PENDAHULUAN
1
pasien pengguna ICD setelah episode spontaneus sustainedventricular
tachycardia. Episode pertamaTV terjadi pada 20% pasien 3-5 tahun
setelah implantasi ICD. (Sapp, Wells, & dkk, 2016)
Pemberian obat antiaritmia dengan ammiodaron atau sotalol dapat
menurunkan episode TV dan menekan risiko rekurensi sampai 75%.
Connolyetal mendapatkan bahwa kombinasi β-blocker dan amiodaron dapat
menurunkan kejadian ICD shocks, namun akibat efek sampingnya maka
amidaron harus dihentikan pada 25% kasus. (Wangko & Jim, 2015)
Metode pemetaan dan ablasi kateter telah berkembang pesat dalam dua
dekade terakhir.Awalnya ablasi kateter hanya merupakan salah satu pilihan
untuk pasien dengan TV fokal tanpa gangguan struktural jantung namun
dewasa ini prosedur ablasi telah menjadi strategi pengobatan pilihan baik pada
pasien dengan TV iskemia maupun non-iskemia.Pada TV rekurens akibat PJK
yang sering merupakan kegawatdaruratan elektrofisiologi, ablasi kateter dapat
mengontrol kejadian TV rekuren dan eliminasi TV jangkapanjang, serta life-
saving pada incessant TV. (Wangko & Jim, 2015)
Perkembangan teknik ablasi TV dengan 3D mapping elektroanatomik
sistem CARTO dapat melokalisasi substrat aritmogenik secara lebih akurat
dan dapat dilakukan pada saat aritmia sedang berlangsung.Pemahaman yang
baik mengenai pemicu dan substrat pada TV mengarahkan ke strategi ablasi
baru yang memperluas indikasi ablasi TV.Dewasa ini, sebagian besar substrat
aritmogenik ventrikel dapat ditangani dengan pendekatan ablasi kateter.
Gambar 1.A, TV sering beralih menjadi fibrilasi ventrikel.B, Ablasi pada TV.
Ablasiradiofrekuensi dilepaskan (Abl:ON) pada tempat yang ditentukan
2
dengan pemetaan. TV berhenti setelah 2 detik diablasi, dan irama jantung
normal dipulihkan. Sumber: Tung et al, 2010.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan pemetaan elec-trogram
irama sinus dan terapi ablatif bedah, kami menilai bahwa pada pasien dengan
VT yang tidak dapat diprediksi dan tidakimun, (1) endokardium abnormal
dapat didefinisikan dengan menggunakan pemetaan voltase rhythm sinus yang
rinci, dan (2 ) Lesi ablasi linier yang berulang-ulang atau selektif
mengganggu zona perbatasan endokardium abnormal dapat mengendalikan
VT.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep teoritis penyakit ventrikel takikardi.
3
2. Untuk mendapat informasi tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanan, komplikasi
untuk pasien dengan ventrikel takikardi
3. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit ventrikel takikardi,
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan
rasional.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
2.1.Definisi
Takikardi ventrikel adalah suatu aritmia yang berlanjut
maupun tidak berlanjut yang berasal dari jaringan ventrikel, baik
dari suatu fokus automatis, dari reentry, atau dari suatu
automatisasi yang tercetus (Goldschlager & Goldman, 1995).
Ventrikel takikardi (VT) adalah terdapat tiga atau
lebih premature ventricular contraction (PVC) atau ventricular
extrasystoles (VES) dengan laju lebih dari 120 kali permenit
(Sudoyo, A.W. et al, 2009).
Ventrikel takikardi (VT) adalah disritmia jantung yang
diakibatkan oleh peningkatan iritabilitas miokard (Muttaqin, A.
2012).
