Anda di halaman 1dari 87

ADMINISTRASI MANAJEMEN

DALAM
PENGELOLAAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu


dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas usaha untuk
memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan untuk melakukan
pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan tugas dan tanggung jawab
dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka
terbentuklah kerjasama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi.

Pada dasarnya manajemen itu penting sebab pekerjaan itu berat dan sulit
untuk dikerjakan sendiri sehingga itu perlu pembagian kerja, tugas dan
tanggung jawab dalam penyelesaiannya. Manajemen yang baik akan
meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki.
Manajemen selalu dibutuhkan dalam setiap kerjasama dalam sekelompok
orang.

Setiap manejer dalam pelaksanaan tugasnya, aktivitasnya, dan


keterampilannya untuk mencapai tujuan harus melaksanakan perencanaan
pengorganisasian, penngarahan, dan pengendalian dengan baik.

Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital sebagai pendorong


individu dan warga masyarakat untuk meraih progresivitas pada semua lini
kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat menjadi determinan penting
bagi proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah
idealisme pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.

Namun dalam tataran ideal, pergeseran paradigma yang awalnya memandang


lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial, kini dipandang sebagai suatu
lahan bisnis basah yang mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan.
Perubahan pengelolaan tersebut harus seirama dengan tuntutan zaman.
BAB II
PEMBAHASAN

1. A. Administrasi Pendidikan
Kata administrasi berasal dari bahasa Latin yang terdiri atas
kata ad dan ministare.Kata ad mempunyai arti yang sama dengan
kata to dalam bahasa inggris, yang berarti “ke” atau “kepada”.
Dan ministare sama artinya dengan kata to surve atau toconductyang berarti
“melayani”, “membantu”, atau “mengarahkan”. Dalam bahasa inggris to
administer berarti pula “mengatur”, “memelihara” (to look after), dan
mengarahkan.[1]
Jadi, kata “administrasi” dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha
untuk membantu, melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan
didalam mencapai suatu tujuan. Meskipun peraktek administrasi sejak dahulu
kala telah dilaksanakan orang, bahkan sejak manusia bermasyarakat dan
bernegara, administrasi sebagai ilmu baru muncul pada permulaan
pertengahan kedua abad ke-19.

Frederick Taylor (1856) sering disebut sebagai bapak dari gerakan


manajemen berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia dapat pula
dikatakan sebagai pelopor dari timbulnya ilmu administrasi. Ia pernah
bekerja sebagai buruh rendahan sampai tingkat yang paling tinggi di dalam
perusahaan.[2]
Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material yang
bersangkut paut dengan pendidikan, jadi dalam proses administrasi
pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan itu di integrasikan, diorganisasi dan
dikioordinasi secara efektif, dan semateri yang diperlukan dan yang telah ada
dimanfaatkan secara efesien.

Sedangkan pendidikan, baik diartikan sebagai prioses produk, adalah masalah


perseorangan. Anak didik sendirilah yang harus membuat perubahan di
dalam dirinya sesuai dengan yang di kehendakinya. Proses pendidikan terjadi
dalam diri individu, dan dari produk pendidikan menyatakan diri di dalam
tingkah lakunya. Demikianlah pendidikan tidak sama dengan pendidikan.
Engkoswara (1987:1) mengemukakan bahwa “ administrasi pendidikan
dalam arti seluas-luasanya adalah suatu ilmu yang mempelajari penataan
sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif”.
Selanjutnya mengatakan penataan mengandung makna, “mengatur,
manajemen, memimpin, mengelola atau mengadministrasikan sumber daya
yang meliputi merencanakan, melaksanakan dan mengawasi, atau membina”.
Sumber dayanya terdiri dari; (1) sumber daya manusia (peserta didik,
pendidik, dan pemakai jasa pendidikan), (2) sumber belajar atau kurikulum
(segala sesuatu yang disediakan lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan),
dan (3) fasilitas (peralatan, barang, dan keuangan yang menunjang
kemungkinan terjadinya pendidikan). Tujuan pendidikan yang produktif
berupa prestasi yang efektif, dan suasana atau proses yang efisien.
Selanjutnya keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan yang produktif dapat
dilihat dari sudut administratif, psikologis, dan ekonomis.[3]
Secara dingkatnya administrasi pendidikan ialah pembinaan, pengawasan dan
pelaksanaan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan-urusan
sekolah.

Beberapa unsur pokok didalam administrasi yang dimaksudkan. Ialah:[4]


1. Adanya sekelompok manusia (sedikitnya dua orang)
2. Adanya tujuan yang hendak dicapai bersama.
3. Adanya tugas/fungsi yang harus dilaksanakan (kegiatan kerja sama)
4. Adanya peralatan dan perlengkapan yang diperlukan.
Semua unsur tersebut harus diatur dan dikelola sedemikian rupa sehingga
mengarah kepada tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Proses administrasi pendidikan diperlukan berbagai pendekatan untuk


mencapai tujuan, salah satu pendekatan yaitu pendekatan terpadu. Konsep
pendekatan administrasi terpadu ialah suatu pendekatan yang dilandasi oleh
norma dan keadaan yang berlaku, menelaah ke masa silam dan berorientasi
ke masa depan secara cermat dan terpadu dalam berbagai dimensi.
Pendekatan terpadu melibatkan dimensi serta optimalisasi fungsi
koordinasi,dan pelaksanaannya ditunjang dengan konsep manajemen
partisipatif. Konsep manajemen partispasif, mempunyai dimensi konteks,
tujuan dan lingkungan. Hal itu dikembangkan menjadi suatu proses dalam
administrasi pendidikan terpadu yang intinya ada keterlibatan semua pihak
yang terkait dalam organisasi pendidikan.

John M.Cohen dan Norman T.Uphoff (1977:6-8) mengungkapkan bahwa


kerangka kerja secara koordinasi dalam suasana partisifasif mempunyai tiga
dimensi yakni; Kerangka kerja tersebut, menunjukkan bagaimana suatu
pengembangan program dilakukan, melalui pendekatan partisipasi.
Partisipasi dari instrumental yang ada seperti konstitusi, keterlibatan
masyarakat, kelompok atau personal. Kondisi ini,tergantung pada
keterlibatan dalam ; (a) pengambilan keputusan; (b) pelaksanaan keputusan;
(c) manfaat adanya partisipasi; dan (d) keterlibatan dalam evaluasi.
Berrdasarkan dari uraian tersebut, tampak bahwa proses administrasi merujuk
pada aktivitas pencapaian tujuan. Proses tersebut, diperlukan berbagai
pendekatan yang selaras dengan karakteristik suatu organisasi, yang
mempunyai visi, misi, fungsi dan tujuan serta strategi pencapaiannya.[5]

1. B. Manajemen Pendidikan
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi
manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan.
G.R. Terry berpendapat bahwa manajement is a distinck process of planning,
organizing, actuating, and controling performed to determine and
accomplish stated objectivies by the use of human being other
recourses. Artinya manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri
dari tindakan-tindakan perencanaan pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-
sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya.
Sedangkan menurut Haroid dan cyrilo Donnel mengemukakan managament
is getting things done throug people in bringing about tjis coordinating of
group activity themanager, as a manager plans, organizes, staffs, direct, and
control the acktivities other people. Artinya manajemen adalah usaha
mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian
manajemen mengadakan kordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan
pengendalian.[6]
Jika kita simak defenisi-defenisi diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa

1. Manajemen mempunyai tujuan yang ingin dicapai.


2. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dengan seni.
A. Manajemen merupakan proses yang sistematik, terkordinasi,
koferatif, dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya.
B. Manajemen baru dapat diterapakan jika ada dua orang atau lebih
melakukan kerja sama dalam suatu organisasi.
C. Manajemen harus didasarkan dengan pembagian kerja, tugas,
dan tanggung jawab.
D. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi.
E. Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Reiguluth dan Garfinkel (1993) menjelaskan guru adalah sebagai fasilitator
dan manajemen pendidikan. Peran ini mensyaratkan sistem yang berbasis
sumber data dan penggunaan kekuatan alat-alat dengan kemajuan tekhnologi
dari pada berbasis kepada guru.

Tugas propesional guru adalah melakukan kegiatan mengajar, dan


selanjutnya murid melakukan respon-respon yang disebut belajar. Menurut
Dauis (1991:35) peran guru sebagai menejer dalam proses pengajaran:

1. Merencanakan, yaitu menyusun tujuan belajar mengajar (pengajaran).


2. Mengorganisasikan, yaitu menghubungnkan atau menggabungkan
seluruh sumber daya belajar mengajar dalam mencapai tujuan secara
efektif dan efesien.
3. Memimpin, yaitu apakah pekerjaan atau kegiatan belajar mengajar
mencapai tujuan pengajaran, sehingga diketahui hasil yang dicapai.
Fungsi manajemen pembelajaran yaitu: perencanaan pengajaran,
pengorganisasian pengajaran, dann evaluasi pengajaran. Dalam menjalankan
fungsi manajemen dimaksud, seorang guru harus memanfaatkan sumber daya
pengajaran (learning resouces) yang ada didalam kelas maupun diluar
kelas.[7]
Manajemen oleh para penulis dibagi atas beberapa fungsi, pembagian fungsi-
fungsi manajemen ini adalah:

1. Supaya sistematika urutan pembahasannya lebih teratur.


2. Agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam.
3. Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses manajemen bagi
manejer.[8]
Fungsi-fungsi manajemen antara lain:

1. Planning
Planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelopok
untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan
pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan-pemilihan alternatif-
alternatif keputusan.

2. Organizing
Organizing ialah mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan
penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan.

1. Actuating
Actuating atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang
dilakukan seseorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan
yang ditetapkan untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan
oleh unsur perencana dan pengorganisasian agar tujuan-tujaun tersebut dapat
dipahami.

1. Motovating
Motivating merupakan sebuah kata yang lebih disukai oleh beberapa pihak
dari pada kata actuating. Beberapa pihak yang lain menganggap arti dari
kedua kata tersebut adalah sama.

1. Staffing
Mencakup mendapatkan, menempatkan, dan mempertahankan anggota pada
posisi yang dibutuhkan oleh pekerjaan organisasi yang bersangkutan.

1. Directing
Merupakan pengarahan yang diberikan kepada bawahan sehingga mereka
menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja aktif menuju sasaran
yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

1. Controling
Mencakup kelanjuatan tugas untuk melihat apakah kegiatan dilaksanakan
sesuai rencana. Pelaksanaan kegiatan dievaluasi dan penyimpangan yang
tidak di inginkan diperbaiki supaya tujuan dapat tercapai dengan baik

1. Inovating
Mencakup pengembangan gagasan baru, mengkombinasikan pemikiran baru
dengan yang lama, mencari gagasan dari kegitan lain dan melaksanakannya
atau dapat juga dilakukan dengan cara memberi stimulai kepada rekan
sekerja untuk mengembangkan gagasan baru dalam pekerjaan mereka.

1. Representing
Mencakup pelaksanaan tugas pegawai sebagai anggota resmi dari sebuah
perusahaannya dalam urusannya dengan pihak pemerintahan, kalangan
swasta bank, penjual, langganan, dan kalangan luar lainnya.

1. Coordinating
Merupakan sunkronisasi yang teratur dalam usaha individu yang
berhubungan dengan jumlah waktu dan tujuan mereka, sehingga diambil
tindakan yang serempak menuju sasaran yang telah ditetapkan.[9]

1. C. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan


Dalam ranah aktivitas, implementasi manajemen terhadap pengelolaan
pendidikan haruslah berorientasi pada efektivitas terhadap segala aspek
pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan
(dalam perspektif syariah). Berikut ini merupakan urgensi manajemen
terhadap bidang manajemen pendidikan:[10]
1. Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan

2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi

3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan

4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan

1. Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar pada staff development (teacher development),
meliputi:
1) Training

2) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

3) Inservice Education (Pendidikan Lanjutan)

1. Manajemen Siswa
1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)

2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan


Program, Ekskul)

3) Pemberdayaan OSIS

1. Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan
pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .

1. Manajemen Lingkungan
Urgensi manajemen terhadap lingkungan pendidikan bertujuan dalam
merangkul seluruh pihak terkait yang akan berpengaruh dalam segala
kebijakan dan keberlangsungan pendidikan. Manajemen ini berupaya
mewujudkan cooperation with Society dan stake holder identification.
BAB III
KESIMPULAN

Kata administrasi berasal dari bahasa Latin yang terdiri atas


kata ad dan ministare.Kata ad mempunyai arti yang sama dengan
kata to dalam bahasa inggris, yang berarti “ke” atau “kepada”.
Dan ministare sama artinya dengan kata to surve atau toconductyang berarti
“melayani”, “membantu”, atau “mengarahkan”. Dalam bahasa inggris to
administer berarti pula “mengatur”, “memelihara” (to look after), dan
mengarahkan
Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personel, spritual maupun material yang
bersangkut paut dengan pendidikan, jadi dalam proses administrasi
pendidikan segenap usaha orang-orang yang terlibat di dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan itu di integrasikan, diorganisasi dan
dikioordinasi secara efektif, dan semateri yang diperlukan dan yang telah ada
dimanfaatkan secara efesien.

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, pengaturan


dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi
manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan
Fungsi-fungsi manajemen antara lain

v Planning

v Organizing

v Actuating

v Motovating

v Staffing
v Directing

v Controling

v Inovating

v Representing

v Coordinating

[1] Ngalim Purwanto, Administarasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung:


PT. Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 1.
[2] Ibid., hlm. 2
[3] R. Fred David, Konsep Manajemen Strategis, (Jakarta: PT Indeks, 2004),
hlm. 54.
[4] Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 5
[5] S.P. Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT
Toko Gunung Agung, 1995), hlm. 13.

[6] Malayu, Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 1-3.

[7] Syafaruddin, Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta:


Quantum Teaching,2005), hlm. 71.
[8] Malayu, Op.Cit., hlm. 37.
[9] George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, (Jakarta: Bumu Aksara
1990), hlm. 17.
[10] Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan. (Bandung: Angkasa,
1985), hlm. 20.
Share this:

http://irpan1990.wordpress.com/administrasi-manajemen-dalam-pengelolaan-
pendidikan/

Program Administrasi
Tujuan Pendidikan Nasional berdasarkan kepada Pancasila, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Salah satu tujuan
Pendidikan Nasional di atas, diimplimentasikan dalam berbagai kegiatan
yang telah dilakukan diantaranya dalam pengelolaan administrasi sekolah
yang mencakup diantaranya dalam peningkatan jenis mutu pelayanan kepada
masyarakat. Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan Pendidikan
Nasional dimaksud, maka kegiatan-kegiatan tersebut di atas harus ditunjang
oleh pelayanan administrasi sekolah yang teratur, terarah, dan terencana.
Pelayanan administrasi sekolah yang baik akan menunjang penyelenggaran
proses belajar dan mengajar yang baik pula sesuai Permendiknas Nomor 24
Tahun 2008.

Penyelenggaraan proses belajar yang baik akan dapat meningkatkan hasil


belajar siswa seperti yang diharapkan oleh tujuan Pendidikan Nasional.
Pelayanan administrasi sekolah yang baik harus mengikuti ketentuan dan
peraturan yang telah dikeluarkan oleh instansi atau unit yang relevan di
lingkungan Departemen/ Dinas Pendidikan Nasional. Agar semua sekolah
dapat menyelenggarakan pendidikan di sekolah, sesuai dengan ketentuan dan
peraturan administrasi sekolah yang berlaku.

Dalam pelaksanaan kegiatan sekolah khususnya bidang administrasi selalu


mengacu kepada peraturan dan prundang-undangan yang berlaku, adapun
sumber tersebut adalah : (1) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional; (2) Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang
Standar Sarana Prasarana Sekolah SD-MI, SMP-MTS, SMA-MA.
(3) Peraturan Daerah Kota Bandung nomor 20 tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Bandung. (4) Permendiknas nomor 24
tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah; (5)
Kepres nomor 80 tahun 2003 tentang Pengelolaan Pengadaan Barang/ Jasa
(6) Keputusan Kepala SMA Negeri 5 Bandung nomor 800/ 579/ SMAN
5/2010 tentang Pedoman Kerja SMA Negeri 5 Bandung.

Target Sasaran Mutu Bidang Administrasi : (1) Mengoptimalkan pelayanan;


(2) Menyusun sistem administrasi di bidang pengendalian dan penyimpanan
dokumen; (3) Meningkatkan pelayanan 7K; (4) Meningkatkan kompetensi
sumber daya manusia (SDM).
Secara khusus kegiatan bidang administrasi mengacu pada peningkatan mutu
pelayanan administrasi, antara lain :

a. Administrasi kepegawaian.

b. Administrasi keuangan.

c. Administrasi kesiswaan.

d. Administrasi pengelolaan perlengkapan/ inventarisasi.

e. Administrasi persuratan dan kearsipan.

f. Pengelolaan kebersihan, keamanan, ketertiban, keindahan, dan


kerindangan (5-K).

Pengorganisasian Personil.

Unsur Administrasi adalah tenaga kependidikan SMA Negeri 5 Bandung,


berstatus Pegawai Negeri Sipil dan Non Pegawai Negeri Sipil, memenuhi
kualifikasi akademik dan kompetensi secara umum dan khusus dengan
ketentuan :

Bagi yang berstatus Pegawai Negeri Sipil keberadaannya ditetapkan


secara tersendiri sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Bagi yang berstatus Non Pegawai Negeri Sipil keberadaannya didasarkan


atas kebutuhan SMA Negeri 5 Bandung dengan memperhatikan
ketentuan rekrutmen yang telah ditetapkan.

Unsur Tata Usaha terdiri dari :

(1) Tenaga administrasi; (2) Tenaga perpustakaan; (3) Tenaga laboratorium;


(4) Tenaga kebersihan; (5) Tenaga teknis

Struktur Organisasi.
Tugas Pokok Bidang Administrasi.

1. Kepala Administrasi. Tugas pokok Kepala Administrasi SMA Negeri 5


Bandung adalah membantu pelaksanaan tugas Kepala SMA Negeri 5
Bandung pada ketatausahaan di bidang kurikulum, kesiswaan, sarana
prasarana, hubungan masyarakat dan perencanaan pengembangan,
serta mewakili Kepala SMA Negeri 5 Bandung. Mengkoordinir
pelaksanaan kegiatan administrasi sekolah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Sekolah.
2. Bagian Keuangan. Bendahara Rutin/ UYHD. Melaksanakan administrasi
keuangan untuk gaji pegawai negeri sipil (PNS), administrasi dana
UYHD yang bersumber dari pemerintah. Bendahara SPP (PUMC).
Melaksanakan administrasi keuangan Komite Sekolah.
3. Bagian Kepegawaian Melaksanakan administrasi kepegawaian tenaga
edukatif dan tenaga administratif.
4. Bagian Kesiswaan. Melaksanakan administrasi kelengkapan bidang
kesiswaan : buku induk siswa, data siswa, absensi siswa, dll.
5. Bagian Perlengkapan/ Inventarisasi. Melaksanakan administrasi bidang
perlengkapan, pengelolaan barang milik Negara dan milik sekolah,
penyediaan sarana/ prasarana pendidikan.
6. Bidang Umum.

o Persuratan dan Kearsipan. Pengelolaan surat-surat yang masuk


maupun yang keluar, dan mengelola kearsipan.
o Penggandaan. Melaksanakan tugas penggandaan/ perbanyakan
baik dalam bentuk soal maupun surat-surat edaran intern
sekolah.
o K-5. Melaksanakan tugas keamanan, ketertiban, kebersihan,
keindahan, dan kerindangan.

Kepala Administrasi :
Dharma Nirwana, S.AP.

Bendahara Rutin :
Gularso

Bendahara PUMC:
Suhermiasri

Loading
http://sman5bdg.sch.id/page/p/11/Program%20Administrasi

ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN SEKOLAH

i
ADMINISTRASI
DAN PENGELOLAAN SEKOLAH
(Administrasi Kurikulum dan Pembelajaran)
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDKAN
PERTANIAN
CIANJUR
2009
KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL
i
KATA PENGANTAR
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007
tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar
kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah. Standar kualifikasi
menjelaskan persyaratan akademik dan nonakademik untuk diangkat
menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat
seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas
sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung
jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas
sekolah yakni: (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi
manajerial, (c) kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi
evaluasi pendidikan, (e) kompetensi penelitian dan pengembangan,
dan (f) kompetensi sosial. Dari hasil uji kompetensi di beberapa
daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah masih perlu
ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial,
supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi peneli- tian
dan pengembangan. Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan
kompetensi pengawas sekolah baik bagi pengawas sekolah dalam
jabatan terlebih lagi bagi para pengawas sekolah.
Materi dasar untuk semua dimensi kompetensi sengaja
disiapkan agar dapat dijadikan rujukan oleh para pelatih dalam
melaksanakan diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah di
masing-masing dinas kab/kota di seluruh Indonesia.
Untuk meningkatkan kompetensi pengawas, PPPPTK Pertanian
mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Jarak Jauh (PPJJ). Hal ini
diharapkan dapat meningkatkan kuantitas layanan yang diharapkan
sampai ke seluruh dinas kab/kota di Indonesia.
Perkembangan teknologi informasi ini membuka peluang bagi
dunia pendidikan untuk mengembangkan model pembelajaran yang
dapat membantu meningkatkan kompetensi pengawas dengan
kuantitas yang diharapkan.
ii
Bahan ajar ini digunakan pada PPJJ PPPPTK Pertanian Cianjur,
sebagai bahan acuan peningkatan kompetensi menejerial pengawas.
Cianjur, April 2009
Kepala PPPPTK Pertanian Cianjur
Drs. Dedy H. Karwan, MM
NIP 130929635
iii
http://ahmadialqorni.blogspot.com/2012/05/administrasi-dan-pengelolaan-
sekolah.html

PENTINGNYA MANAJEMEN DALAM PENGELOLAAN


PENDIDIKAN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Pendidikan Islam

Dosen,
Dr. H. Hasbi Indra, MA.

