Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN HASIL PRAKTIK TATANAN NYATA PADA PASIEN .

DENGAN DIAGNOSA DIABETUS MELLITUS DI RUANG DAHLIA


II RSUD KAB. JOMBANG

Dosen Pembimbing :
Rodiyah S.Kep Ns,M.Kes

Oleh : Kelompok 12
1. Widya Pangestu .A. (151001045)
2. Wiwik Aryunani (151001046)
3. Yuyun Siti Nur Janah (151001047)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG
S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN

2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT.Yang telah memberikan rahmat,hidayah,inayah serta nikmat
yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada PasienDiabetes Mellitus (DM)”
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak, atas bantuan, dukungan dan doanya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini,
sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses belajar mengajar. Makalah ini mungkin
kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.

Jombang, 16 Januari 2018

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan sistem endokrin merupakan suatu gangguan sistem tubuh yang melibatkan
banyak aspek. Hal ini disebabkan sistem endokrin dipertimbangkan sebagai salah satu sistem
tubuh yang kompleks. Diabetes Melitus sebagai salah satu gangguan sistem endokrin
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan insulin. Ada
beberapa jenis DM, tetapi umumnya hanya dua kategori yang dikenal yaitu Insulin Dependen
Diabetes Melitus (IDDM, Tipe I) dan Non Insulin Independent Diabetes Melitus) (NIDDM,
Tipe II). Kemajuan ilmu dan teknologi telah memberikan dampak positif dan negatif dalam
kehidupan manusia. Salah satu dampak negatif tersebut adalah meningkatnya jumlah klien
dengan DM akibat perubahan pola hidup. Di USA, jumlah klien DM telah meningkat tajam
dimana terdapat 8 juta orang mengalami NIDDM, dan 1 juta orang mengalami IDDM serta
kemungkinan lebih dari 4 juta orang yang belum terdiagnosa (Golemon dan Gurin 1993).
Menurut Black dan Matassarin Jacob (1997) jumlah keseluruhan klien dengan DM adalah
114 juta, tetapi separuh dari jumlah itu belum terdiagnosa. Peningkatan ini juga diyakini
telah terjadi di Indonesia.
Perawat berada pada posisi tepat untuk terlibat dalam berbagai aspek pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada klien DM. Perawat perlu berpartisipasi secara aktif dari
sejak pengkajian sampai dengan evaluasi tindakan. Oleh karena itu, peran tenaga
keperawatan dalam memberikan keperawatan pada klien ini menjadi sangat penting terutama
setelah diagnosis ditegakkan agar komplikasi yang serius tidak terjadi, seperti salah satu
contoh gangguan saraf tepi dengan gejala berupa kesemutan, terutama pada kaki di waktu
malam sehingga mengganggu tidur, selain itu juga disertai gangguan penglihatan dan
kelainan kulit berupa gatal/bisul.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud diabetes miletus?
2. Bagaimana cara penanganan pada diabetes miletus?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi diabetes miletus
2. Untuk mengetahui penanganan pada diabetes miletus

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 TINJAUAN DIABETES MELITUS (DM)


2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Definisi lain menyebutkan bahwa Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar
gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo,
2002).
Dalam jangka waktu lama, DM bisa menyebabkan komplikasi berupa
penyempitan pembuluh darah diseluruh tubuh, dan gangguan fungsi saraf, sehingga
pada akhir-nya fungsi alat-alat tubuh akan terganggu. Hal ini disebabkan fungsi saraf
dan aliran darah yang ke alat tersebut berkurang karena penyempitan. Kelainan pada
saraf dan pembuluh darah inilah yang melatar belakangi munculnya komplikasi
kronik seperti serangan jantung, lemah jantung, stroke, kebutaan karena kelainan
selaput jala mata yang mengakibatkan cepatnya terjadi katarak, gangguan fungsi
ginjal sampai gagal ginjal terminal, gangguan aliran darah ke tangan sehingga mudah
terjadinya infeksi, abscess, gangrene yang menyebabkan alasan dilakukan
pemotongan tangan atau kaki (amputasi).

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses autoimun
yang menyerang insulinnya. IDDM merupakan jenis DM yang diturunkan
(inherited).

5
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor lingkungan.
Seseorang mempunyai risiko yang besar untuk menderita NIDDM jika orang
tuanya adalah penderita DM dan menganut gaya hidup yang salah.
3. Diabetes mellitus sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
(pancreatitis, kelainan hormonal, dan obat-obatan).
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam keluarganya
terdapat anggota yang juga menderita DM. Faktor risikonya adalah kegemukan
atau obesitas.

2.1.3 Etiologi
Diabetes tipe I :
1. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM
tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA.
2. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pankreas.