5
2.3 Etiologi
1. Penyakit jantung koroner (PJK)
Takikardia ventrikel merupakan komplikasi yang sering
dari PJK yang berperan penting dalam kejadian morbiditas dan
mortalitas (Wangko & Jim, 2015)
2. Infark miokard akut (IMA)
Infark miokard akut (IMA) adalah keadaan dimana suplai
darah suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung
mengalami kematian. (S, 2013)
3. Kardiomiopati
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot
jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner,
hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun
penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi
empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik,
restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan
penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada
jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan
poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat
merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski
secara sporadik masih memungkinkan. (Mariyono & Santoso,
2007)
6
dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan
dengan kontraksi atrium.
b) Kompleks QRS mempunyai konfigurasi yang sama
dengan konfigurasi PVC, yaitu lebar dan aneh, dengan
gelombang T terbalik.
c) Hantaran berasal dari ventrikel dengan kemungkinan
hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
d) Irama biasanya reguler, tetapi dapat juga terjadi takikardia
ventrikel ireguler. (Nurhidayat, 2011)
2.5 Patofisiologi
7
PATHWAY
ETIOLOGI
(IMA, Iskemik miokard, jantung koroner, kardiomiopati)
↓Suplai darah
ke jantung
Frekuensi
Kecepatan pengisian jantung
Nyeri impuls ke ventrikel meningkat
VENTRIKEL TAKIKARDI
↓ ATP
Vasokontraksi ↑
Ketidakefektifan ventrikel untuk terisi
dan berkontraksi memompa darah
fatique
8
2.6 Komplikasi
9
dan menilai fungsi pompa jantung. Bila dicurigai
adanya laminated thrombus, harus diberikan
antikoagulan warfarin selama beberapa minggu
untuk mencegah terjadinya trombus bebas.
Ekokardiogram transesofageal dilakukan
untuk mengeksklusi adanya bekuan darah di dalam
jantung.
2. Angiografi koroner harus dilakukan bila status vaskular
koroner tidak diketahui atau pada kasus TV polimorfik.
Adanya PJK yang tidak diobati akan membatasi
mapping saat TV karena masalah hemodinamik akibat
iskemi miokard. (Wangko & Jim, 2015)
3. Anestesi umum harus dilakukan bila TV dengan
hemodinamik tidak stabil atau diantisipasi akan terjadi.
Perbaikan hemodinamik akan memfasilitasi pemetaan
dan ablasi serta menurunkan risiko gangguan
hemodinamik dari episode TV saat dilakukan prosedur.
Selama pemetaan ventrikel kiri dan ablasi, diberikan
antikoagulan sistemik heparin intravenosa. Setelah
ablasi, antikoagulan aspirin atau warfarin
direkomendasikan selama sebulan tergantung pada
ablasi yang dilakukan untuk mencegah terbentuknya
bekuan darah selama proses penyembuhan. Short acting
low-molecular-weight heparin diberikan pada beberapa
hari pertama oleh karena warfarin memerlukan 5-10
hari untuk bekerja efektif. (Wangko & Jim, 2015)
2.8 Penatalaksanaan
10
Kardioversi perlu dilakukan bila dapat tanda-tanda penurunan curah
jantung.Menurut (gray, dawkins, morgan, & simpson, 2005):
1. Terapi Obat
Terapi obat untuk VT merupakan area dengan cepat
berubah, namun praktik standar adalah untuk melakukan studi
elektrofisiologis dasar pada pasien yang diketahui menderita VT
monomorfik atau dugaan kuat aritma.Perbaikan prognosis
ditunjukkan dari hilangnya sifat indukbilitas setelah diterapi
dengan obat-obatan antiaritmatia tertentu dibangdingkan dengan
terapi obat empiris yang dituntun klinis atau tanpa terapi, dan
penurunan frekuensi palpitasi simtomatik. Pengawasan Holter
