Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
melanogaster jantan akan berada dekat pada betina kemudian dilanjutkan
dengan penepukan tubuh betina oleh kaki depan jantan (tapping).
Telah banyak peneliti genetika berfokus pada penelitian mengenai
perilaku. Penelitian ini banyak diujikan pada D. melanogaster memiliki
rentangan waktu kopulasi mulai dari 10 detik sampai 24 menit. Perbedaan ini
mungkin ditentukan oleh jumlah sperma yang ditransfer (Hartanti, 1998).
Daya reseptivitas seksual pada betina menawarkan model yang sangat baik
untuk keputusan perilaku yang kompleks. Betina dapat memutuskan apakah
akan berkopulasi atau tidak dengan cara menangkap sinyal dari jantan maupun
dari lingkungan. Dalam lalat Drosophila melanogaster, reseptivitas betina
telah menerima perhatian yang relatif sedikit, dan komponen rangkaian saraf
dan tingkah laku individu tetap belum dipetakan (Bussel, dkk, 2014).
Berdasarkan hal tersebut, proyek yang berjudul “Pengaruh Macam
Persilangan Homogami dan Heterogami terhadap Lama Pacaran Drosophila
melanogaster) Strain Normal (N) dan White (W) pada Setiap Tahapnya”
dilakukan guna mengetahui apakah macam strain pada Drosophila
melanogaster berpengaruh terhadap lamanya tahapan perkawinan dari spesies
ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Apakah ada pengaruh macam persilangan homogami dan heterogami
terhadap lama waktu pacaran pada persilangan Drosophila
melanogaster strain normal (N) dan strain white (W)?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh macam persilangan homogami dan
heterogami terhadap lama waktu pacaran pada persilangan Drosophila
melanogaster strain normal (N) dan strain white (W).
2
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Mahasiswa Biologi
1.4.1.1 Memperluas wawasan mengenai pengaruh macam persilangan
homogami dan heterogami terhadap lama waktu pacaran
Drosophila melanogaster.
1.4.2 Bagi Peneliti
1.4.2.1 Memberikan informasi mengenai tahapan pacaran Drosophila
melanogaster.
1.4.2.2 Memberikan wawasan baru mengenai aplikasi ilmu genetika pada
Drosophila melanogaster.
1.4.2.3 Menambah pengetahuan tentang kopulasi Drosophila melanogaster
pada strain yang berbeda.
1.4.2.4 Menambah wawasan mengenai pengaruh perbedaan strain
Drosophila melanogaster terhadap lama tahapan kopulasi.
1.4.2.5 Menambah rasa tekun, kerja keras, tidak mudah putus asa, sabar,
telaten, dan jujur, serta menghargai dan menjaga ciptaan Tuhan
YME.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah antara lain adalah
sebagai berikut.
1.5.1 Penelitian ini hanya menggunakan 2 strain yaitu strain n, dan strain
w.
1.5.2 Ciri fenotipe yang diamati pada masing-masing mutan terbatas pada
warna mata, warna tubuh, bentuk sayap, dan lama tahap pacaran.
1.5.3 Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui lama tahapan pacaran
pada setiap strain yang berbeda. Pada masing-masing persilangan
dilakukan 4 kali ulangan.
1.5.4 Persilangan yang dilakukan adalah persilangan homogami dan
heterogami, dimana persilangan yang dilakukan diantaranya n♀ ><
n♂, persilangan n♀ >< w♂, persilangan w♀ >< n♂, persilangan w♀
>< w♂.
3
1.5.5 Pembahasan penelitian difokuskan pada pengaruh perbedaan jenis
strain Drosophila melanogaster terhadap lama tahapan kopulasi.
1.6 Asumsi Penelitian
Beberapa hal dari penelitian ini yang diasumsikan sama yaitu sebagai
berikut.
1.6.1 Medium yang digunakan terbuat dari bahan sama yang ditaruh di
dalam botol.
1.6.2 Usia Drosophila melanogaster yang disilangkan dalam penelitian ini
sama yaitu 3 hari paling lama setelah diampul.
1.6.3 Semua kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, tempat pembiakan,
dan kelembaban sama.
1.7 Definisi Operasional
1.7.1 Kopulasi adalah persatuan seksual antara individu jantan dan betina.
1.7.2 Strain merupakan suatu kelompok intra spesifik yang hanya memiliki
1 atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya secara genetik
dalam keadaan homozigot untuk ciri-ciri tersebut (Indayati, 1999
dalam Muliati, 2000). Strain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah n dan w.
