Anda di halaman 1dari 3

TUGAS HUKUM ACARA PERADILAN MILITER

OLEH :

NAMA : DEWA SANG MADE WIJAYA

NPM : 1504742010213

KELAS : VD

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

FAKULTAS ILMU HUKUM

2017
Pendapat atau tanggapan saya terhadap rancangan perubahan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah bahwa saya tidak setuju karena dengan adanya rancangan
perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer itu sama saja dengan
melemahkan anggota militer sertas membatasi kewenangan yang dimiliki oleh seorang anggota militer
itu sendiri. Selain itu, ada korelasi positif antara militer yang kuat, utuh dan solid dengan eksistensi
suatu bangsa atau negara. Demikian pula sebaliknya, apabila tentara suatu negara lemah, terpecah-
pecah, maka dapat dipastikan negara tersebut akan mudah hancur. Oleh karena itu saya merasa tidak
setuju apabila dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 tentang Peradilan Militer
demi menjaga semuanya tetap pada sistem yang sudah ada.

Yang perlu kita ketahui adalah antara militer dengan masyarakat sipil mempunyai suatu
perbedaan yang mendasar, yaitu bagaimana dalam militer ditempa dan menjalani kehidupan yang
mempunyai disiplin prajurit tinggi serta kode kehormatan prajurit yang harus dijaga dengan sikap yang
tentunya masyarakat sipil mempunyai cara yang lebih bebas dalam menjalaninya. Serta bagaimana
militer dipersenjatai sehingga mereka memang harus dibedakan dari masyarakat sipil. Dengan adanya
karakteristik yang berbeda itulah maka militer membutuhkan pengaturan yang berbeda. Beberapa
ketentuan yang berbeda dalam hal penyelesaian antara tindak pidana umum dengan tindak pidana
militer. Anggota militer yang melakukan kesalahan bukan berarti mereka kebal hukum, mereka tetap
diadili sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan militer.

Anggota militer sebagai orang yang terdidik, dilatih dan dipersiapkan untuk bertempur, bagi
mereka diadakannya norma-norma yang khusus. Mereka harus tunduk tanpa syarat pada tata kelakuan
yang telah ditentukan dan diawasi dengan ketat. Karena kekhususan dalam mengemban tugas tersebut,
mengakibatkan terjadinya pemisahan peradilan anggota militer dengan masyarakat umum. Penegakan
disiplin yang sangat ketat dan harus dipertanggung jawabkan di lembaga khusus jika melanggar.
Mereka tetap diadili dengan aturan yang khusus berlaku bagi mereka dengan tidak mengesampingkan
kenyataan yang hidup ditengah masyarakat apabila mereka melakukan kesalahan. Mereka bisa
mendapat hukuman lebih berat dibanding jika pelakunya sipil. Pasalnya, selain menggunakan KUHP,
peradilan militer juga memakai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan Undang-
Undang lain yang mengatur tindak pidana.

Sesuai Pasal 9 Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, diakitkan dengan
Pasal 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), maka Peradilan Militer
mengadili tindak pidana didasarkan pada subyeknya, yaitu prajurit militer atau yang dipersamakan.
Dengan kata lain, selama ia militer, dan melakukan tindak pidana apa saja, baik tindak pidana militer
seperti desersi, insubordinasi, dan lain-lain juga tindak pidana umum, seperti pembunuhan, pencurian,
perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, dan lain-lain maupun tindak pidana khusus, yakni seperti
tindak pidana korupsi (tipikor), tindak pidana narkotika, psikotopika, pencucian uang, dan lain-lain
diadili di peradilan militer yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan tugas-tugas atau jabatan
kemiliteran. Untuk penyelesaian tindak pidana dalam lingkungan militer diperlukan peraturan guna
mencapai keterpaduan cara bertindak antar pejabat yang diberi kewenangan dalam penyelesaian
perkara pidana dilingkungan militer. Oleh karena itu dikeluarkan surat keputusan Panglima ABRI
Nomor SKEP/711/X/1989 mengenai Petunjuk Penyelesaian Perkara Pidana di lingkungan ABRI
sebagai pelaksanaan UU Nomor 1/Drt/1985 jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1950 yang mengatur
tentang Hukum Acara Pidana pada pengadilan ketentaraan untuk selanjutnya mengenai tata cara
peradilan militer diatur pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 saya rasa untuk saat ini tidak perlu
dilakukan. Selain masih banyak Undang-Undang lain yang perlu direvisi, memang sudah sepantasnya
ada perbedaan antara masyarakat sipil dengan anggota militer. Terlepas dari asas Persamaan Dimata
Hukum (Equality Before The Law), anggota militer merupakan orang yang dididik, dilatih dan
dipersiapkan untuk bertempur. Oleh karena itu bagi setiap anggota militer diadakan aturan atau norma-
norma yang khusus sehingga mereka memiliki hukum mereka sendiri yang tentunya tidak
bertentangan dengan KUHP yang dikenal dengan Pengadilan Militer. Pengadilan Militer sebagai
wujud nyata bagi masyarkat umum adalah lembaga penegakan hukum atau displin bagi para anggota
militer. Orang yang berhak mengadili anggota militer adalah orang yang mengerti betul tendang dunia
militer, siapa lagi kalau bukan anggota militer itu sendiri.

Menurut saya, rancangan perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 dimunculkan


karena banyak masyarakat yang menganggap bahwa pengadilan yang dilakukan oleh anggota militer
itu tidak bersifat transparan dan cenderung tertutup. Perlu kita ketahui, bahwa intern militer bukanlah
konsumsi publik yang semuanya bisa dipublikasikan ke seluruh media. Selain itu anggota militer
merupakan pribadi yang disiplin yang tentunya patuh akan hukum, apabila ada anggota militer yang
melakukan pelanggaran hukum sesungguhnya itu hanyalah segelintir oknum. Tentunya dalam
peradilan militer sudah tau keputusan apa yang terbaik yang diberikan kepada anggotanya yang
melakukan kesalahan tersebut.

Kesimpulan yang saya ambil adalah, rancangan perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1997 Tentang Pengadilan Militer untuk saat ini tidak perlu dilakukan. Mengingan Undang-Undang
tersebut masih layak untuk digunakan. Keinginan masyarakat sipil untuk menyamakan anggota militer
dengan masyarakat sipil bisa saja didasari hanya karena merasa bahwa pengadilan militer seolah-olah
melindungi anggotanya yang melakukan kesalahan. Hal ini tentu tidak benar mengingan Pengadilan
Militer tetap menjunjung asas keadilan dimana tetap memberikan keputusan sesuai dengan
perbuatannya tidak peduli dengan pangkat atau jabatan anggota militer yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai