Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam keadaan normal, jantung berdenyut sekitar 60-100 kali per
menit dimana atria berkontraksi terlebih dahulu disusul oleh ventrikel
secara sinkron.Pada takikardia ventrikel (TV), ventrikel berdenyut 120-300
kali per menit dan tidak terkoordinasi lagi dengan atria. Bila denyut
jantung melebihi 300 kali per menit dan tidak terkoordinasi secara total,
disebut fibrilasi ventrikel yang menyebabkan suddencardiac death
.Diperkirakankejadian sudden cardiac death sekitar 450.000 setiap tahun
di US. (Wangko & Jim, 2015)
Takikardia ventrikel sering terjadi pada pasien dengan kardiomiopati
atau bila terdapat parut dalam jantung.Pada pasien dengan penyakit
jantung koroner (PJK), parut terjadi akibat infark miokard. Parut akan
mengganggu impuls listrik normal pada jantung dan menghasilkan sirkuit
pendek dari irama, yang disebut reentry. (Wangko & Jim, 2015)
Terdapat tiga pilihan untuk penanganan TV, yaitu:
implantablecardioverter defibrillator (ICD), obatantiaritmia, atau ablasi
kateter. Pada sebagian kasus diperlukan kombinasi terapi. Pada pasien
yang berisiko terjadinya TV, terapi ICD sangat efektif untuk
mengembalikan denyut jantung ke irama normal.Connolly et al
mendapatkan 28% penurunan kematian pada pengguna ICD dibandingkan
dengan yang diobati dengan amiodaron.Walaupun ICD telah menjadi
terapi utama untuk pencegahan suddencardiac death namun ICD tidak
dapatmencegah terjadinya TV,malahmenciptakan kelompok pasien aritmia
ventrikular dengan kualitas hidup yang menurun dan mortalitas yang
meningkat.Hal ini disebabkan karena susbtrat aritmogenik tetap ada dan
tidak berubah atau malah berkembang dan menghasilkan episode TV yang
sering meningkat. (Wangko & Jim, 2015)
Penggunaan ICD dapat mengakhiri episode TV dan menurunkan risiko
suddencardiac death, namun kejadian TV rekurenditemukan pada 40-60%

1
pasien pengguna ICD setelah episode spontaneus sustainedventricular
tachycardia. Episode pertamaTV terjadi pada 20% pasien 3-5 tahun
setelah implantasi ICD. (Sapp, Wells, & dkk, 2016)
Pemberian obat antiaritmia dengan ammiodaron atau sotalol dapat
menurunkan episode TV dan menekan risiko rekurensi sampai 75%.
Connolyetal mendapatkan bahwa kombinasi β-blocker dan amiodaron dapat
menurunkan kejadian ICD shocks, namun akibat efek sampingnya maka
amidaron harus dihentikan pada 25% kasus. (Wangko & Jim, 2015)
Metode pemetaan dan ablasi kateter telah berkembang pesat dalam dua
dekade terakhir.Awalnya ablasi kateter hanya merupakan salah satu pilihan
untuk pasien dengan TV fokal tanpa gangguan struktural jantung namun
dewasa ini prosedur ablasi telah menjadi strategi pengobatan pilihan baik pada
pasien dengan TV iskemia maupun non-iskemia.Pada TV rekurens akibat PJK
yang sering merupakan kegawatdaruratan elektrofisiologi, ablasi kateter dapat
mengontrol kejadian TV rekuren dan eliminasi TV jangkapanjang, serta life-
saving pada incessant TV. (Wangko & Jim, 2015)
Perkembangan teknik ablasi TV dengan 3D mapping elektroanatomik
sistem CARTO dapat melokalisasi substrat aritmogenik secara lebih akurat
dan dapat dilakukan pada saat aritmia sedang berlangsung.Pemahaman yang
baik mengenai pemicu dan substrat pada TV mengarahkan ke strategi ablasi
baru yang memperluas indikasi ablasi TV.Dewasa ini, sebagian besar substrat
aritmogenik ventrikel dapat ditangani dengan pendekatan ablasi kateter.