1.7.3 Tahap pacaran merupakan rangkaian dari perkenalan (peminangan)
yang dilakukan oleh individu jantan hingga terjadinya proses
kopulasi.
1.7.4 Lama tahap pacaran merupakan waktu yang diperlukan dalam tiap
tahapan pacaran.
1.7.5 Persilangan resiprok adalah persilangan yang merupakan kebalikan
dari persilangan yang semula dilakukan. Pada penelitian ini
persilangan heterogami yaitu persilangan n♀ >< w♂ dan persilangan
w♀ >< n♂.
1.7.6 Fenotipe adalah karakter yang mampu diamati dari hasil ekspresi
genotip. Fenotip yang diamati pada penelitian ini adalah warna mata,
warna tubuh, bentuk sayap dan lama tahap pacaran.
4
1.7.7 Genotipe adalah komposisi gen dari suatu organisme atau sel untuk
suatu sifat tertentu. Genotip diwariskan melalui reproduksi seksual
dan berbeda dari fenotip.
1.7.8 Persilangan heterogami adalah persilangan di antara dua gamet yang
berbeda, bentuk dan ukuran sel kelamin jantan dan betina berbeda
(Campbell, 2002).
1.7.9 Persilangan homogami adalah perkawinan di antara dua gamet yang
sama.
1.7.10 Mengampul adalah mengambil pupa Drosophila melanogaster yang
berada pada tahap ketiga dan kemudian diletakkan ke dalam selang
dengan bagian tengah selang diberi pisang yang berfungsi sebagai
pembatas juga untuk makanan dari Drosophila melanogaster.
1.7.11 Meremajakan yaitu memindahkan indukan betina dan jantan
Drosophila melanogaster ke dalam medium baru sebanyak 3-5
pasang sehingga indukan akan berkembang biak lagi pada medium
tersebut.
1.7.12 Orientating merupakan tahap kopulasi dimana jantan akan
berorientasi dan mengikuti lalat betina. Tahap ini terjadi pada awal
proses kopulasi.
1.7.13 Tapping merupakan tahap kopulasi dimana lalat jantan menyentuh
bagian abdomen lalat betina dengan kaki depannya.
1.7.14 Singing merupakan tahapan dari kopulasi dimana lalat jantan akan
melakukan perluasan sayap dengan membentuk sudut 90° dan
menggetarkan sayapnya.
1.7.15 Licking merupakan tahap dari kopulasi dimana lalat jantan akan
menjilati bagian genitalia dari lalat betina.
1.7.16 Attemp copulation merupakan usaha individu jantan untuk melakukan
kopulasi dengan individu betina dengan cara menekuk
(mengeritingkan) bagian abdomennya.
1.7.17 Copulation yaitu penggabungan genetalia lalat jantan dan betina
sehingga terjadi penyaluran sperma dari lalat jantan ke genetalia
betina.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
Filum : Arthropoda
Subfilum : Mandibulata
Kelas : Insecta
Subkelas : Pterygota
Ordo : Diptera
Sub ordo : Cyclorrapha
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Sub Genus : Sophophora
Spesies : Drosophila melanogaster (Strickberger, 1985)
7
2.1.3 Sistem reproduksi Drosophila melanogaster
Pada Drosophila melanogaster, bentuk dasar dan fungsi
reproduksi organ-organ ini sangat dilestarikan antara spesies (Davey
1985). Produksi sperma yang sehat bergantung dengan testis yang
dikembangkan. Selama spermatosit, pengembangan sperma
memanjang secara longitudinal sehingga menghasilkan sperma
berdampingan dan dibatasi oleh panjang testis (Lindsley dan Tokuyasu
1980). Oleh karena itu, testis merupakan prasyarat untuk produksi
sperma sepenuhnya (Cooper 1950; Lindsley dan Tokuyasu 1980;
Fuller 1993; de Cuevas dkk. 1997). Kelainan yang terjadi selama
pembentukan testis baik merupakan gangguan genetik atau lingkungan
akan mengarah pada produksi sperma yang tidak berfungsi, abnormal
dalam bentuk dan/atau kondensasi kromatin (Rohmer et al. 2004).