Disusun Oleh:
Dede Mahfudh
Dayat
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS IBN KHALDHUN BOGOR
1430 H/2009 M
A. Pendahuluan

Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life dalam arti
pendidikan sebagai persoalan hidup dan kehidupan maka diskursus seputar
pendidikan merupakan salah satu topik yang selalu menarik. Setidaknya ada dua
alasan yang dapat diidentifikasi sehingga pendidikan tetap up to date untuk dikaji.
Pertama, kebutuhan akan pendidikan memang pada hakikatnya krusial karena
bertautan langsung dengan ranah hidup dan kehidupan manusia. Membincangkan
pendidikan berarti berbicara kebutuhan primer manusia. Kedua, pendidikan juga
merupakan wahana strategis bagi upaya perbaikan mutu kehidupan manusia, yang
ditandai dengan meningkatnya level kesejahteraan, menurunnya derajat
kemiskinan dan terbukanya berbagai alternatif opsi dan peluang
mengaktualisasikan diri di masa depan.
Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital sebagai pendorong
individu dan warga masyarakat untuk meraih progresivitas pada semua lini
kehidupan. Di samping itu, pendidikan dapat menjadi determinan penting bagi
proses transformasi personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah idealisme
pendidikan yang mensyaratkan adanya pemberdayaan.
Namun dalam tataran ideal, pergeseran paradigma yang awalnya
memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial, kini dipandang sebagai
suatu lahan bisnis basah yang mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan.
Perubahan pengelolaan tersebut harus seirama dengan tuntutan zaman.
Situasi, kondisi dan tuntutan pasca booming-nya era reformasi membawa
konsekuensi kepada pengelola pendidikan untuk melihat kebutuhan kehidupan di
masa depan. Maka merupakan hal yang logis ketika pengelola pendidikan
mengambil langkah antisipatif untuk mempersiapkan diri bertahan pada zamannya.
Mempertahankan diri dengan tetap mengacu pada pembenahan total mutu
pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan adalah sebuah
keniscayaan.

B. Pembahasan

1. Pengertian Manajemen
Perkembangan dinamis aplikasi manajemen berangkat dari keragaman
definisi tentang manajemen. Semula, manajemen yang berasal dari bahasa Inggris:
management dengan kata kerja to manage, diartikan secara umum sebagai
mengurusi atau kemampuan menjalankan dan mengontrol suatu urusan atau “act
of running and controlling a business” (Oxford, 2005). Selanjutnya definisi
manajemen berkembang lebih lengkap. Stoner (1986) mengartikan manajemen
sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-
usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk
mencapai organisasi yang telah ditetapkan. G.R. Terry (1986) –sebagaimana dikutip
Malayu S.P Hasibuan (1996)- memandang manajemen sebagai suatu proses,
sebagai berikut: “Management is a distinct process consisting of planning,
organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish
stated objectives by the use of human being and other resources”. Sementara,
Malayu S.P. Hasibuan (1995) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia”
mengemukakan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Manajemen kemudian diartikan sebagai suatu rentetan langkah yang
terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi sebagai suatu system yang
bersifat sosio-ekonomi-teknis; dimana system adalah suatu kesatuan dinamis yang
terdiri dari bagian-bagian yang berhubungan secara organik; dinamis berarti
bergerak, berkembang ke arah suatu tujuan; sosio (social) berarti yang bergerak di
dalam dan yang menggerakkan sistem itu adalah manusia; ekonomi berarti
kegiatan dalam sistem bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia; dan teknis
berarti dalam kegiatan dipakai harta, alat-alat dan cara-cara tertentu (Kadarman,
1991).
Dengan demikian, manajemen merupakan kebutuhan yang niscaya untuk
memudahkan pencapaian tujuan manusia dalam organisasi, serta mengelola
berbagai sumberdaya organisasi, seperti sarana dan prasarana, waktu, SDM,
metode dan lainnya secara efektif, inovatif, kreatif, solutif, dan efisien.
2. Urgensi Manajemen dalam Pengelolaan Pendidikan
Kepekaan melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan
menjadi modal utama untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen
pendidikan. Modal ini akan dapat menjadi pijakan yang kuat untuk
mengembangkan pendidikan. Pada titik inilah diperlukan berbagai komitmen untuk
perbaikan kualitas. Ketika melihat peluang, dan peluang itu dijadikan modal,
kemudian modal menjadi pijakan untuk mengembangkan pendidikan yang disertai
komitmen yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah efek domino
(positif) dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan dan pengajaran,
biaya, serta marketing pendidikan.
Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara
menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan
untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan.
Walaupun masih terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen
yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih
konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan
tertinggal dari modernitas.
Jika manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan membumi,
niscaya tidak akan lagi terdengar tentang pelayanan sekolah yang buruk, minimnya
profesionalisme tenaga pengajar, sarana-prasarana tidak memadai, pungutan liar,
hingga kekerasan dalam pendidikan. Manajemen dalam sebuah organisasi pada
dasarnya dimaksudkan sebagai suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian
tujuan organisasi melalui pelaksanaan empat fungsi dasar: planning, organizing,
actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya organisasi. Karena
itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM
organisasi yang bersangkutan.
a. Planning
Satu-satunya hal yang pasti di masa depan dari organisasi apapun termasuk
lembaga pendidikan adalah perubahan, dan perencanaan penting untuk
menjembatani masa kini dan masa depan yang meningkatkan kemungkinan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Mondy dan Premeaux (1995) menjelaskan bahwa
perencanaan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan
bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Perencanaan amat penting untuk
implementasi strategi dan evaluasi strategi yang berhasil, terutama karena aktivitas
pengorganisasian, pemotivasian, penunjukkan staff, dan pengendalian tergantung
pada perencanaan yang baik (Fred R. David, 2004).
Dalam dinamika masyarakat, organisasi beradaptasi kepada tuntunan
perubahan melalui perencanaan. Menurut Johnson (1973) bahwa: “The planning
process can be considered as the vehicle for accomplishment of system change”.
Tanpa perencanaan sistem tersebut tak dapat berubah dan tidak dapat
menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan lingkungan yang berbeda. Dalam
sistem terbuka, perubahan dalam sistem terjadi apabila kekuatan lingkungan
menghendaki atau menuntut bahwa suatu keseimbangan baru perlu diciptakan
dalam organisasi tergantung pada rasionalitas pembuat keputusan. Bagi sistem
sosial, satu-satunya wahana untuk perubahan inovasi dan kesanggupan
menyesuaikan diri ialah pengambilan keputusan manusia dan proses perencanaan.
Dalam konteks lembaga pendidikan, untuk menyusun kegiatan lembaga
pendidikan, diperlukan data yang banyak dan valid, pertimbangan dan pemikiran
oleh sejumlah orang yang berkaitan dengan hal yang direncanakan. Oleh karena itu
kegiatan perencanaan sebaiknya melibatkan setiap unsur lembaga pendidikan
tersebut dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Menurut Rusyan (1992) ada beberapa hal yang penting dilaksanakan terus
menerus dalam manajemen pendidikan sebagai implementasi perencanaan,
diantaranya:
- Merinci tujuan dan menerangkan kepada setiap pegawai/personil lembaga
pendidikan.
- Menerangkan atau menjelaskan mengapa unit organisasi diadakan.
- Menentukan tugas dan fungsi, mengadakan pembagian dan
pengelompokkan tugas terhadap masing-masing personil.
- Menetapkan kebijaksanaan umum, metode, prosedur dan petunjuk
pelaksanaan lainnya.
- Mempersiapkan uraian jabatan dan merumuskan rencana/sekala
pengkajian.
- Memilih para staf (pelaksana), administrator dan melakukan pengawasan.
- Merumuskan jadwal pelaksanaan, pembakuan hasil kerja (kinerja), pola
pengisian staf dan formulir laporan pengajuan.
- Menentukan keperluan tenaga kerja, biaya (uang) material dan tempat.
- Menyiapkan anggaran dan mengamankan dana.
- Menghemat ruangan dan alat-alat perlengkapan.
Hirarki Rencana

Visi,
Misi,
Tujuan
Sasaran
Strategi
Kebijakan
Prosedur dan Kebijakan
Program
Anggaran

Sumber: Terry (1986); Kadarman et.al (1996)


b. Organizing
Tujuan pengorganisasian adalah mencapai usaha terkoordinasi dengan
menerapkan tugas dan hubungan wewenang. Malayu S.P. Hasbuan (1995)
mendifinisikan pengorganisasian sebagai suatu proses penentuan,
pengelompokkan dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan
untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini,
menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara
relative didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-
aktivitas tersebut. Pengorganisasian fungsi manajemen dapat dilihat terdiri dari tiga
aktivitas berurutan: membagi-bagi tugas menjadi pekerjaan yang lebih sempit
(spesialisasi pekerjaan), menggabungkan pekerjaan untuk membentuk departemen
(departementalisasi), dan mendelegasikan wewenang (Fred R. David, 2004).
Dalam konteks pendidikan, pengorganisasian merupakan salah satu
aktivitas manajerial yang juga menentukan berlangsungnya kegiatan kependidikan
sebagaimana yang diharapkan. Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi
memiliki berbagai unsur yang terpadu dalam suatu sistem yang harus terorganisir
secara rapih dan tepat, baik tujuan, personil, manajemen, teknologi,
siswa/member, kurikulum, uang, metode, fasilitas, dan faktor luar seperti
masyarakat dan lingkungan sosial budaya.
Sutisna (1985) mengemukakan bahwa organisasi yang baik senantiasa
mempunyai dan menggunakan tujuan, kewenangan, dan pengetahuan dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan. Dalam organisasi yang baik semua bagiannya
bekerja dalam keselarasan seakan-akan menjadi sebagian dari keseluruhan yang
tak terpisahkan. Semua itu baru dapat dicapai oleh organisasi pendidikan,
manakala dilakukan upaya: 1) Menyusun struktur kelembagaan, 2)
Mengembangkan prosedur yang berlaku, 3) Menentukan persyaratan bagi
instruktur dan karyawan yang diterima, 4) Membagi sumber daya instruktur dan
karyawan yang ada dalam pekerjaan.
c. Actuating
Dalam pembahasan fungsi pengarahan, aspek kepemimpinan merupakan
salah satu aspek yang sangat penting. Sehingga definisi fungsi pengarahan selalu
dimulai dimulai dan dinilai cukup hanya dengan mendifinisikan kepemimpinan itu
sendiri.
Menurut Kadarman (1996) kepemimpinan dapat diartikan sebagai seni
atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau
berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok.
Kepemimpinan juga dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan, proses atau
fungsi yang digunakan untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk
berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin
bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang
yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai
entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai
tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin juga harus
dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Ketika pemimpin telah
berhasil membawa organisasinya mencapai tujuannya, maka saat itu dapat
dianalogikan bahwa ia telah berhasil menggerakkan organisasinya dalam arah yang
sama tanpa paksaan.
Dalam konteks lembaga pendidikan, kepemimpinan pada gilirannya
bermuara pada pencapaian visi dan misi organisasi atau lembaga pendidikan yang
dilihat dari mutu pembelajaran yang dicapai dengan sungguh-sungguh oleh semua
personil lembaga pendidikan. Soetopo dan Soemanto (1982) menjelaskan bahwa
kepemimpinan pendidikan ialah kemampuan untuk mempengaruhi dan
menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan
sukarela. Di dalam kepemimpinan pendidikan sebagaimana dijalankan pimpinan
harus dilandasi konsep demokratisasi, spesialisasi tugas, pendelegasian wewenang,
profesionalitas dan integrasi tugas untuk mencapai tujuan bersama yaitu tujuan
organisasi, tujuan individu dan tujuan pemimpinnya.
Ada tiga keterampilan pokok yang dikemukakan Hersey dan Blanchard
(1988) -sebagaimana dikutip oleh Syafaruddin (2005) dalam bukunya Manajemen
Lembaga Pendidikan Islam- yang berlaku umum bagi setiap pimpinan termasuk
pimpinan lembaga pendidikan, yaitu:
1. Technical skill-ability to use knowledge, methods, techniques and
equipment necessary for the performance of specific tasks acquired from
experiences, education and training.
2. Human skill-ability and judgment in working with and through people,
including in understanding of motivation and an application of effective
leadership.
3. Conceptual skill-ability to understand the complexities of the overall
organization and where one’s own operation fits into the organization. This
knowledge permits one to act according to the objectives of the total
organization rather than only on the basis of the goals and needs of one’s
own immediate group.
d. Controling
Sebagaimana yang dikutif Muhammad Ismail Yusanto (2003), Mockler
(1994) mendifinisikan pengawasan sebagai suatu upaya sistematis untuk
menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain
sistem umpan balik informasi; untuk membandingkan prestasi sesungguhnya
dengan standar yang telah ditetapkan itu; menentukan apakah ada penyimpangan
dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut; dan mengambil tindakan
perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumberdaya perusahaan
telah digunakan dengan cara yang paling efekif dan efisien guna tercapainya tujuan
perusahaan.
Dalam konteks pendidikan, Depdiknas (1999) mengistilahkan pengawasan
sebagai pengawasan program pengajaran dan pembelajaran atau supervisi yang
harus diterapkan sebagai berikut:
1) Pengawasan yang dilakukan pimpinan dengan memfokuskan pada usaha
mengatasi hambatan yang dihadapi para instruktur atau staf dan tidak
semata-mata mencari kesalahan.
2) Bantuan dan bimbingan diberikan secara tidak langsung. Para staf
diberikan dorongan untuk memperbaiki dirinya sendiri, sedangkan
pimpinan hanya membantu.
3) Pengawasan dalam bentuk saran yang efektif
4) Pengawasan yang dilakukan secara periodik.

3. Efektifitas Manajemen dalam Lembaga Pendidikan


Dalam ranah aktivitas, implementasi manajemen terhadap pengelolaan
pendidikan haruslah berorientasi pada efektivitas terhadap segala aspek
pendidikan baik dalam pertumbuhan, perkembangan, maupun keberkahan (dalam
perspektif syariah). Berikut ini merupakan urgensi manajemen terhadap bidang
manajemen pendidikan:
a. Manajemen Kurikulum
1) Mengupayakan efektifitas perencanaan
2) Mengupayakan efektifitas pengorganisasian dan koordinasi
3) Mengupayakan efektifitas pelaksanaan
4) Mengupayakan efektifitas pengendalian/pengawasan
b. Manajemen Personalia
Manajemen ini berkisar pada staff development (teacher development),
meliputi:
1) Training
2) Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
3) Inservice Education (Pendidikan Lanjutan)
c. Manajemen Siswa
1) Penerimaan Siswa (Daya Tampung, Seleksi)
2) Pembinaan Siswa (Pengelompokkan, Kenaikan Kelas, Penentuan Program,
Ekskul)
3) Pemberdayaan OSIS
d. Manajemen Keuangan
Dalam keuangan pengelolaan pendidikan, manajemen harus berlandaskan
pada prinsip: efektivitas, efisiensi dan pemerataan .
e. Manajemen Lingkungan
Urgensi manajemen terhadap lingkungan pendidikan bertujuan dalam
merangkul seluruh pihak terkait yang akan berpengaruh dalam segala
kebijakan dan keberlangsungan pendidikan. Manajemen ini berupaya
mewujudkan cooperation with Society dan stake holder identification.

C. Penutup
Berkenaan dengan manajemen pendidikan, Islam telah menggariskan
bahwa hakikat amal perbuatan haruslah berorientasi bagi pencapaian ridla Allah
SWT. Bila perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu
tergolong ahsan (ahsanul amal), yakni amal terbaik di sisi Allah SWT. Dengan
demikian, keberadaan manajemen organisasi dipandang pula sebagai suatu sarana
untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut.
Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah
berpikir dan kaidah amal dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai Islam inilah
sesungguhnya nilai utama organisasi yang menjadi payung strategis hingga taktis
seluruh aktivitas organisasi.
Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan sebagai asas atau
landasan pola pikir dalam beraktivitas. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah
difungsikan sebagai tolok ukur kegiatan. Tolok ukur syariah digunakan untuk
membedakan aktivitas yang halal atau haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang
dilakukan oleh seorang muslim, sementara yang haram akan ditinggalkan semata-
mata untuk menggapai keridloan Allah SWT.
Daftar Pustaka

David, R. Fred. 2004. Konsep Manajemen Strategis, Edisi VII (terjemahan). Jakarta,
PT Indeks.
Hasibuan, S.P. Malayu. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan II.
Jakarta, PT Toko Gunung Agung.
__________________. 1996. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah, Cetakan
I. Jakarta, PT Toko Gunung Agung.
Ismail, M. Yusanto. 2003. Pengantar Manajemen Syariat, Cetakan II. Jakarta,
Khairul Bayan.
Johnson, R.A. 1973. The Theory and Management of System. Tokyo: McGraw Hill
Kogakusha.
Kadarman, A.M. et.al. 1996. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta, Gramedia.
Mondy, R.W.and Premeaux, S.H. 1995. Management: Concepts, Practices and Skills.
New Jersey, Prentice Hall Inc Englewood Cliffs.
Oxford, Learner’s Pocket Dictionary. 2005. Newyork, Oxford University Press.
Rusyan, A. Tabrani. 1992. Manajemen Kependidikan. Bandung: Media Pustaka.
Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty. 1982. Pengantar Operasional
Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Cetakan I. Jakarta:
Ciputat Press.

Posted on Juli 7, 2012


PENDAHULUAN
Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai
kehidupan termasuk kehidupan pendidikan. Salah satu perubahan mendasar
adalah manajemen Negara, yaitu dari manajemen berbasis pusat menjadi
manajemen berbasis daerah. Secara resmi, perubahan manajemen ini telah
diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun
1999, yang kemudian direvisi dan disempurnakan menjadi Undang-Undang
No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pedoman pelaksanaannyapun
telah dibuat melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom. Konsekuensi logis dari Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan
dengan jiwa dan semangat otonomi.
Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud dalam
bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke
paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan
pendidikannya.

Secara ideal, paradigma baru pendidikan tersebut mestinya mewarnai kebijakan


pendidikan baik kebijakan pendidikan yang bersifat substantif maupun
implementatif. Seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra (2002: xii) bahwa
dengan era otonomi daerah : ”lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah,
madrasah, pesantren, universitas (perguruan tinggi), dan lainnya – yang
terintegrasi dalam pendidikan nasional- haruslah melakukan reorientasi,
rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk
menerapkan paradigma baru pendidikan nasional”. Selain itu, implementasi
kebijakan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan
di daerah dan di tingkat satuan pendidikan.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Reformulasi konsep pendidikan dan


rekonstruksi fondasi pendidikan nasional, utamanya menyangkut hak-hak
pendidikan masyarakat dan nilai-nilai dasar pendidikan saat ini mutlak untuk
dipikirkan (rethinking) dan direaktualisasi. Salah satu konsepnya adalah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

ANALISIS MASALAH

Era otonomi daerah telah mengakibatkan terjadinya pergeseran arah paradigma


pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, meliputi berbagai aspek
mendasar yang saling berkaitan, yaitu (1) dari sentralistik menjadi desentralistik,
(2) dari kebijakan yang top down ke kebijakan yang bottom up, (3) dari orientasi
pengembangan parsial menjadi orientasi pengembangan holistik, (4) dari peran
pemerintah sangat dominan ke meningkatnya peranserta masyarakat secara
kualitatif dan kuantitatif, serta (5) dari lemahnya peran institusi non sekolah ke
pemberdayaan institusi masyarakat, baik keluarga, LSM, pesantren, maupun
dunia usaha (Fasli Jalal, 2001: 5).4

Agak berbeda dengan hal tersebut, dalam buku Depdiknas (2002:10) tentang
Materi Pelatihan Terpadu untuk Kepala Dinas Kabupaten/Kota, selain perubahan
paradigma dari “sentralistik ke desentralistik” dan orientasi pendekatan “dari
atas ke bawah” (top down approach) ke pendekatan “dari bawah ke atas”
(bottom up approach) sebagaimana yang sudah disebut dalam buku Fasli Jalal,
juga disebutkan tiga paradigma baru pendidikan lainnya, yaitu dari “birokrasi
berlebihan” ke “debirokratisasi”, dari “Manajemen Tertutup” (Closed
Management) ke “Manajemen Terbuka” (Open Management), dan
pengembangan pendidikan, termasuk biayanya, “terbesar menjadi tanggung
jawab pemerintah” berubah ke “sebagian besar menjadi tanggung jawab orang
tua siswa dan masyarakat (stakeholders).