Gambar 1.A, TV sering beralih menjadi fibrilasi ventrikel.B, Ablasi pada TV.
Ablasiradiofrekuensi dilepaskan (Abl:ON) pada tempat yang ditentukan

2
dengan pemetaan. TV berhenti setelah 2 detik diablasi, dan irama jantung
normal dipulihkan. Sumber: Tung et al, 2010.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan pemetaan elec-trogram
irama sinus dan terapi ablatif bedah, kami menilai bahwa pada pasien dengan
VT yang tidak dapat diprediksi dan tidakimun, (1) endokardium abnormal
dapat didefinisikan dengan menggunakan pemetaan voltase rhythm sinus yang
rinci, dan (2 ) Lesi ablasi linier yang berulang-ulang atau selektif
mengganggu zona perbatasan endokardium abnormal dapat mengendalikan
VT.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Ventrikel Takikardi?
2. Apa saja Klasifikasi dari Ventrikel Takikardi?
3. Apa etiologi dari Ventrikel Takikardi?
4. Apa saja manifestasi klinis Ventrikel Takikardi?
5. Bagaimana patofisiologi dari Ventrikel Takikardi?
6. Apa saja Komplikasi dari Ventrikel Takikardi?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien Ventrikel Takikardi?
8. Bagaimana penatalaksanaan Ventrikel Takikardi?
9. Bagaiman pengkajian Ventrikel Takikardi?
10.Apa saja diagnosa keperawtan yang muncul pada Ventrikel Takikardi?
11.Bagaimana intervensi Ventrikel Takikardi?
12.Bagaimana Implementasi Ventrikel Takikardi?
13.Bagaimana Evaluasi Ventrikel Takikardi?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem
Kardiologi yaitu Ventrikel Takikardi.

b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep teoritis penyakit ventrikel takikardi.

3
2. Untuk mendapat informasi tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanan, komplikasi
untuk pasien dengan ventrikel takikardi
3. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit ventrikel takikardi,
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan
rasional.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PENYAKIT
2.1.Definisi
Takikardi ventrikel adalah suatu aritmia yang berlanjut
maupun tidak berlanjut yang berasal dari jaringan ventrikel, baik
dari suatu fokus automatis, dari reentry, atau dari suatu
automatisasi yang tercetus (Goldschlager & Goldman, 1995).
Ventrikel takikardi (VT) adalah terdapat tiga atau
lebih premature ventricular contraction (PVC) atau ventricular
extrasystoles (VES) dengan laju lebih dari 120 kali permenit
(Sudoyo, A.W. et al, 2009).
Ventrikel takikardi (VT) adalah disritmia jantung yang
diakibatkan oleh peningkatan iritabilitas miokard (Muttaqin, A.
2012).

2.2 Klasifikasi TV Menurut Mekanisme Atau Substrat


Klasifikasi yang berkenaan dengan mekanisme TV, yaitu:
• TV idiopatik pada struktur jantung normal (right or left
nonreentrant outflow tract tachycardia, left ventricular
‘verapamil-sensitive’ reentrant tachycardia)
• Bundle branch reentrant tachycardia
• TV yang berhubungan dengan penyakit jantung iskemik
(PJK/infark miokard)
• TV pada penyakit jantung non-iskemik (idiopathic dilated
CMP, arrythmo-genic cardiomyopathy, setelah tindakan
pembedahan pada kasus tetralogi Fallot, distrofi
muskular atau penyakit neuromuskular)
• TV pada channelopathies (acquired long QT syndrome,
sindrom Brugada, TV katekolaminergik) (Wangko &
Jim, 2015)

