Anda di halaman 1dari 12

PASAL-PASAL YANG DIPERJANJIKAN DALAM PERJANJIAN KERJA

TENAGA AHLI TEKNOLOGI TEPAT GUNA (TA-TTG)

Ketentuan Umum

1. Yang dimaksud dengan Surat Perjanjian Kerja Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat adalah
perjanjian hukum dimana PIHAK PERTAMA mengikat PIHAK KEDUA, sebagaimana PIHAK
KEDUA mengikat diri kepada PIHAK PERTAMA dalam hubungan kerja sebagai Tenaga Ahli
Teknologi Tepat Guna yang selanjutnya disingkat menjadi TA-TTG, untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dan tugas-tugas sebagaimana tersebut dalam pasal-pasal yang
diperjanjikan, serta dokumen-dokumen lain yang dirujuk sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Perjanjian Kerja ini.

2. Dalam hubungan hukum Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat (1), PIHAK
PERTAMA menetapkan status kepegawaian PIHAK KEDUA sebagai Tenaga Ahli Teknologi
Tepat Guna pada Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).

Pasal 2
Hubungan Kerja dan Jangka Waktu Ikatan Kerja

1. PIHAK PERTAMA memberi tugas pekerjaan kepada PIHAK KEDUA sesuai dengan bidang dan
keahliannya sebagaimana dimaksud oleh Kerangka Acuan Kerja (KAK), dan PIHAK KEDUA
menerima baik penugasan dari PIHAK PERTAMA tersebut dan menjabarkannya dalam Rencana
Kerja (RK), serta untuk bertindak sebagai Tenaga Ahli Teknologi Tepat Guna di Kabupaten/Kota
sebagai lokasi tugas, yang ditetapkan dalam Surat Perintah Tugas (SPT) oleh PIHAK
PERTAMA.

2. Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan seperti yang tertulis pada pasal 2 ayat (1) di atas, maka
PIHAK KEDUA akan bekerja dengan jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Surat
Perintah Tugas (SPT) oleh PIHAK PERTAMA.

3. Mengesampingkan dari Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PIHAK
PERTAMA dapat memutuskan Kontrak PIHAK KEDUA melalui pemberitahuan tertulis setelah
terjadinya hal-hal sebagai berikut:
a. PIHAK KEDUA dinyatakan tidak layak untuk diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi kinerja
yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.
b. Tidak atau belum adanya Dokumen Anggaran Pemerintah dan Peraturan perundangan yang
berlaku (DIPA), sebagaimana ditetapkan dalam surat pemberitahuan PIHAK PERTAMA.

4. PIHAK KEDUA wajib menyelesaikan dengan baik dan menyerahkan hasil kerjanya kepada
PIHAK PERTAMA.

5. Jika dalam periode waktu penugasan yang telah ditetapkan terdapat pekerjaan (sebagaimana
disebutkan dalam Rencana Kerja) yang belum diselesaikan secara tuntas oleh PIHAK KEDUA,
maka PIHAK KEDUA wajib menyelesaikan dengan konsekuensi tidak ada penambahan
pembiayaan.

6. PIHAK KEDUA wajib bertempat tinggal di Kabupaten/Kota lokasi tugas dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan dan berkewajiban memberitahukan alamat tempat tinggal di lokasi tugas
kepada PIHAK PERTAMA.

7. Selama Perjanjian Kerja ini berlangsung, PIHAK KEDUA tidak diperkenankan mengadakan
ikatan kerja dengan pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.

1/12
8. PIHAK KEDUA wajib bekerja purna waktu, dengan jumlah waktu kerja minimal 7 jam/hari atau 40
jam/minggu. Mengingat lingkup pekerjaan meliputi jasa fasilitasi, asistensi, konsultasi dan
pendampingan masyarakat di pedesaan, maka jam kerja disesuaikan dengan kebutuhan tugas,
situasi dan kondisi pelayanan kepada masyarakat.

9. PIHAK KEDUA diwajibkan melakukan minimal 15 (lima belas) hari kunjungan kerja dilapangan,
kecuali PIHAK KEDUA mendapat penugasan lain oleh PIHAK PERTAMA yang menyebabkan
PIHAK KEDUA tidak bisa memenuhi kewajibannya dilapangan.