Variasi panjang sperma antar spesies (Figure. 1) menunjukkan
bahwa kekuatan selektif yang berbeda mungkin terlibat, kerumitan
sedemikian rupa sehingga signifikansi fungsional variasi panjang
sperma hanya sebagian dipahami dan masih menimbulkan banyak
pertanyaan (Minder et al. 2005; Scha¨rer dkk. 2008; Baer dkk. 2009).
8
Drosophila melanogaster dewasa menghasilkan sperma lebih
lama dari panjang tubuh seluruh lalat (Bressac et al. 1994; Joly dan
Bressac 1994; Joly dkk. 1995, Pitnick dkk. 1995).
Peristiwa morfologis Drosophila melanogaster betina, paling awal
terdeteksi dalam diferensiasi setiap ovariole adalah pembentukan
selama periode larva terminal filamen. Oogonia tidak berperan dalam
induksi filamen terminal. Transfoprmasi oogonia menjadi cystoblast
bertepatan dengan dan mungkin tergantung pada stimulasi hormonal
yang sama yang menyebabkan metamorfosis. Oosit pertama yang
dilakukan crossing over melakuknnya antara 24 dan 36 jam setelah
pembentukn puparium.
Pada Drosophila melanogaster betina, rahim menyimpan
sperma secara longitudinal sepanjang poros pusat, dan struktur
morfologi ini sangat bervariasi antar spesies (Lefevre dan Jonsson
1962; Tokuyasu et al. 1972). Pada spesies Drosophila melasnogaster
betina, rahim adalah organ penyimpanan utama dan kemungkinan akan
menerima sperma yang dimilikinya pertama kali disimpan di
spermathecae (Fowler et al. 1968; Gilbert 1981). Kematangan seksual
dapat secara dramatis tertunda sebanyak 3 minggu pada spesies
drosophila tertentu (Joly et al. 1995, Pitnick dkk. 1995) dan hasil
reproduksi sangat terbatas (Me'ry dan Joly 2002).
9
Telur berbentuk oval, rata dibagian lateral, ukurannya 0,5 mm
(Ashburner dan Thompson, 1978). Fase telur berlangsung selama satu
hari.
Lalat buah mengalami fase larva yang terbagi menjadi instar I,
instar II, dan instar III. Menurut Ashburner dan Thompson (1978),
larva instar I (1 mm) memiliki 3 segmen thoraks dan delapan segmen
abdomen, berlangsung selama 24 jam, dan dapat berlangsung 15 jam
pada suhu kamar. Larva instar II (2-3 mm) berlangsung selama kurang
lebih 24 jam dan kemudian berubah menjadi larva instar III (3-5 mm)
yang berlangsung 24 jam pula. Tingkat motilitas larva instar naik dari
I, II, dan III.
Setelah berubah menjadi prepupa warna yang semula putih
berubah menjadi coklat muda, bersifat tak motil, dan menyukai tempat
yang kering. Prepupa berubah menjadi pupa yang warnanya lebih
gelap. Tahap tersebut berlangsung berturut-turut 24 jam. Kemudian 2-
3 hari setelahnya pupa menetas menjadi lalat dewasa atau imago yang
motil dan dapat terbang setelah beberapa jam (Ashburner dan
Thompson, 1978).
2.1.5 Tahap Pacaran Drosophila melanogaster
Tahapan pacaran pada Drosophila melanogaster merupakan
rangkaian dari perkenalan (peminangan) yang dilakukan oleh jantan
hingga terjadinya proses kopulasi. Ketika distimulasi oleh calon
pasangan maka jantan akan memperlihatkan suatu urutan perilaku
peminangan (perkenalan) yang kompleks (Belote & Baker, 1987).
Shorrock, 1972 mengatakan bahwa sebelum kopulasi Drosophila sp.
akan melakukan urutan kegiatan yang biasanya disebut pacaran. Tahap
pacaran ini didahului dengan pengenalan dimana jantan berada dekat
dengan betina (orientating). Tahapan kopulasi pada Drosophila
melanogaster dapat dilihat pada gambar 2.1. Tahap-tahap kopulasi
berbeda-beda menurut beberapa ahli. Menurut Yamamoto dan
Koganezawa (2013), yang menjelaskan tahapan kopulasi pada
Drosophila melanogaster meliputi beberapa tahapan, yaitu orientation,
10
tapping, singing, licking, attemped copulation, dan Copulation.