6
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Penyebabnya antara lain:
a) Penyakit Penkreas
b) Factor hormonal
c) Kelainan reseptor
d) Obat-obatan atau bahan kimia
e) Kelainan gestional

2.1.4 Manifestasi
Menurut Price (1995) manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut :
a. DM tergantung insulin / DM Tipe I
Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia,
turunnya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa minggu,
penderita menjadi sakit berat dan timbul ketosidosis dan dapat meninggal kalau
tidak mendapatkan pengobatan dengan segera. Biasanya diperlukan terapi insulin
untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.
b. DM tidak tergantung insulin / DM Tipe II
Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun. Pada
hiperglikemia yang lebih berat, mungkin memperlihatkan polidipsi, poliuri,
lemah, dan somnolen, serta biasanya tidak mengalami ketoasidosis. Jika
hiperglikemia berat dan tidak respon terhadap terapi diet mungkin diperlukan
terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Kadar insulin sendiri

7
mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi tetapi tidak memadai untuk
mem-pertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap
insulin eksogen.

2.1.5 Patofisiologis
a. Menurut Brunner dan Suddarth (2001), patofisiologi DM yaitu:
1) Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia post pandrial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini
dinamakan dieresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme
protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (Polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
2) Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan
dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel
sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini.

8
Dengan demikian insuliin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan
pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi pe-
ningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe II.

9
10
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
 Glukosa darah meningkat
 Elektrolit : Na, K, fosfor
 Urine : gula + aseton positip
 Asam lemak bebas meningkat
 Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
 Ureum/kreatinin meningkat/normal
 Osm olalitas serum meningkat
2. Ktiteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk

GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 ≥140

GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 ≥200

Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240

Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160

Dengan PJK <100 100-129 >130

Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35

Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250

Dengan PJK <150 150-199 >200

>25/<18,
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25
5
Pria 20-24,9 25-27
>27/<20

140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95

11
2.1.7 Pencegahan
Cara mencegah penyakit Diabetes Mellitus ini secara dini adalah :
a. Makan secara proposional terutama yang berkadar gula rendah yaitu jenis
makanan
yang mengandung karbohidrat dan berserat tinggi dan tidak terlalu panas, seperti :
ubi
jalar, talas, sayur-sayuran, buah segar, kacang-kacangan,roti.
b. Jika menghendaki minuman manis lebih bijak jika mengkonsumsi gula rendah
kalori,
misalnya pemanis buatan aspartam dan sorbitol. Pemanis buatan ini rasa
manisnya
hingga ratusan kali lebih manis dibandingkan dengan gula tebu, tetapi aman bagi
tubuh.Mengapa? bahan pemanis buatan ini tidak mengalami metabolisme dalam
selsel tubuh sehingga tidak menambah kadar gula dalam darah.
c. Istirahat dan beraktivitas secara seimbang

2.1.8 Komplikasi
Masalah serius penyakit diabetes dapat dilihat pada setiap komplikasi yang di
timbulkannya. Lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu system saja,
tetapi berbagai komplikasi dapat diidap secara tunggal maupun bersamaan yaitu :
 Chronic heart disease
 Neurophaty
 Retinophaty
 Gangrene kaki diabetic, komplikasi akibat gangrene :
- Osteomyelitis
- Sepsis
 Saraf diabetes
 Kematian

12
2.2 TINJAUAN GANGREN
2.2.1 Definisi
Gangren atau pemakan luka didefinisikan sebagaii jaringan nekrosis atau jaringan
mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian
tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi
yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar);
proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus
(Tabber, dikutip Gitarja, 1999).
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat
penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai.
Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula
yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah
streptococcus (Soeatmaji, 1999).

2.2.2 Etiologi
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren diabetik dibagi
menjadi faktor endogen dan faktor eksogen.
1. Faktor endogen :
 Genetik
 Metabolik
 Angiopati diabetic
 Neuropati diabetik
2. Faktor eksogen :
 Trauma
 Infeksi
 Obat
Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren
diabetik adalah neuropati, iskemia, dan infeksi. (Sutjahyo, 1998). Iskemia
disebabkan karena adanya penurunan aliran darah ke tungkai akibat makroangiopati
(aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama pembuluh darah di
daerah betis. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor resiko lebih banyak dijumpai

13
pada diabetes mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan
terhadap terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang
agregasi platelet dan timbul trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan
pembuluh darah dan timbul hipoksia. Iskemia atau gangren diabetik dapat terjadi
akibat dari atherosklerosis yang disertai trombosis, pembentukan mikrotrombin
akibat infeksi, kolesterol emboli yang berasal dari plak atheromatous dan obat-obat
vasopressor.
2.2.3 Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
1. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki.
2. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
6. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren diabetik
menjadi dua golongan :

a) Gangren diabetik akibat Iskemia


Gangrene diabetic jenis ini disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai
akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis:

 Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat


 Pada perabaan terasa dingin
 Pulsasi pembuluh darah kurang kuat
 Didapatkan ulkus sampai gangren.
b) Gangren diabetik akibat neuropati

14
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem
kaki dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

2.2.4 Manifestasi klinis


Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul
adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada
waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma
atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan
karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung
pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak
menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung
tersebut dan akan menjalar dengan cepat (Sutjahyo, 1998). Apabila luka tersebut
tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari
pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas,
rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta
adanya bau yang makin tajam.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka
penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah berjalan pada jarak tertentu.
Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa
dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit
sembuh (Levin,1993).
2.2.5 Patofisiologi
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi

15
sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada
semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses
glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi
baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga
akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat
asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh
terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
2.2.6 Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

16
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

 Plasma vena < 100 100-200 >200


 Darah kapiler
<80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa

 Plasma vena
 <110 110-120 >126

 Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan
:

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
2.2.7 Penatalaksanaan
1. Diet
Perencanaan makan
 Pasien harus mendapat Terapi Gizi Medis (TGM) sesuai dengan kebutuhannya
 Komposisi makanan yang dianjurkan : Karbohidrat, Lemak, Protein, Natrium, Serat,
Pemanis Alternatif
Langkah yang dilalui dalam perencanaan makan adalah :
a. Pengkajian status gizi sebelum melakukan diet, termasuk pengkajian terhadap
aspek budaya dan keuangan yang dapat berpengaruh pada pola makan

17
b. Penentuan tujuan yang akan di capai. Dilakukan bersama dengan ahli gizi
c. Intervensi gizi, dilakukan dengan menghitung kebutuhan kalori. Faktor yang
menentukan : Jenis Kelamin, Umur, Aktifitas Fisik, Berat Badan
d. Evaluasi untuk menilai hasil intervensi
Menentukan kebutuhan kalori : besaran 25 – 30 kalori/kg BB Ideal
 Rumus Brocca :

BBI = 90% x (TB (cm) – 100) x 1 kg

- BB normal : BB Ideal + 10%


- Kurus : < BBI – 10%
- Gemuk : > BBI + 10%
Atau
IMT = BB (kg) / (TB (m2)

- BB normal : 18.5 – 22.9


- kurang : < 18.5
- lebih : > 23.0

Langkah – langkah perhitungan sederhana kebutuhan kalori seorang


diabetisi :

1. Hitung berat badan idaman dengan rumus = (tinggi badan dalam cm – 100) x
90% x 1 kg. Kecuali jika tinggi badan dibawah 160 cm pada pria dan dibawah
150 cm pada wanita, tidak dikali 90% lagi
2. Kebutuhan kalori basal = 25 kkal/kgBB idaman (wanita) atau 30 kkal/kgBB
idaman (pria)
3. Umur 60 – 69 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 10%. Diatas 70 tahun
dikurangi 20%
4. Bila dalam keadaan istirahat, kebutuhan kalori ditambah 10%. Bila aktifitas
ringan, ditambah 20%, aktifitas sedang ditambah 30%, aktifitas berat ditambah
40%

18
5. Pada kehamilan triwulan pertama tambahkan 150 kkal/hari. Kehamilan lebih
lanjut ditambahkan 350 kkal/hari. Pada waktu laktasi ditambahkan 550
kkal/hari
6. Adanya komplikasi seperti infeksi, trauma, operasi yang menyebabkan
kenaikan suhu tubuh ditambahkan 13% kalori setiap kenaikan 1oC
7. Untuk yang kegemukan dikurangi dan sebaiknya yang kurus ditambahkan 20 –
30%kalori
2. Olahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga/aktivitas juga memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
- Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL.
- Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya makan
camilan dahulu.
- Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan dengan
kondisinya.
- Latihan dilakukan 2 jam setelah makan.
- Pada klien dengan gangrene kaki diabetik, tidak dianjurkan untuk melakukan
latihan fisik yang terlalu berat.
- Selalu memakai alas kaki .
2.2.8 Pengobatan untuk gangren
- Kering
o Istirahat di tempat tidur.
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik.
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan indikasi
yang sangat jelas.
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti platelet
agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin).