10. Setiap realisasi Rencana Kerja Harian dalam bentuk kunjungan Tenaga Ahli Teknologi Tepat
Guna ke Kecamatan/Desa/Dusun/kelompok harus dibuktikan dengan Formulir Kunjungan yang
ditandatangani oleh Camat/Kepala Desa/Sekretaris Desa/Kepala Dusun/Kelompok Masyarakat,
Koordinator Program Provinsi (KPP) berkewajiban memeriksa kebenaran Formulir Kunjungan
Tenaga Ahli Teknologi Tepat Guna.

11. Setiap realiasasi kegiatan yang dilakukan atau didampingi wajib didukung dengan bukti
pendukung antara lain, foto kegiatan, berita acara, notulensi, daftar hadir, buku bimbingan dan
lain-lain.

Pasal 3
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

1. Tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA harus mengikuti petunjuk
yang berlaku, yaitu melaksanakan tugas sesuai Kerangka Acuan Kerja (KAK), menjadikan
Regulasi atau Peraturan-peraturan tentang Desa sebagai basis kerja pendampingan, fasilitasi,
asistensi, konsultasi dan advokasi masyarakat, serta mengikuti dokumen-dokumen pemerintah
rujukan yang berupa surat perintah atau bentuk surat formal lain (berisi pedoman, petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis, atau standar operasional prosedur), yang diterbitkan oleh atau dari
Satker Ditjen PPMD, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

2. PIHAK KEDUA wajib membuat Rencana Kerja Individu yang disahkan oleh Koordinator Program
Provinsi (KPP) dan disampaikan kepada PIHAK PERTAMA.

3. PIHAK KEDUA berkewajiban melakukan supervisi, monitoring, assistensi teknik dan


pemberdayaan pada lokasi Desa, Kecamatan dan kunjungan koordinasi ke kantor-kantor Dinas
dan pihak terkait lainnya di Kabupaten paling sedikit 15 (lima belas) hari dalam setiap bulannya.

4. PIHAK KEDUA berkewajiban untuk menyusun laporan atas pelaksanaan supervisi, monitoring
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), untuk selanjutnya disampaikan kepada PIHAK
PERTAMA dan atau yang ditunjuk PIHAK PERTAMA.

5. Apabila dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab seperti tercantum dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (3) tersebut di atas terjadi kesalahaan yang semata-mata dilakukan oleh PIHAK
KEDUA, maka atas kesalahan tersebut menjadi tanggungjawab PIHAK KEDUA, termasuk
didalamnya kesalahan prosedural dan konseptual terhadap program dan administrasi, meliputi:
a. Pelaksanaan Rencana Kerja dan perubahaannya;
b. Penyusunan laporan bulanan dan perubahannya;
c. Penyusunan laporan lembar waktu kerja (timesheet) dan perjalanan dinas; dan
d. Pelanggaran yang bersifat pidana atau perdata.

6. PIHAK KEDUA bersama koordinator TA di Kabupaten berkewajiban menyimpan semua tanda


bukti atau kwitansi biaya operasional kantor untuk sewaktu—waktu dilakukan pemeriksaan oleh

2/12
PIHAK PERTAMA atau pihak lain yang ditunjuk serta pihak lain karena jabatan yaitu instansi
pemerintah bidang perpajakan, pengawasan, serta penyidikan.

7. PIHAK KEDUA bertanggungjawab atas realisasi pengadaan fasilitas operasional, dimana jenis,
jumlah dan besarannya ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.

8. PIHAK KEDUA wajib memiliki dan menyediakan peralatan kerja pribadi, serta bertanggungjawab
atas pengelolaan alat-alat kerja dan inventaris kantor apabila disediakan oleh PIHAK PERTAMA.

9. PIHAK KEDUA wajib memberikan data-data pekerjaan dan dokumen pendukung lainnya yang
telah dilakukan kepada Auditor yang ditunjuk oleh PIHAK PERTAMA.

10. PIHAK PERTAMA mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh PIHAK
KEDUA.

11. PIHAK PERTAMA meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan
yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.