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang
Indonesia tetapkan sebagai standar dalam mengembangkan
keunggulan pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN
Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan
pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan
minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang


mengintegrasikan seluruh sumber internal dan eksternal dengan lebih
menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan otonomi
sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan
dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan
perencanaan (Wikipedia, 2012)

MBS juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti
meningkatkan pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya internal dan
eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat
langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai
lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi
perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3)
implementasi strategi meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan
penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja.
Bagaimana Menerapkan MBS?
Penerapan MBS sebagai salah satu model manajemen strategik dalam sistem
pengelolaan pendidikan dengan tujuan untuk mencapai peningkatan mutu
pendidikan yang berstandar maka terdapat beberapa langkah strategis yang perlu
sekolah lakukan:

- Merumuskan dan menyepakati standar lulusan yang diharapkan bersama


dengan indikator dan target yang jelas yang merujuk pada standar nasional
pendidikan.

- Menetapkan strategi yang akan sekolah terapkan untuk menghasilkan


lulusan yang diharapkan dan relevansinya dengan peningkatan kebutuhan
kurikulum, kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, dan
pembiayaan

- Meningkatan daya dukung informasi dengan cara memindai kekuatan,


kelemahan lingkungan internal serta memindai peluang dan ancaman lingkungan
eksternal. Penyediaan informasi yang tepat dan terpercaya merupakan bagian
penting dalam menunjang sukses pengambilan keputusan.

- Meningkatkan efektivitas komunikasi pihak internal dan eksternal


sekolah dalam upaya meningkatkan pemahaman mengenai tugas dan tanggung
jawab masing-masing, serta dalam membangun dan mengembangkan kerja sama
memberikan pelayanan pendidikan secara optimal kepada siswa.

- Meningkatkan daya kolaborasi sekolah dalam menerapkan keputusan


bersama ini sebagai bagian dari upaya melibatkan seluruh warga sekolah agar
memiliki daya partisipasi yang kuat untuk mengubah kebijakan menjadi aksi.

Dalam upaya peningkatan mutu MBS sekolah perlu meningkatkan standar


pengelolaan untuk mendapatkan (1) visi dan misi sekolah yang diputuskan
bersama. (2) menetapkan tujuan terutama merumuskan indikator dan target mutu
lulusan (3) menetapkan strategi yang melibatkan semua pihak untuk
mewujudkan tujuan yang sekolah harapkan yang berporos pada meningkatkan
mutu lulusan (4) Menetapkan kebijakan dan program peningkatan mutu lulusan
dengan menerapkan delapan standar nasional pendidikan sebagai rujukan mutu
termasuk di dalamnya penetapan anggaran untuk menyediakan akses dan
kecukupan standar serta menetapkan keunggulan yang mungkin sekolah
wujudkan. Sekolah yang efektif memiliki dokumen program yang telah
disepakati bersama dan semua pihak yang terlibat memahami tugas masing-
masing.

- Melaksanakan kegiatan sesuai dengan program sesuai dengan standar,


melaksanakan anggaran sesuai dengan yang disepakati, memanfaatkan seluruh
sumber daya secara efektif dan efisien, dan memastikan bahwa seluruh tahap
kegiatan yang dilaksanakan seusai dengan rencana.

- Sekolah memastikan bahwa proses penyelenggaraan sekolah mengarah


pada tercapainya tujuan dengan indikator dan target yang telah ditetapkan
bersama. Sekolah juga melakukan studi bersama yang melibatkan seluruh unsur
yang bertanggung jawab untuk meningkatkan penjaminan bahwa
penyelenggaraan sekolah mencapai target yang diharapkan. Fokus utama
penjaminan mutu adalah terselenggaranya pembelajaran dan pengelolaan secara
efektif.

- Melaksanakan kontrol sesuai dengan hasil kesepakatan bersama dan


mengolah hasil evaluasi sebagai bahan perbaikan selanjutnya.

Untuk mendukung efektifnya empat tahap kegiatan itu perlu memperhatikan


dengan sungguh-sungguh tentang beberapa hal berikut :

- Mendeskripsikan lulusan dengan indikator yang jelas yang diikuti dengan


indentifikasi kebutuhan kurikulum, kompetensi pendidik, sarana, biaya, dan
sistem pengelolaan.

- Meningkatkan keberdayaan sekolah dalam mengembangkan sistem


informasi sebagai bahan pengambilan keputusan.

- Menyediakan infomasi yang perlu dipahami oleh seluruh anggota


komunitas agar tiap orang dipastikan dapat melaksanakan tugasnya secara
optimal

- Meningkatkan kegiatan sosialisasi program sehingga semua pihak


dipastikan mendapatkan informasi secara transparan dan akuntabel.
- Meningkatkan kekerapan dan kedalaman komunikasi baik secara
langsung maupun komunikasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

- Mengembangkan tim pengembang mutu yang akan


mengimplementasikan kegiatan yang melibatkan pihak internal dan eksternal.

- Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap


proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak
memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.

- Melaksanakan pertemuan mengembangakan rencana kegiatan, evaluasi


kegiatan, dan evaluasi hasil.

- Menyusun pertanggung jawaban program secara transparan dan


akuntabel.

- Melakukan perbaikan berkelanjutan.

Pertanyaannya, sudahkan daerah siap melaksanakan MBS? saya khawatir tidak


banyak daerah di Indonesia yang benar-benar siap menerapkan MBS. Masih
terlalu banyak hambatan yang harus ditanggulangi sebelum benar-benar
menetapkan MBS sebagai model untuk melakukan perubahan. Manajemen
berbasis sekolah telah menimbulkan perdebatan karena berbagai kekuatan
pendorong telah membentuk kebijakan, dan kekuatan-kekuatan ini telah
tercermin atau diduga mencerminkan preferensi politik atau orientasi ideologi.
Manajemen berbasis sekolah yang digerakkan oleh kepedulian terhadap
pemberdayaan masyarakat dan peningkatan profesi sering diasosiasikan dengan
pemerintahan Pusat. Manajemen berbasis sekolah telah digerakkan oleh
kepentingan untuk memberikan kebebasan yang lebih besar atau lebih banyak
diferensiasi sering diasosiasikan dengan pemerintahan Daerah. Manajemen
berbasis sekolah yang telah digerakkan, dimana manajemen berbasis sekolah
sering dipandang sebagai manifestasi dari upaya menciptakan satu pasar di
antara sekolah dalam sistem pendidikan umum, sering menimbulkan perdebatan
pada tahap-tahap awal pengadopsian, tetapi ia terus diterima setelah beberapa
waktu, sedemikian rupa sehingga hanya sedikit pemangku kepentingan ingin
kembali pada pendekatan yang lebih sentralistik dalam mengelola sekolah.

Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS.


Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma
desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan
MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan.

1. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat
menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga
sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat
peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan
kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need
capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe
menegaskan.

2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan,


dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan
pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan
pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE)
merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara
insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah.
Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil
bersama dalam media tersebut.

3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan


kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan
bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah,
termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya
sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan
pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa
pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata
dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.

Syarat Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)


Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas gagasan MBS.
Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk
menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah.
Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran
dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala
sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan
standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap
sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup seberapa baik
kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana
sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya. Perlu
diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti dinamika kelompok, pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi,
manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini
ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat,
khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan
pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan tambahan pelatihan
kepemimpinan.

Dengan kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut.

1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.

2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.


Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara
berhasil.

3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya,


pada saat yang sama

juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang
baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu
bagi staf untuk bertemu secara teratur.

5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala


sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para
guru dan orang tua murid.

6. Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)

Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam


penerapan MBS adalah sebagai berikut :

1) Tidak Berminat Untuk Terlibat


Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang
sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam
kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah
harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut
perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki
banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari
pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan
anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.

2). Tidak Efisien


Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya
menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-
cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan
memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.

3). Pikiran Kelompok


Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar
akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan
saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan
anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat
dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit
“pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan
besar tidak lagi realistis.

4) Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau
belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka
kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang
hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan,
komunikasi, dan sebagainya.

5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru.


Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan
iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan
tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak
kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga
mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6). Kesulitan Koordinasi.
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam
mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan
yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang
kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka
dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan
MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan
klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua
pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa
saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan
pada level mana dalam organisasi.

Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang


dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat
lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah
memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan
dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.

Peran Masyarakat dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

Di Era otonomi daerah, ada perluasan peluang bagi peran serta masyarakat
dalam pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu,
untuk mendorong partisipasi masyarakat, di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk
Dewan Pendidikan, sedangkan di tingkat sekolah dibentuk komite sekolah.
Pembentukan komite sekolah didasarkan pada keputusan Mendiknas
No.044/U/2002 tentang panduan pembentukan komite sekolah.
Menurut panduan, pembentukan komite sekolah dilakukan secara transparan,
akuntabel, dan demokratis. Transparan berarti bahwa komite sekolah harus
dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari
tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan,
kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman calon
anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Akuntabel berarti
bahwa panitia persiapan pembentukan komite sekolah hendaknya menyampikan
laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dan kepanitiaan.
Sedangkan secara demokratis berarti bahwa dalam proses pemilihan anggota dan
pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu, dapat
dilakukan melalui pemungutan suara.

Masyarakat diberdayakan dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya,


terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus
bangsa. Berbagai institusi kemasyarakatan ditingkatkan wawasan, sikap,
kemampuan, dan komitmennya sehingga dapat berperan serta secara aktif dan
bertanggung jawab dalam pendidikan. Institusi pendidikan tradisionil seperti
pesantren, keluarga, lembaga adat, berbagai wadah organisasi pemuda bahkan
partai politik bukan hanya diberdayakan sehingga dapat mengembangkan fungsi
pendidikan dengan lebih baik, melainkan juga diupayakan untuk menjadi bagian
yang terpadu dari pendidikan nasional.

Demikian juga, ada upaya peningkatan partisipasi dunia usaha/industri dan


sektor swasta dalam pendidikan karena sebagai pengguna sudah semestinya
dunia usaha juga ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan.
Apabila lebih banyak institusi kemasyarakatan peduli terhadap pendidikan maka
pendidikan akan lebih mampu menjangkau berbagai kelompok sasaran khusus
seperti kelompok wanita dan anak-anak kurang beruntung (miskin, berkelainan,
tinggal di daerah terpencil dan sebagainya).

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, perlu dilakukan pembenahan sebagai


kebijakan dasar, yaitu pengembangan kesadaran tunggal dalam kemajemukan,
pengembangan kebijakan sosial, pengayaan berkelanjutan (continuous
enrichment) dan pengembangan kebijakan afirmatif (affirmative policy) (Fasli
Jalal, 2001:72-73).
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebgai berikut :

1. Konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan


adalah bahwa manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan jiwa dan
semangat otonomi.
Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud
dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama
ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma
perencanaan pendidikannya.
2. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi wajib yang
Indonesia tetapkan sebagai standar dalam mengembangkan
keunggulan pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN
Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan
pendidikan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
3. Di Era otonomi daerah, ada perluasan peluang bagi peran serta masyarakat
dalam pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena
itu, untuk mendorong partisipasi masyarakat, di tingkat Kabupaten/Kota
dibentuk Dewan Pendidikan, sedangkan di tingkat sekolah dibentuk
komite sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.

Depdiknas. 2002. Memiliki Wawasan Tentang Model-Model Perencanaan


Tingkat Kabupaten/Kota. (Materi Pelatihan Terpadu Untuk Kepala Dinas
Kabupaten/Kota)

Fasli Jalal. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah.


Yogyakarta:

Adicita Karya Nusa.

Wawan E. Kuswandono, Reformasi Birokrasi, Perspektif Politik, Jurnal Jejaring


Administrasi Publik, Departemen Administrasi FISIP, Unair, th I no. 3, Januari-
Juni 2010
Keputusan Mendiknas No.044/U/2002 tentang panduan pembentukan komite
sekolah,

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wikipedia, Manajemen Berbasis Sekolah

http://kembar3n.wordpress.com/2012/07/07/reformasi-administrasi-publik-pada-
sektor-pendidikan-di-era-otonomi-daerah-melalui-manajemen-berbasis-sekolah-m-
b-s/ PENGAWAS SEKOLAH
KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL PENDIDIKAN DASAR
02-A2 PENGAWAS SEKOLAH
PENDIDIKAN
MENENGAH

ADMINISTRASI
DAN PENGELOLAAN SEKOLAH
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2008
KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang


Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompe- tensi
pengawas sekolah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akade- mik dan
nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi
memuat seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas
sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni:
(a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial, (c) kompetensi
supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi pendidikan, (e) kompetensi penelitian
dan pengembangan, dan (f) kompetensi sosial. Dari hasil uji kompetensi di
beberapa daerah menunjukkan kompetensi pengawas sekolah masih perlu
ditingkatkan terutama dimensi kompetensi supervisi manajerial, supervisi
akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi peneli- tian dan pengembangan.
Untuk itu diperlukan adanya diklat peningkatan kompetensi pengawas sekolah baik
bagi pengawas sekolah dalam jabatan terlebih lagi bagi para calon pengawas
sekolah.
Materi dasar untuk semua dimensi kompetensi sengaja disiapkan agar dapat
dijadikan rujukan oleh para pelatih dalam melaksanakan diklat pening- katan
kompetensi pengawas sekolah di mana pun pelatihan tersebut dilaksa-nakan.
Kepada tim penulis materi diklat kompetensi pengawas sekolah yang terdiri atas
dosen LPTK dan widya iswara dari LPMP dan P4TK kami ucapkan terima kasih.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

Jakarta, Juni 2008


Direktur Tenaga Kependidikan
Ditjen PMPTK

Surya Dharma, MPA., Ph.D

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Dimensi Kompetensi ........................................................................... 1
C. Kompetensi yang Hendak Dicapai ...................................................... 2
D. Indikator Pencapaian........................................................................... 2
E. Alokasi Waktu ...................................................................................... 2
F. Skenario Pelatihan............................................................................... 2
BAB II DIMENSI ADMINISTRASI SEKOLAH........................................................ 4
A. Administrasi Kurikulum dan Pembelajaran ......................................... 5
B. Administrasi Kesiswaan ..................................................................... 21
C. Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan .............................. 35
D. Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan .................................. 37
E. Administrasi Pembiayaan ................................................................... 44
F. Administrasi Program Hubungan Sekolah dengan Masyarakat ......... 50
G. Administrasi Bimbingan dan Konseling ............................................. 55
H. Administrasi Tata Persuratan ................................................. ............ 55
BAB III PENGELOLAAN SEKOLAH ..................................................................... 63
A. Pengertian, Tujuan, Karakteristik, dan Prinsip MBS ............................. 63
B. Kemampuan Dasar Pengawas Sekolah ................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 70
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Dalam dasa warsa terakhir berkembang visi dan paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan
umumnya, dan sekolah khususnya. Apabila pada era sebelumnya sekolah dipandang sebagai bagian dari
birokrasi pendi- dikan, maka sekarang ini sekolah adalah lembaga yang melayani masyarakat.
Pergeseran paradigma ini berimplikasi luas dalam administrasi dan pengelo- laan sekolah.
Paling tidak ada tiga prinsip atau azas yang harus selalu diperhatikan dalam pengelolaan
sekolah, yaitu: partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Ketiga hal ini diharapkan dapat mendorong
peningkatan mutu pendidikan yang selama ini belum menggembirakan. Partisipasi, menuntut setiap
penye- lenggara dan pengelola sekolah melibatkan stakeholder dalam perumusan berbagai kebijakan.
Transparansi mengharuskan sekolah terbuka, terutama dalam pemerolehan dan penggunaan dana,
sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat. Transparansi tidak akan terjadi tanpa didukung oleh
akuntabilitas, yaitu pertanggung jawaban pihak sekolah terhadap orang tua dan masyarakat, tidak
hanya dalam aspek pengelolaan sumber-sumber daya, namun juga dalam proses pembelajaran dan
pelayanan yang mereka berikan.
Dengan adanya pergeseran paradigma tersebut, maka kepala sekolah semakin dituntut serius,
berhati-hati dan terbukan dalam administrasi dan pengelolaan sekolah. Hal ini tentu harus didukung
oleh pengawas, selaku pembina, pembimbing dan penilai kinerja sekolah.
Materi pelatihan ini dirancang bagi pengawas, sebagai bekal mereka dalam memantau dan
membina administrasi dan pengelolaan sekolah.

B. Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir pendidikan dan pelatihan
ini adalah dimensi kompetensi supervisi manajerial.

C. Kompetensi yang Hendak Dicapai


Setelah mengikuti materi pendidikan dan latihan ini, pengawas diharapkan mampu
membina kepala kekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan berdasarkan
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

D. Indikator Pencapaian
Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Pengawas diharapkan:
1. Mampu menguasai substansi dan teknis administrasi sekolah yang meliputi: administrasi kurikulum,
peserta didik, ketenagan, sarana dan prasarana, keuangan, bimbingan dan konseling serta
hubungan sekolah dengan masyarakat.
2. Mampu membina kepala sekolah dalam administrasi kurikulum, peserta didik, ketenagan, sarana dan
prasarana, keuangan, bimbingan dan konseling serta hubungan sekolah dengan masyarakat.
3. Mampu memahami konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, tujuan, prinsip,
karakteristik dan implementasinya.
4. Mampu membina kepala sekolah dalam mengelola sekolah sesuai dengan manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah.
E. Alokasi Waktu
No. Materi Diklat Alokasi
1. Konsep Dasar Administrasi Sekolah 1 jam
2. Bidang Garapan Administrasi Sekolah 4 jam
3. Pengelolaan Sekolah berdasarkan MPBS 2 jam

F. Skenario Diklat
1. Perkenalan
2. Penjelasan tentang dimensi kompetensi, indikator, alokasi waktu dan ske-nario pendidikan
dan pelatihan administrasi dan pengelolaan sekolah
3. Pre-test
4. Eksplorasi pemahaman peserta berkenaan dengan administrasi dan penge-lolaan sekolah
melalui pendekatan andragogi.
5. Penyampaian Materi Diklat:
a. Menggunakan pendekatan andragogi, yaitu lebih mengutamakan pengungkapan kembali
pengalaman peserta pelatihan, menganalisis, menyimpulkan, dan mengeneralisasi dalam
suasana diklat yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan bermakna. Peranan
pelatih lebih sebagai fasilitator.
b. Diskusi tentang indikator keberhasilan administrasi dan pengelolaan sekolah.
c. Praktik analisis kasus pembinaan administrasi dan pengelolaan sekolah.
6. Post test
7. Refleksi bersama antara peserta dengan pelatih mengenai jalannya pela-tihan
8. Penutup

BAB II
DIMENSI ADMINISTRASI SEKOLAH

Sebagai suatu sistem, sekolah terdiri atas komponen-kompenen yang saling terkait dan
saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan. Berbagai input mulai dari siswa, guru, biaya, serta
instrumental dan environmental input lainnya harus dapat didayagunakan seefektif mungkin
dalam proses transformasi, untuk menghasilkan output berupa peserta didik yang memiliki
seperangkat nilai, sikap, pengetahuan serta keterampilan baru. Untuk menda- yagunakan semua
sumber daya tersebut, diperlukan administrasi dan penge-lolaan sekolah yang baik.
Kata ‘administrasi’ berasal dari bahasa Latin, “ad” dan ”ministrare”. Ad berarti intensif,
ministrare berarti melayani, membantu, dan memenuhi. Administrasi berarti melayani secara
intensif (Husaini Usman, 2006). Selanjutnya, Simon (1987) menafsirkan bahwa administrasi
sebagai seni untuk menyelesaikan sesuatu. Kegiatan administrasi ditekankan pada proses dan
metode untuk menjamin suatu tindakan yang tepat.
Administrasi dapat dipandang sebagai proses dan dapat pula dipandang sebagai tugas
(kewajiban). Administrasi sebagai proses sama dengan admi-nistrasi dalam arti luas.
Administrasi sebagai proses kegiatan meliputi: perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan/kepemimpinan dan pengawasan/ pengendalian. Keempat komponen tersebut
merupakan suatu sistem yang terpadu, yakni antara satu dengan lainnya saling berkaitan secara
utuh. Artinya, perencanaan harus diorganisasikan, diarahkan, dan diawasi. Pengorganisasian
juga harus direncanakan, diarahkan, dan kemudian dikendalikan. Begitu pula pengendalian pun
harus direncanakan, diorganisasikan, dan diarahkan. Oleh karena itu administrasi sekolah
merupakan kegiatan penyediaan, pengaturan dan pendayagunaan segenap sumber daya untuk
mencapai tujuan pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien.
Adapun bidang tugas yang harus dikelola di dalam administrasi sekolah antara lain
mencakup: (1) administrasi kurikulum dan pembelajaran (2) administrasi kesiswaan, (3)
administrasi pendidik dan tenaga kependi- dikan, (4) administrasi sarana dan prasarana
pendidikan, (5) administrasi keuangan/pembiayaan, (6) administrasi program hubungan sekolah
dengan masyarakat, (7) administrasi program bimbingan dan konseling, dan (8) administrasi
persuratan. Berikut ini akan diuraikan kedelapan bidang tugas tersebut.

