Sumber Arah Dan Fungsi Filsafat Ilmu
Sumber Arah Dan Fungsi Filsafat Ilmu
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan
manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada
dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran,
yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren,
dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Selanjutnya terkait dengan masalah yang dihadapi oleh manusia (aporia), manusia
tidak bias lepas dari masalah dalam perjalanan hidupnya. Masalah yang dihadapi manusia
bukan hanya dari segi praktis dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga dari segi teoritis seperti
apa itu UFO? Benarkah ada makhluk di planet lain? Masalah itu juga dapat dibedakan
menjadi masalah mendasar (fundamental problems) dan masalah yang mendesak (immediate
problems). Munculnya masalah yang tersebut di atasa membawa manusia kea lam filsafat dan
ilmu.
Selain itu, rasa ingin tahu manusia yang sangat besar dan didorong rasa kagum
(thauma) mempengaruhi manusia untuk mempelajari filsafat dan ilmu. Manusia kagum
dengan semua ciptaan Tuhan. Dari kekaguman itu, muncullah rasa ingin tahu terhadap asal-
usul alam semesta. Untuk mengetahu itu manusia terbawa kea lam filsafat dan ilmu.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang
bertanya. Objek materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan
segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal. Sonny Keraf
1
Filsafat Ilmu
dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentag bertanya atau berpikir tentang
segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu sendiri) dari segala sudut pandang..
Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat dan
ilmu, sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan ilmu
dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa memvonisnya, karena filsafat dan ilmu
bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat
dan ilmu pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa fisafat
dan ilmu begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.
B. Batasan Masalah
C. Tujuan
2
Filsafat Ilmu
BAB II
Pembahasan
Berbicara tentang filsafat seringkali perhatian hanya tertuju pada filsafat barat.
Padahal filsafat timur lebih dulu muncul. Bahakan dalam beberapa hal ada persamaannya,
sekalipun tidak terjadi hubungan batin antara filusuf timur dengan barat. Maka dari itu
pembahasan mengenai sejarah filsafat dalam makalah ini dinagi menjadi dua yaitu (a) sejarah
filsafat timur dan (b) sejarah filsafat barat
a. Filsafat Timur
‘Filsafat Timur’ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya
di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri
khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Menurut Rindjin
(1987:12) sejarah perkembangan filsafat timur dibedakan menjadi dua yaitu filsafat India dan
filsafat Tiongkok. Filsafat India dibedakan menjadi empat zaman. Zaman yang pertama
adalah zaman weda (±1500-600 SM). Pada zaman ini dikenal adanya weda samhita,
brahmana, upnisad. Zaman yang kedua adalah zaman wiracarita (±600 SM). Pada zaman ini
dikenal dengan adanya budhisme dan bhagawadgita. Selanjutnya, yang ketiga adalah zaman
sutra (±200M). Pada zaman ini dikenal dengan adanya nyaya, waisiseka, sankhya, yoga,
purwa, mimamsa, dan wedanta. Zaman yang terakhir adalah zaman skolastik (±200M). Pada
zaman ini dikenal dengan adanya adwaita, wisistadwaita dan Dwaita. Nama-nama beberapa
filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu,
Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
b. Filsafat Barat
‘Filsafat Barat’ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-
universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi
falsafi orang Yunani kuno. Namun pada hakikatnya, tradisi falsafi Yunani sebenarnya sempat
mengalami pemutusan rantai ketika salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge,
Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan
3
Filsafat Ilmu
eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh
negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi
sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropah, maka John Salisbury,
seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon
karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh
filosof Islam pada dinasti Abbasyah. Selanjutnya, sejarah filsafat barat dapat di bedakan
menjadi lima periode. Penjelasan masing-masing periode tersebut adalah sebagai berikut.
Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales, Anaximandros, dan Anaximenes yang
dianggap sebagai bapak-bapak fisafat dari Mileta. Thales berpendapat bahwa sumber
kehidupan adalah air. Makhluk yang pertama kali hidup adalah ikan dan menusia yang
pertama kali terlahir dari perut ikan. Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air.
Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya
dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sementara Anaximenes dapat
dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia
dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam
tubuh manusia. Setelah mereka bertiga, Yunani kemudian memiliki pemikir-pemikir terkenal
yang lebih berpengaruh lagi terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato,
Aristoteles, Phythagoras, Hypocrates, dan lain sebagainya.
4
Filsafat Ilmu
Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi
ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan
kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun
ahali sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan
penemu teori peredaran planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami
kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa
orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang
disalin oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius
Boethius (480 – 524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropah
belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filasafat Yunani yang telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat
pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat
Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah
Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah
menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya
kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris,
tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan
berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam.
Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan
filsafat dari orang-orang sophia atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399
SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya
yang bernama Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat
lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak
belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan
Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin karya
Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus
mengembangkan filsafat. Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan Ibnu Rushd.
Berbeda dengan filosof-filosof Islam pendahulunya yang lahir dan besar di Timur,
Ibnu Rushd dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah
5
Filsafat Ilmu
Ibnu Baja (Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).
Ibnu baja dan Ibnu Tufail merupakan pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya
kedua orang ini bisa menjadi sahabat. Sedangkan Ibnu Rushd yang lahir dan dibesarkan di
Cordova, Spanyol meskipun seorang dokter dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran
berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan kitab Canon karangan Ibnu Sina, lebih
dikenal sebagai seorang filosof.
Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik
untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah
memancing kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah
yang memerintah di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa
yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al-Kindi dalam bukunya
Falsafah El-Ula (First Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat
menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis dan
kurang bernilai. Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama
yang diwakili oleh Al-Ghazali semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali yang
berjudul Tahafut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh pihak gereja untuk
menghambat berkembangnya pikiran bebas di Eropah pada Zaman Renaisance. Al-Ghazali
berpendapat bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan seseorang menjadi atheis. Untuk
mencapai kebenaran sejati menurut Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu melalui tasawuf
(mistisisme). Buku karangan Al-Ghazali ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam
karyanya Tahafut-et-Tahafut (The Incohenrence of the Incoherence).
Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan
dilarangnya pengajaran ilmu filsafat di berbagai perguruan-perguruan Islam. Hoesin (1961)
menyatakan bahwa pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal
keruntuhan peradaban Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hal ini sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan
bahwa perkembangan ilmu dalam peradaban Islam bermula dengan berkembangnya filsafat
dan mengalami kemunduran dengan kematian filsafat.
Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu
Rushd, sehingga saat itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd
(Averroisme) dan paham yang menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran filsafat Ibnu
Rushd ini antara lain pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon. Mereka yang
menentang Averroisme umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan oleh
6
Filsafat Ilmu
Al-Ghazali dalam kitabnya Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa apa yang
diperdebatkan oleh kalangan filosof di Eropah Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah
masalah yang diperdebatkan oleh filosof Islam.
7
Filsafat Ilmu
diteruskan oleh putranya. Untuk tujuan ini putranya mengutus orang Jerman bernama
Hermann untuk kembali ke Toledo pada tahun 1256. Hermann kemudian menterjemahkan
Ichtisar Manthiq karangan Al-Farabi dan Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada
pertengahan abad 13 hampir seluruh karya Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Latin, termasuk kitab tahafut-et-tahafut, yang diterjemahkan oleh Colonymus pada Tahun
1328.
Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini umat Islam tertatih untuk bangkit
dari keterpurukan spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat Islam untuk kembali
pada ajaran al-Quran dan Hadis. Pada masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan
lainnya yaitu Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam
untuk menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan oleh
Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang berasal dari al-Quran dan hadis.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab
suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun
tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan
8
Filsafat Ilmu
bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran
empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin,
maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua
pendapat berbeda itu. Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).
Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang
jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya,
secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini,
maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.
Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang
tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa
“aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan
adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito
ergo sum”, aku berpikir ( menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat
disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan
terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan
terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes
dalam menentukan kebenaran. Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang
percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran. Aliran empririsme nyata dalam
pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun
yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi
merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan
tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang
bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu
sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang
dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan
bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia
yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita
tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (”das Ding an sich”), namun
hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant,
9
Filsafat Ilmu
ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang
pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui
sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan
bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi
batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang
tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas seluruh
pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat
masa kini. Begitulah pergulatan antar aliran filsafat Modern. Rasionalist diwakili Descartes,
Empirist diwakili Hume, dan Kritisme oleh Kant saling menkritik satu sama lain.
Ada lima zaman yang menandai sejarah ilmu. Zaman itu antara lain zaman Pra-
sejarah, zaman Yunani, Zaman Romawi, zaman Abad Pertengahan, dan zaman Modern.
Berikut dijelasakan tiap zaman yang tersebut di atas.
11
Filsafat Ilmu
aspek-aspek kehidupan manusia dalam bidang politik, ekonomi, perhubungan, dan
sebagainya. Karena itulah pada zaman ini disebut dengan otomasi.
Otomasi dapat menggantikan sebagaian dari tenaga manusia, peranan kerja
tangan, peranan kerja otaknya dan juga kerja mata dan telinga. Oleh sebab itu otomasi
disebut dengan the exstension of man.
12
Filsafat Ilmu
Bab II
Penutup
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Sejarah filsafat dapat dibagi menjadi dua yaitu sejarah filsafat timur dan sejarah
filsafat barat. Filsafat timur memiliki ciri khas dekatnya hubungan filsafat dengan
agama. Sejarah filsafat timur dibedakan menjadi dua yaitu filsafat India dan filsafat
Tiongkok. Filsafat India dibedakan menjadi empat zaman. zaman weda (±1500-600
SM), zaman wiracarita (±600 SM). zaman sutra (±200M). zaman skolastik (±200M).
Beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao
Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong. Selanjutnya, filsafat barat’
adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa
dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang
Yunani kuno. Sejarah filsafat barat memiliki lima periode yaitu periode filsafat
Yunani, periode setelah kelahiran Al Masih, periode kejayaan Islam, periode
kebangkitan Eropa, dan periode filsafat Modern
2. Sejarah ilmu dapat dibagi menjadi lima zaman. Zaman itu antara lain zaman Pra-
sejarah, zaman Yunani, Zaman Romawi, zaman Abad Pertengahan, dan zaman
Modern.
3. Arah filsafat dan ilmu adalah wawasan dalam makna filosofik. Selanjutnya, fungsi
filsafat ilmu adalah untuk memperoleh pembekalan dari disiplin-disiplin ilmu masing-
masing, agar dapat menampilkan teori substantif. Selanjutnya, secara teknis
pengembangan ilmu dapat mengoperasionalkan pengembangan konsep
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah sejarah sangat penting untuk
dipelajari. Dengan mengetahui sejarah bisa diketahui kenapa manusia bisa berada
seperti zaman sekarang. Begitu juga dengan filsafat dan ilmu, perkembangan filsafat
dan ilmu mencapai seperti sekarang tentu ada yang mengawali sehingga bisa
dikembangkan. Hanya dengan mempelajari sejarah tentang filsafat dan ilmu bisa
diketahui awal munculnya filsafat dan ilmu.
13
Filsafat Ilmu
Daftar Pustaka
14
Filsafat Ilmu