12. PIHAK PERTAMA membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam kontrak
yang telah ditetapkan kepada PIHAK KEDUA.

PASAL 4
HAK DAN CARA PEMBAYARANNYA

1. PIHAK KEDUA berhak mendapatkan Pelatihan Pratugas atau pembekalan termasuk penjelasan
terkait poin-poin penting pada SOP Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping
Profesional dan SOP Evaluasi Kinerja, sebelum dilakukan penempatan di lokasi kerja terhadap
PIHAK KEDUA.

2. PIHAK KEDUA berhak menerima imbalan jasa berupa Honorarium, Bantuan Biaya Operasional
secara lumpsum dan Tunjangan Asuransi sebagai berikut:
a. PIHAK KEDUA berhak menerima Honorarium secara lumpsum, kecuali pada bulan pertama
bertugas dan bulan terakhir penugasan maka pembayaran honorarium akan diperhitungkan
sesuai dengan jumlah kehadiran di lokasi tugas dengan rumus: Honorarium: (jumlah hari
kehadiran pada bulan pertama atau terakhir : jumlah hari kerja dalam bulan tersebut) X
besaran honorarium.
b. PIHAK KEDUA mendapatkan Bantuan Biaya Operasional secara lumpsum untuk
Perumahan, Komunikasi, Transportasi, Pelaporan dan lain sebagainya. Khusus biaya
bantuan operasional kantor disalurkan melalui rekening Koordinator di kabupaten/kota lokasi
tugasnya.
c. PIHAK KEDUA mendapatkan tunjangan asuransi kecelakaan dan kesehatan selama masa
kontrak, untuk itu wajib memiliki Polis Asuransi dan menyerahkan copy Polis tersebut kepada
PIHAK PERTAMA.
d. PIHAK KEDUA tidak mendapatkan tunjangan lain selain yang telah disebutkan pada pasal 4
ayat (1) huruf a, b, dan c.

3. Honorarium, bantuan biaya operasional dan tunjangan asuransi akan dibayarkan oleh PIHAK
PERTAMA kepada PIHAK KEDUA setiap bulan berikutnya, dengan catatan tidak adanya
keterlambatan PIHAK KEDUA dalam penyusunan laporan dan pengiriman seluruh data
pendukung bulan sebelumnya.

4. Honorarium, bantuan biaya operasional dan tunjangan asuransi akan berlaku efektif sejak PIHAK
KEDUA melaksanakan pekerjaan di lokasi tugas yang dibuktikan dengan pengesahan Surat
Perintah Tugas (SPT) dari PIHAK PERTAMA.

3/12
5. Pembayaran honorarium, bantuan biaya operasional dan tunjangan asuransi akan dilakukan
PIHAK PERTAMA secara langsung ke rekening PIHAK KEDUA.

6. Pajak Penghasilan PIHAK KEDUA dan atau pajak—pajak lain yang timbul jika ada, akan
ditanggung dan dibayar sendiri oleh PIHAK KEDUA sebagai wajib pajak, sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, untuk itu PIHAK KEDUA wajib memiliki NPWP.

7. PIHAK KEDUA berhak mendapatkan cuti dengan ketentuan:


a. PIHAK KEDUA berhak mendapatkan cuti tahunan maksimal 12 (dua belas) hari kerja selama
1 (satu) tahun.
b. Hak Cuti tahunan dapat digunakan setelah PIHAK KEDUA bekerja sekurang-kurangnya 3
(tiga) bulan secara terus—menerus. Sisa cuti tahunan tidak dapat diakumulasikan pada tahun
berikutnya (jika terjadi perpanjangan kontrak kerja).
c. Jika PIHAK KEDUA dikontrak kurang dari 12 (dua belas) bulan dalam 1 (satu) Tahun
anggaran, maka hak cuti tahunan dihitung secara proporsional.
d. Cuti bersama, yaitu cuti yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Cuti bersama diberikan
kepada PIHAK KEDUA yang sudah mempunyai hak cuti tahunan. Pengambilan hak cuti
bersama mengurangi hak cuti tahunan.
e. Cuti melahirkan, maksimal selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan hanya mendapatkan
honorarium dan asuransi.
f. Cuti Sakit, maksimal 15 (lima belas) hari dengan melampirkan bukti Surat Keterangan Dokter,
dengan tetap memperoleh Honorarium dan tunjangan lainnya.
g. Hak-hak cuti dan penjelasan lainnya mengacu pada SOP Pembinaan dan Pengendalian
Tenaga Pendamping Profesional.