A. Administrasi Kurikulum dan Pembelajaran


1. Kurikulum
Di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional
Pendidikan, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperang- kat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembe- lajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar isi dan standar
kompetensi lulusan, serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan
silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan pendidikan
tertentu (PPRI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 5 ayat 2). Standar
isi yang memuat administrasi struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum
TK/SD/MI/SDLB/SMP dan kalender akademik.

a. Administrasi Struktur Kurikulum TK/SD/SMP


1) Struktur Kurikulum TK
Struktur kurikulum TK berisi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang
pendidikan selama satu tahun mulai Semestaer 1 dan 2 seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Struktur Kurikulum TK


Semester I Semester II
No Tema Alokasi No Tema Alokasi
Waktu Waktu
1 Diri Sendiri 3 Mg 1 Rekreasi 4 Mg
2 Lingkunganku 4 Mg 2 Pekerjaan 3 Mg
3 Kebutuhanku 4 Mg 3 Air Udara/Api 2 Mg
4 Binatang 3 Mg 4 Alat Komunikasi 2 Mg
5 Tanaman 3 Mg 5 Tanah Airku 3 Mg
6 Alam Semesta 3 Mg

2) Struktur Kurikulum SD/MI


Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam
satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI seperti
pada Tabel 2.2
Tabel 2. 2 Struktur Kurikulum SD/MI
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I II III IV, V, dan VI

A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 3
2. Pendidikan 2
Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan 4
Keterampilan
8. Pendidikan Jasmani,
4
Olahraga dan Kesehatan
B. Muatan Lokal 2
C. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah 26 27 28 32

*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

3) Struktur Kurikulum SMP/MTs


Struktur kurikulum SMP/MTs meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam
satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas VII sampai dengan Kelas IX
seperti pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Struktur Kurikulum SMP/MTs
Kelas dan Alokasi Waktu
Komponen
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4
5. Matematika 4 4 4
6. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4
7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga 2 2 2
dan Kesehatan
10. Keterampilan/Teknologi 2 2 2
Informasi dan Komunikasi
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*)
Jumlah 32 32 32
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

b. Beban Belajar
Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem penyelenggaraan program
pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan
beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang
berlaku pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket
dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran.
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta
didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur,
dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan dengan memerhatikan tingkat perkembangan peserta didik.
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara
peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada
masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut:
1) SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit;
2) SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40 menit;
3) SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit.
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan adalah sebagai
berikut:
1) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SD/MI/ SDLB:
 Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran;
 Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran.
2) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 34 jam
pembelajaran.
3) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah
38 s.d. 39 jam pembelajaran.
Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk satuan pendidikan
TK/SD/MI/SMP/MTs adalah sebagaimana tertera pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Beban Belajar Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan
untuk Satuan Pendidikan SD/MI/SMP

Satu jam Jumlah


Minggu
pemb. jam Waktu Jumlah jam
Satuan Efektif
Kelas tatap pemb. pembelajaran per tahun
Pendidikan per tahun c. Kalender
muka Per per tahun (@60 menit)
ajaran
(menit) minggu Akademik
884-1064 jam Seorang
I s.d. 35 pembelajaran
26-28 34-38 516-621 pengawas harus
III (30940 – 37240
menit) bisa membimbing
SD/MI/
SDLB*) kepala sekolah
1088-1216 jam
dalam menyusun
IV s.d. pembelajaran
35 32 34-38 635-709
VI (38080 - 42560 kalender
menit
akademik dan
1088 - 1216 jam mengadministrasi
SMP/MTs/ VII pembelajaran
40 32 34-38 725-811 kannya. Hal-hal
SMPLB*) s.d. IX (43520 - 48640
menit) yang perlu
diperhatikan dalam menyusun kalender akademik antara lain adalah:
1) Kepala sekolah/madrasah menyusun kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal
pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ektra kurikuler, dan hari libur;
2) Penyusunan kalender pendidikan/akademik:
a) Didasarkan pada standar isi,
b) Berisi mengenai pelaksanaan aktivitas sekolah/madrasah selama satu tahun dan dirinci
secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
c) Diputuskan dalam rapat dewan pendidik dan ditetapkan noleh kepala sekolah/madrasah
3) Sekolah/madrasah menyusun jadwal penyusunan KTSP;
4) Sekolah/madrasah menyusun mata pelajaran yang dijadwalkan pada semester gasal dan
semester genap.
Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur dan kegiatan lainnya tertera pada Tabel
5.2.
Tabel 5.2.Contoh Alokasi Waktu pada Kelender Pendidikan
No Kegiatan Alokasi Waktu Keterangan
1. Minggu efektif belajar Minimum 34 minggu Digunakan untuk kegiatan pembelajaran
dan maksimum 38 efektif pada setiap satuan pendidikan
minggu
2. Jeda tengah semester Maksimum 2 Satu minggu setiap semester
minggu
3. Jeda antarsemester Maksimum 2 Antara semester I dan II
minggu
4. Libur akhir tahun Maksimum 3 Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan
pelajaran minggu administrasi akhir dan awal tahun pelajaran
5. Hari libur keagamaan 2 – 4 minggu Daerah khusus yang memerlukan libur
keagamaan lebih panjang dapat
mengaturnya sendiri tanpa mengurangi
No Kegiatan Alokasi Waktu Keterangan
jumlah minggu efektif belajar dan waktu
pembelajaran efektif

6. Hari libur Maksimum 2 Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah


umum/nasional minggu
7. Hari libur khusus Maksimum 1 Untuk satuan pendidikan sesuai dengan ciri
minggu kekhususan masing-masing
8. Kegiatan khusus Maksimum 3 Digunakan untuk kegiatan yang
sekolah/madrasah minggu diprogramkan secara khusus oleh
sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah
minggu efektif belajar dan waktu
pembelajaran efektif

Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun
pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun
pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi
jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah
jam untuk kegiatan pengembangan diri.
Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran
terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah
semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum
termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.

Contoh 2. 1. Perhitungan Hari Belajar Efektif


TK/SD/SMP………………..
Tahun Pelajaran 2006 – 2007
Semester Ganjil
Bulan Hari Minggu Libur Jumlah Hari
Efektif Efektif Minggu Lib. Lib. Semester Jumlah
Khusus Umum

Contoh 2.2. Pemetaan Standar Kompetensi


dan Kompetensi Dasar per Semester
Mata Pelajaran :
Kelas/Semester :
Tahun Pelajaran :
Sekolah :
No Standar Kompetensi Indikator Aspek
Kompetensi Dasar Penguasaan Keterampilan
Konsep Sosial
Contoh 2.3. Penentuan Standar Kompetensi Belajar Minimal (SKBM)
KD/Indikator Kriteria / Aspek
SKM
No Intake Sumber
Esensial Kompleksitas (%)
Siswa Pendukung

KD = Kompetensi Dasar
2. Proses Pembelajaran
Administrasi standar proses memuat administrasi:
a. Perencanaan proses pembelajaran,
b. Pelaksanaan proses pembelajaran,
c. Penilaian hasil pembelajaran
d. Pengawasan proses pembelajaran.

a). Perencanaan proses pembelajaran


Salah satu tugas pengawas TK/SD/SMP yaitu membimbing Kepala TK/SD/SMP dan guru
adalah membuat rencana pembelajaran melalui Program Pembelajaran kemudian program yang
sudah direncanakan itu diadministrasikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun
program pembelajaran antara lain adalah:
1) Pengawas TK/SD/SMP ikut memantau dan menjamin mutu kegiatan pembelajaran untuk
setiap mata pelajaran dan program pendidikan tambahan yang dipilihnya;
2) Kegiatan pembelajaran didasarkan pada standar kompetensi lulusan, standar isi, dan
peraturan pelaksanaanya, serta standar proses dan standar penilaian.
3) Mutu pembelajaran dikembangkan dengan:
a) Model kegiatan pembelajaran mengacu pada standar proses;
b) Melibatkan peserta didik secara aktif, demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong
kreativitas, dan dialogis;
c) Tujuan agar peserta didik mencapai pola pikir dan kebebasan berpikir sehingga dapat
melaksanakan aktivitas intelektual yang berupa berpikir, beragumentasi, mengkaji,
menemukan, dan memprediksi;
d) Pemahaman bahwa keterlibatan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran yang
dilakukan secara sungguh-sungguh dan mendalam untuk mencapai pemahaman konsep,
tidak terbatas pada materi yang diberikan oleh guru.
e) Setiap guru bertanggung jawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran
untuk setiap mata pelajaran yang diam-punya agar peserta didik mampu:
(1) Meningkatkan rasa ingin tahunya;
(2) Mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan
pendidikan, mengembangkan kompetensi dasar;
(3) Memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari sumber
informasi;
(4) Mengolah informasi menjadi pengetahuan;
(5) Menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah;
(6) Mengkomunikasikan pengetahuan pada pihak lain; dan
(7) Mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang wajar.
f) Guru membuat silabus berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar isi, dan
peraturan pelaksanaanya, serta standar proses dan standar penilaian; memilih strategi
pembelajaran yang sesuai; melaksanakan evaluasi sumatif dan formatif; dan
merencanakan program pembelajaran semeteran dan tahunan.
Contoh berikut ini dapat dikembangkan sesuai dengan kreativitas dan kebutuhan sekolahnya.
Contoh 2. 4. Administrasi Program Semester dan Tahunan
Mata Pelajaran :
Jenjang :
Kelas / Semester :
Tahun Pelajaran :
No Kompetensi Diberikan pada bulan ke Target Ket.
Dasar Ketuntasan (%)
Jul Agt Sep Ok No De .. Renc Pelak

Contoh 2.5.Administrasi Komponen Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Satuan Pendidikan : ...................................................................
Mata Pelajaran : ...................................................................
Kelas/Semester : ...................................................................
Materi Ajar : ....................................................................
Alokasi Waktu : ....................................................................
a. standar kompetensi :.....................................................................
b. kompetensi dasar : ...................................................................
c. tujuan pembelajaran : ....................................................................
d. indikator : .....................................................................
e. materi ajar : .....................................................................
f. metode pengajaran : .....................................................................
1) Kegiatan Awal : .....................................................................
2) Kegiatan Inti : .....................................................................
3) Kegiatan Akhir : .....................................................................
g. sumber belajar/ bahan : .....................................................................
h. penilaian hasil belajar : .....................................................................
1) Jenis tagihan : .....................................................................
2) Bentuk : .....................................................................
3) Soal : .....................................................................
b). Administrasi Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Aspek yang diadministrasikan adalah pelaksanaan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh
kepala/wakil TK/SD/SMP bidang kurikulum dan guru. Tugas seorang pengawas TK/SD/SMP dalam
pelaksanaan proses pembelajaran adalah membimbing kepala TK/SD/SMP terhadap kegiatan
pembelajaran sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah dengan memperhatikan:
a) Perkembangan metode pembelajaran mutakhir;
b) Penggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, inovatif, dan tepat untuk mencapai tujuan
pembelajaran;
c) Penggunakan fasilitas, peralatan, dan alat bantu yang tersedia secara efektif dan efisien;
d) Sifat alamiah kurikulum, kemampuan peserta didik, dan pengalaman belajar sebelumnya yang
bervariasi serta kebutuhan khusus bagi peserta didik dari yang mampu belajar dengan cepat sampai
yang lambat;
e) Pembelajaran melalui lintas kurikulum, hasil-hasil penelitian dan penerapannya;
f) Pendekatan kompetensi agar dapat menghasilkan lulusan yang mudah beradaptasi, memiliki
motivasi, kreatif, mandiri, mempunyai etos kerja yang tinggi, memahami belajar seumur hidup, dan
berpikir logis dalam menyelesaikan masalah.

c). Administrasi Penilaian Hasil Pembelajaran


Tugas seorang pengawas TK/SD/SMP dalam administrasi penilaian hasil belajar siswa
antara lain adalah:
a) Membimbing Kepala TK/SD/SMP dan guru dalam menyusun program penilaian hasil belajar
yang berkeadilan, bertanggung jawab dan berkesinambungan;
b) Membimbing Kepala TK/SD/SMPdan guru dalam penyusunan progam penilaian hasil belajar
didasarkan pada Standar Penilaian Pendidikan.
c) Membimbing Kepala TK/SD/SMP dan guru dalam menilai hasil belajar untuk seluruh kelompok
mata pelajaran, dan membuat catatan keseluruhan, untuk menjadi bahan program remedial,
klarifikasi capaian ketuntasan yang direncanakan, laporan kepada pihak yang memerlukan,
pertimbangan kenaikan kelas atau kelulusan, dan dokumentasi.
d) Program penilaian hasil belajar perlu ditinjau secara priodik, berdasarkan data kegagalan dan
kendala pelaksanaan program termasuk temuan penguji eksternal dalam rangka mendapatkan
rencana penilaian yang lebih adil dan bertanggung jawab.
e) Membimbing Kepala TK/SD/SMP dan guru dalam menetapkan prosedur yang mengatur
transparansi sistem evaluasi hasil belajar untuk penilaian formal yang berkelanjutan. Semua
guru mengembalikan hasil kerja siswa yang telah dinilai
f) Membimbing Kepala TK/SD/SMP dan guru dalam menetapklan petunjuk pelaksanaan
operasional yang mengatur mekanisme penyampaian ketidakpuasan peserta didik dan
penyelesaiannya mengenai penilaian hasil belajar dengan memperhatikan dua hal, yaitu:
a. Penilaian meliputi semua kompetensi dan materi yang diajarkan.
b. Seperangkat metode penilaian perlu disiapkan dan digunakan secara terencana untum
tujuan diagnostic, formatif, dan sumatif, sesuai dengan metode/strategi pembelajaran
yang digunakan.
g) Membimbing Kepala TK/SD/SMP dan guru menyusun ketentuan pelaksanaan penilaian hasil
belajar sesuai dengan standar penilaian pendidikkan. Selanjutnya, Kepala TK/SD/SM dan guru
dianjurkan melaporakan hasil belajar kepada orang tua peserta didik, komite sekolah dan
institusi di atasnya.

Contoh 2.6. Silabus dan Sistem Penilaian


Nama Sekolah :
Mata Pelajaran :
Kelas/Semester :
Standar Kompetensi :
Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Penilaian Alokasi Sumber
Dasar Pembelajaran Pembelajaran Waktu Bahan
Jenis
tagihan:

Bentuk
Instrumen:

Contoh 2.7. Penilaian Psikomotor


No Nama Siswa Menggunakan Demonstrasi .......... Jumlah Rata-rata
Alat Hasil Kerja
1.
2.

dst.

Skala
0-20 tidak tepat tidak bagus tidak sesuai
21-40 kurang tepat kurang bagus kurang sesuai
41-60 Tepat Bagus sesuai
61-80 tepat sekali bagus sekali sesuai sekali
81-100 sangat tepat sangat bagus sangat sesuai

Contoh2. 8 Penilaian Afektif


No Nama Siswa Kedisiplinan Kerjasama Ide Kreativitas Jumlah Rata-
rata
1.
2.
3.
...
Dst

Skala
A Amat baik 76-100
B Baik 51-75
C Cukup 26-50
D Kurang 26-50
Administrasi penilaian belajar siswa berupa arsip laporan hasil belajar siswa yang
diterima setiap tiga/enam bulan sekali.

d). Administrasi Pengawasan Proses Pembelajaran


Tenaga Administrasi Sekolah mengadministrasikan hasil pengawasan pembelajaran antara lain
berupa hasil pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan serta catatan tindak lanjut untuk
memperbaiki kinerja kepala TK/SD/SM dan guru dalam pengelolaan pembelajaran.

Contoh 2. 9. Buku Pemeriksaan Administrasi Pembelajaran


No Nama Mata Ke- A. Program Pembelajaran
Guru Pelajar las P P Standar Kompetensi RPP/PMH
an T S Tgl No Tgl No Tgl No I II III IV

Keterangan:
PT: Program Tahunan
PS: Program semester
RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
PMH: Persiapan Mingguan/ Harian
Contoh 2.10. Instrumen Pengawasan Administrasi Kurikulum
dan Program Pembelajaran
No. Komponen Ada Tidak ada Keterangan
A AT 1. Baik
2. Cukup
3. Jelek
1. Buku/ Dokumen Kurikulum
a. Standar Isi (kerangka dasar, struktur
kurikulum)
b. Standar Proses
c. Standar Kompetensi lulusan (standar
kompetensi, kompetensi dasar)
d. Standar Penilaian
e. Panduan – panduan (Penyusunan
Silabus dan Penilaian, pembelajaran)
2. Penyusunan Program Pengajaran
a. Pemetaan Standar Kompetensi dan
Kompetensi dasar setiap Mata Pelajaran
b. Standar Ketuntasan Belajar Minimal
(SKBM)
c. Perhitungan hari belajar efektif/ kalender
pembelajaran
d. Program semester dan Tahunan
e. Silabus dan system penilaian setiap
mata pelajaran
f. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
g. Jadwal Pelajaran
h. Tugas siswa
i. Pengembangan diri/ Ekstrakur
j. Perbaikan dan Pengayaan
3. Buku Nilai
a. Data Siswa
b. Ulangan harian
c. Ulangan umum
d. Tugas siswa
4. Leger/ DKN
5. Kumpulan soal
a. Ulangan harian
b. Ulangan umum
6. Grafik Daya Serap/ Ketuntasan Belajar
7. Grafik pencapaian target kompetensi
8 Grafik rata-rata nilai UAN
a. Siswa Baru
b. Siswa Lulusan
9. Observasi kelas
a. Kunjungan semua guru
b. Catatan tentang guru setelah diobservasi
10. Daftar buku wajib/ alat peraga dan
referensi

Keterangan: A = ada dan fungsional


AT= ada tapi tidak fungsional
Saran Tindak Lanjut: .......................................................................................

3. Administrasi Penilaian Pendidikan


Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik (PP Nomor 19 2005). Evaluasi pendidikan adalah kegiatan
pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan. Penilaian Pendidiakan menurut PP Nomor 19 2005 Bab XI dibagi
menjadi lima bagian, yaitu : (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, menengah,
dan pendidikan tinggi; (2) Penilaian hasil belajar oleh pendidik; (3) Penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan; (4) Penilaian hasil belajar oleh pemerintah; dan (5) Kelulusan.
Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah terdiri dari penilaian hasil
belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar
oleh pemerintah. Sedangkan, penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan tinggi terdiri dari
penilaian hasil belajar oleh pendidik dan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Penilaian hasil belajar dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam
bentuk ulangan harian, ulangan tengah semster, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan
kelas. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar
kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam
bentuk ujian nasional. Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: (1) Pemetaan mutu
program dan/atau satuan pendidikan; (2) Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (3)
penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; (4) pembinaan dan
pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan
menengah setelah: (1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (2) Memperoleh nilai
minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata
pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan ; (3) Lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (4)
Lulus ujian nasional.