19
- Basah
o Istirahat di tempat tidur.
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik.
o Debridement.
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin.
o Beri “topical antibiotic”.
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas.
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain.
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti platelet
agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin).
- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat diambil
adalah amputasi atau skin/arterial graft
– Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi 4 :
o Pemicu sekresi Insulin, yaitu golongan Sulfonilurea. Bekerja untuk
merangsang sel beta pancreas untuk memproduksi insulin. Namun, hati-
hati dengan efek sampingnya yaitu hipoglikemia (kadar glukosa darah
rendah, kurang dari 60 mg/dl)
- Penambah sensitifitas insulin
- Penghambat glukoneogenesis
- Penghambat absorpsi glukosa
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD

20
Insulin umumnya diberikan melalui injeksi dibawah kulit
(subkutan) meskipun dapat juga diberikan kedalam otot (intramuscular),
intra vena dan inhalasi.
Penyuntikan Insulin hendaknya tidak dilakukan hanya pada satu
area tubuh karena dapat menyebabkan atrofi (mengecilnya) otot tubuh
daerah penyuntikan. Namun, penyuntikan di lakukan secara bergantian
pada bagian tubuh yang lain seperti yang tertera pada gambar :

21
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain: Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
B. Keluhan Utama
Berisi data pasien singkat dan jelas, 2 atau 3 kata yang merupakan keluhan yang
membuat pasien meminta bantuan kesehatan.
Jika pengkajian dilakukan setelah beberapa hari pasien MRS maka keluhan utama
diisi dengan keluhan yang dirasakan saat pengkajian. Misalnya: keluhan utama pada
pasien dengan hipertensi misalnya sakit kepala.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama MRS, factor pencetus, lamanya keluhan, timbulnya keluhan,
faktor yang memperberat, upaya yang dilakukan untuk mengatasinya dan diagnose
medis.
D. Riwayat Penyakit Terdahulu
Penyakit yang pernah dialami, riwayat alergi, kebiasaan merokok, minum kopi,
obat – obatan dan alcohol.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang dialami satu anggota keluarga, bila merupakan penyakit keturunan,
mengkaji 3 generasi ke atas. Anggota keluarga apakah ada yang mempunyai hipertensi
atau tidak.
F. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Identifikasi lingkungan sekitar rumah klien, apakah klien tinggal di lingkungan
bersih atau kotor.

22
3.2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda Vital, TB dan BB :
S : ……°C (SUHU. axial, rectal, oral) N : …. x/menit ( NADI. teratur, tidak teratur, kuat,
lemah) TD : …../…..mmHg (lengan kiri, lengan kanan, berbaring, duduk) RR :
….x/menit (regular/ irregular)TB : … cm BB : …. Kg ( cara menghitung berat badan
ideal : TB -100 ( ± 10% dari hasil ).
3.3. PEMERIKSAAN PERSISTEM
a. System pernapasan
Anamnesa : karakteristik batuk (produktif/non produktif), sesak nafas, nyeri dada
(PQRST)
Hidung
Inspeksi : Napas cupping hidung
Palpasi : nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir, alat bantu nafas (ETT)
Area dada
Inspeksi : pola nafas, penggunaan otot bantu pernapasan , kesimetrisan dada
Palpasi : nyeri tekan
Perkusi : batas – batas jantung
Auskultasi : suara nafas (ronkhi, wheezing)

b. Cardiovascular danLimfe
Anamnesa : Identifikasi adanya nyeri dada (PQRST)
Wajah
Inspeksi : sembab, pucat, konjungtiva pucat / tidak
Leher
Inspeksi : bendungan vena jugularis
Palpasi :
Dada
Inspeksi : bentuk dan pergerakan dada (simetris/tidak)
Palpasi : letak ictus kordis