PASAL 5
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

1. Jika terjadi perselisihan kerja antara kedua belah pihak maka akan diselesaikan melalui proses
musyawarah dan mufakat.

2. Apabila perselisihan kerja antara kedua belah pihak tidak dapat diselesaikan melalui proses
musyawarah dan mufakat, maka kedua belah pihak akan menyelesaikan melalui Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) di Provinsi yang anggotanya terdiri atas:
a. Seorang wakil PIHAK PERTAMA
b. Seorang wakil PIHAK KEDUA
c. Seorang wakil yang dipilih oleh kedua wakil tersebut.

3. Apabila dengan cara Pasal 5 ayat (2) tidak dapat diselesaikan maka kedua belah pihak akan
menyelesaikan melalui Pengadilan Negeri Provinsi Aceh dimana PIHAK PERTAMA
berkedudukan atau berdomisili.

4. Biaya penyelesaian perselisihan kerja termasuk dalam ayat (2) pasal ini, akan ditanggung secara
bersama-sama yang sama besarnya.

PASAL 6
PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJA

1. PIHAK PERTAMA dapat membatalkan secara sepihak Perjanjian Kerja ini apabila:
a. PIHAK KEDUA meninggal dunia.
b. PIHAK KEDUA atas permintaan sendiri memutuskan hubungan kerja, setelah mengajukan
pemberitahuan dan permohonan kepada PIHAK PERTAMA selambat-Iambatnya satu bulan

4/12
sebelumnya, dan yang bersangkutan wajib menyelesaikan tugas dan kewajibannya serta
meyerahkannya kepada pengganti yang ditunjuk PIHAK PERTAMA.
c. PIHAK KEDUA menderita sakit yang berakibat tidak dapat melaksanakan pekerjaannya
selama 3 (tiga) bulan secara terus-menerus.
d. PIHAK KEDUA tidak menjalankan tugas tanpa keterangan selama 10 hari kerja berturut-turut
atau 20 hari kerja dalam satu tahun.
e. PIHAK KEDUA tidak memenuhi standar nilai evaluasi kinerja reguler.
f. PIHAK KEDUA melakukan pelanggaran Kode Etik Pendamping atau menjalani pemeriksaan
PIHAK YANG BERWAJIB sebagai TERSANGKA.
g. PIHAK KEDUA terbukti menjadi pengurus partai politik dan melakukan kegiatan politik praktis
yang dapat mengganggu kinerja program.
h. Adanya kebijakan pemerintah yang menyebabkan berkurangnya kemampuan dana dan atau
terganggunya pelaksanaan kegiatan.

2. PIHAK PERTAMA wajib memberitahukan kepada PIHAK KEDUA selambat-lambatnya


pertengahan bulan sebelum dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja sepihak oleh PIHAK
PERTAMA.

3. PIHAK KEDUA dapat melakukan pemutusan perjanjian kerja secara sepihak apabila PIHAK
PERTAMA secara sengaja atau karena kelalaian tidak memenuhi hak PIHAK KEDUA.

4. Selain dari yang tersebut dalam ayat (1) dan ayat (3), maka Perjanjian Kerja ini dapat dibatalkan
dengan persetujuan tertulis kedua belah pihak.

PASAL 7
BERAKHIRNYA HUBUNGAN KERJA

Dengan berakhirnya hubungan kerja antara PIHAK PERTAMA dengan PIHAK KEDUA, maka:
1. PIHAK KEDUA tidak akan mendapatkan uang pesangon dan status kepegawaian dari PIHAK
PERTAMA.
2. PIHAK KEDUA wajib menyerahkan seluruh tugas dan tanggung jawabnya yang telah
diselesaikan kepada PIHAK PERTAMA atau pihak lain yang ditunjuknya.
3. PIHAK PERTAMA wajib menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada PIHAK KEDUA
sebagaimana yang tercantum dalam Surat Perjanjian Kerja ini.
4. PIHAK PERTAMA wajib memberikan Surat Keterangan Kerja kepada PIHAK KEDUA.

