi
 Antropologi : antropologi budaya, antroplogi politik, antropologi ekonomi
 Psikologi : psikologi pendidikan, psikologi anak , psikologi abnormal
 Ekonomi : ekonomi makro, ekonomi lingkungan
 Politik : politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
Stuat Chase dalam bukunya The Proper Study of Mankind membagi
ilmu pengetahuan atas tiga kelompok besar, yaitu:
a. Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Sciences):
1) Biologi
2) Antropologi
3) Ilmu Kedokteran
4) Ilmu Farmasi
5) Ilmu Pertanian
6) Ilmu Pasti
7) Ilmu Alam
8) Ilmu Teknik
9) Geologi
b. Ilmu Kemasyarakatan (Social Science):
1) Ilmu Hukum
2) Ilmu Ekonomi
3) Ilmu Jiwa Sosial
4) Ilmu Bumi Sosial
5) Sosiologi
6) Antropologi Budaya dan Sosial
7) Ilmu Sejarah
8) Ilmu Politik
9) Ilmu Pendidikan
10) Publisitik dan Jurnalistik
c. Humaniora (Studi Humanitas, Humanities Studies)

6
1) Ilmu Agama
2) Ilmu Filsafat
3) Ilmu Bahasa
4) Ilmu Seni
5) Ilmu Jiwa

Pada pembagian ilmu pengetahuan, hakikatnya adalah dua pembagian yaitu


ilmu alam dan ilmu humniora, tetapi didalam Ilmu alam terdapat manusia yang
berhubungan dengan kemasyarakat yang terkenal dengan makhluk sosial, maka
pembagian ilmu pengetahuan atas tiga golongan dan pemasukan salah satu ilmu
tertentu kedalam salah satu penggolongan hendaknya jangan dianggap tegas
demikian (seperti: hitam dan putih).

5. Hakikat Ilmu Sains


Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan cirri khas manusia
karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan
secara sungguh-sungguh. Dalam ilmu Sains pada hakikatnya adalah sesuatu
pengetahuan yang bisa diterima akal atau dengan kata lain rasional dan dapat
dibuktikan secara empiris.
a. Rasionalisme
Inti dari pandangan rasionalisme adalah bahwa hanya dengan menggunakan
prosedur tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada pengetahuan yang
sebenarnya, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin salah. Menurut kaum
rasionalis, sumber pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya, adalah akal budi
manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang pasti benar tentang
sesuatu.
Tokoh rasionalisme adalah Des Cartes (1596-1660 M), Spinoza (1632-1677
M) dan Leibniz (1646-1716 M).
b. Empirisme
Aliran empirisme berpendapat bahwa pengetahuan bersumber dari
pengalaman, sehingga pengenalan indrawi merupakan pengenalan yang paling
jelas dan sempurna.

7
Francus Bacon (1210-1292 M) berpendapat pengetahuan yang sebenarnya
adalah penetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dengan
dunia fakta.
Pengetahuan sains adalah pengetahuan yang rasional dan didukung bukti
empiris. mengenai contoh itu (jeruk berbuah jeruk) adalah rasional jeruk
berbuah jeruk karena bibit jeruk berisi gen jeruk, tentu akan tumbuh menjadi
jeruk dan akan berbuah jeruk, bukti empirisnya ialah buahnya ternyata memang
jeruk. Dari formula itu daoat diketahui bahwa objek penelitian pengetahuan
sains (pengetahuan ilmu) ialah objek yang empiris.
6. Prinsip Dasar Ilmu Sains
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok
pemikiran sebagai berikut:
a. Monoisme
Paham ini mengganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik yamg asal berupa materi atau pun berupa ruhani.
Paham ini kemudian terbagi kadalam dua aliran:
1) Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu

Thales (624-546 SM) berpendapat bahwa “unsur asal adalah air, karena
pentingnya bagi kehidupan.”
Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa “unsur asal itu adalah udara,
dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan.”
Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa “hakikat alam ini merupakan
atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-
atom itulah yang merupakan asal kejadian alam.”