Contoh 2.11 Format Administrasi Penilaian Hasil Belajar


Mata Pelajaran : ………………. Kelas : …………….
Kompetensi Dasar : ………………. Semester : ……………
Standar Ketuntasan : ……………… Tahun Pel. : ……………
Ulangan Remidiasi Remidiasi Remidiasi Nilai Ket.
No. NAMA
Harian 1 1 1 1 Akhir
1 2 3 4 5 6 7 8

B. Administrasi Kesiswaan
Tujuan administrasi kesiswaan adalah mengatur kegiaatan-kegiatan peserta didik dari mulai
masuk sampai lulus sekolah. Pengaturan kegiatan peserta didik tersebut diarahkan pada
peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar baik intra maupun ekstrakurikuler, sehingga
memberikan kontribusi bagi pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah serta tujuan pendidikan
secara keseluruhan. Ruang lingkup administrasi kesiswaan meliputi:

1. Perencanaan Peserta Didik


Perencanaan merupakan terjemahan dari kata planning. Yang dimaksud dengan perencanaan
adalah memikirkan di muka tentang apa-apa yang harus dilakukan. Muka di sini perlu diberi garis
bawah, oleh karena ia berkenaan dengan kurun waktu dan bukan kurun tempat. Perencanaan sendiri
adalah aktivitasnya, sedangkan hasil dari perencanaan tersebut adalah rencana yang berwujud rumusan
tertulis. Dengan perkataan lain, jika rencana yang terumus secara tertulis tersebut belum ada maka
aktivitas perencanaan tersebut belum selesai atau belum berhasil.
Perencanaan peserta didik adalah suatu aktivitas memikirkan di muka tentang hal-hal yang
harus dilakukan berkenaan dengan peserta didik di sekolah, baik sejak peserta didik akan memasuki
sekolah maupun mereka akan lulus dari sekolah. Yang direncanakan adalah hal-hal yang harus
dikerjakan berkenaan dengan penerimaan peserta didik sampai dengan pelulusan peserta didik.

2. Penerimaan Siswa Baru (PSB)


Penerimaan siswa baru meliputi kegiatan: Penetuan kebijakan PSB, sistem PSB, kriteria
PSB, Prosedur PSB, dan pemecahan problem-problem PSB.
Sebagai dasar pembuatan kebijakan mengenai proses penerimaan peserta didik atau penerimaan
siswa baru, Permendikanas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menggariskan ketentuan yang berkenaan dengan kriteria
calon peserta didik dan norma-norma pelaksanaan penerimaan peserta didik.
a) Kriteria calon peserta didik :
1) SD/MI berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun, pengecualian terhadap usia peserta
didik yang dari 6 (enam) tahun dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari pihak yang
berkompeten, seperti koselor sekolah/madrasah maupun psikolog.
2) SDLB/SMPLB/SMALB berasal dari peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
intelektual, mental, sensorik, dan/atau sosial;
3) SMP/MTs berasal dari lulusan SD, MI, Paket A atau satuan pendidikan bentuk lainnya yang
sederajat.
4) SMA/SMK, MA/MAK berasal dari anggota masyarakat yang telah lulus dari SMP/MTs,
Paket B atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
b) Penerimaan Peserta didik sekolah/madrasah dilakukan :
1) Secara objektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam aturan
sekolah/madrasah,
2) Tanpa diskriminasi atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial,
kemampuan ekonomi bagi SD/MI, SMP/Mts penerima subsidi dari Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah;
3) Berdasar kriteria hasil ujian nasional bagi SMA/SMK, MA/MAK
4) Sesuai dengan daya tampung sekolah/madrasah.

3. Orientasi Siswa Baru


Orientasi siswa baru mencakup kegiatan pada hari-hari pertama sekolah, Masa Orientasi Siswa
(MOS), pendekatan dan tehnik-tehnik yang digunakan.
Setelah kegiatan orientasi siswa baru selesai, maka aktivitas administrasi peserta didik
selanjutnya meliputi:
a. Mengatur kehadiran, dan ketidakhadiran peserta didik di sekolah
b. Mengatur pengelompokan peserta didik
c. Mengatur evaluasi peserta didik, baik dalam rangka memperbaiki proses belajar
mengajar, bimbingan penyuluhan maupun kepentingan peserta didik.
d. Mengatur kenaikan tingkat/ kenaikan kelas peserta didik
e. Mengatur peserta didik yang drop out
f. Mengatur kode etik, dan peningkatan disiplin peserta didik
g. Mengatur organisasi peserta didik yang meliputi seperti OSIS, Organisasi Pramuka, PMR,
KIR, Kelompok Studi tour, Club Pecinta Alam, Peringatan Hari Besar Keagamaan, dan
sebagainya.
h. Mengatur layanan peserta didik
 Layanan BK,
 Layana perpustakaan
 Layanan laboratorium
 Layanan penasihat akademik (wali kelas)
 Layanan koperasi siswa/i.
i. Mengatur kegiatan pelaksanaan wawasan wiyatamandala.
4. Pengaturan Kehadiran Peserta Didik
a. Batasan Kehadiran dan Ketidakhadiran
Kehadiran peserta didik di sekolah (school attandence) adalah kehadiran dan keikutsertaan peserta
didik secara fisik dan mental terhadap aktivitas sekolah pada jam-jam efektif di sekolah. Sedangkan
ketidakhadiran adalah ketiadaan partisipasi secara fisik peserta didik terhadap kegiatan-kegiatan
sekolah.
Pada jam-jam efektif sekolah, peserta didik memang harus berada di sekolah. Kalau tidak ada di
sekolah, haruslah dapat memberikan keterangan yang syah serta diketahui oleh orang tua atau walinya.
Hal demikian sangat penting, oelh karena ada insiden-insiden seperti: peserta didik menyatakan kepada
orang tua atau walinya bahwa ia berangkat ke sekolah, tetapi ternyata tidak hadir di sekolah. Carter V.
Good (1981) memberi batasan kehadiran sebagai berikut:
The act of being present, particulary at school (certain court dicisions have defined attendance at
school as not merely being bodily presence but incluiding actual participation in the work and
activities orientasi the school).

Pengertian kehadiran seperti yang dikemukakan di atas seringkali dipertanyakan, terutama pada
saat teknologi pendidikan dan pengajaran telah berkembang pesat seperti sekarang ini. Kalau misalnya
saja, aktivitas-aktivitas sekolah dapat dipancarkan melalui TV dan bisa sampai ke rumah, apakah
kehadiran peserta didik secara fisik di sekolah masih dipandang mutlak?
Jika pendidikan atau pengajaran dipandang sebagai sekedar penyampaian pengetahuan,
sedangkan para peserta didik dapat menyerap pesan-pesan pendidikan melalui layar kacanya di rumah,
ketidakhadiran peserta didik di sekolah secara fisik mungkin tidak menjadi persoalan. Sebaliknya, jika
pendidikan bukan sekadar penyerapan ilmu pengetahuan, melainkan lebih jauh membutuhkan
keterlibatan aktif secara fisik dan mental dalam prosesnya, maka kehadiran secara fisik di sekolah tetap
penting apapun alasannya, dan bagaimanapun canggihnya teknologi yang dipergunakan. Pendidikan
telah lama dipandang sebagai suatu aktivitas yang harus melibatkan peserta didik secara aktif, dan tidak
sekedar sebagai penyampaian informasi belaka.

b. Sebab-sebab Ketidakhadiran Peserta Didik


Ada banyak sumber penyebab ketidakhadiran peserta didik di sekolah. Pertama, ketidakhadiran
yang bersumber dari lingkungan keluarga. Ada kalanya suatu keluarga mendukung terhadap kehadiran
peserta didik di sekolah, dan adakalanya tidak mendukung. Bahkan dapat juga terjadi, bahwa keluarga
justru menjadi perintang bagi peserta didik untuk hadir di sekolah. Pemecahan atas ketidakhadiran
peserta didik yang bersumber dari keluarga demikian, tentulah lebih ditujukan pada langkah-langkah
kuratif bagi kehidupan keluarga.
Adapun ketidakhadiran yang disebabkan atau bersumber dari keluarga adalah sebagai berikut:
1) Kedua orang tuanya baik ayah maupun ibu, bekerja. Hal demikian bisa terjadi, mengingat
disamping peserta didik tersebut tidak mendapatkan pengawasan keluarga, juga bisa jadi yang
bersangkutan memang disuruh menjaga rumah oleh kedua orang tuanya.
2) Ada kegiatan keagamaan di rumah. Kegiatan keagamaan demikian, terutama pada masyarakat
yang religius, bisa menjadikan sebab peserta didik tidak hadir di sekolah.
3) Ada persoalan di lingkungan keluarga. Meskipun masalah tersebut tidak bersangkut paut
dengan peserta didik, umumnya juga mempengaruhi jiwa peserta didik. Misalnya adanya
pertengkaran antara ayah dan ibu, bisa menjadikan penyebab bagi peserta didik untuk tidak
hadir di sekolah.
4) Ada kegiatan darurat di rumah. Kegiatan yang sifatnya darurat, lazim memaksa anak untuk turut
menyelesaikan sesegera mungkin. Hal demikian, bisa menjadikan penyebab peserta didik tidak
dapat hadir di sekolah.
5) Adanya keluarga, famili dan atau handai taulan yang pindah rumah. Ini seringkali menjadikan
peserta didik untuk turut serta membantu serta menghadirinya. Tidak jarang, pindah rumah
demikian bersamaan dengan hari dan atau jam sekolah. Pindah rumah memang tidak pernah
mempertimbangkan aspek peserta didik sedang bersekolah ataukan tidak.
6) Ada kematian. Kematian di dalam keluarga umumnya membawa duka bagi anak. Oleh karena
dukanya tersebut, anak kemudian tidak hadir di sekolah.
7) Letak rumah yang jauh dari sekolah. Hal demikian tidak jarang menjadikan peserta didik malas
untuk hadir ke sekolah. Terkecuali jika ada transportasinya. Sungguhpun demikian, jarang juga
ketika sudah ada transportasinya, peserta didik juga masih tetap tidak hadir di sekolah, karena
mungkin waktu itu tidak mempunyai uang ongkos transportasi.
8) Ada keluarga yang sakit. Pada saat salah seorang anggota keluarga ada yang sakit, tidak jarang
peserta didik dimintai untuk menunggu atau merawatnya, sehingga menjadi penyebab peserta
didik tidak bersekolah.
9) Baju seragam yang tidak ada lagi. Ini dialami oleh mereka yang secara ekonomi memang lemah.
Tidak seragam ke sekolah dikhawatirkan mendapatkan sangsi, umumnya peserta didik memilih
tidak hadir di sekolah.
10) Kekurangan makanan yang sehat. Ini terjadi pada peserta didik yang berada di daerah-daerah
kantong kemiskinan.
11) Ikut orang tua berlibur. Hari libur orang tua yang tidak bersamaan dengan hari libur sekolah bisa
memberi peluang bagi tidak hadirnya peserta didik di sekolah. Karena, tidak jarang peserta didik
mengikuti liburan orang tuanya.
12) Orang tua pindah tempat kerja. Orang tua yang pindah tempat kerja bisa menyebabkan anak
tidak hadir di sekolah, oleh karena anak kadang-kadang mengikuti orang tua baik untuk jangka
waktu lama maupun untuk jangka waktu tertentu saja.

b. Catatan Kehadiran dan Ketidakhadiran Peserta Didik


Peserta didik yang hadir di sekolah hendaknya dicatat oleh guru dalam buku presensi. Sementara
peserta didik yang tidak hadir di sekolah dicatat dalam buku absensi. Dengan perkataan lain, presensi
adalah daftar kehadiran peserta didik, sementara absensi adalah buku daftar ketidakhadiran peserta
didik.
Begitu jam pertama dinyatakan masuk, serta para peserta didik masuk ke kelas, guru mempresensi
peserta didiknya satu persatu. Selain agar mengenali satu persatu peserta didiknya yang masuk sekolah
dan yang tidak masuk sekolah. Demikian juga pada jam-jam berikutnya setelah istirahat, guru perlu
mempresensi kembali, barangkali ada peserta didinya yang pulang sebelum waktunya. Tidak jarang,
peserta didik pulang sebelum waktunya, hanya karena sudah dinyatakan masuk melalui presensi pada
jam pertama.

5. Pengaturan Kedisiplinan Peserta Didik

a. Urgensi dan Makna Kedisiplinan

Disiplin sangat penting artinya bagi peserta didik. Karena itu, ia harus ditanamkan secara terus-
menerus kepada peserta didik. Jika disiplin ditanamkan secara terus menerus, maka disiplin tersebut
akan menjadi kebiasaan bagi peserta didik. Orang-orang yang berhasil dalam bidangnya masing-masing
umumnya mempunyai kedisiplinan yang tinggi. Sebaliknya orang yang gagal, umumnya tidak disiplin.
Apa yang dimaksud dengan disiplin? Banyak para ahli yang memberikan pengertian sesuai dengan
sudut pandang mereka. The Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut:
“Disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi
tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati”.

Good’s (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin sebagai berikut:


a. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalikan keinginan, dorongan atau kepentingan guna
mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih sangkil.
b. Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri, meskipun menghadapi
rintangan.
c. Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.
d. Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan.
Webster’s New World Dictionary (1959) membeikan batasan disiplin sebagai: Latihan untuk
mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib dan efisien.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut kiranya jelas, bahwa disiplin adalah suatu keadaan di
mana sesuatu itu berada dalam keadaan tertib, teratur dan semestinya, serta tidak ada suatu
pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung atau tidak langsung.
Adapun pengertian disiplin peserta didik adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang dimiliki oleh
peserta didik di sekolah, tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara lansung
maupun tidak langsung terhadap peserta didik sendiri dan terhadap sekolah secara keseluruhan.
Ada tiga macam disiplin. Pertama, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoritarian. Menurut
kacamata konsep ini, peserta didik di sekolah dikatakan mempunyai disiplin tinggi manakala mau duduk
tenang sambil memperhatikan uraian guru ketika sedang mengajar. Peserta didik diharuskan
mengiyakan saja terhadap apa yang dikehendaki guru, dan tidak boleh membantah. Dengan demikian,
guru bebas memberikan tekanan kepada peserta didik, dan memang harus menekan peserta didik.
Dengan demikian, peserta didik takut dan terpaksa mengikuti apa yang diingini oleh guru.
Kedua, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep permissive. Menurut konsep ini, peserta didik
haruslah diberikan kebebasan seluas-luasnya di dalam kelas dan sekolah. Aturan-aturan di sekolah
dilonggarkan dan tidak perlu mengikat kepada peserta didik. Peserta didik dibiarkan berbuat apa saja
sepanjang itu menurutnya baik. Konsep permissive ini merupakan anti tesa dari konsep autoritarian.
Keduanya sama-sama berada dalam kutub ekstrim.
Ketiga, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep kebebasan yang terkendali atau kebebasan
yang bertanggung jawab. Disiplin demikian, memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada peserta
didik untuk berbuat apa saja, tetapi konsekuensi dari perbuatan itu, haruslah ia tanggung. Karena ia
yang menabur, maka ialah yang menuai. Konsep ini merupakan konvergensi dari konsep otoritarian dan
permissive di atas.
Menurut konsep kebebasan terkendali ini, peserta didik memang diberi kebebasan, asal yang
bersangkutan tidak menyalahgunakan kebebasan yang diberikan. Sebab tidak ada kebebasan mutlak di
dunia ini, termasuk di negara liberal sekalipun. Ada batas-batas tertentu yang harus diikuti oleh
seseorang dalam kerangka kehidupan bermasyarakat, termasuk juga kehidupan bermasyarakat dalam
setting sekolah. Bahkan pendamba kebebasan mutlak pun, sebenarnya akan terbatasi oleh kebebasan
itu sendiri.
Kebebasan jenis ketiga ini juga lazim dikenal dengan kebebasan terbimbing. Terbimbing karena
dalam menerapkan kebebasan tersebut, diaksentuasikan kepada hal-hal yang konstruktif. Manakala
arah tersebut berbalik atau berbelok ke hal-hal yang destruktif, maka dibimbing kembali ke arah yang
konstruktif.
Berdasarkan tiga konsep disiplin tersebut, kemudian dikemukakan teknik-teknik alternatif
pembinaan disiplin peserta didik. Pertama, dinamai dengan teknik external control, ialah suatu teknik di
mana disiplin peserta didik haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Teknik ini meyakini kebenaran
akan teori X, yang mempunyai asumsi-asumsi tak baik mengenai manusia. Karena tak baik, mereka
senantiasa diawasi dan dikontrol terus, agar tidak terjerembab ke dalam kegiatan-kegiatan yang
destruktif dan tidak produktif. Menurut teknik external control ini, peserta didik harus terus menerus
didisiplinkan, dan kalau perlu ditakuti dengan ancaman dan ditawari dengan ganjaran. Ancaman
diberikan kepada peserta didik yang tidak disiplin, sementara ganjaran diberikan kepada peserta didik
yang mempunyai disiplin tinggi.
Kedua, dinamainya dengan teknik inner control atau internal control. Teknik ini merupakan
kebalikan dari teknik di atas. Teknik ini mengupayakan agar peserta didik dapat mendisiplinkan dari
mereka sendiri. Peserta didik disadarkan akan arti pentingnya disiplin. Sesudah sadar, ia akan mawas
diri dan berusaha mendisiplinkan diri sendiri. Jika teknik ini dapat dikembangkan dengan baik, maka
akan mempunyai kekuatan yang lebih hebat dibandingkan dengan teknik external control.
Jika teknik inner control ini yang dipilih oleh guru, maka guru haruslah bisa menjadi teladan dalam
hal kedisiplinan. Sebab, guru tidak akan dapat mendisiplinkan peserta didiknya, tanpa ia sendiri harus
berdisiplin. Guru harus sudah punya self control dan inner control yang baik.
Ketiga, adalah teknik cooperatit control. Menurut teknik ini, antara pendidik dan peserta didik
harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin. Guru dan peserta didik lazimnya
membuat semacam kontrak perjanjian yang berisi aturan-aturan kedisiplinan yang harus ditaati
bersama-sama. Sangsi atas pelanggaran disiplin juga ditaati dan dibuat bersama.
Kontrak atau perjanjian seperti ini sangat penting, oleh karena hanya dengan cara demikianlah
pendidik dan peserta didik dapat bekerjasama dengan baik. Dalam suasana demikianlah, maka peserta
didik juga merasa dihargai. Inisiatif yang berasal dari dirinya, biarpun itu berbeda dengan inisiatif guru,
asalkan baik juga diterima oleh guru dan peserta didik lainnya.