PASAL8
SANKSI

PIHAK KEDUA wajib tunduk mematuhi Tata Perilaku dan Etika Profesi, sebagaimana diatur dalam
Standar Operasional Prosedur Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional (SOP
P2TPP) Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa,
PDT dan Transmigrasi Republik Indonesia, setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi/hukuman,
yaitu :
1. Sanksi Administratis, Peringatan I (satu)/teguran, Peringatan II (dua)/teguran keras dari PIHAK
KESATU ke PIHAK KEDUA,
2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari PIHAK PERTAMA ke PIHAK KEDUA terhadap
Pelanggaran isi Surat Perjanjian Kontrak (SPK), Kode Etik dan Tata Perilaku (Code of Conduct)
dan Hasil evaluasi Kinerja Tenaga Pendamping Profesional

Tatacara pemberian sanksi diatur dalam Standar Operasional Prosedur Pembinaan dan
Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional (SOP P2TPP).

5/12
LAMPIRAN

Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Perjanjian Kerja ini, berupa Standar
Perilaku (Code of Conduct), Kode Etik Tenaga Pendamping Profesional, Daftar Honorarium, Biaya
Operasional dan Tunjangan Asuransi, Tugas Pokok dan Fungsi sesuai Kerangka Acuan Kerja (KAK)
dan Aspek-aspek Penilaian Evaluasi Kinerja yang ditetapkan PIHAK PERTAMA.

PASAL 9
PENUTUP

Surat Perjanjian Kerja ini dianggap sah setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal,
bulan, dan tahun tersebut diatas, dan dibuat dalam rangkap 3 (tiga), 2 (dua) lembar asli dan
bermeterai secukupnya dan 1 (satu) lembar asli tanpa meterai, serta mempunyai kekuatan hukum
yang sama untuk PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA. Biaya Meterai dan pengadaan Salinan
Surat Perjanjian Kerja ini menjadi tanggungjawab PIHAK KEDUA.

6/12
Lampiran 1
Surat Perjanjian Kerja
Nomor : 118/SPK-1 TENAGA AHLI/2018
Tanggal : 5 Januari 2018

TATA PERILAKU (Code of Conduct) TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL

1. Tunduk Terhadap Hukum, Peraturan dan Adat-istiadat


Pendamping Profesional tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas atau berpartisipasi
dalam aktivitas yang melawan hukum, peraturan serta adat istiadat masyarakat setempat yang
akan berpengaruh buruk terhadap citra Satker/Pemerintah.

2. Kebenaran Data Pribadi


Data pribadi Pendamping Profesional yang diberikan kepada Satker/Pemerintah harus benar
dan dijamin kebenarannya sehingga secara yuridis tidak merugikan Satker/Pemerintah sebagai
Pihak Pemberi Kerja.

3. Konflik Kepentingan Pribadi


Setiap Pendamping Profesional, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, harus selalu
berpedoman pada panduan yang digariskan serta melakukan koordinasi dengan pihak-pihak
terkait. Konflik kepentingan pribadi baik yang menyangkut keuangan maupun proses
pelaksanaan tugas harus dihindarkan.

4. Menerima Imbalan
Pendamping Profesional tidak diperbolehkan menerima atau meminjam uang dan/atau barang
sebagai imbalan pengerjaan sesuatu atau kegiatan yang bersumber dari APBDes.

5. Tingkat Kehadiran di Lokasi Pekerjaan


Setiap Pendamping Profesional harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya serta berada
di lokasi tugas secara purna waktu, sehingga tidak ada keluhan dari masyarakat atau pihak
terkait tentang sulitnya melakukan pertemuan dan koordinasi.