pada kelompok pasien yang terpilih bisa sama akurat dengan studi
elektrofisiologis dalam memprediksi efikasi obat-obatan
antiaritmia. , (gray, dawkins, morgan, & simpson, 2005)
Amiodaron dapat memeperbaiki prognosis pada beberapa
kelompok pasien tertentu (misalnya kardiomiopati hipertropik)
namun untuk sebagian besar pasien dengan aritmia ventrikel, tidak
memberikan manfaat prognostic meskipun umum diresepkan
secara empiris pada praktik di Inggris.Data mengenai manfaat
prognostic yang diberikan oleh terapi amiodaron untuk semua
substrat penyakit yang menyebabkan aritmia ventrikel kompleks
dan tidak jelas.Namun, industry obat-obatan aritmia secara umum
dan amiodaron lebih khususnya tidak dapat mengklaim manfaat
prognostic sebagai indikasi terapi obat.Obat-obatan kelas l, ll, dan
lll dapat digunakan untuk menurunkan frekuensi palpitasi
simtomatik. (gray, dawkins, morgan, & simpson, 2005)
Amiodaron direkomendasikan untuk beberapa keadaan,
antara lain: terapi pada VT tanpa nadi atau VF yang refrakter ter-
hadap defibrilasi; terapi VT polimorfik atau takikardia dengan
QRS kompleks yang lebar yang tidak diketahui sebabnya; kontrol
VT dengan hemodinamik stabil apabila kar-dioversi tidak berhasil,
sangat berguna ter-utama bila fungsi ventrikel kiri menurun; se-
11
bagai obat tambahan pada kardioversi supra-ventrikular takikardia
atau paroksismal supraventrikular takikardi; dapat digunakan
untuk terminasi takikardia atrial multifokal atau ektopik dengan
fungsi ventrikel kiri yang masih baik; dapat digunakan untuk
kontrol denyut jantung pada atrial fibrilasi atau atrial flutter bila
terapi lain tidak efek-tif ( Rampengan, 2011)
Kegagalan terapi obat untuk memperbaiki prognosis
dengan desain penelitian yang teliti telah mendorong pencarian
terapi lain. Sekarang termasuk teknik ablasi kateter, reseksi bedah
substrat aritmia, dan implantasi AICD.Terapi obat antiaritmia
masih memiliki peran sebagai ajuvan terhadap terapi-terapi
tersebut. (gray, dawkins, morgan, & simpson, 2005)
2. Terapi AICD
AICD diciptakan oleh Dr. M. Mirowski di AS, dengan
implant pertama dilakukan pada manusia tahun 1982. AICD
merupakan alat canggih yang mampu mendeteksi dan
menghentikan VT atau fibralasi.Alat ini mampu memacu hentikan
VT, mengkardioversi VT, atau defibrilasi pada fibrilasi ventrikel.
Terapi ini menawarkan terapi bertingkat dan pendeteksian aritmia
canggih yang dapat deprogram. Alat generasi pertama
membutuhkan peletakan bagian elektroda defibrillator epikard
dengan torakotomi namun inovasi terbaru memungkinkan
peletakan endokard elektroda pengejut dengan cara yang analog
dengan implantasi alat pacu jantung. Selain itu, alat ini awalnya di
implant dikantong abdominal dengan elektroda yang
ditembusakan subkutan dari tempat masuk di vena (biasanya
subklavia), sementara alat sekarang cukup kecil untuk
memungkinkan implantasi subkutan prepoktoral. Inovasi antara
lain kombinasi berbagai fungsi pacu jantung untuk bradikardia
dalam unit AICD dan meningkatkan kemampuan telemetri. (gray,
dawkins, morgan, & simpson, 2005)
3. Pembedahan aritmia
12
Penghilangan jaringan skar dengan pembedahan bersama
dengan insisi endomiokard yang lebih dalam atau aplikasi
krioprobe untuk menginterupsi sirkuit re-entri dapat
menyembuhan VT akibat penyembuhan infrak
miokard.Pendekatan ini membutuhkan pembedahan jantung
terbuka dan dikaitkan dengan morbiditas dan moralitas bermakna,
dan resiko yang menyebabkan gangguan yang lebih lanjut fungsi
ventrikel.Maka, untuk menjadi kadidat terapi ini pasien harus
memiliki harus memiliki fungsi ventrikel yang masih baik dan VT
harus dapat memungkinkan teknik pemetaan yang membuat