8
2) Idealisme
Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua
berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, sesuatu yang tidak berbentuk
dan menenpati ruang.
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua maca hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan
spirit.
c. Pluralisme
Paham ini berpendapat segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam
bentuk itu semuanya nyata.
d. Nihilisme
Sebuah doktrin yang tidak mengakui faliditas alternatif yang positif.
e. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. baik hakikat materi maupun hakikat ruhani.

2.2 Landasan Epistemologi


Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan
batasan pengetahuan manusia (a Branch of philosophy that investigates the origin,
nature, methods and limits of human knowledge). Epistemologi juga disebut teori
pengetahuan (theory of knowledge) berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti
“pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah” dan logos berarti
teori. Epistemologi dapat diartikan atau didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan sahnya(validitas)
pengetahuan.dalam metafisika, pertanyaan pokoknya adalah apakah ada ity?”
sedangkan dalam epistemology pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya
ketahui?”
Epistemologi dalam tulisan ini dibatasi pada aspek epistemology ilmu yang sering
disebut dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakkan prosedur dalam

9
mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan ilmu. Landasan epistemologis ilmu
menyangkut cara berpikir keilmuan berkenaan dengan kriteria tertentu agar sampai
pada kebenaran ilmiah. Dengan kata lain, yang dibicarakan dalam epistemology ilmu
adalah suatu proses berbipikir ilmiah.
Terdapat tiga permasalahan dalam bidang ini yaitu:
1. Apakah sumber-sumber pengetahuan itu? Darimana pengetahuan yang benar itu
datang, dan bagaimana kita dapat mengetahui? Ini semua adalah problema asal
(origin)
2. Apakah watak dari pengetahuan? Adakah dunia yang rill di luar akal dan kalu
ada, dapatkah kita mengetahuinya? Ini semua adalah problema penampilan
(appearance) terhadap realistis.
3. Apakah pengetahuan itu benar(valid)? Bagaimana kita membedakan antara
kebenran dan kekeliruan? Ini adalah problema mencoba kebenran (verification).

Epistemology adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya


pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode,
dan kesahihan pengetahuan. Oleh karena itu, sistematika penulisan epistemology
adalah terjadinya pengetahuan, teori kebenaran, metode ilmiah, dan aliran teori
pengetahuan. Pembahasan tentang “apa itu pengetahuan, apa saja yang disebut
pengetahuan ilmiah, apa bedanya dengan pengetahuan yang tidak ilmiah?
Epistemology merupakan langkah, proses, dan upaya meengenai masalah-maslah
filsufi yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah bagian filsafat
yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat dan bagaiaman memperoleh
pengetahuan menjadi penentu pentin dalam menentukan sebuah model filsafat.

Dengan demikian, definisi epistemology adalah suatu cara dari filsafat yang
mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan fondasi, alat, tolak ukur,
validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat dan pengetahuan manusia. Cara memperoleh
ilmu pengetahuan ilmiah yang paling banyak disentuh epistemology, yaitu dengan
membedakan pengetahuan manusia secara garis besar adalah sebagaia berikut:

1) Pepengetahuan ilmiah dan 2) Pengetahuan tidak ilmiah. Pengetahuan non-ilmiah


adalah hasil serapan indera terhadap pengalaman hidup sehari-hari yang tidak

10
perlu dan tidak mungkin duji kebenaranya. Pengetahuan non-ilmiah aadalah
pengetahuan yang tidak dapat dikembangan menjadi pengetahuan ilmiah.
Misalnya pengetahuan orang tertetu dengan jin atau makhluk halus ditempat
tertentu, keampuhan pusaka, dan lain-lain. Sebaliknya pengetahuan ilmiah adalah
hasil serapan indera dan pemikiran rasional yang terbuaka terhadap pujian lebih
lanjut menggunakan metode-metode ilmiah. Misalnya pengetahuan orang tentang
manfaat rebusan daun jambu biji untuk mengurangi gejala diare. Pemahaman
terhadap illmu pengetahaun ilmiah., secara singkat dapat dikatakan filsafat adalah
refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang
mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti.

Epistemology dalam tulisan ini dibatasi pada aspek epistemology ilmu yang
sering disebut dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan
yang didapat lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu
sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus melalui syarat-
syarat tertentu. Syarat tersebut tercantum dalam metode ilmiah.

Metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu
yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis, metodelogi ini secara filsafat
termasuk dalam apa yang dinamakan epistemology. Epistemology merupakan
pembahasan mengenai bagaiaman kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber
pengetahuan, apakah hakikat, jaungkauan dan ruang lingkup pengetahuan, apakah
manusia dimungkinkan untuk mendpatkan pengetahuan, dan sampai tahap mana
untuk mendapatkan pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia
(Suriasumantri:2000 dalam filsafat ilmu lanjutan).

Sebagiamana halnya berpikir yang selalu kita lakukan sebagai kegiatan mental
yang menghasilkan pengetahuan, maka metode ilmiah merupakkan ekspresi cara
bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini, maka pengetahuan yang dihasilkan
diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh
pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional yang teruji yang memungkinkan tubuh
pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal

11
ini maka metode ilmiah mencoba membangun tubuh pengetahuannya
(Suriasumantri:2000 dalam filsafat ilmu lanjutan).

Langkah dalam epistemology ilmu antara lain berpikir deduktif dan induktif.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan
bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara
sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap sengan
menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang
telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan
yang rasional kepada objek yang berada focus penelaahan. Penjelasan yang bersifat
rasional ini dengan kriteria kebeneran koherensi tidak memberikan kesimpulan yang
bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat rasionlaisme yang bersifat pluralistis, maka
dimungkinkan disususnnya berbagai penjelasan terhadap suatu objek pemikiran
tertentu.

Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika menusia


mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini membawa kita kepada pertanyaan lain:
mengapa manusia mulai mengamati sesuatu? Perhatian tersebut dinamakan John
Dewey sebgai pengenalan suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita
nememukan sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan petanyaan.
Pertanyaan itu timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia dengan dunia empiris
yang menimbulkan berbagai ragam permasalahan, kita dapat simpulkan bahwa “ada
masalah”, baru ada proses kegiatan berpikir dan berpikir baru dimulai, dan karena
masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada
pengamatan objek empiris.

Terjadinya pengetahuan

Terjadinya pengetahuan yang diukur dalam epistemology mengarah pada masalah


yang muncul, dari permasalahan yang timbul tersebut seseorang akan memiliki
jawaban atau padangan yang berwarna sehingga dalam konteks ini jawaban tejadinya
pemgetahuan ini apakah bersifat apriori atau aposteriori. Pengetahuan apriori adalah
pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman

12
indra maupun pengalaman batin. Adapun pengetahuan aposteriori adalah
pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan demikian pengetahuan
ini bertumpu pada kenyataan dan objektif. (Abbas Hamami M., 1982, hlm. 11)

Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosphical analysis


mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh pengetahaun, yaitu

1. Pengalaman indra (sense experience)


Pengindraan adalah alat yang paling vital dan tampaknya pengindraan adalah
satu-satunya alat untuk mencerap segala objek yang ada diluar diri manusia.
Karena terlalu menenkankan pada kenyataan, paham demikian dalam filsafat
disebut realism. Realism adalah suatu paham yang berpendapat bahwa semua
yang dapat diketahui adalah kenyataan. Tokoh pemula dari pandangan ini adalah
Aristoteles, yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila subjek diubah
dibawah pengaruh objek, artinya bentuk dari dunia luar meninggalkan bekas
dalam kehidupan batin. Thomas Aquinas juga berpendapat bahwa tiada sesuatu
yang dapat masuk lewat kedalam akal yang tidak ditangkap oleh indra. Jadi
kesimpulannya yaitu pengalaman indra merupakan sumber pengetauan berupa
alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra.
Kekhilafan akan terjadi apabila ada ketidaknormalan dari alat itu.
2. Nalar (reason)
Nalar adalah suatu cora berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau
lebih dengan maksud mendapatkan pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam masalah ini tentang asas-asas pemikiran yaitu sebagai berikut:
a. Principium identitas, yaitu sesuatu itu mesti sama dengan dirinya sendiri
(A=A). asas ini bisa disebut asas kesamaan.
b. Principium Contradictionis, yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan,
tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan
kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang
bertentangan pada satu waktu. Asas ini bisa disebut dengan asas pertentangan.
c. Principium Tertii Exclusi, yaitu apabila dua pendapat berlawanan tidak
mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah. Keberan hanya