6. Laporan dan Akurasi Data


 Setiap Pendamping Profesional harus menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
 Permintaan data dan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen program dan
Satker/Pemerintah harus segera dipenuhi;
 Pendamping Profesional harus memberikan data alamat, nomor handphone dan nomor
rekening tabungan yang benar guna menjamin kelancaran komunikasi dan transfer
pembayaran honorarium dan tunjangan;
 Setiap perubahan alamat, nomor handphone dan nomor rekening tabungan harus
diberitahukan secara cepat dan tertulis;

7. Jabatan Publik
Pendamping Profesional dilarang menduduki jabatan publik.

8. Pengurus partai politik


Pendamping Profesional dilarang menjadi pengurus partai politik.

9. Fitnah, Hasutan, Propaganda Negatif


Pendamping Profesional dilarang menyebarkan fitnah, hasutan, propaganda yang merugikan
masyarakat, pemerintah dan program.

10. Narkoba
Pendamping Profesional dilarang Terlibat dalam penggunaan dan peredaran Narkoba.

11. Kerja Rangkap


Dilarang terlibat kontrak kerja dengan institusi lain.

7/12
Lampiran 2
Surat Perjanjian Kerja
Nomor : 118/SPK-1 TENAGA AHLI/2018
Tanggal : 5 Januari 2018

KODE ETIK TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL

Etika Tenaga Pendamping Profesional:

1. Tidak memaksakan kehendak: Peran Tenaga Pendamping Profesional dalam memfasilitasi


musyawarah atau kegiatan hanya bersifat fasilitasi dan mediasi, boleh memberikan masukan
sesuai etika profesi dan tidak diperbolehkan memaksakan kehendak apalagi mengambil atau
menentukan keputusan.

2. Tidak manipulatif: Tenaga Pendamping Profesional tidak boleh melakukan manipulasi data,
baik yang bersifat dokumen administratif maupun yang bersifat informatif untuk memberikan
keuntungan kepada pihak tertentu atau pendamping dan dapat merugikan masyarakat.

3. Menghormati pendapat dan kedudukan orang lain: Tenaga Pendamping Profesional harus
menghormati pendapat dan kedudukan orang lain dalam melaksanakan tugasnya.

4. Dilarang bertindak sebagai suplier bahan dan alat, menunjuk salah satu suplier atau berfungsi
sebagai perantara.

5. Dilarang bertindak sebagai juru bayar, menerima titipan uang, atau merekayasa pembayaran
atau administrasi atas pengelolaan keuangan pemerintah desa.

6. Dilarang menyalahgunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) untuk


kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok.

7. Dengan sengaja membiarkan, tidak melaporkan, atau menutupi proses penyimpangan yang
terjadi dalam pelaksanaan pembangunan desa yang mengakibatkan kerugian Negara dan
masyarakat.

8. Wajib menjunjung dan menghormati tatanilai, norma agama, norma hukum, norma susila, norma
kesopanan dan adat istiadat setempat.

8/12
Lampiran 4

Surat Perjanjian Kerja


Nomor : 118/SPK-1 TENAGA AHLI/2018
Tanggal : 5 Januari 2018

TUGAS POKOK DAN FUNGSI TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL

Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Ahli Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TA-TTG), adalah
sebagai berikut:

No Tugas Pokok Output Kerja Indikator


1) Meningkatkan kapasitas PD Terwujudnya peningkatan a) Tersedianya kurikulum dan
dan PLD dalam kapasitas PD dan PLD modul pelatihan pengembangan
mendampingi Desa/antar untuk pengembangan teknologi tepat guna.
Desa untuk pengembangan teknologi tepat guna. b) Terselenggaranya peningkatan
teknologi tepat guna. kapasitas PD dan PLD dengan
menggunakan modul pelatihan.
2) Memfasilitasi pemerintah Ditetapkannya regulasi Terfasilitasinya penyusunan regulasi
Kabupaten/Kota dalam tentang pengembangan tentang pengembangan teknologi
penyusunan regulasi tentang teknologi tepat guna. tepat guna.
pengembangan teknologi
tepat guna.
3) Fasilitasi SKPD dan pihak Teknologi tepat guna yang a) Tersedianya rencana
lain dalam pengembangan ada di Desa dapat pengembangan teknologi tepat
dan promosi teknologi tepat dimanfaatkan masyarakat guna untuk Desa yang berbasis
guna. banyak untuk mendukung potensi lokal dan ramah
perekonomian Desa dan lingkungan;
masyarakat Desa. b) Terpromosikannya
pendayagunaan teknologi tepat
guna di Desa;
c) Terselenggarakannya berbagai
kegiatan yang mendukung
pengembangan dan penggunaan
teknologi tepat guna;
d) Tersedianya database lembaga
dan perseorangan yang memiliki
program kepedulian dan
kompetensi terkait
pengembangan dan penggunaan
teknologi tepat guna.
4) Membantu PD dan PLD Diterapkannya teknologi a) Adanya rencana penerapan
dalam memfasilitasi tepat guna di Desa/antar teknologi tepat guna di
Desa/antar Desa Desa untuk kemandirian Desa/antar Desa untuk
menggunakan teknologi pangan, energi dan kemandirian pangan, energi dan
tepat guna untuk sumberdaya alam dan sumberdaya alam dan
kemandirian pangan, energi terbarukan yang ramah terbarukan yang ramah
dan sumberdaya alam dan lingkungan. lingkungan;
terbarukan yang ramah b) Masyarakat Desa mampu
lingkungan. memanfaatkan teknologi tepat
guna yang ada untuk mendukung
kemandirian pangan, energi dan
sumberdaya alam dan terbarukan
yang ramah lingkungan.
5) Membantu Pemerintah Terjadinya koordinasi Tersedianya data dan informasi
Daerah dan Pemerintah dalam hal pengembangan pengembangan teknologi tepat guna.
Desa dalam koordinasi teknologi tepat guna.
pengembangan teknologi
tepat guna.
6) Berkoordinasi dan Program kerja prioritas Terlaksananya koordinasi dan
bekerjasama dengan tenaga Kementerian Desa, kerjasama dengan tenaga ahli dalam

9/12
ahli lain terkait dengan Pembangunan Daerah rangka mensukseskan program kerja
program kerja prioritas Tertinggal dan prioritas Kementerian Desa,
Kementerian Desa, Transmigrasi dapat Pembangunan Daerah Tertinggal
Pembangunan Daerah terlaksana sesuai dengan dan Transmigrasi.
Tertinggal dan Transmigrasi. target yang sudah
ditetapkan.

10/12
Lampiran 5

Surat Perjanjian Kerja


Nomor : 118/SPK-1 TENAGA AHLI/2018
Tanggal : 5 Januari 2018

ASPEK PENILAIAN EVALUASI KINERJA TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL

Aspek penilaian dalam evaluasi kinerja tenaga pendamping profesional mencakup 4 (empat) aspek
utama yaitu: kinerja pendampingan, kinerja supervisi, kinerja koordinasi, dan kinerja administrasi.

A. Kinerja Pendampingan
1) Kewajiban Pendampingan
Yang dimaksud dengan kinerja pendampingan adalah unjuk kerja tenaga pendamping
profesional dalam bekerja sesuai Tupoksi. Untuk itu, pendamping profesional berkewajiban
memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu pada:
 Etika profesi sebagai tenaga pendamping profesional;
 Norma kebijakan yang secara substansial terkandung dalam asas-asas Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni, rekognisi, subsidiaritas, keberagaman,
kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
 Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi tenaga pendamping
profesional.

2) Indikator Penilaian
Kinerja pendampingan oleh tenaga pendamping profesional dinilai berdasarkan pencapaian
output sesuai dengan Tupoksi setiap individu dengan rincian indikator penilaian sebagai
berikut:
 Konsistensi dan ketegasan tenaga pendamping profesional menerapkan etika profesi;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional dalam memfasilitasi pelaksanaan Undang-
undang Nomor 6/2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanaannya;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional untuk memfasilitasi penggunaan data
dalam pengambilan keputusan;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional untuk menganalisis situasi untuk
mengambil tindakan yang tepat dan memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi.