elektrofisiolog dapat memandu pendekatan bedah.Pasien dengan
VT multiple, yang memiliki toleransi hemodinamik buruk, dan
gangguan fungsi ventrikel berat tidak sesuai untuk terapi
pembedahan. Hanya sebagian kecil pasien dengan VT akan sesuai
menjalani intervensi bedah dan sebagian besar akan mengalami
penyakit jantung koroner. (gray, dawkins, morgan, & simpson,
2005)
4. Ablasi kateter VT
Teknologi baru hanya menawarkan keberhasilan yang
terbatas (saat ini sekitar 30% tingkat keberhasilan primer pada
pasien dengan penyakit jantung koroner) dalam ablasi substrat
aritmia ventrikel karena sistem ablasi menghasilkan lesi yang
sering kali terlalu dangkal untuk menginterupsi sirkuit re-
entri.Namun, terapi ini berkembang dengan cepat dan
kemungkinan teknik ablasi akan lebih banyak dilakukan di masa
depan, dibantu oleh perkembangan cepat teknologi dalam teknik
pemetaan dan penciptaan lesi. (gray, dawkins, morgan, &
simpson, 2005)
Perkembangan teknik ablasi TV dengan 3D mapping
elektroanatomik sistem CARTO dapat melokalisasi substrat
aritmogenik secara lebih akurat dan dapat dilakukan pada saat
aritmia sedang berlangsung. Pemahaman yang baik mengenai
13
pemicu dan substrat pada TV mengarahkan ke strategi ablasi baru
yang memperluas indikasi ablasi TV.5,10 Dewasa ini, sebagian
besar substrat aritmogenik ventrikel dapat ditangani dengan
pendekatan ablasi kateter. (Wangko & Jim, 2015)
2.9 Pengkajian
1) Identitas
Ventrikel takikardi dapat ditemukan pada pasien segala usia serta
meningkat pada usia > 60 tahun serta paling sering di jumpai pada pasien
dengan IMA(Bakta, I.M, dan Suastika, I.K. 1999).
2) Keluhan utama
Dalam mendapatkan anamnesis dari pasien yang kolaps, penting untuk
menentukan adakah kehilangan kesadaran atau tidak (Boru, C.Y., 2011).
3) Riwayat penyakit
14
nadi tidak teratur, devisit nadi,bunyi
jantung irama tidak teratur, bunyi
eksterna,
Integritas ego : perasaan gugup, perasaan, terancam, cemas
Makanan dan cairan : hilang nafsu makan atau anoreksia
Neurosensori : pusing, berdenyut, disorientasi, bingung,
perubahan pupil
B1 (Breathing)
Pola napas dinilai kecepatan, irama, dan auskultasi.
Bunyi napas yang dinilai normal, vesikuler, bronkovesikuler, wheezing,
ronchi, penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukkan adanya
pneumotorak atau fibrosa pada pleura.
Ekspansi dada dinilai penuh atau tidak penuh dan dinilai kesimetrisannya.
B2 (Blood)
Irama jantung frekuensi, regular atau ireguler, adanya distensi vena
jugularis. Tekanan darah, hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator.Bunyi jantung yang dinilai S1 terdengar saat kontraksi jantung
atau systole ventilator, S2 terdengar saat akhir kontraksi ventrikel, S3
dikenal dengan ventricular gallop menandakan adanya dilatasi ventrikel.
Edema dikaji lokasi dan derajatnya.
B3 (Brain)
Tingkat kesadaran biasanya mengalami penurunan kesadaran akibat
hipoksia.
B4 (Bladder)
Biasanya terpasang kateter urin untuk mengetahui intake dan output yang
sesuai kebutuhan tubuh pasien
B5 (Bowel)
Pencernaan yang dikaji rongga mulut,ada atau tidaknya lesi pada mulut
perubhan pada warna pada lidah dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
Bising usus ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji lakukan
observasi kurang lebih 2 menit
15
B6 (Bone)
Tulang, otot, integument, warna kulit, integritas kulit perlu dikaji adanya
lesi dan dekubitus, turgor kulit serta suhu, dan kelembaban kulit untuk
mengetahui adanya tanda-tanda syok kardiogenik
2.10 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen ke jaringan.
3. Penurunan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
curah jantung.