2. Peserta Didik yang Mutasi dan Drop Out


a. Alasan, Arti dan Macam Mutasi
Mutasi dan drop out seringkali membawa masalah di dunia pendidikan kita. Oleh karena itu,
keduanya haruslah ditangani dengan baik di dunia pendidikan kita. Sebab, kalau tidak ditangani,
seringkali membawa keruwetan yang berlarut-larut. Yang pada gilirannya, akan mengganggu aktivitas-
aktivitas sekolah secara keseluruhan.
Ada beberapa macam mutasi. Pertama, adalah mutasi intern. Yang dimaksud dengan mutasi intern
adalah mutasi yang dilakukan oleh peserta didik di dalam sekolahan itu sendiri. Umumnya, peserta didik
demikian hanyalah pindah kelas saja, dalam suatu kelas yang tingkatannya sejajar. Mutasi intern ini,
dilakukan oleh peserta didik yang sama jurusannya, atau yang berbeda jurusannya.
Kedua, adalah mutasi ekstern. Yang dimaksud dengan mutasi ekstern adalah perpindahan peserta
didik dari satu sekolah ke sekolah lain dalam satu jenis, dan dalam satu tingkatan. Meskipun ada juga
peserta didik yang pindah ke sekolah lain dengan jenis sekolah yang berlainan. Pada sekolah-sekolah
negeri hal demikian menjadi persoalan; meskipun pada sekolah swasta, terutama yang kekurangan
peserta didik, tidak pernah menjadi persoalan.
Ada banyak penyebab peserta didik mutasi. Adapun faktor penyebab tersebut, dapat bersumber
dari peserta didik sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya.
Yang bersumber dari peserta didik sendiri adalah:
1) Yang bersangkutan tidak kuat mengikuti pelajaran di sekolah tersebut.
2) Tidak suka dengan sekolah tersebut, atau merasa tidak cocok.
3) Malas.
4) Ketinggalan dalam pelajaran.
5) Bosan dengan sekolahnya.
Yang bersumber dari lingkungan keluarga adalah:
1) Mengikuti orang tua pindah kerja.
2) Dititipkan oleh orang tuanya di tempat nenek atau kakeknya, karena ditinggal tugas belajar ke
luar negeri
3) Mengikuti orang tua yang sedang tugas belajar.
4) Disuruh oleh orang tuanya pindah.
5) Orang tua merasa keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan di sekolah tersebut.
6) Mengikuti orang tua pindah rumah.
7) Mengikuti orang tua transmigrasi.
Yang bersumber dari lingkungan sekolah adalah:
1) Lingkungan sekolah yang tidak menarik.
2) Fasilitas sekolah yang tidak lengkap.
3) Guru di sekolah tersebut sering kosong.
4) Adanya kebijakan-kebijakan sekolah yang dirasakan berat oleh peserta didik.
5) Sulitnya sekolah tersebut dijangkau, termasuk oleh transportasi yang ada.
6) Sekolah tersebut dibubarkan, karena alasan-alasan, seperti kekurangan murid.
7) Sekolah tersebut dirasakan peserta didik tidak bonafid, seperti rendahnya angka kelulusan
setiap tahun.
Yang bersumber dari lingkungan teman sebaya, yaitu:
1) Bertengkar dengan teman.
2) Merasa diancam oleh teman.
3) Tidak cocok dengan teman.
4) Merasa terlalu tua sendiri dibandingkan dengan teman-teman sebayanya.
5) Semua teman yang ada di sekolah tersebut, berlainan jenis dengan dirinya, sehingga merasa
sendirian
6) Semua teman yang ada di sekolah tersebut berlainan strata dengan dirinya.
Yang bersumber dari lain-lain adalah:
1) Seringnya sekolah tersebut dilanda banjir
2) Adanya peperangan yang mendadak sehingga di sekolah tersebut tidak memungkinkan untuk
belajar.
3) Adanya bencana alam di wilayah atau daerah tempat sekolah tersebut berada.
4) Sekolah tersebut tiba-tiba ambruk, karena sudah terlalu tua.
Dalam banyak hal, mutasi memang perlu dicegah, agar terdapat kesinambungan pengetahuan
peserta didik yang diterima sebelumnya dengan kelanjutannya. Oleh karena itu, ijin mutasi hendaknya
diberikan jika disertai dengan alasan yang dapat diterima dan sangat baik bagi perkembangan peserta
didik itu sendiri. Seminimal mungkin, mutasi peserta didik yang bersifat ekstern haruslah dikurangi.
Pencegahan dan pengurangan tersebut, tentu bergantung kepada macam sumber faktor penyebabnya.
Sungguhpun demikian, ada banyak faktor penyebab yang tidak bisa ditanggulangi. Dalam hal demikian,
mereka yang mutasi memang harus dicarikan jalan keluarnya, agar menguntungkan bagi perkembangan
peserta didik.
Jika sumber penyebab mutasi berasal dari diri peserta didik sendiri, maka langkah preventif yang
harus dilakukan adalah memberikan semacam jaminan kepada peserta didik, bahwa kalau dapat
menyelesaikan studi di sekolah tersebut, peserta didik nantinya akan mempunyai prospek tertentu
sebagaimana lulusan-lulusan lain dari sekolah tersebut. Ini perlu dikemukakan, agar mereka yakin benar
dengan kebaikan sekolahnya. Dengan demikian, setelah ia memilih sekolah tersebut, tidak akan ragu-
ragu lagi.
Peserta didik juga perlu mendapatkan bimbingan yang baik di sekolah tersebut, agar dapat
menyesuaikan dirinya dengan baik, dan dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Dengan penyesuaian
diri yang baik dan belajar dengan baik, ia tidak ketinggalan dengan teman-temannya yang lain. Dengan
demikian, ia tidak punya alasan untuk pindah ke sekolah lain.
Disamping itu, peserta didik perlu bimbingan dengan baik agar merencanakan belajarnya, dan
diupayakan konsisten dengan rencana yang ia buat. Kemalasan dalam mempelajari bab-bab awal, bisa
beruntun sampai dengan bab-bab akhir. Oleh karena itu, dorongan dan atau motivasi yang terus
menerus dari sekolah, akan membantu peserta didik untuk giat belajar dan tidak malas. Lebih lanjut,
peserta didik akan merasa senang belajar di sekolah tersebut.
Jika sumber penyebab mutasi tersebut berasal dari sekolah, tak ada alternatif lain kecuali
memperbaiki kondisi sekolah. Yang diperbaiki, tentu saja tidak saja sarana dan prasarana fisik sekolah,
melainkan sekaligus kondisi sekolah secara keseluruhan. Disiplin guru perlu ditingkatkan, proses dan
metode belajar pembelajaran dibuat sevariatif mungkin, fasilitas dan sarana yang ada hendaknya
difungsionalkan dengan baik. Demikian juga layanan-layanan yang ada di sekolah, diupayakan dapat
memuaskan peserta didiknya. Upayakan agar peserta didik betah di sekolah tersebut.
Jika sumber penyebab mutasi peserta didik tersebut berasal dari lingkungan keluarga, maka jalinan
kerja sama antara sekolah dengan keluarga memang perlu ditingkatkan. Jangan sampai, hanya karena
persoalan sepele saja kemudian anak tidak sekolah atau mutasi ke sekolah lain. Perlu ada komunikasi
yang intens antara sekolah dan keluarga, sehingga keduanya tidak mengalami miscommunication.
Adapun, jika peserta didik, karena alasan tertentu yang dapat diterima akan mutasi, maka
hendaknya mereka diberi keterangan sesuai dengan apa adanya. Tidak boleh dibaik-baikkan atau
dijelek-jelekkan. Sebab, bagaimanapun juga, mutasi ke sekolah lain adalah hak peserta didik sendiri.
Berilah ia keterangan bahwa yang bersangkutan memang pernah bersekolah di sekolah tersebut, dan
kemukakan alasan-alasan mengapa yang bersangkutan mutasi. Keterangan-keterangan yang lazim
diberikan berkaitan dengan peserta didik yang mutasi ialah: identitas anak, asal sekolah, prestasi
akademik di sekolah, kelakuan dan kerajinan dan alasan-alasan yang bersangkutan mutasi. Dengan
demikian, sekolah yang dituju oleh peserta didik tersebut, mendapatkan gambaran yang senyatanya
mengenai anak tersebut.
Sebelum peserta didik tersebut mutasi, berilah saran-saran kepada yang bersangkutan: apakah
sudah meneliti benar tentang kualitas sekolah tersebut? Apakah dia sudah cocok benar dengan
sekolahnya yang baru itu? Apakah yang bersangkutan sudah mengecek dan mengkonfirmasikan kepada
kepala sekolahnya, bahwa ia akan diterima? Apakah masih tersedia fasilitas bagi dirinya, jika ia mutasi
ke sekolah tersebut? Apakah yang bersangkutan tidak rugi kalau harus mutasi? Pertanyaan demikian
patut dikemukakan kepada peserta didik yang akan mutasi, agar dia tidak kecewa di kemudian hari.
Pertanyaan demikian sekaligus mencegah kepada yang bersngkutan, agar tidak ditolak di sekolah
barunya, sementara dari sekolah lamanya sudah terlanjur secara formal dinyatakan mutasi.
Bagi sekolah yang akan menerima peserta didik yang akan mutasi, hendaknya juga meneliti lebih
lanjut terhadap mereka, sebelum menyatakan menerima. Jangan sampai, sekolah yang sebelumnya
sudah tertib dan baik, bisa berubah kacau hanya karena ada seorang murid yang baru mutasi dari
sekolah lain. Untuk itulah, sekolah harus meneliti mengenai: identitas, kelakuan/kerajinan, prestasi
akademiknya, jurusan atau program asalnya, dan alasan-alasan yang berangkutan mutasi.
Tentu, dapat menerima tidaknya sekolah tersebut, juga harus didasarkan atas ketersediaan fasilitas
dan kesejajaran sekolah tersebut. Ini sangat penting, karena tidak mungkin sekolah dapat menerima
peserta didik tanpa fasilitas; dan menerima peserta didik yang kemampuannya tidak sejajar dengan
teman-teman yang ada di sekolah tersebut. Sebab kalau ini terjadi, akan memberatkan peserta didik itu
sendiri.

b. Peserta Didik yang Drop Out


Yang dimaksud dengan drop out adalah keluar dari sekolah sebelum waktunya, atau sebelum lulus.
Drop out demikian ini perlu dicegah, oleh karena hal demikian dipandang sebagai pemborosan bagi
biaya yang sudah terlanjur dikeluarkan untuknya. Banyaknya peserta didik yang drop out adalah indikasi
rendahnya produktivitas pendidikan. Tinginya angka drop out juga bisa mengganggu angka partisipasi
pendidikan atau sekolah.

C. Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Pendayagunaan Ketenagaan
a. Kelayakan Guru Mengajar
b. Pelaksanaan pembagian tugas Guru, Tenaga Teknis, dan Tenaga Tata Laksana
c. Pemberian tugas tambahan kepada Guru, dan Tenaga Teknis yang belum memenuhi jumlah
jam wajib mengajar minimal.
2. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
a. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan terhadap masing-masing guru, tenaga teknis dan tata
laksana.
b. Pencatatan kegiatan guru, tenaga teknis dan tenaga tatalaksana sebagai bahan pembuatan
penilaian pelaksanaan pekerjaan tahunan.
3. Daftar Urut Kepangkatan (DUK)
a. Daftar urut kepangkatan Guru, Tenaga Teknis dan Kepala Tata Usaha di lingkungan sekolah.
b. Daftar urut kepangkatan disusun sesuai dengan ketentuan dan perubahan formasi sekolah.
4. Mutasi Kepangkatan
a. Pemberitahuan kenaikan gaji berkala kepada KPN bagi guru, tenaga teknis, dan tenaga tata
laksana yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pengusulan kenaikan pangkat/tingkat guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Pemberitahuan dan pengusulan mutasi guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana.
5. Pengembangan Ketenagaan
a. Daftar urut prioritas guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana untuk mengikuti
penataran/ pelatihan antara lain: LKG, SPKG, MGMP, Laboran, Perpustakaan dan
Bendaharawan.
b. Pembinaan secara teratur terhadap guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana dalam
melaksanakan tugas sehari-hari.
c. Langganan majalah profesi untuk guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana.
d. Pemberian dorongan terhadap guru, tenaga teknis dan tenaga tata laksana untuk
menambah pengetahuan.
6. Usaha Kesejahteraan Pegawai
a. Penyelesaian keanggotaan Taspen dan Asuransi Kesehatan Guru, Tenaga Teknis dan Tenaga
Tata Laksana di lingkungan sekolah.
b. Peningkatan kesejahteraan (Koperasi, arisan, kegiatan rekreasi dan olah raga).
7. Tata Tertib Kerja
a. Pedoman Tata Tertib Guru, Tenaga Teknis lainnya dan Tenaga Tata Laksana.
b. Sumber penyusunan tata tertib kerja tersebut (ketentuan, peraturan, dan kesepakatan yang
mendukung tata tertib kerja).
Mengacu pada PPRI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 1 ayat 7 bahwa
standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah criteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik
maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Adapun, administrasi standar pendidik dan tenaga
kependidikan meliputi kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
Contoh 2.12. Administrasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
No Nama Tmp& Pang- Jab. TMT Masa Ser- Pend. Usia Kua Stan
Tgl.lhr kat/ Ker- tifi- Ter- lifi dar
Gol Ja kasi akhir kasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13
1. Joko S,Pd Yogya, IVA Gr 3/1/ 27 lulus S2 57 ya su
12-2-50 Pmb 80 dah

Contoh 2.13. Administrasi Penilaian Portofolio Sertifikasi Guru


No Nama Kual Diklat Peng Perenc Pnilain Pres Karya Ikutsrtan Peng Penghrg
Akdmik Mengajar Pelak Peng Akd Peng Forum Org aan
Pemb Awas mik Prof Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 13

D. Administrasi Sarana dan Prasarana Pendidikan


1. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara
langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Adapun, prasarana pendidikan adalah
semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan
pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi tiga
macam, yaitu (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; (3)
hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana
pendidikan yang habis dipakai dan sarana pendidikan tahan lama.
a) Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat yang apabila digunakan
bisa habis dalam waktu yang relatif singkat.
Contoh, kapur tulis, beberapa bahan kimia untuk praktik guru dan siswa, dsb.
Selain itu, ada sarana pendidikan yang berubah bentuk, misalnya kayu, besi, dan kertas karton
yang sering digunakan oleh guru dalam mengajar.
Contoh: pita mesin ketik/komputer, , bola lampu, dan kertas.
b) Sarana pendidikan tahan lama
Sarana pendidikan tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan
secara terus menerus dan dalam waktu yang relatif lama.
Contoh, bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan beberapa peralatan olah raga.
Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan, ada dua macam sarana pendidikan,
yaitu sarana pendidikan yang bergerak dan sarana pendidikan tidak bergerak.
a) Sarana pendidikan yang bergerak
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau
dipindah sesuai dengan kebutuhan pemakainya, contohnya: almari arsip sekolah, bangku
sekolah, dsb.
b) Sarana pendidikan yang tidak, adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif
sangat sulit untuk dipindahkan, misalnya saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Ditinjau dari hubungannya dengan Proses Belajar Mengajar, Sarana Pendidikan
dibedakan menjadi 3 macam bila ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar
mengajar, yaitu: alat pelajaran, alat peraga, dan media pengajaran.
a) Alat pelajaran
Alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar
mengajar, misalnya buku, alat peraga, alat tulis, dan alat praktik.
b) Alat peraga
Alat peraga adalah alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-
perbuatan atau benda-benda yang mudah memberi pengertian kepada anak didik
berturut-turut dari yang abstrak sampai dengan yang konkret.
c) Media pengajaran adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam
proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam
mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga jenis media, yaitu media audio, media visual, dan
media audio visual.

2. Prasarana
Adapun prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
a. Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti
ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium.
b. Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi
secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar, misalnya ruang kantor,
kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah,
ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.
Proses administrasi sarana prasarna meliputi 5 hal, yaitu: (1) penentuan kebutuhan, (2)
pengadaan, (3) pemakaian, (4) pengurusan dan pencatatan, (5) pertanggungjawaban. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan gambar berikut.

Penentuan Kebutuhan

Pertanggungjawaban Pengadaan

Pengurusan dan Penggunaan dan


Pencataan Pemeliharaan
Gambar 2.2. Proses Administrasi Sarana dan Prasarana
a. Penentuan Kebutuhan
Melaksanakan analisis kebutuhan, analisis anggaran, dan penyeleksian sarana
prasarana sebelum mengadakan alat-alat tertentu. Berikut adalah prosedur analisis kebutuhan
berdasarkan kepentingan pendidikan di sekolah.
1) Perencanaan Pengadaan Barang Bergerak
(a) Barang yang habis dipakai, direncanakan dengan urrutan sebagai berikut.
- Menyusun daftar perlengkapan yang disesuaikan dengan kebutuhan dari rencana
kegiatan sekolah.
- Memperkirakan biaya untuk pengadaan barang tersebut tiap bulan.
- Menyusun rencana pengadaan barang menjadi rencana triwulan dan kemudian
menjadi rencana tahunan.
(b) Barang tak habis dipakai, direncanakan dengan urutan sebagai berikut.
- Menganalisis dan menyusun keperluan sesuai dengan rencana kegiatan sekolah
serta memperhatikan perlengkapan yang masih ada dan masih dapat dipakai.
- Memperkirakan biaya perlengkapan yang direncanakan dengan memperhatikan
standar yang telah ditentukan.
- Menetapkan skala prioritas menurut dana yang tersedia, urgensi kebutuhan dan
menyusun rencana pengadaan tahunan.
2) Penentuan Kebutuhan Barang Tidak Bergerak
Pengadaan barang tidak bergerak meliputi pengadaan tanah dan bangunan, direncanakan
dengan urutan sebagai berikut.
(a) Mengadakan survei tentang keperluan bangunan yang akan direnovasi dengan maksud
untuk memperoleh data mengenai: fungsi bangunan, struktur organisasi, jumlah pemakai
dan jumlah alat-alat/ perabot yang akan ditempatkan.
(b) Mengadakan perhitungan luas bangunan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
disusun atas dasar data survei.
(c) Menyusun rencana anggaran biaya yang disesuaikan dengan harga standar yang berlaku
di daerah yang bersangkutan.
(d) Menyusun pentahapan rencana anggaran biaya yang disesuaikan dengan rencana
pentahapan pelaksanaan secara teknis, serta memperkirakan anggaran yang disediakan
setiap tahun, dengan memperhatikan skala prioritas yang telah ditetapkan, sesuai dengan
kebijaksanaan departemen.

3) Perhitungan Kebutuhan Ruang Belajar


Menghitung kebutuhan ruang belajar harus memperhatikan tambahan jumlah siswa yang
diperkirakan akan ditampung pada tahun yang akan datang. Perkiraan tambahan jumlah siswa
didasarkan pada anak usia sekolah yang akan ditampung dan arus lulusan yang akan
memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di tingkat propinsi/ kabupaten. Selain itu, juga
perlu memperhatikan jumlah murid yang keluar dari sekolah baik lulusan, pindahan, maupun
putus sekolah.
Perhitungan kebutuhan ruang belajar/guru tergantung dari jumlah tambahan siswa, jumlah
rata-rata murid untuk setiap rombongan belajar/kelas, dan efisiensi penggunaan ruang belajar
(shift). Selanjutnya, perhitungan kebutuhan ruang belajar dapat diformulasikan sebagai
berikut.
Jumlah siswa - Jumlah siswa
Kebutuhan yang diperkirakan sekarang
tambahan =
ruang belajar
Jumlah siswa > shift
Rata-rata per kelas

b. Pengadaan Sarana Prasarana


Pengadaan sarana prasarana pendidikan merupakan upaya merealisasikan rencana kebutuhan
pengadaan perlengkapan yang telah disusun sebelumnya, antara lain sebagai berikut.
a) Pengadaan buku, alat, dan perabot dilakukan dengan cara membeli, menerbitkan sendiri, dan
menerima bantuan/ hadiah/ hibah.
b) Pengadaan bangunan, dapat dilaksanakan dengan cara:
(1) membangun bangunan baru;
(2) membeli bangunan;
(3) menyewa bangunan;
(4) menerima hibah bangunan;
(5) menukar bangunan;
c) Pengadaan tanah, dapat dilakukan dengan cara membeli, menerima bahan, menerima hak pakai,
dan menukar.
c. Penggunaan dan Pemeliharaan
Ada dua prinsip yang harus diperhatikan dalam pemakaian perlengkapan pendidikan, yaitu
prinsip efektivitas dan prinsip efisiensi. Prinsip efektivitas berarti semua pemakaian perlengkapan
pendidikan di sekolah harus ditujukan semata-mata dalam memperlancar pencapaian tujuan
pendidikan sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun, prinsip efisiensi berti,
pemakaian semua perlengkapan pendidikan secara hemat dan hati-hati sehingga semua
perlengjkapan yang ada tidak mudah habis, rusak, atau hilang.
Pemeliharaan merupakan kegiatan yang terus menerus untuk mengusahakan agar barang tetap
dalam keadaan baik atau siap untuk dipakai. Menurut kurun waktunya, pemeliharaan dibedakan
dalam:
a) pemeliharaan sehari-hari, misalnya: mobil, mesin disel, mesin ketik, komputer, dsb.
b) pemeliharaan berkala, yaitu: dua bulan sekali, tiga bulan sekali, dsb.

d. Pengurusan dan Pencatatan


Semua sarana prasarana harus diinventarisasi secara periodik, artinya secara teratur dan tertib
berdasarkan ketentuan atau pedoman yang berlaku. Melalui inventarisasi perlengkapan
pendidikan diharapkan dapat tercipta administrasi barang, penghematan keuangan, dan
mempermudah pemeliharaan dan pengawasan. Apabila dalam inventarisasi terdapat sejumlah
perlengkapan yang sudah tidak layak pakai maka perlu dilakukan penghapusan.
e. Pertanggungjawaban (Pelaporan)
Penggunaan sarana prasarana inventaris sekolah harus dipertanggungjawabkan dengan jalan
membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang ditujuakn kepada instansi terkait.
Laporan tersebut sering disebut dengan mutasi barang. Pelaporan dilakukan sekali dalam setiap
triwulan, terkecuali bila di sekolah itu ada barang rutin dan barang proyek maka pelaporan pun
seharusnya dibedakan.
3. Laboratorium
Laboratorium adalam tempat praktik dan menguji suatu hal yang berkenaan dengan teori yang
sedang dipelajari dan atau telah didapat atau dikuasainya. Di laboratorium orang-orang dapat
melakukan pengujian yang didukung dengan alat-alat uji dan bahan uji. Beberapa macam laboratorium,
seperti : laboratorium bahasa, IPA, IPS, Komputer (IT), dsb. Agar penggunaan laboratorium dapat tertib
dan efektif maka diperlukan adanya administrasi laboratorium yang antara lain sebagai berikut.
a. Pengelola
b. Ruang Laboratorium
c. Peralatan dan Bahan Laboratorium
d. Pemeliharaan dan Penempatan
e. Tata tertib dan Keamanan
f. Kegiatan Laboratorium
g. Pelaporan

4. Perpustakaan
Perpustakaan merupakan jantungnya sebuah sekolah. Suatu sekolah bisa berkualitas apabila
sekolah tersebut dapat menyediakan, mengelola dan memanfaatkan perpustakaan secara efektif.
Perpustakaan adalah tempat menyediakan buku-buku bacaan, penunjang, dan referensi lain baik
berbentuk cetak maupun elektronik (books or nonbooks materials) yang mendukung tercapainya tujuan
pendidikan. Selain itu, perpustakaan juga merupakan tempat kegiatan siswa belajar (membaca buku
atau referensi lain dan atau memperhati tayangan melalui media pembelajaran lainnya yang disediakan
sehingga membantu keefektifan kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, di sekolah wajib diselenggarakan
perpustakaan. Untuk membantu penyelenggaraan perpustakaan yang efektif maka perlu diadakan
administrasi perpustakaan, yaitu:
a. Pengelola
b. Ruang Perpustakaan
c. Program Kerja
d. Perlengkapan, seperti:
1) Kartu Anggota Perpustakaan
2) Kartu Peminjam
3) Kartu Katalog
4) Katalog Buku/non-buku (media elektronik)
E. Administrasi Pembiayaan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan
pendidikan yang berlaku selama satu tahun. (PPRI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 1 ayat 10). Pembiayaan pendidikan terdiri atas:
1. Biaya investasi
2. Biaya operasi
3. Biaya personal.
Pelaksanaan ketiga hal di atas di atas diperlukan adanya proses merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan melaporkan kegiatan
bidang keuangan agar tujuan sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien.

