Anda di halaman 1dari 6

BAB II Tinjauan Pustaka

II.1 Resource Curse


Istilah kutukan sumber daya alam atau resource curse pertama kali dikemukakan oleh salah
satu ekonom Inggris bernama Richard Auty dalam tulisannya yang berjudul “Sustaining
Development in Mineral Economies: The Resources Curse Thesis”. Auty (1993)
mengemukakan semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa sumber daya alam mungkin
kurang bermanfaat bagi negara-negara berkembang yang berpendapatan rendah dan
menengah. Hal ini dibuktikan dengan kinerja negara-negara berkembang yang kaya akan
mineral sejak tahun 1960-an. Bukti baru menunjukkan bahwa negara- negara tersebut tidak
hanya gagal mendapatkan manfaat dari kekayaan sumber daya alam yang ada, tetapi juga
memiliki kinerja yang lebih buruk daripada negara yang memiliki sumber daya alam terbatas.
Hal ini lah yang mendasari penelitian Auty mengenai resource curse.

Sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Auty (1993), Sach and Warner (1995)
melakukan penelitian mengenai hubungan kekayaan sumber daya alam dengan pertumbuhan
ekonomi di 97 negara berkembang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa negara-
negara yang kaya akan sumber daya alam mengalami perttumbuhan ekonomi yang lebih
rendah dan lebih lambat jika dibandingkan dengan negara yang minim akan sumber daya
alam.

Humphreys et al. (2007) mengemukakan bahwa di samping kegagalan mencapai


pertumbuhan ekonomi ideal, ada pula keterkaitan erat antara kekayaan sumber daya alam
dengan lemahnya perkembangan demokrasi (Ross 2001), korupsi (Salai-Martin and
Subramanian 2003), dan perang saudara (Humphreys 2005). Meskipun muncul harapan besar
akan munculnya kekayaan dan luasnya peluang yang mengiringi temuan dan ekstraksi
minyak serta sumberdaya alam lainnya, anugerah seperti itu kerap kali
menjadi penghambat daripada menciptakan pembangunan yang stabil
dan berkelanjutan.

Auty (2001a) melakukan pendekatan terhadap konflik internal dari ekonomi politik dan
berpendapat bahwa kesalahan managemen merupakan inti dari resource curse. Ia
menyatakan bahwa pembangunan bisa saja terhenti, bahkan berbalik menjadi pengejaran
rente yang menjadi lazim di negara-negara yang kaya akan sumber daya alam. Penelitian-
penelitian terdahulu mengemukakan bahwa resource curse dapat terjadi melalui beberpa
transmisi, transmisi-transmisi tersebut antara lain:

Dutch Disease

Istilah dutch disease pertama kali dikemukakan oleh majalah The Economist pada tahun 1977
untuk menggambarkan penurunan sektor manufaktur Belanda setelah ditemukannya ladang
gas bumi yang besar pada tahun 1959. Penemuan sumber daya gas alam ini membawa
peningkatan yang cukup signifikan terhadap ekspor sumber daya alam Belanda. Belanda
mendapatkan keuntungan yang besar dari ekspor dan peningkatan jumlah penerimaan pajak
dari sektor sumber daya alam tersebut. Namun hal ini tidak berlangsung lama, Belanda
mengalami krisis ekonomi hingga mencapai puncaknya diakhir tahun 1960an. Peningkatan
ekspor sumber daya alam, dalam hal ini gas bumi, mengakibatkan apresiasi nilai mata uang
yang diikuti dengan peningkatan inflasi. Inflasi yang terus meningkat pada akhirnya berakibat
pada penurunan keuntungan serta daya saing dari sektor manufaktur. Akibatnya, tingkat
pengangguran meningkat disusul dengan penurunan pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 1983 James Corden dan Peter Neary melakukan pemodelan untuk kasus dutch
disease. Teori dutch disease dimodelkan kerangka ekonomi tiga sektor, yaitu sektor non-
tradeable (N), sektor manufaktur (R), dan sektor sumber daya alam (R). Model tersebut
mengasumsikan bahwa:

 Tenaga kerja selalu berpindah di antara ketiga sektor dan pastikan bahwa gaji sama
diantar sektor-sektor tersebut,
 semua barang adalah untuk konsumsi akhir
 perdagangan selalu seimbang karena output nasional selalu sama dengan pengeluaran,
dan
 komoditas serta faktor harga tidak terdistorsi.

Boom sumber daya mempengaruhi perekonomian melalui dua channel yaitu, resource
movement effect dan spending effect.