2.11 Intervensi
Diagnosa Tujuan NOC NIC
1.Gangguan Setelah 1.Pasien dapat 1.hindari gangguan
rasa nyaman dilakuka beristirahat dengan yang tidak perlu dan
berhubungan n nyaman berikan waktu untuk
dengan tindakan 2.Pasien tidak istirahat.
gejala terkait 1x24 menyunjukkan wajah 2. Ciptakan lingkungan
penyakit jam tegang. yang tenang dan
pasien 3.Pasien tidak mendukung.
diharapk merasakan gelisah. 3.Posisikan untuk
an 4. Pasien tidak ada pasien memfasilitasi
gangguan tidur. kenyamanan (misalnya
5. Pasien tidak gunakan prinsip-
berkeringat dingin. prinsip keselarasan
tubuh, songkong
dengan bantal,
songkong sendi selama
pergerakan, bulat
sayatan dan imobilitasi
bagian tubuh yang
16
nyeri)
4. Pertimbangkan
sumber-sumber
ketidaknyamanan.
Seperti balutan yang
lembab, posisi selang,
balutan yang tertekan,
sprei kusut, maupun
lingkungan yang
menggangu.
5. Sesuaikan suhu
ruangan yang paling
menyamankan individu
jika memungkinkan.
2.Intoleransi Setelah 1. Pasien dapat 1. Beri penjelasan
aktivitas dilakuka berpartisipasi mengenai
berhubungan n dalam prosedur tindakan
dengan tindakan aktivitas fisik yang akan
ketidakseimb 1x24 tanpa disertai dilakukan pada
angan antara jam dengan pasien dan
suplai pasien peningkatan keluarga.
oksigen ke diharapk TD, RR, dan 2. Kaji respon klien
jaringan an nadi. terhadap aktivitas
2. Pasien mampu , perhatikan
melakukan frekuensi nadi 20
aktivitas x/menit di atas
sehari-hari frekuensi istirahat.
secara 3. Intruksikan pasien
mandiri. tentang
3. TTV dalam penghematan
batas normal.. energi.
4. Mampu 4. Kaji sejauh mana
17
berpindah, aktivitas dapat
dengan atau ditoleransi.
tanpa bantuan 5. Bantu pasien
alat. untuk
5. Status mengidentifikasi
kardiopulmon aktivitas yang
ari adekuat. mampu dilakukan.
6. Sirkulasi 6. Berikan dorongan
status baik. untuk melakukan
7. Status aktivitas bertahap
respirasi : sesuai dengan
pertukaran gas kemampuan fisik,
dan ventilasi psikologi dan
adekuat. sosial.
7. Kolaborasikan
dengan tenaga
rehabilitas medis
dalam
merencanakan
program terapi
yang tepat.
3.Penurunan Setelah 1. Kulit hangat 1. Beri penjelasan
perfusi dilakuka dan kering. mengenai
jaringan n 2. Pasien terlihat prosedur
perifer tindakan rileks. tindakan yang
berhubungan 1x24 3. Pasien akan dilakukan
dengan jam memperlihatk pada pasien dan
penurunan pasien an perbaikan keluarga.
curah diharapk status mental. 2. Monitor adanya
jantung. an 4. Menunjukkan daerah tertentu
fungsi sensori yang hanya
motori cranial peka terhadap
18
yang utuh : panas/dingin/taj
tingkat am/tumpul.
kesadaran 3. Monitor adanya
membaik, paretese.
tidak ada 4. Kaji warna
gerakan- kulit, suhu,
gerakan sianosis, dan
involunter. nadi perifer.
5. Kaji adanya
kongestif hepar
pada abdomen
kanan atas.
6. Observasi
TTV.
7. Monitor adanya
tromboplebitis.
8. Kolaborasi
pemberian
analgetik.
19
BAB III
PENUTUP
3.1KESIMPULAN
3.2 SARAN
1. perawat harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien
yang menderita SVT.
2. perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti
tenaga kesehatan yang bekerja di laboratorium yaitu untuk
memeriksakondisi kesehatan pasien.
3. perawat harus menerapkap komunikasi asertif terapeutik guna
menurunkan tingkat kecemasan pasien.
20
DAFTAR PUSTAKA
Elfi, E. F. (2015). Sindrom Koroner Akut dengan Komplikasi Udem Paru Akut.
Jurnal Kesehatan Andalas , 613-617.
Gray, H. D., Dawkins, K. D., Morgan, J. M., & Simpson, I. A. (2005). Lecture
Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga.
Sapp, J. L., Wells, G. A., & dkk. (2016). Ventricular Tachycardia Ablation versus
Escalation. The new england vol. 375 no. 2 , 111-121.
21