1. Perencanaan
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam menyusun rencana keuangan sekolah
sebagai berikut.
1) Perencanaan harus realistis
Perencanaan harus mampu menilai bahwa alternatif yang dipilih sesuai dengan kemampuan
sarana/fasilitas, daya/ tenaga, dana, maupu waktu.
2) Perlunya koordinasi dalam perencanaan
Perencanaan harus mampu memperhatikan cakupan dan sarana/ volume kegiatan sekolah
yang kompleks.
3) Perencanaan harus berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan intuisi.
Pengalaman, pengetahuan, dan intuisi, mampu menganalisa berbagai kemungkinan yang
terbaik dalam menyususn perencanaan.
4) Perencanaan harus fleksible (luwes).
Perencanaan mampu menyesuaikan dengan segala kemungkinan yang tidak diperhatikan
sebelumnya tanpa harus membuat revisi.
5) Perencanaan yang didasarkan penelitian
Perencanaan yang berkualitas perlu didukung suatu data yang lengkap dan akurat melalui
suatu penelitian.
6) Perencanaan sesuai dengan tujuan.
Perencanaan yang baik akan menentukan mutu kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan.

Merencanakan Anggaran dan Sumber Dana Sekolah


Anggaran belanja adalah suatu pernyataan yang terurai tentang sumber-sumber keuangan yang
perlu untuk melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses
pembuatan anggaran pendidikan melibatkan penentuan pengeluaran maupun pendapatan yang
bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.
1) Jenis Kegiatan
a) Kegiatan operasi, yaitu kegiatan-kegiatan dengan menggunakan alat atau tanpa alat yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar baik dalam maupu di luar kelas.
b) Kegiatan Perawatan, yaitu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk memelihara dan
memperbaiki sarana dan prasarana yang ada di sekolah agar sarana prasaran tersebut dapat
berfungsi dalam menunjang kelancaran proses belajar mengajar.
2) Sumber Dana
Sumber dana untuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah, yaitu:
a) Dari pemerintah berupa:
- Anggaran Rutin (DIK)
- Anggaran Operasional, pembangunan dan perawatan (OPF)
- Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
- Dana Penunjang Pendidikan (DPP)
b) Dari orang tua siswa, adalah dana yang dikumpulkan melalui komite sekolah dari orang tua
siswa.
c) Dari masyarakat, misalnya: sumbangan perusahaan industri, lembaga sosial donatur, tokoh
masyarakat, alumni, dsb.
3) Penyususnan Rencana Operasional (RENOP)
Dalam penyususnan RENOP sebaiknya menempuh kebijakan berimbang, dan pelaksanaan
operasional di sekolah membentuk team work yang terdiri dari para wakil kepala sekolah dibantu
para wakil kepala sekolah dibantu beberapa guru senior. Atas dasar hasil kerja team tersebut baru
dibahas dalam forum rapat dewan guru dan nara sumber lain yang dianggap perlu, sehingga akan
bertanggung jawab terhadap keberhasilan rencana tersebut.
Alur penyususnan RENOP dapat digambarkan adalah sebagai berikut.

PROGRAM REKAPITU- RINCIAN


KERJA LASI KEGIATAN
RENOP SEKOLAH PER
A B C
Gambar 2.1. Alur Penyusunan Rencana Operasional

Contoh 2. 14. Format Program Kerja


PROGRAM KERJA
TK/SD/SMP .......................................
TAHUN PELAJARAN ...............................
No Program Uraian
No Rencana Pembiayaan
Kerja Kegiatan Jadwal Rutin DPP Komite BOS Lain-lain Jmlh

Jumlah
........................
Kepala Sekolah
........................
NIP.

Untuk memformat program kerja tersebut, langkah-langkah yang dilakukan:


a) Menginventarisir kegiatan sekolah pada tahun ajaran mendatang
b) Menyusun list kegiatan menurut sekolah prioritas
c) Menentukan sasaran atau volume
d) Menentukan unit cost dengan membandingkan unit cost atau penjajakan ke jalan
e) Menghimpun data pendukung :
 Data sekolah ( murid, guru, pegawai, pesuruh, jam mengajar, praktik laboratorium)
 Data fisik ( gedung, ruang kepsek, ruang guru, ruang laboratorium, WC, dan lain-lain)
f) Membuat kertas kerja dan laporan
g) Menentukan sumber dana dan pembenaan anggaran
h) Menuangkan dalam format baku untuk usulan RENOP
i) Proses usulan atau pengiriman

2. Organisasi dan Koordinasi


Kepala sekolah dituntut untuk dapat mengorganisasikan dengan menetapkan orang-orang
yang akan melaksanakan tugas pekerjaan, membagi tugas, dan menetapkan kedudukan, serta
hubungan kerja satu dengan lainnya agar tidak terjadi benturan dan kesimpangsiuran satu
dengan lainnya. Orang-orang yang diperlukan untuk mengelola kegiatan dana di sekolah antara
lain:
1) Bendahara
2) Pemegang buku kas umum
3) Pemegang Buku Pembantu Mata Anggaran, Buku Bank, Buku Pajak Regristasi SPM, dan lain-
lain.
4) Pembuat Laporan dan Pembuat Arsip Pertanggungjawaban Keuangan.
Staf yang dipilih untuk untuk membantu pengelolaan keuangan sekolah dituntut untuk
memahami tugasnya sebagai berikut:
1) Paham pembukuan;
2) Memahami peraturan yang berlaku dalam penyelenggaraan administrasi keuangan;
3) Layak dan mempunyai dedikasi tinggi terhadap pimpinan dan tugas;
4) Memahami bahwa bekerja di bidang keuangan adalah pelayanan;
5) Kurang tanggapnya bagian keuangan akan dapat mempengaruhi kelancaran pencapaian
tujuan.

3. Pelaksanaan
Pelaksanaan administrasi keuangan terdiri dari hal-hal sebagai berikut.
1. Pengurusan Keuangan. Hal-hal yang berkenaan dengan pengurusan keuangan adalah:
a. SK Bendaharawan Sekolah.
b. Bendaharawan bukan Guru atau Kepala Tata Usaha.
c. Penunjukkan Bendaharawan memenuhi persyaratan.
d. Pemeriksaan keuangan oleh Kepala Sekolah
e. Pemisahan antara bendaharawan:
- Rutin
- OPF
- SPP – DPP – Komite Sekolah
- BOS, BIS, BOM
- Sanggar PKG/LKG
2. Kelengkapan Tata Usaha keuangan sekolah, meliputi:
a. Daftar Gaji.
b. Daftar lembur dan atau daftar honorarium.
c. Buku Kas Tabelaris, Buku Kas dan Buku Kas Pembantu
d. Tempat penyimpanan uang, kertas berharga dan tanda bukti pengeluaran
e. Brand Kas
3. Pencatatan Keuangan. Pencatatan keuangan terdiri dari:
a. Pengerjaan pembukuan kas umum/tabelaris sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Penerimaan SPMU otorisasi rutin, dibukukan pada buku register SPMU, sedangkan
penerimaan OPF dalam buku tersendiri.
c. Penerimaan dan penyetoran SPP dibukukan sesuai dengan peraturan yang berlaku (tanda
bukti setoran).
d. Penerimaan dan penggunaan DPP dibukukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Penerimaan dan penyetoran PPh dan PPn dibukukan pada buku kas umum/tabelaris
f. Penerimaan dan penggunaan dana bantuan pemerintah setempat atau dari Komite Sekolah
dibukukan dalam buku kas khusus.
g. Telah dibuat berita acara penutupan kas pada saat penutupan buku kas setiap tiga bulan
(inspeksi mendadak minimal tiga bulan sekali)
h. Tanda bukti pengeluaran (surat pertanggungan jawab disampaikan ke KPKN, tidak melewati
tanggal 10 bulan berikutnya)
i. Laporan penggunaan keuangan menurut sumbernya kepada atasan yang bersangkutan
j. Peringatan/teguran tertulis kepada Bendaharawan apabila ada penggunaan uang yang tidak
sesuai dengan tanda bukti yang ada dan penggunaan diluar rencana.
k. Perlu diperhatikan/diteliti ada tidaknya tunggakan untuk pembayaran listrik, telepon, air, atau
gas pada sekolah yang bersangkutan.

Contoh 2. 15 Salah Satu Format Administrasi Keuangan


No Biaya Operasi Jml Besar Gaji (Rp) Total (Rp) BiayaStandar Standar Ket.
(Rp) Sekarang
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Gaji Guru BP 1 2.000.000 2.000.000 2.000.000,00 Memenuhi
2. Tunj Guru BP 1 250.000 250.000 300.000,00 Tidak
Dst

4. Pengawasan
Pengawasan adalah usaha untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari aturan, prosedur
atau ketentuan Dengan pengawasan (controlling) diharapkan penyimpangan yang mungkin terjadi
dapat ditekan sehingga kerugian dapat dihindari. Pengawasan dapat ditempuh melalui:
a. Pemeriksaan Kas
Pemeriksaan adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh bukti secara objektif tentang
pernyataan-pernyataan berbagai kejadian/kegiatan sekolah dengan tujuan untuk menetapakan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyatan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
dan penyampaian hasil-hasilnya kepada yang berkepentingan.
Prosedur pemeriksaan kas yang biasa dilakukan oleh pembiasa sebagai berikut :
a) Dilakukan dengan tiba-tiba
b) Bendaharawan wajib mengeluarkan uang yang dikuasainya dalam lingkup tanggung jawab
atasnya
c) Adakah bukti-bukti pembayaran yang belum dibukukan
d) Adakah surat-surat berharga
e) Bendahawan harus membuat surat pernyataan dengan bentuk yang sudah dibakukan
f) Adakah bukti-bukti pengeluaran yang belum disahkan oleh kepala sekolah
g) Sisa kas harus sama dengan sisa dibuku khas umum. Sisa kas terdiri dari (uang kertas, uang
logam) saldo bank, surat berharga.
h) Setelah selesai pemeriksaan kas, maka perlu dibuat register penutupan kas
i) Selanjutnya BKU ditutup dan ditandatangani oleh bendaharaawan dan kepala sekolah
j) Buat Berita Acara Pemeriksaan kas dengan format yang telah dibakukan
k) Penyampaian Berita Acara pemeriksaan kas

F. Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat


1. Pengertian Humas/Public Relation
Ruslan (2006) mengatakan bahwa humas merupakan mediator yang berada di antara
pimpinan organisasi dengan publiknya. Selan-jutnya, ia mengatakan bahwa aktivitas tugas humas
adalah mengelola komunikasi antara organisasi dengan publiknya. Jadi dapat dikatakan bahwa
humas (public relation) adalah aktivitas yang menghubungkan antara organisasi dengan
masyarakat (public) demi tercapaianya tujuan organisasi dan harapan masyarakat dengan produk
yang dihasilkan.

2. Tujuan Humas
a) Meningkatkan partisipasi, dukungan, dan bantuan secara konkret dari masyarakat baik berupa
tenaga, sarana prasaran maupun dana demi kelancaran dan tercapainya tujuan pendidikan.
b) Menimbulkan dan membangkitkan rasa tanggung jawab yang lebih besar pada masyarakat
terhadap kelangsungan program pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien.
c) Mengikutsertakan masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sekolah.
d) Menegakkan dan mengembangkan suatu citra yang menguntungkan (favorable image) bagi
sekolah terhadap para stakeholdernya dengan sasaran yang terkait, yaitu piblik internal dan
publik eksternal.
e) Membuka kesempatan yang lebih luas kepada para pemakai produk/lulusan dan pihak-pihak
yang terkait untuk partisipasi dalam meningkatkan mutu pendidikan.

3. Prinsip-prinsip Humas
Prinsip-prinsip humas menurut Fasli Jalal dan Dedy Supriyadi (2001) disingkat TEAM WORK.
a) T = Together (bersama-sama), antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya bisa
bekerja sama dalam organisasi agar dapat mencapai tujuan orgaisasi secara efektif dan
efisien.
b) E = Emphaty (pandai merasakan perasaan orang lain), menjaga perasaan orang lain dengan
selalu menghargai pendapat dan hasil kerja orang lain. Menjaga untuk tidak membuat
orang lain tersinggung.
c) A = Assist (saling membantu), ringan tangan untuk membantu pekerjaan orang lain dalam
organisasi sehingga dapat nmenghindarkan persaingan negatif.
d) M = Maturity (saling penuh kedewasaan), dewasa dalam menghadapi permasalahan,
bisa mengendalikan diri dari emosi sehingga dapat mengatasi masalah secara baik dan
menguntungkan bersama.
e) W = Willingness (saling mematuhi), menjunjung keputusan bersama dengan mematuhi
aturan-aturan sebagai hasil kesepakatan bersama.
f) O = Organization (saling teratur), bekerja sesuai dengan aturan main yang ada dalam
organisasi dan sesuai dengan tugas serta kewajiban masing-masing anggota.
g) R = Respect (saling menghormati), menghormati antara satu dengan yang lainnya,
menghormati dari yang muda dengan yang lebih tua begitu sebaliknya, dari yang lebih
tua dengan yang lebih muda sehingga bisa menjaga kekompakan kerja.
h) K = Kindness (saling berbaik hati), bersabar, menyikapi orang lain secara baik.

4. Fungsi Humas
Menurut Edward L. Bernay, dalam (Ruslan, 2006) terdapat tiga fungsi utama humas (public
relation) yaitu:
a) memberikan penerangan kepada masyarakat.
b) melakukan persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan masyarakat secara langsung.
c) berupaya untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu badan/lembaga sesuai dengan
sikap dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya.
Selanjutnya, fungsi humas menurut pakar humas Internasional, Cutlip & Centre, and
Canfield (1982) dirumuskan sebagai berikut.
a) Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama.
b) Membina hubungan yang harmonis antara badan/organisasi dengan publiknya yang
merupakan khalayak sasran.
c) Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi, dan tanggapan
masyarakat terhadap badan/ organisasi yang diwakilinya, atau sebaliknya.
d) Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada pimpinan demi tujuan
dan manfaat bersama.
e) Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur informasi, publikasi serta pesan
dari badan/ organisasi ke publiknya, demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak.
Dua pendapat tentang fungsi humas di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
a) Agen pembaharuan
b) Wadah kerja sama
c) Penyalur aspirasi
d) Pemberi informasi.

5. Pelaksanaan Humas
Aktivitas, program, tujuan (goal) hingga pada sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi/ instansi
tidak terlepas dari dukungan masyarakat. Berikut adalah beberapa hal yang termasuk pada
pelaksanaan humas.
a) Mengundang komite sekolah untuk membantu pemecahan permasalahan sekolah.
b) Memberdayakan sumber daya pendidikan yang ada di masyarakat yang meliputi:
(1) Sumber daya lingkungan
(a) kebun percobaan pertanian/ kehutanan
(b) kolam ikan
(c) daerah perkebunan/reboisasi
(d) perpustakaan
(2) Sumber daya manusia
(a) dokter
(b) guru tari
(c) polisi
(d) dll.
c) Berperan serta secara aktif dalam semua kegiatan masyarakat yang mendukung program
sekolah.
Contoh: bakti sosial, menghadiri undangan, berbela sungkawa, dan sebagainya.
d) Melaksanakan perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya: budaya belajar, budaya disiplin,
budaya sopan santun, dan pelaksanaan perintah.
Selanjutnya, secara singkat dapat disimpulkan bahwa administrasi hubungan sekolah dengan
masyarakat meliputu hal-hal berikut.
1) Hubungan kerja sama sekolah dengan orang tua dan Komite Sekolah.
2) Hubungan sekolah dengan lembaga lain.
3) Partisipasi sekolah dalam kegiatan masyarakat.

G. Administrasi Bimbingan dan Konseling/Bimbingan Karier


1. Pengertian Bimbingan Konseling/BK
Istilah ”bimbingan” merupakan terjemahan dari istilah guidance dalam bahasa Inggris.
Bimbingan dapat diartikan bantuan atau tuntunan. Secara khusus bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada individu untuk mengerahkan kemampuan dan kesempatan yang ada pada dirinya
agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa. Selanjutnya, konseling dapat didefinisikan suatu
proses antarpribadi dari seseorang dengan orang lain untuk membantu dalam meningkatkan
pemahaman dan kecakapan yang dimilikinya atau usaha untuk membantu seseorang dalam
menolong dirinya sendiri. Jadi, bimbingan konseling merupakan proses pemberian bantuan dari
seorang konselor kepada klien untuk mengarahkan kemampuan dan membantu pemahaman diri
seorang klien sehingga bisa dewasa dan mandiri.

2. Bentuk- bentuk Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling


Layanan bimbingan konseling dapat berupa:
(a) Pengumpulan data pribadi siswa dan data lingkungan.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap
pribadi siswa.
(b) Pemberian informasi, yaitu layanan yang diberikan agar siswa memperoleh pemahaman
terhadap diri dan lingkungannya sehingga dapat membuat keputusan secara tepat.
(c) Pengajaran perbaikan dan pengayaan, yaitu layanan untuk membantu siswa dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan belajar.
(d) Macam-macam bimbingan kelompok, yaitu bantuan kepada siswa untuk mengatasi masalah-
masalah melalui interaksi kelompok.
(e) Penyuluhan individual, yaitu bantuan pemecahan masalah melalui pendekatan individual
dalam situasi penyuluh.
(f) Alih tangan atau referal, yaitu bantuan untuk mengirimkan siswa kepada pihak yang
dipandang relevan untuk memberikan bantuan.

3. Hal-Hal yang Perlu Diadministrasikan


Untuk menunjang pelaksanaan bimbingan konseling secara efektif maka perlu adanya administrasi
BK yang antara lain sebagai berikut.
(a) Program BK
(b) Buku Pribadi Siswa
(c) Kartu Kasus
(d) Buku Catatan Kasus
(e) Peta Kelas
(f) Peta Siswa
(g) Sosiogram.

H. Administrasi Tata Persuratan dan Kearsipan


1. Macam-macam Surat dan Pengertiannya
Untuk mempermudah membedakan macam-macam surat maka perlu memahami pengertian surat
berdasarkan macamnya, adalah sebagai berikut.
a) Surat adalah alat komunikasi tertulis yang digunakan untuk menyampaikan informasi oleh
suatu pihak kepada pihak lain.
b) Surat dinas adalah surat yang dibuat oleh lembaga/instansi berisi hal-hal penting berkenaan
dengan kelembagaan/organisasi.
c) Memo adalah catatan singkat yang diketik atau ditulis tangan oleh atasan kepada bawahan
tenang pokok persoalan kedinasan.
d) Nota dinas adalah surat yang dibuat oleh atasan kepada bawahan atau oleh bawahan kepada
atasan atau antarkaryawan setingkat yang berisi catatan singkat tentang tugas.
e) Surat pengantar adalah surat yang ditujuakan kepada seseorang atau pejabat yang berisi
penjelasan singkat tentang surat, dokumen dan atau barang, bahan lain yang dikirimkan.
f) Surat kawat atau tekegram adalah surat singkat dengan menggunakan kata-kata biasa dan
atau kata sandi mengenai hal yang perlu cepat disampaikan melalui telegraf.
g) Surat keputusan adalah surat berisi keputusan tentang hal yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang.
h) Surat edaran adalah surat yang berisi penjelasan/ petunjuk cara melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan atau perintah yang telah ada.
i) Surat undangan adalah surat pemberitahuan kepada seseorang untuk menghadiri acara pada
waktu dan tmpat yang telah ditentukan.
j) Surat tugas adalah surat yang berisi penugasan dari pejabat yang berwenang kepada
seseorang untuk melaksanakan kegiatan.
k) Surat kuasa adalah surat yang berisi kewenangan penerima kuasa untuk bertindak atau
melakukan kegiatan atas nama pemberi kuasa.
l) Surat pengumuman adalah surat yang berisi pemberitahuan mengenai sesuatu hal yang
ditujukan mengenai pegawai atau masyarakat umum.
m) Surat yang menyatakan kebenaran suatu hal disertai pertanggungjawaban atau pernyataan
tersebut.
n) Surat keterangan adalah surat yang berisi keterangan auatu hal agar tidak menimbulkan
keraguan.
o) Berita acara adalah surat yang berisi laporan tentang suatu kejadian atau peristiwa mengenai
waktu, tempat, keterangan, dan petunjuk lain sehubungan dengan kejadian/ atau peristiwa
tersebut.
p) Penerima surat atau pengirim surat adalah petugas yang menerima surat masuk atau
mengirim surat keluar.
q) Pengarah surat adalah pimpinan satuan kerja yang menangani surat menyurat dan kearsipan
atau petugas yang ditunjuk untuk mengarahkan surat sesuai dengan masalahnya.
r) Pengelola surat adalah petugas yang mengolah/ menyelesaikan isi surat.
s) Penata arsip adalah petugas yang melaksanakan penataan arsip.