Menurut Hall (1991), tahap-tahap kopulasi ada 5 yaitu orientation,
vibration, licking, attempting copulation, dan copulation. Tahap-
tahapannya selalu berurutan, tidak pernah terlewati. Terkadang jantan
dan betina berhenti sejenak saat melakukan proses pacaran kemudian
melanjutkan kembali setelahnya. Sedangkan menurut Bastock dan
Manning (1955) orientation, vibration and licking adalah bagian
terpenting dari suksesnya pacaran. Menurut Krstic, dkk (2013) yaitu
wing vibration, tapping, licking, bending the abdomen, orienting,
following with extended wings, dan scanning. Jika gejala diatas tidak
muncul dapat diartikan bahwa individu jantan dan betina merupakan
spesies yang berbeda sehingga tidak akan terjadi perkawinan.
Corebima (1993) mengemukakan pula bahwa individu jantan
Drosophila melanogaster dapat juga melakukan kesalahan prosedur
tepukan. Demikian pula jika urut-urutan kegiatan “pacaran” terputus
karena sesuatu sebab, maka individu jantan dapat kehilangan jejak dan
mengalihkan perhatiannya kepada individu betina yang lain. Pada
keadaan di mana terdapat campuran populasi, kadang-kadang individu
betina yang lain itu ternyata tidak tergolong sesama jenis. Walaupun
demikian, individu jantan tetap “mencarinya”, sekalipun betina itu tidak
harus mengizinkan melakukan kopulasi. Dikatakan bahwa tampaknya
individu betina tersebut tidak puas terhadap individu jantan, dan
menyadari bahwa yang bersangkutan tidak tergolong sesama jenis.
11
Gambar 2.1 Tahapan Kopulasi pada D. melanogaster
(Sumber :Yamamoto dan Koganezawa, 2013)
2.1.5 Lama Pacaran
Lama pacaran Drosophila melanogaster dapat diindikasikan dari
jumlah sperma yang ditransfer. Dengan asumsi, untuk kopulasi yang
pendek terjadi penyusutan waktu untuk transfer sperma, sehingga
sperma yang ditransfer juga sedikit (Macbian dan Person (1967) dalam
Spiess (1968). Menurut Saleem, et al (2014), Drosophila melanogaster
jantan yang dibesarkan dalam lingkungan yang sebagian besar terdiri
atas lalat jantan akan melakukan kopulasi lebih lama dengan
Drosophila melanogaster betina dan telah meningkatkan keproduktivan
serta kesuburannya. Secara seksual, lalat jantan yang belum dewasa dan
dikelilingi oleh lalat jantan yang telah dewasa akan lebih agresif secara
seksual selama masa pacaran pada Drosophila melanogaster.
12
sesksual pada individu jantan dan betina. Tingkah laku pacaran pada
individu jantan ditujukan untuk meyakinkan individu betina yang akan
dikawini. Tingkah laku pacaran terjadi terus menerus dan terjadi
interaksi dinamik diantara individu jantan dan individu betina yang juga
melibatkan serangkaian kompleks aktivitas yang berdiri sendiri namun
tetap memiliki hubungan dengan elemen tingkah laku dari Drosophila
melanogaster.
13
Cabb, 1985). Bentuk sayap lebih mempengaruhi kesuksesan kopulasi
jantan dibandingkan ukuran tubuh Drosophila. Semakin panjang
helaian sayap, memberikan keuntungan dalam kompetisi kopulasi.
Bentuk sayap mempengaruhi nyanyian pacaran (Menezesa, dkk, 2013).
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Tahap Pacaran
2.1.6.1 Gen
14
2.1.6.2 Feromon
15
jenis strain (n dan w) dengan tahapan persilangan terhadap lama kopulasi
pada persilangan Drosophila melanogaster.
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dipaparkan akan ditunjukkan
model teoritis kerangka konseptual sebagai berikut :
Pengaruh
Kesimpulan
16
BAB III
METODE PENELITIAN
17
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah Drosophila melanogaster dengan
jenis strain n dan w yang diperoleh dari stok Laboratorium Genetika
Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.
18
13. Panci
14. Pengaduk
Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain:
19
3.6.2 Prosedur meremajakan lalat strain n dan w
1) Disiapkan botol stok yang berisi lalat strain n.
2) Disiapkan botol selai dengan jumlah tertentu dan diisi dengan
medium yang telah dingin.