 The reource movement effect. Kenaikan harga komoditas primer, dalam hal ini
komoditas energi dan pertambangan, akan mendorong kenaikan produksi di sektor
sumber daya. Kenaikan produksi di sektor sumber daya diikuti dengan naikknya
kebutuhan tenaga kerja. Hal ini akan mendorong perpindahan tenaga kerja dari sektor
manufaktur ke sektor sumber daya yang mengakibatkan produktivitas sektor
manufaktur menurun.
 Spending Effect. Kenaikan harga komoditas juga akan meningkatkan pendapatan
masyarakat sehingga pengeluaran untuk barang-barang nontradable (barang yang
hanya bisa dikonsumsi di tempat barang tersebut dihasilkan) juga meningkat.
Peningkatan harga barang nontradable ini akan mendorong apresiasi riil dan nilai
tukar. Akibatnya industri manufaktur menjadi berkurang daya saingnya di pasaran.

Metode Vector Autoregressive

Sebagian besar model ekonometrika apakah model tersebut merupakan persamaan tunggal
ataupun persamaan ganda disebut dengan persamaan struktural atau teoritis. Suatu persamaan
disebut persamaan struktural atau teoritis karena hubungan variabel di dalam persamaan
dibentuk atas dasar teori ekonomi. Akan tetapi seringkali teori ekonomi belum mampu
mentukan spesifikasi yang tepat. Misalnya teori terlalu kompleks sehingga simplifikasi harus
dibuat atau sebaliknya fenomena yang ada terlalu kompleks jika hanya dijelaskan dengan
teori yang ada. Ahli ekonometrika telah mengembangkan sebuah model yang dapat
menyelesaikan persoalan tersebut. Model persamaan ini disebut Vector Autoregressive.
Model VAR ini dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan
tujuan agar mampu mengakap fenomena ekonomi dengan baik. Dengan demikian VAR
adalah model nonstruktural atau merupakan model tidak teoritis (Widarjono, 2013). Commented [RA1]: Widarjono, Agus. 2013.
Ekonometrika-Pengantar dan Aplikasinya disertai Panduan
Eviews Edisi Ke-4. UPP STIM YKPN, Yogyakarta
Metode Vector Autoregressive (VAR) adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan
setiap variabel sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag dari variabel-variabel yang
ada dalam sistem (Enders,2004). Metode ini pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli Commented [RA2]: Enders, Walter. 2004. Applied
Econometric Time Series Second Edition. J.Wiley
ekonometrik Christoper A. Sims pada tahun 1980. Sims mengusulkan penggunaan
pendekatan VAR yang memasukan pengaruh dan mengakomodasi seluruh interaksi dinamis
yang terjadi antar variabel.

Pada dasarnya analisis VAR bisa dipadankan dengan suatu model persamaan simultan karena
dalam model VAR semua variabel yang digunakan dalam analisis dianggap berpotensi
menjadi variabel endogen, dengan mengabaikan pemisahan antara variabel eksogen dan
endogen atau dalam arti lain yaitu semua variabel berhak menjadi variabel terikat (dependent)
dan variabel tak terikat (independent). Sims berpendapat bahwa jika terdapat hubungan
simultan antar peubah yang diamati, maka peubah-peubah tersebut harus diperlakukan sama
sehingga tidak ada lagi peubah endogen dan eksogen (Nachrowi, 2006). Commented [RA3]: Nachrowi D Nachrowi. 2006,
Ekonometrika, untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan,
Cetakan Pertama, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Asumsi yang harus dipenuhi dalam metode VAR, yaitu:

1. semua variabel tak bebas harus bersifat stasioner (mean, variance dan covariance bersifat
konstan),
2. semua sisaan bersifat white noise yakni memiliki rataan nol, ragam konstan dan saling
bebas.

Suatu model VAR sederhana yang terdiri dari 2 peubah dengan lag 1 dapat dinyatakan
sebagai berikut:

𝑦1𝑡 = 𝛼10 + 𝛼11 𝑦1𝑡−1 + 𝛼12 𝑦2𝑡−1 + 𝜀1𝑡

𝑦2𝑡 = 𝛼20 + 𝛼21 𝑦1𝑡−1 + 𝛼22 𝑦2𝑡−1 + 𝜀2𝑡

Dengan asumsi Y1t dan Y2t stasioner, Ɛ1t dan Ɛ2t bersifat white noise dengan rataan 0, varians
masing-masing adalah σ12 dan σ22, dan Ɛ1t dan Ɛ2t tidak berkorelasi. Dalam bentuk matriks
dapat dinyatakan dengan:

𝑦1𝑡 𝛼10 𝛼11 𝛼12 𝑦1𝑡−1 Ɛ1𝑡


(𝑦 ) = (𝛼 ) + (𝛼 𝛼22 ) (𝑦2𝑡−1 ) + (Ɛ2𝑡 )
2𝑡 20 21

apabila

𝑦1𝑡 𝛼10 𝛼11 𝛼12 𝑦1𝑡−1 Ɛ1𝑡


𝑦𝑡 = (𝑦 ) , 𝐴0 = (𝛼 ) , 𝐴1 (𝛼 𝛼22 ) , 𝑦𝑡−1 (𝑦2𝑡−1 ) , ∈𝑡 (Ɛ2𝑡 )
2𝑡 20 21

Maka diperoleh VAR dengan bentuk standar sebagai berikut:

𝑌𝑡 = 𝐴0 + 𝐴1 𝑌𝑡−1 + 𝐴2 𝑌𝑡−2 +. . . +𝐴𝑝 𝑌𝑡−𝑝 + Ɛ𝑡

Atau,

𝑌𝑡 = 𝐴0 + ∑𝑃𝑛=1 𝐴𝑛 𝑌𝑡−𝑛 + Ɛ𝑡
dimana

Yt-i = vektor berukuran n x 1 yang berisi n peubah yang masuk dalam model VAR pada
waktu t dan t-i, i = 1, 2, .....p

A0 = vektor intersep berukuran n x 1

Ai = matriks koefisien berukuran nxn untuk setiap peubah i = 1, 2, ....p


Ɛt = vektor sisaan berukuran nx1 yakni (Ɛ1t, Ɛ2t, ........., Ɛnt)T

P = ordo VAR; t = periode amatan

Bentuk VAR standar di atas dapat diperluas untuk jumlah variabel dan lag yang lebih banyak.
Berikut ini merupakan bentuk VAR standar dengan jumlah variabel n dan jumlah lag p:

𝑦𝑡 = 𝐴0 + 𝐴1 𝑌𝑡−1 + 𝐴2 𝑌𝑡−2 + ⋯ + 𝐴𝑝−1 𝑦𝑡−𝑝+1 + 𝐴𝑝 𝑦𝑡−𝑝 + Ɛ𝑡

Bentuk-bentuk Model VAR

Widarjono (2013) menjelaskan bahwa Berdasarkan proses pembentukan VAR maka ada dua
bentuk VAR non struktural yang secara umum digunakan yaitu VAR (unrestricted VAR) dan
VAR yang terestriksi (restricted VAR) dikenal dengan Vector Error Correction Model
(VECM).

Unrestricted VAR

Terestriksi atau tidaknya bentuk VAR sangat terkait erat dengan ada tidaknya kointegrasi di
dalam model VAR non struktural. Pada pembentukan VAR non struktural kita tidak
membuat model berdasarkan bangunan teori yang ada tetapi lebih menekankan pada adanya
saling ketergantungan antar variabel ekonomi. Jika data stasioner pada tingkat level maka
kita tidak perlu melakukan uji kointegrasi. Dengan demikian apabila data data stasioner pada
tingkat level maka model VAR yang kita punyai disebut model non struktural karena tidak
memerlukan keberadaan hubungan secara teoritis antar variabel. VAR dengan data pada
tingkat level ini dikenal dengan nama VAR in level.

Namun dalam banyak kasus data time series seringkali menunjukkan data tidak stasioner.
Bila hal ini terjadi maka perlu melakukan uji stasioneritas data pada tingkat difrensi. Ketika
uji stasioneritas data diferensi ini menghasilkan data diferensi yang stasioner namun secara
teoritis tidak terjadi hubungan antar variabel karena tidak menunjukkan adanya hubungna
kointegrasi maka modelnya disebut dengan model VAR in difference.

Vector Error Correction Model (VECM)

Engle dan Granger menunjukkan bahwa walaupun data time series seringkala tidak stasioner
pada tingkat level atau disebut nonstasioneritas data, tetapi kombinasi linier antara dua atau
lebih data nonstasioner menjadi stasioner. Menurutnya data time series yang tidak stasioner
ini dikatakan terkointegrasi. Model VECM digunakan di dalam model VAR non struktural
apabila data time series tidak stasioner pada level, tetapi stasioner pada data diferensi dan
terkointegrasi sehingga menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel. Adanya
kointegrasi ini maka model VECM yang merupakan model VAR non struktural ini disebut
model VAR yang terestriksi.

Spesifikasi VECM merestriksi hubungan perilaku jangka panjang antar variabel yang ada
agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan perubahan-
perubahan dinamis di dalam jangka pendek. Terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai
koreksi kesalahan (error correction) karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan
jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek
secara bertahap.

Anda mungkin juga menyukai