13
terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Asas ini
biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan ketiga.
3. Otoritas (authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui
oleh kelompokkya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena
kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai
kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui ooritas
ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya memiliki
kewibawaan tertentu. Jadi, kesimpulannya yaitu pengetahuan karena adanya
otoritas terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai
pengetahuan.
4. Intuisi (intuition)
Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses
kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu unuk membuat pernyataan
berupa pengetahua. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi sebagai sumber
pengetahuan adalah adanya kemampuan dalam diri manusia yang dapat
melahirkan pernyataan-pernyataan berupa pengetahuan.
5. Wahyu (revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk
kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui Wahyu, karena ada
kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai
pengetahuan melalui wahyu secara dogmatic akan melaksanakan dengan baik.
Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita
mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.
6. Keyakinan (faith). (Abbas Hamami M., 1982, hlm. 16)
Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh
melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu
dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya
menetapkan bahwa alat lain alat lain yang dipergunakan adalah
kepercayaan.perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara
dogmatic diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. Adapun keyakinan

14
melalui kemampuan kejiawaan manusia merupakan pematangan (maturation) dari
kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik mampu menyesuaikan
dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat static,
kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.
Cakupan dan ragam epistemology dapat dikelompokan menjadi beberapa hal,
yakni: (a) Epistemologi Subjektif, artinya apabila dalam melacak kebenaran suatu
ilmu dilakukan tanpa standar reliable, melainkan didasarkan atas refleksi, reflkesi
dari yang masuk ke dalam pemahaman ilmu, biasanya bersifat subjektif, (b)
Epistemologi Paragmatik, adalah upaya menemukan yang kekal (kebenaran)
dengan pencermatan realistic, emptirik, ekspresimental. Dasar dari epistemology
ini adalah aspek kegunaan ilmu itu dalam masyarakat, (c) Epistemologi moral,
adalah pencarian keputusan benar atau tidak, atas dasar baik buruk. Pertimbangan
makna semata-mata didasarkan atas keputusan etis tidaknya suatu ilmu bagi
masyarakat. (d) Epistemologi religious adalah ilmu yang membahas pencarian
kebenaran dari kitab-kitab dan doktrin.
Ilmu Pengetahuan manusia memang luas cakupannya. Banyak ilmu disekitar
hidup manusia yang pantas dimiliki. Sumber-sumber ilmu pengetahuan juga tidak
terbatas. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan, manusia dapat menelusuri empat
hal, yaitu :
1. Sumber Ilmu pengetahuan itu dari mana. Sumber ilmu pengetahuan
mempertanyakan darimana ilmu pengetahuan itu dapat diperoleh. Ilmu
pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman dan akal.
2. Batas-batas Ilmu Pengetahuan. Menurut Immanuel kant apa yang kita tangkap
dengan pancaindera itu hanya terbatas pada gejala atau fenomema, sedangkan
substansi yang ada didalamnya tidak data kita tangkap dengan panca indera
itu adalah penting, pengetahuan tidak sampai disitu saja tetapi harus lebih dari
sekadar yang dapat ditangkap pancaindera.
3. Strukturnya. Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran
yang ingin kita ketahui adalah objek namun diantara kedua hal tersebut
pembatasnya kurang jelas sehingga dapat terjadi dialektika, apabila dikatakan
subjek menghadapi objek itu salah, karena objek itu adalah subjek juga.

15
4. Keabsahan. Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa
ilmu pengetahuan itu sah berarti membahs kebenaran.