3) Setelah botol diisi dengan medium, botol diberi fermipan sebanyak 3-
5 butir dan juga diberi kertas pupasi kemudian ditutup dengan spons.
4) Diambil lalat strain n dari botol stok dan dipindah ke botol
peremajaan. Dalam 1 botol peremajaan minimal ada 3 pasang lalat.
5) Lalat strain n dibiarkan berkembang biak di botol peremajaan yang
baru.
6) Disiapkan botol stock yang berisi lalat strain w.
7) Disiapkan botol selai dengan jumlah tertentu dan diisi dengan
medium yang telah dingin.
8) Setelah botol diisi dengan medium, botol diberi fermipan sebanyak 3-
5 butir dan juga diberi kertas pupasi kemudian ditutup dengan spons.
9) Diambil lalat strain w dari botol stok dan dipindah ke botol
peremajaan. Dalam 1 botol peremajaan minimal ada 3 pasang lalat.
10) Lalat strain w dibiarkan berkembang biak di botol peremajaan yang
baru.
3.6.3 Prosedur mengampul pupa
1) Digunting pipa selang sepanjang ± 7 cm, kemudian dibersihkan.
2) Diiris buah pisang secara melintang.
3) Dicetak pisang yang telah diiris menggunakan pipa selang yang telah
dipotong.
4) Didorong cetakan pisang hingga pisang masuk ke tengah pipa selang
dengan menggunakan connton bud.
5) Dibasahi ujung kuas menggunakan air bersih.
6) Diambil pupa yang telah menghitam pada dinding botol
menggunakan kuas.
7) Dimasukkan pupa yang telah diambil ke dalam salah satu lubang
selang.
20
8) Ditutup ujung selang yang telah berisi pupa yang sudah hitam
menggunakan spons.
9) Diambil lagi satu pupa yang sudah menghitam pada dinding botol
dengan strain yang sama untuk dimasukkan ke dalam salah satu
lubang selang yang belum terisi dengan menggunakan kuas.
10) Dimasukkan ke dalam ujung pipa selang yang belum terisi.
11) Ditutup ujung selang dengan menggunakan spons.
3.6.4 Prosedur memvideo kopulasi lalat
1) Disiapkan selang kopulasi.
2) Diisikan lalat jantan dan betina dari hasil pengampulan pada selang
kopulasi
3) Apabila menunjukkan tanda-tanda orientasi, maka mulai memvideo
tahap-tahap kopulasi hingga selesai.
4) Mencatat lama waktu tiap tahapnya.
1. Normal (N)
2. White (W)
21
Tabel 3.2 Data Hasil Pengamatan Lama Tahap Pacaran Drosophila
melanogaster
1. n♀ >< n♂ Orrientating
Tapping
Singing
Licking
Copulation
2. n♀ >< w♂ Orrientating
Tapping
Singing
Licking
Copulation
3. w♀ >< n♂ Orrientating
Tapping
Singing
Licking
Copulation
4. w♀ >< w♂ Orrientating
Tapping
Singing
Licking
Copulation
22
BAB IV
4.1 Data
23
Tabel 4.2 Data Hasil Pengamatan Lama Tahap Pacaran Drosophila
melanogaster
24
Copulation
Copulation
25
BAB V
PEMBAHASAN
26
(sebagian kecil) pada waktu berumur 24 jam dan sebagian besar akan matang
pada umur 48 jam setelah menetas atau 2 hari setelah menetas. Burnet & Connoly
(1974) dalam Hartanti (1998) mengatakan bahwa perbedaan lama kopulasi
dipengaruhi oleh genotip jantan yang berbeda dan keadaan betina yang berbeda.
Genotip jantan yang berbeda ternyata menunjukkan proporsi penggunaan waktu
kawin yang berbeda. Seperti hasil pengamatan yang telah dilakukan,
menunjukkan perbedaan waktu dari setiap persilangan strain. Terlihat strain n♀
>< n♂ pada data di atas, menunjukkan tahap pacaran hingga melakukan kopulasi.