23
Perkusi : batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung (Bj1 dan Bj2) atau kelainan bunyi jantung (gallop ,murmur)
Ekstrimitas atas
Inspeksi : sianosis, clubbing finger
Palpasi : CRT
Ekstrimitas bawah
Inspeksi : identifikasi edema pada ektrimitas , clubbing finger
Palpasi : identifikasi adanya benjolan pada ekstrimitas
c. Persyarafan
1. Uji nervus 1 olfaktorius (pembau) : dengan cara menggunakan bau – bauan
(minyak kayu putih, kopi dan tembakau), kemudian meminta klien untuk menutup
mata dan membedakan bau – bauan tersebut.
2. Uji nervus II opticus (penghilatan) : mengobservasi apakah terdapat kelainan pada
mata misalnya katarak, infeksi konjungtiva atau infeksi lainnya.
3. Uji nervus III oculomotorius : mengobservasi apakah terdapat edema kelopak mata,
hipermi konjungtiva
4. Uji Nervus IV toklearis : pemeriksaan pupil dengan menggunakan senter kecil
5. Uji nervus V trigeminus : sensasi kulit wajah
6. Uji nervus VI abdusen : menganjurkan klien menggerakkan mata dari dalam keluar
mengobservasi kelopak mata, kesimetrisan gerakan bola mata
7. Uji nervus VII facialis : menganjurkan klien untuk mengerut, mengembangkan
pipi, dan menaikkan dan menurunkan alis mata, melihat adanya kesimetrisan
8. Uji nervus VIII additorious / akustikus : menguji kemampuan klien mendengarkan
kata – kata yang diucapkan dengan mendekatkan arloji ketelinga pasien
9. Uji nervus IX glosoparingeal : dengan menyentuhkan tongs patelke posterior faring
pasien. Jika timbul reflek muntah adalah normal (positif), jika negative bila tidak
ada reflek
10. Uji nervus X vagus : untuk mengetahui gerakan lidah, menelan dan rasa
11. Uji nervus XI aksesorius ; menganjurkan klien untuk menggeleng dan menoleh
kearah kiri – kanan

24
12. Uji nervus hypoglossal : meminta klien menjulurkan lidah kegaris dan
menggerakkannya kesamping kanan dan kesamping kiri
d. Sistem pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : mengidentifikasi nafsu makan, pola makan klien , nyeri telan
Mulut
Inspeksi : sianosis , stomatitis (+/-)
Palpasi : nyeri tekan
Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)
Inspeksi : terdapat luka atau tidak
Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak
Perkusi : suara perut (tympani / hypertimpani)
Kuadran I
Hepar : hepatomegaly, nyeri tekan
Kuadran II
Gaster : distensi abdomen
Kuadran III
Massa (skibola,tumor) : nyeri tekan
Kuadran IV
Nyeri tekan pada titik Mc Burney

e. System muskuluskeletal dan integument


Anamnesa : nyeri, kelemahan ektrimitas
Warna kulit :
Kekuatan otot :

Keterangan:
0: Tidak ada kontraksi
1: Kontaksi (gerakan minimal)
2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi
3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi

25
4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan ringan
5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan tahanan penuh
f. System endokrin dan eksokrin
Anamnesa : mengidentifikasi status nurtisi dan eliminasi klien
Kepala
Inspeksi : bentuk, identifikasi adanya benjolan di sekitar kepala (+/-)
Leher
Inspeksi : bentuk , pembesaran kelenjar tyroid
Palpasi : pembesaran kelenjar tyroid , nyeri tekan
Ekstrimitas bawah : edema

g. System reproduksi
Anamnesa : mengidentifikasi masalah haid

h. Persepsi sensori
Anamnesa : mengidentifikasi pada klien apakah ada nyeri mata, penurunan tajam
penglihatan, mata berkunang kunang, penglihatan ganda( -), mata berair(-), gatal(-),
kering, benda asing dalam mata, penurunan pendengaran, nyeri
Mata
Inspeksi :
Kesimetrisan mata, bentuk mata, lesi Papelbra ( ukuran, bentuk, warna, cairan yang
keluar ), Bulu mata (pnyebaran, posisi masuk : Enteropion, keluar :ksteropion),
produksi air mata.
Kornea : Normal berkilau, transparan
Iris dan pupil : warna iris dan ukuran, uji reflek cahaya pada pupil
Lensa : Normal jernih dan transparan, pada orang tua kadang ada cincin putih seputar
iris (Arkus senilis)
Sclera ; warna ( putih, ikterik)

26
3.4. DIAGNOSA BANDING
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
9. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

3.5 INTERVENSI
Rencana mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, baik mandiri
maupun kolaboratif. Rencana yang dilakukan menyesuaikan pada diagnose kepewaratan.

3.6 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah
direncanakan. Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melakukan tindakan-
tindakan keperawatan yang telah direncanakan dan dilanjutkan dengan
pendokumentasian semua tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-hasilnya.
Beberapa petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b.Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.

27
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada
catatan keperawatan dan proses keperawatan

3.7 EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Tahap evaluasi merupakan indikator keberhasilan dalam penggunaan proses
keperawatan.

Evaluasi terdiri dari dua bagian yaitu :

a. Tinjauan laporan klien harus mencakup riwayat perawatan, kartu catatan, hasil-hasil
tes dan semua laporan observasi.
b. Pengkajian kembali terhadap klien berdasarkan pada tujuan kriteria yang diukur dan
mencakup reaksi klien terhadap lingkungan yang dilakukan. Reaksi klien secara
fisiologis dapat diukur dengan kriteria seperti mengukur tekanan darah, suhu dan lain
– lain.

28

Anda mungkin juga menyukai