2) Menyusun Surat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun surat, yaitu:
Syarat Surat
a) Objektif
b) Sistematis
c) Singkat, tidak bertele-tele
d) Jelas masalahnya, alamat tujuan dan alamat pengirim
e) Lengkap isinya
f) Sopan
g) Wujud fisik yang menarik (kualitas kertas, bentuk surat, ketikan dan sebagainya)
Bahasa Surat:
a) Menggunakan bahasa yang komunikatif, dapat dimengerti artinya oleh penulis surat.
b) Bahasa baku/ resmi, yakni sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Bagian Surat:
 Kepala surat
 Tanggal Suar
 Nomor Surat
 Perihal
 Alamat dalam
 Salam pembuka
 Isi surat
 Salam penutup
 Nama Jabatan (penutup surat)
 Inisial
 Tembusan
Bentuk Surat:
1) Resmi/Official Style
2) Lurus Penuh/ Full Block Style
3) Lurus/ Block Style/ Modified Block Style
4) Setengah Lurus/ Semi Block Stye
5) Sederhana/ Simplified Style
6) Lekuk/ Idented Style
7) Alinea menggantung/ hanging paragraf
8) Lurus dengan perihal atau ” Pokok Surat/ Subject Notice.

3) Pengurusan Surat
Pengurusan surat meliputi: mencatat, mengarahkan, dan mengendalikan surat baik surat masuk
maupun surat keluar.
a) Pengurusan Surat Masuk
Urusan kerja pengurusan surat masuk, yaitu: menerima surat masuk dan mengecek kebenaran
alamatnya, membubuhkan tanda tangan/ paraf pada buku ekspedisi pengantar surat,
kemudian memilih surat untuk memisahkan surat dinas dan surat pribadi, memilih surat dinas
atas dasar rahasia (tertutup) dengan tidak rahasia (terbuka).
Pengurusan surat masuk dibagi menjadi tiga, yaitu:
(1) Pengurusan surat masuk biasa (rutin)
Pengurusan surat biasa tidak menggunakan kartu sebagai sarana pencatat surat,
melainkan menggunakan lembar pengantar surat rutin. Setiap surat yang diterima oleh
satuan kerja yang menangani surat menyurat dan kearsipan dikelompokkan berdasarkan
instansi atau satuan kerja asal surat. Selanjutnya, masing-masing kelompok surat dicatat
pada lembar pengantar surat berdasarkan satuan kerja pengolah surat yang
bersangkutan.
(2) Pengurusan surat masuk penting
Surat diidentifikasi sebagai surat penting apabila:
 Surat terlambat sampai di unit pengolah sehingga dapat berakibat terganggunya
kelancaran pekerjaan;
 Surat hilang/ terlambat sampai di unit pengolah sehingga dapat menimbulkan
kerugian;
 Surat memerlukan tidak lanjut;
 Surat mempengaruhi kelanjutan hidup organisasi yang bersangkutan.
 Surat hilang sehingga sulit memperoleh informasi tentang surat tersebut di tempat
lain.

(3) Pengurusan Surat Rahasia


Surat rahasia dicatat pada lembar pengantar surat rahasia dan disampaikan kepada
alamatnya tetap dalam keadaan tertutup.
b) Pengurusan Surat Keluar
(1) Pengurusan surat keluar meliputi pencatatan pada lembar pengantar rutin untuk surat
rutin, kartu kendali untuk surat penting, dan lembar pengantar rahasia untuk surat
rahasia.
(2) Surat ke luar dibagi tiga golongan:
(a) Surat biasa
(b) Surat penting
(c) Surat rahasia.
(3) Pengurusan surat ke luar dimulai sejak pembuatan konsep surat sampai pengirimannya.
(4) Surat dinas ke luar dibuat dengan menggunakan lembar konsep surat.
(5) Surat rahasia ditangani dari awal sampai pengiriman atas tanggung jawab sepenuhnya
pimpinan pengolah surat.
(6) Pengiriman surat ke luar harus menggunakan satu pintu.
(7) Kode surat ke luar, meliputi:
(a) Kode unit kerja
Kode unit kerja (eselon II) termasuk kode unit kerja Kantor Wilayah di Propinsi.
 Kode Kantor Wilayah Dedikbud Propinsi.
 Kode Nomor Urut Kantor/ Kabupaten/ Kotamadya
 Kode Jenis Sekolah dan Nomor Urut Sekolah
Penyusunan kode nomor urut pelaksanan teknis Sekolah Menengah Umum
ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
propinsi yang bersangkutan.
(b) Kode perihal
Contoh kode surat dari Sekolah Menengah Pertama:1785/102.1/SMP.01/KP/87
1785 Nomor urut surat ke luar
102 Kode Kanwil Depdikbud Jabar
1 Kode urut kantor Kabupaten/Kodya di wilayah I Propinsi Jabar
SMP Kode jenis wilayah sekolah dan nomor urut sekolah di Kab/Kodya
tersebut.
KP Kode perihal kepegawaian
07 Tahun 2007

4) Uraian Format Pengurusan Surat


1) Pengurusan surat masuk biasa (rutin), menggunakan lembar pencatatan lembar pengantar
surat rutin.
2) Lembar pengantar surat penting disebut kartu kendali.
Selain berfungsi sebagai alat pencatat dan alat pengendali, kartu kendali berfungsi sebagai alat
penelusur untuk menemukan surat dengan tepat dan cepat, dan sebagai arsip pengganti.
Tata cara pengisian kartu kendali:
a) Kolom : M melambangkan surat masuk
K melambangkan surat ke luar
Bila yang dilayani surat ke luar maka huruf M dicoret dan bila
yang dilayani surat masuk maka huruf K dicoret.
b) Kolom tanggal : Tempat tanggal penerimaan/ pengiriman surat
c) Kolom nomor urut : Tempat nomor urut penerimaan dan pengiriman surat, dari 01
dan seterusnya dalam waktu satu bulan.
d) Kolom indeks : Tempat indeks / masalah dalam surat sesuai cara pelaksanaan
mengindeks arsip.
e) Kolom kode : Tempat kode/ tanda klasifikasi danpenggolongan surat yang
sesuai dengan pola klasifikasi arsip yang berlaku.
f) Kolom hal : Tempat perihal yang termaktub dalam surat.
g) Kolom isi ringkas : Tempat ringkasan dari surat.
h) Kolom lampiran : Tempat jumlah lampiran dan macam lampiran yang ada.
i) Kolom dari/kepada : Tempat dari/ kepada siapa surat diterima atau dikirim. Untuk
surat masuk, kata ”kepada” dicoret dan untuk surat ke luar
kata ”dari” dicoret.
j) Kolom pengolah : Tempat satuan organisasi yang dianggap bertanggung jawab di
dalam penyelesaian surat tersebut.
k) Kolom tanggal : Tempat tanggal surat yang diterima/ dikirim.
l) Kolom paraf : Tempat nomor paraf yang menerima surat di tata usaha
pengolah/ sekretaris pengolah.
m) Kolom nomor surat : Tempat nomor surat yang diterima/ dikirim.
n) Kolom catatan : Tempat keterangan yang perlu dicatat/ tunjuk silang kalau
diperlukan.
5) Pengelolaan Arsip
Arsip sebagai pusat ingatan, sumber informasi, dan sumber penelitian. Arsip harus dikelola dengan
cara:
a) Sistem penataan/ penyimpanan arsip, yaitu dengan menggunakan:
(1) Sistem masalah,
(2) Sistem abjad
(3) Sistem tanggal
(4) Sistem wilayah
b) Arsip pasif penting dan permanen, harus dirawat dan dijaga agar terjamin keamanan dan
keutuhannya, antara lain, arsip-arsip yang menyangkut akta tanah, akta pendirian gedung,
akte status sekolah, dan sebagainya (Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1971 tentang ketentuan pokok
kearsipan).
c) Untuk mencegah penumpukan arsip yang tidak berguna, dilakukan penyusustan/ pemusnahan
arsip yang tidak berguna dengan mengikuti prosedur yang berlaku sesuai dengan PP No. 34
Tahun 1979 tentang Penyusustan Arsip.

BAB III
PENGELOLAAN SEKOLAH MELALUI MBS
Pengelolaan sekolah yang dibahas dalam bab ini difokuskan pada pengelolaan berbasis
sekolah atau lebih populer dengan istilah manajemen berbasis sekolah (MBS). Bab ini akan
memuat tentang (a) pengertian MBS, tujuan, prinsip-prinsip dan karakteristik MBS, dan (b)
Kemampuan Pengawas dalam MBS

A. Pengertian, Tujuan, Karakteristik, dan Prinsip MBS


1. Pengertian MBS
Kehadiran konsep MBS dalam wacana pengelolaan pendidikan di Indonesia, tidak lepas dari
konteks gerakkan ”restrukturisasi dan reformasi” sistem pendidikan nasional, melalui desentralisasi
dan pemberian otonomi yang lebih besar kepada satuan pendidikan atau sekolah. Hal ini diinspirasi
oleh beberapa konsep pengelolaan sekolah, seperti ”self managings school” atau ”school based
management”, ”self governing school”, “Local manage-ment of schools”, “school based badgeting”,
atau “guarant maintained schools”. Konsep-konsep di atas menjelaskan bahwa sekolah ditargetkan
untuk melakukan proses pengambilan keputusan (school based decision making) yang berarah pada
system pengelolaan, kepemimpinan, dan “peningkatan mutu” (administrating for excellence) dan
“effective schools”.
Gerakan ini juga dimaksudkan untuk memobilisasi keterlibatan emosional, tanggung jawab, dan
rasa memiliki dari warga sekolah dan masyarakat. Hal terakhir ini sangat lekat dengan konsep
“community based education” yang didasarkan pada paradigma bahwa pendidikan seharus tidak
terlepas dari realitas dan aspirasi masyarakat di mana satuan pendidikan berada, baik berkaitan dengan
isi dan tujuan pendidikan, pemerolehan sumber daya, pengelolaan, maupun akuntabilitasnya.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan strategi untuk mencapai sekolah efektif. MBS
adalah gagasan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat
yang paling dekat dengan proses belajar mengajar (Mustafa Bahrudin, 2001). Selain itu (MPMBS
Dikdasmen 2001), manajemen berbasis sekolah dimaksudkan dengan model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengembilan keputusan partisipatif
secara langsung oleh warga sekolah ( guru, siswa kepala sekolah, staf administrasi, orangtua siswa dan
masyarakat.
MBS sebagai model manajemen pendidikan yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah, memberikan fleksibilitas (keluwesan) kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara
langsung stakeholder (guru, siswa, orang-tua, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, alumni, anggota
seprofesi, dan pemerintah) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Depdiknas 2002). Otonomi ialah
kewenangan dan kemandirian dalam mengatur diri sendiri secara merdeka (tidak tergantung pihak
lain). Fleksibilitas ialah keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola sekolah
dengan baik dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Partisipasi ialah keterlibatan langsung dan aktif
stakeholders dalam manajemen pendidikan baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit dalam
rangka meningkatkan mutu sekolah. MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah) dengan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) hakekatnya tidak berbeda. MPMBS terfokus pada peningkatan
mutu, sedangkan MBS pada efektivitas pengelolaan sekolah.

2. Tujuan MBS
Tujuan umum MBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada
sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan
masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Tujuan khusus MBS untuk meningkatkan:
a. Kinerja sekolah (mutu, relevansi, efisiensi, efektivitas, inovasi, dan produktivitas sekolah)
melalui kemandirian dan inisiatif sekolah,
b. Transformasi proses belajar mengajar secara optimal,
c. Peningkatkan motivasi kepala sekolah untuk lebih bertanggung jawab terhadap mutu
peserta didik,
d. Tanggung jawab sekolah kepada stakeholders,
e. Tanggung jawab baru bagi pelaku MBS,
f. Kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan,
g. Kompetensi sehat antar sekolah,
h. Efisiensi dan efektivitas sekolah,
i. Usaha mendesentralisasi manajemen pendidikan, dan
j. Pemberdayaan sarana dan prasarana sekolah yang ada sesuai kebutuhan peserta didik.

3. Karakteristik MBS
MBS memiliki karakteristik yang harus dipahami oleh sekolah yang menerapkan. Karakteristik MBS
didasarkan atas input, proses, dan output.

a. Output yang Diharapkan


Output pendidikan adalah kinerja (prestasi) sekolah. Kinerja sekolah dihasilkan dari proses
pendidikan. Output pendidikan dinyatakan tinggi jika prestasi sekolah tinggi dalam hal:
1) Prestasi akademik siswa berupa nilai ulangan umum, Nilai Ujian Nasional, Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB), lomba karya ilmiah remaja, lomba Bahasa Inggris, Lomba Fisika,
Lomba Matematika, dan sebagainya;
2) Prestasi nonakademik siswa seperti imtaq, kejujuran, kerjasama, rasa kasih sayang,
keingintahuan, solidaritas, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesopanan,
olahraga, kesenian, kepramukaan, keterampilan, harga diri, dan kegiatan ekstrakurikuler
lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh tahapan kegiatan yang saling mempengaruhi (proses)
yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan; dan
3) Prestasi lainnya seperti kinerja sekolah dan guru meningkat, kepuasan, kepemimpinan kepala
sekolah handal, jumlah peserta didik yang berminat masuk ke sekolah meningkat, jumlah putus
sekolah menurun, guru dan tenaga tata usaha yang pindah dan berhenti berkurang, peserta
didik dan guru serta tenaga tata usaha yang tidak hadir berkurang, hubungan sekolah-
masyarakat meningkat, dan kepuasan stakeholder meningkat.

b. Proses Pendidikan
Proses ialah berubahnya sesuatu (input) menjadi sesuatu yang lain (output). Di tingkat sekolah,
proses meliputi pelaksanaan administrasi dalam arti proses (fungsi) dan administrasi dalam arti sempit.
Sekolah yang efektif memiliki:
1) PBM yang efektivitasnya tinggi;
2) Kepemimpinan sekolah yang kuat;
3) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
4) Penggelolaan tenaga pendidik dan kependidikan yang efektif;
5) Memiliki budaya mutu;
6) Memiliki tim kerja yang kompak, cerdas, dan dinamis;
7) Memiliki kewenangan (kemandirian);
8) Partisipasi stakeholder tinggi;
9) Memiliki keterbukaan manajemen;
10) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk berubah (psikologis dan fisik);
11) Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan;
12) Responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan;
13) Komunikasi yang baik;
14) Memiliki akuntabilitas; dan
15) Sekolah memiliki sustainabilitas (keberlangsungan hidup).

c. Input Pendidikan
Input adalah sesuatu yang harus tersedia untuk berlangsungnya proses. Input juga disebut
sesuatu yang berpengaruh terhadap proses. Input merupakan prasyarat proses. Input terbagi empat
yaitu input SDM, input sumberdaya, input manajemen, dan input harapan.
Input SDM meliputi: kepala sekolah, guru, pengawas, staf TU, dan siswa. Input sumberdaya
lainnya meliputi: peralatan, perlengkapan, uang, dan bahan). Input perangkat (manajemen) meliputi:
struktur organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, kurikulum, rencana, dan program.
Input harapan meliputi: visi, misi, strategi, tujuan, dan sasaran sekolah.
Input pendidikan meliputi: (1) memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas; (2)
sumberdaya tersedia dan siap, (3) staf yang kompeten dan berdekasi tinggi; (4) memiliki harapan
prestasi yang tinggi, (5) fokus pada pelanggan (khususnya siswa), dan (6) manajemen (Depdiknas, 2002).
Tinggi rendahnya mutu input tergantung kesiapan input. Makin tinggi kesiapan input, makin
tinggi pula mutu input. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses berjalan dengan baik. Proses
bermutu tinggi bila pengkoordinasian, penyerasian input harmonis sehingga mampu menciptakan
situasi belajar yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi belajar, dan benar-benar
memberdayakan siswa. Memberdayakaan siswa mengandung makna siswa menguasai ipteks yang
diajarkan, menghayati, mengamalkan, dan mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan
dirinya). Output bermutu tinggi bila sekolah menghasilkan prestasi akademik dan nonakademik siswa,
dan prestasi lainnya seperti yang telah diungkapkan di atas.

4. Prinsip-Prinsip MBS
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MBS adalah sebagai berikut.
a. Pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak yang terkait.
b. Sekolah adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif.
c. Segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak-pihak yang benar-benar mengerti tentang sekolah
termasuk seluruh warganya.
d. Guru-guru harus membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum.
e. Sekolah memiliki kemandiria dalam membuat keputusan pengalokasian dana, dan
f. Perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stakeholder.

Berikut adalah contoh instrumen observasi supervisi MBS.

Tabel 4.1 Instrumen Observasi Supervisi MBS


Nama Pengawas : .........
Nama Sekolah : .........
Pelaksanaan
Aspek yang diobservasi Masalah
No. Baik Belum Pemecahan
Baik
1 2 3 4 5 6
1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan
MBS dengan melibatkan stakeholder.
2. Mengoordinasikan dan menyerasikan segala
sumberdaya di sekolah dan di luar sekolah
untuk mencapai sasaran MBS
3. Melaksanakan program MBS secara efektif
dan efisien dengan menerapkan prinsip Total
Quality Management (TQM) dan pendekatan
sistem.
4. Melaksanakan pengawasan dan
pembimbingan pelaksanaan MBS sehingga
kejituan implementasi dapat dijamin untuk
mencapai sasaran MBS
5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan
evaluasi pencapaian sasaran MBS yang telah
ditetapkan. Hasilnya untuk menentukan
sasaran baru MBS tahun berikutnya.
6. Menyusun laporan pelaksanaan MBS beserta
hasilnya secara lengkap dan benar untuk
disampaikan kepada Dinas Pendidikan
kabupaten/kota, komite sekolah dan yayasan
(bagi sekolah swasta).
7. Mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan
MBS kepada stakeholder.

B. Kemampuan Dasar Pengawas Sekolah


Berkaitan dengan MBS, ada tujuh kemampuan dasar yang harus dimiliki pengawas sekolah dalam
membina kepala sekolah, yaitu:
1. Membantu penyusunan rencana pengembangan sekolah (termasuk menetapkan visi, misi,
tujuan, sasaran, indikator keberhasilan, arah dan strategi, kebijakan internal, dan program
kerjanya);
2. Memantau pengelolaan sistem kode etik dan tata laku semua subjek pendidikan meliputi
pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa/peserta didik;
3. Memfasilitasi pengambilan keputusan demokratik, partisipatif, dan kolektif;
4. Membimbing pengembangan kurikulum dan silabus secara dinamik dan berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan pencapaian peningkatan mutu pendidikan;
5. Memantau pelaksanaan program pendidikan berorientasi kepada peningkatan mutu pendidikan
yang memperhatikan baik unsur masukan, proses, dan hasil/output pendidikan;
6. Mengarahkan pendelegasian dan pendistribusian tugas, wewenang, dan tang gung jawab secara
proporsional dan konsisten; dan
7. Mendorong pengelolaan seluruh sumber daya pendidikan termasuk dana (BSNP, 2006).
Demikianlah paparan mengenai Manajemen Berbasis Sekolah sebagai bentuk model atau
paradigma baru dalam pengelolaan sekolah. Tentu saja hal ini menuntut pengawas untuk dapat
memahami esensinya sehingga mampu membina para kepala sekolah dan stakeholder lainnya..
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2003. Pedoman Administrasi Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan TK dan SD
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. 2002. Pedoman Administrasi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdikbud. 1997. Petunjuk Administrasi Sekolah Menengah Umum. Jakarta: Direktorat Sarana
Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdikbud. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Supervisi di Sekolah. Jakarta : Direktorat Pendidikan Menengah
Umum. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
PPRI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Depdiknas.
Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, Jakarta: Depdiknas.

Anda mungkin juga menyukai