Respon penolakan dan penerimaan usaha kawin individu jantan juga
dipengaruhi keadaan betina. Ketika individu betina virgin akan dikawini, ia akan
melakukan penolakan untuk mencegah kopulasi. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan antara lain tendangan dengan kaki belakangnya, mengibaskan individu
jantan dengan sayapnya, menjaga alat genitalnya agar tidak mudah dicapai oleh
individu jantan, ekstruksi dengan membalikkan ovipositornya atau kombinasi di
antara cara penolakan ini (Connolly& Cook, 1973, dalam Cabb, 1985, dalam
Hartanti 1998). Individu betina yang sudah dikawinin memiliki batas ambang
reseptivitas yang tinggi, memerlukan input rangsangan untuk kawin yang lebih
besar (Hartanti, 1998).
Dalam pengamatan ditemukan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
terjadinya tahapan kopulasi yang melibatkan strain Normal (N) lebih cepat
daripada lama tahapan kopulasi pada persilangan yang melibatkan strain mutan.
Menurut Menezesa,dkk (2013), perubahan fenotip strain mutan sangat
berpengaruh terhadap proses kopulasi. Organ-organ yang berperan dalam kopulasi
secara langsung misalnya sayap, sangat penting sewaktu singing, dimana semakin
panjang helaian sayap, semakin merdu nyanyiannya. Bennet-Clark dan Ewing
(1968) menemukan bahwa selama kopulasi individu jantan Drosophila
melanogaster mengeluarkan bunyi sedemikian sehingga dikenali oleh individu
betina. Tampaknya bunyi itu dihasilkan oleh getaran sayap selam periode
kopulasi. Bunyi itu berupa suatu rangkaian bunyi, dimana tiap bunyi diikuti oleh
suatu periode diam. Pada tiap bunyi berlangsung selama 0,003 dt dan terulang 30
kali perdetik. Bunyi tersebut berasal dari arista pada antena kedua. Dalam
pengamatan, diketahui bahwa persilangan yang melibatkan strain w
27
mempengaruhi lama tahapan kopulasi pada tahapan singing. Akibat matanya yang
tereduksi maka menghasilkan suara yang berfrekuensi kecil. Selain itu, perubahan
lain pada organ tidak berlaku secara langsung, seperti warna tubuh dan warna
mata yang juga berpengaruh dalam reseptabilitas baik jantan maupun betina.
Inilah yang disebut pleiotropic (Takahashi, dkk, 2007).
Menurut (Corebima, 1997) menyatakan bahwa sudah dapat dipastikan ada
feromon yang mempunyai peranan penting pada periode pacaran Drosophila.
Ditambahkan lagi, Feromon-feromon pada Drosophila melanogaster merupakan
senyawa-senyawa hasil metabolisme yang berfungsi sebagai suatu karangan
bunga bagi individu jantan. Dikatakan pula bahwa feromon-feromon itu adalah
semacam hormon yang menyebar melalui udara yang berfungsi untuk
mempengarui tingkah laku individu yang masih tergolong sesama jenis. Faktor
lain yang mempengaruhi ketidakberhasilan suatu kopulasi dari Drosophila
melanogaster adalah ukuran badan betina. Menurut (Long dkk, 2010), betina yang
berukuran kecil lebih memungkinkan untuk dikawini jantan daripada yang
berukuran besar. Hal ini sesuai dengan saluran penyimpan cairan seminalnya. Jika
mengawini betina yang lebih besar, jantan harus berfikir lagi. Jantan harus
mengeluarkan banyak cairan seminal saat mengawini betina dengan tubuh yang
besar. Namun disini, peneliti menganggap ukuran tubuh strain yang digunakan
sama besarnya.
28
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan pengamatan belum bias diketahui pengaruh macam
persilangan homogami dan heterogami terhadap lama waktu pacaran pada
persilangan Drosophila melanogaster strain normal (N) dan strain white
karena data yang didapatkan oleh peneliti belum lengkap.
6.2 Saran
6.2.3 Diharapkan pula kepada peneliti untuk selalu mengampul pada setiap
harinya, karena proyek ini memerlukan ketelatenan dan ketekunan dalam
mendapatkan data tahapan pacaran yang benar dan valid.
29
DAFTAR RUJUKAN
Baer, dkk. 2009 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and Female
Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018 .
Bressac, et al. 1994 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and
Female Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Belote, John and Baker, Bruce S. 1987. Sexual Behavior: Its genetic control
during development and adulthood in Drosophia melanogaster. Proc. Natl.
Acad. Sci. USA Genetics, (Online), (http://www.pnas.org/content/
23/3/8980.full.pdf).diaksees tanggal 23 Maret 2018
Bussel, J.J et.al. 2014. Abdominal-B Neurons Control Drosophila Virgin Female
Receptivity. (Online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24998527),
diakses 14 Maret 2018.