B. Kinerja Supervisi
1) Kewajiban Supervisi
Yang dimaksud dengan kinerja supervisi adalah unjuk kerja tenaga pendamping profesional
dalam bekerja sesuai Tupoksi sebagai Supervisor. Untuk itu, tenaga pendamping profesional
berkewajiban memenuhi pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu pada:
 Norma kebijakan yang secara sistematik terkandung dalam asas—asas Undang-undang
Nomor 6/2014 tentang Desa yakni: rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kebersamaan,
gotong royong, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi,
kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
 Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi tenaga pendamping
profesional sebagai supervisor.

2) Indikator Penilaian
Kinerja supervisi oleh tenaga pendamping profesional dinilai berdasarkan pencapaian output
sesuai dengan Tupoksi sebagai supervisor untuk setiap individu dengan rincian indikator
penilaian sebagai berikut:
 Kemampuan tenaga pendamping profesional dalam melakukan pelatihan dan
peningkatan kapasitas masyarakat dan tenaga pendamping profesional di bawahnya;

11/12
 Kemampuan tenaga pendamping profesional dalam memberikan bimbingan kerja dan
umpan balik terhadap kinerja tenaga pendamping profesional di bawahnya;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional dalam memantau pelaksanaan kegiatan;
 Jumlah kunjungan lapangan dalam rangka supervisi pendampingan sesuai wilayah
tugasnya.

C. Kinerja Koordinasi
1) Kewajiban Koordinasi
Tenaga pendamping profesional berkewajiban untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan
pihak lain seperti; birokrasi, supervisor, sesama pendamping, lembaga lain dan tokoh
masyarakat dalam setiap kegiatan seperti: pendampingan masyarakat, supervisi, pelatihan,
penanganan masalah dan lain—lain.
2) Indikator Penilaian
Tenaga pendamping profesional dinilai kinerjanya terkait kualitas koordinasi dan kerjasama
dengan pihak lain berdasarkan indikator penilaian sebagai berikut:
 Kemampuan tenaga pendamping profesional dalam kerjasama dengan SKPD
Kabupaten/Kota, Camat, Kepala Desa, tenaga pendamping profesional lainnya serta
pemangku kepentingan terkait;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional memanfaatkan peluang kerjasama dan
koordinasi secara optimal;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional untuk bekerja secara sistematis dan
terkontrol sesuai standar pelayanan maupun prosedur kerja sehingga pihak—pihak yang
berkoordinasi dapat bekerja sama secara baik;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional dalam memfasilitasi kerjasama Desa
dengan SKPD Kabupaten/Kota dan kerjasama Desa dengan pihak lain;
 Kepemimpinan tenaga pendamping profesional dalam pengelolaan pekerjaan secara
kolektif.

D. Kinerja Administrasi
1) Kewajiban Administrasi
Tenaga pendamping profesional berkewajiban memenuhi tanggung jawab administrasi yang
meliputi:
 Lembar Waktu Kerja (LWK) sebagai bukti kehadiran di lokasi tugas
 Laporan Individu (Rencana dan Realisasi Kegiatan Bulanan)
 Form Kunjungan Lapangan
 Laporan Kegiatan.
 Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)
 SPPD dan laporan hasil kunjungan (jika ada kegiatan kunjungan lapangan)

2) Indikator Penilaian
Indikator kinerja administrasi meliputi:
 Kepatuhan tenaga pendamping profesional pada standar pelayanan maupun prosedur
kerja;
 Ketaatan dan kedisiplinan dari tenaga pendamping profesional dalam menyusun dan
menyampaikan laporan, dokumen dan bukti-bukti administrasi kepada Satker Provinsi
melalui supervisor secara reguler;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional untuk menyusun laporan, dokumen dan
bukti—bukti administrasi secara benar sesuai dengan format yang berlaku;
 Akurasi tenaga pendamping profesional dalam pembuatan laporan, dokumen
administrasi secara lengkap sesuai ketentuan yang ditetapkan;
 Kemampuan tenaga pendamping profesional untuk menyampaikan dokumen
administrasi secara cepat dan tepat waktu sesuai jadwal yang ditetapkan.

12/12

Anda mungkin juga menyukai