2.3 Landasan Aksiologi


Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai
dan logos yang berarti teori (ilmu). Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai
merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial, dan agama. Sistem
mempunyai rancanagn bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk
pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Nilai sebuah ilmu berkaitan dengan kegunaan. Guna suatu ilmu bagi manusia,
akan menghantarkan hidup semakin tahu tentang resep-resep kehidupan. Kehidupan
itu berproses dan membutuhkan tata aturan. Hal ini sejalan dengan gagasan
Sariasumantri (1985: 234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan manusia cukup luas.
Pengetahuan tersebut diharapkan memiliki aspek tepat guna bagi pemiliknya.
Aksiologi memberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
digunakan.
Aksiologi atau etika adalah studi tentang prinsip-prinsip dan konsep yang
mendasari penilaian terhadap perilaku manusia. Contohnya tindakan yang
membedakan benar atau salah menurut moral. Apakah kesenangan merupakan ukuran
dapat dikatakan sebagai ukuran yang baik, apakah putusan moral bertindak
sewenang-wenang atau bertindak sekehendak hati. Sedangkan estetika studi yang
mendasarkan prinsip yang mendasari penilaian kita atas berbagai bentuk seni.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya serta di jalan yang baik pula.
Dengan demikian, pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan
ilmu secara transparan. Ilmu tidak bebas nilai, artinya pada tahap-tahap tertentu

16
kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat.
Sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya dalam meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana. Dasar aksiologi merupakan sesuatu yang paling penting bagi
manusia karena dengan ilmu segara keperluan dan kebutuhan manusia menjadi
terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah
mengenai nilai. nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti,
yaitu (1) kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan
(2) merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-
perbuatan atau manusia-manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya indah dan tidak indah, seringkali berkaitan dengan etika.
Permasalah utama mengenai nilai suatu pengetahuan memang sering problematis.
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang yang dalam filsafat ilmu
mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia,
maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma
kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku
manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif,
yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan
dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Perlu diresapi bahwa ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia.
Karena dnegan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia terpenuhi secara lebih
cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Singkatnya ilmu merupakan sarana
untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Ilmu menghasilkan
teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya

17
dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi bisa juga menjadi bencana
bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi dperhatikan sebaik-
baiknya. Dihadapkan dengan masalah moral dan ekses ilmu dan teknologi yang
bersifat merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat, yaitu : (1)
golongan yang berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai bai
itu secara ontologis maupun aksiologis. (2) golongan yang berpendapat bahwa
netralisasi ilmu hanyalah terbatas pada metafisika keilmuwan, sedangkan dalam
penggunaannya harus berlandaskan nilai-nilai moral.
Golongan tersebut mengidentifikasi bahwa kegunaan ilmu pengetahuan itu perlu
dilandasi nilai moral. Moralitas akademik menjadi penting dalam kerangka
menerapkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dikelola secara membabi
buta, akan jauh dari moralitas. Akibatnya disisi akademik sering terjadi plagiasi-
plagiasi yang sulit dibendung. Seharusnya ilmu pengetahuan itu dikembangkan
dengan acuan moral (etik).
Dalam kehidupan apapun, manusia akan memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk
memecahkan masalah. Anak SD yang diberi soal matematika, misalnya berapa
sembilan dibagi tiga? Untuk menjawab persoalan itu, bagi anak SD kelas 2 mungkin
akan memanfaatkan hafalan. Mungkin pula akan menggunakan hitungan fisik,
dengan ujung jari dan benda lain. Tegasnya, golongan ilmu pengetahuan memang
telah banyak gunanya bagi manusia. Paling tidak ada beberapa golongan manusia
yang telah mengeksploitasi ilmu, yakni : (a) ilmu secara faktual telah dipergunakan
secara destruktif oleh manusia, yang dibuktikan dengan adanya perang dunia yang
mempergunakan teknologi keilmuwan, (ilmu telah berkembang dengan pesat dan
semakin esoteric hingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang
mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan, (c) ilmu telah berkembang sdemikian
rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah mansia dan
kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik
pembuatan sosial.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa aksiologi adalah ilmu yang
membicarakan aspek kegunaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memliki pranata
dan etika keilmuwan. Ilmu tidak bebas nilai, sehingga membutuhkan aturan, agar

18
tidak terjadi duplikasi keilmuwan. Duplikasi selalu ada dalam ilmu, yang penting
adalah cara menduplikasi harus atas dasar aturan.