30
Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2002). Biologi. Jilid 1. Edisi
Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Cooper. 1950 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and Female
Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Corebima, A. D. 1993. Perkawinan Pada D. melanogaster. Majalah Eksatra.
Edisi bulan April 1993 no. 73-XXII-1993. Malang: FMIPA Malang.
Corebima, A. D. 2013. Genetika Mendel. Surabaya : Airlangga University Press.
Davey. 1985 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and Female
Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
De Cuevas, dkk. 1997 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and
Female Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Fowler, et al. 1968 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and
Female Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Fuller. 1993 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and Female
Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Gilbert. 1981 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and Female
Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Gompel, Nicholas. 2013. Atlas of Drosophila Morphology, Wild-type and
Classical Mutants. China : Elsevier Inc.
31
Hall, Jeffery C. 1991. Sex Behaviour Mutant in Drosophila. BioScience, Vol. 31,
No. 2 (Feb., 1981), pp. 125-130. (Online) dalam
(http://www.jstor.org/action/doBasicSearch?Query=Chapter+3+Neurogen
etics+of+Courtship+and+Mating+in+Drosophila&acc=off&wc=
on&fc=off&saveCitation=true&confirm=add), diakses pada 24 Maret
2018
Hartanti, Sih. 1998. Studi Kecepatan Kawin, Lama Kopulasi dan Jumlah turunan
D. melanogaster Strain Black dan Shepia pada Umur 2 dan 3 Hari.
Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri
Malang.
Herkowitz, I. J. 1965. Principle of Genetics. Edisi 2. New York : MacMillan
Publishing. Co. Inc.
Indayati, Nur 1999. Pengaruh Umur Betina dan Macam Strain jantan Terhadap
Keberhasilan Kawin Kembali Individu Betina Drosophila melanogaster.
Skripsi tidak diterbitkan: IKIP Malang.
Jean-Christophe, Billeter.Atallah,Jade. Krupp,Joshua J. Millar, Jocelyn G. Levine,
Joel D. 2009. Specialized cells tag sexual and species identity in D.
melanogaster.Nature 461, 987-991 doi:10.1038/nature08495. (Online)
dalam Nature
(http://www.nature.com/nature/journal/v461/n7266/index.html#lt), diakses
pada 24 Maret 2018.
Joly, dkk. 1995. dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and Female
Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Krstic, Dimitrije. Boll, Werner. Noll, Markus. 2013. Influence of the White Locus
on the Courtship Behavior of Drosophila Males. Published: October 30,
32
2013DOI: 10.1371/journal.pone.0077904 (Online) dalam
(http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone
.0077904#s5), diakses pada 20 Maret 2018.
Lefevre & Jonsson. 1962 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and
Female Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Me’ry & Joly. 2002 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and
Female Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Minder, et al. 2005 dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and
Female Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Muliati, Luluk. 2000. Pengaruh Strain dan Umur Jantan terhadap Jumlah
Turunan Jantan dan BetinaD. melanogaster.Skripsi (tidak diterbitkan).
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang.
33
Pitnick, S. 1996. Investment in testes and the cost of making long sperm in
Drosophila. American Naturalist. 148: 57–80. doi:10.1086/285911.
Rohmer, et al. 2004. dalam Dominique Joly. 2014. Coevolution of Male and
Female Reproductive Structure in Drosophila. Online dalam
(https://.researchgate.net/publication/26719747) Diakses pada 8 April
2018.
Saleem, S., Ruggles, P.H., Abbott, K.W., and Carney. 2014. Sexual Experience
Enhances Drosophila melanogaster Male Mating Behaviour and Success.
PLoS One (9): 5.(Online) dalam (http://www.pnas.org/content/
74/3/3390.full.pdf), diakses pada 25 Maret 2018.
Shorrocks, B. 1972. Drosophila. London: Ginn & Company Limited.
Strickberger, M. W. 1985. Genetics Third Edition. New York : Macmillan
Pubishing Company.
Yamamoto, Daisuke. Koganezawa, Masayuki. 2013. Genes and circuits of
courtship behaviour in Drosophila males. Nature Reviews Neuroscience
14, 681–692. (Online) dalam (http://www.nature.com/nrn/
journal/v14/n10/abs/nrn3567.html), diakses pada 24 Maret 2018.
34