2.4 Ilmu Yang memiliki Landasan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi


Semua ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lepas dari landasan otologis,
epistimologi dan aksiologi. Artinya semua ilmu pengetahuan pasti mengkaji tentang
hal yang menjadi objek kajiannya, cara mengetahuinya dan manfaatnya untuk
kehidupan manusia (Zillulah, 2017). Berikut ini adalah beberapa contoh ilmu yang
telah memiliki ontologis, epistemologis dan aksiologis.
1. Fisika adalah ilmu yang kajiannya tentang materi beserta gerak dan perilakunya
dalam lingkup ruang dan waktu, bersamaan dengan konsep yang berkaitan. Proses
perolehan ilmu fisika melalui eksperimen yang mengandung metode dan prosedur.
Salah satu manfaat yang diperoleh dari adanya ilmu fisika ini adalah teknologi yang
terbaharukan.
2. Kimia adalah ilmu yang kajiannya tentang komposisi, struktur, sifat dan perubahan
dari suatu zat. Dari segi epistemologi ilmu fisika diperoleh melalui eksperimen.
Manfaat yang diperoleh dari adanya ilmu kimia ini adalah adanya obat-obatan
seperti antibiotik.
3. Matematika juga termasuk kedalam jajaran ilmu karena memiliki landasan otologis,
epistimologi dan aksiologi yang kuat. Matematika mengkaji
besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Selanjutnya epistemologis mengkaji
mengenai proses pemrolehannya dari ide yang terdapat dalam pikiran manusia yang
sifatnya abstrak. Dari segi aksiologi, fungsi dari matematika adalah dalam hal
penalaran-penalaran dan permasalahan-permasalahan sehari-hari yaitu seperti ilmu
bangunan.
4. Biologi adalah ilmu karena memiliki kajian tentang kehidupan, dan organisme
hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi, persebaran, dan
taksonominya. Ilmu ini diperoleh melalui eksperimen, penalaran-penalaran ilmiah.
Dari segi aksiologi, fungsi dari biologi adalah pengetahuan terhadap karakter
manusia serta anatomi tubuh manusia dll.

19
5. IPA adalah ilmu yang kajiannya tentang phenomena alam. Ilmu ini diperoleh
melalui pengamatan, eksperimen dan penalaran ilmiah. Sedangkan aksiologinya
yaitu membantu dalam pengembangan IPTEK.
6. Geografi adalah ilmu yang kajiannya tentang letak suatu tempat, struktur dari
permukaan bumi dan lapisan-lapisan bumi. Geografi diperoleh melalui pengamatan
dan eksperimen. Dari segi aksiologi, fungsi dari geografi adalah mengetahui
struktur bumi.
Sejarah mempelajari berbagai bentuk peninggalan seperti artepak- artepak,
prasasti-prasasti, dan dokumen-dokumen lain yang dapat diamati oleh panca indra
sehingga memiliki dasar ontologis yang kuat. Cara memperoleh berbagai informasi
dalam sejarah dilakukan melalui pengamatan. Selanjutnya sejarah memiliki fungsi
untuk mengetahui sejarah perkembangan manusia demi pengetahuan manusia tersebut
terhadap sejarahnya sendiri.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa ontologi ialah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasamani/konkret maupun rohani/abstrak. Hal-hal yang menjadi obyek
telaah atau kajian ilmu dalah seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. pistemologi dapat diartikan atau didefinisikan sebagai cabang filsafat
yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan sahnya(validitas)
pengetahuan. Epistemology adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas,
sifat metode, dan kesahihan pengetahuan. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan
aspek kegunaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memliki pranata dan etika
keilmuwan. Ilmu tidak bebas nilai, sehingga membutuhkan aturan, agar tidak terjadi
duplikasi keilmuwan.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis dapat sarankan bahwa dalam memahami
ilmu pengetahuan kita harus mempelajarinya mulai dari aspek ontologi, setelah itu
menuju aspek epistimologi, dan yang terakhir yaitu aspek aksiologi. Dengan kita
memahami ketiga aspek tersebut maka kita akan memahami ilmu pengetahuan
tersebut.

21

Anda mungkin juga menyukai