5
2.3 Etiologi
1. Penyakit jantung koroner (PJK)
Takikardia ventrikel merupakan komplikasi yang sering
dari PJK yang berperan penting dalam kejadian morbiditas dan
mortalitas (Wangko & Jim, 2015)
2. Infark miokard akut (IMA)
Infark miokard akut (IMA) adalah keadaan dimana suplai
darah suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung
mengalami kematian. (S, 2013)
3. Kardiomiopati
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot
jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner,
hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun
penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi
empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik,
restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan
penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada
jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan
poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat
merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski
secara sporadik masih memungkinkan. (Mariyono & Santoso,
2007)

2.4 Manifestasi Klinis


Irama ventrikular yang dapat di ketahui dengan EKG adalah
sebagai berikut :
a) Frekuensi 150-200 denyut permenit
Gelombang P biasanya tenggelam dalma kompleks QRS,
bila terlihat tidak selalu mempunyai pola yang sesuai

6
dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan
dengan kontraksi atrium.
b) Kompleks QRS mempunyai konfigurasi yang sama
dengan konfigurasi PVC, yaitu lebar dan aneh, dengan
gelombang T terbalik.
c) Hantaran berasal dari ventrikel dengan kemungkinan
hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
d) Irama biasanya reguler, tetapi dapat juga terjadi takikardia
ventrikel ireguler. (Nurhidayat, 2011)

2.5 Patofisiologi

Seperti telah di jelaskan bahwa ventrikel takikardi


sebabkan oleh infark miokard, iskemia ,jantung koroner, pada
pasien dengan ventrikel takikardi lebih banyak di sebabkan oleh
arteri korener merupakan pembuluh darah yang bertugas memberi
nutrisi pada jantung itu sendiri, jika terjadi infark pada arteri
korener yang memperdarahi SA node di atrium menyebabkan
kematian sel otot jantung menimbulkan gangguan pada
repolarisasi dan depolarisasi sehingga mempengaruhi irama
jantung. Dengan di lepasnya berbagai enzim intrasel dan ion
kalium serta penimbunan asam laktat, maka jalur-jalur hantaran
listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan
depolarisasi atrium atau ventrikel serta timbulnya aritmia.
Penurunan kontraktilitas miokard akibat kematian sel otot jantung
juga dapat menstimulus pengaktifan katekolamin yang
meningkatkan rangsangan sistem saraf simpatis , akibatnya akan
terjadi peningkatan frekuensi jantung, peningkatan kebutuhan
oksigen dan vasokontriksi. Selain itu iritabilitas myokard
ventrikel juga penyebab munculnya ventrikel takikardi.

7
PATHWAY

ETIOLOGI
(IMA, Iskemik miokard, jantung koroner, kardiomiopati)

↓Suplai darah
ke jantung

Gangguan metabolisme Kematian otot


di jantung jantung

Metabolisme Gangguan Pelepasan


anaerob penghantaran impuls enzim CKMB
(Creatinin
Kinase-MB)
Gangguan depolarisasi Pengaktifan
Peningkatan asam dan repolarisasi jantung Sistem
laktat saraf simpatis

Frekuensi
Kecepatan pengisian jantung
Nyeri impuls ke ventrikel  meningkat

Irama jantung tidak Kebutuhan O2


Gangguan rasa
terkontrol di jantung ↑
nyaman

VENTRIKEL TAKIKARDI
↓ ATP
Vasokontraksi ↑
Ketidakefektifan ventrikel untuk terisi
dan berkontraksi memompa darah
fatique

Penurunan perfusi jaringan


Intoleransi
perifer
aktivitas

8
2.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi ialah:


• Lesi vaskular di tempat perforasi (hematoma,
arteriovenousshunt, pseudoaneurisma) ditemukan pada 2%
kasus
• Tromboemboli dilaporkan pada 1,3% kasus. Penggunaan
irrigated tip catheter dan antikoagulan selama tindakan dapat
menurunkan risiko ini
• Tamponade jantung dilaporkan pada 1% kasus
• Stroke pada <1% kasus
• Ablasi epikard melalui akses perikardial dapat terjadi efusi
perikardial (1-2%), perdarahan epikardial (4,5%), perdarah-
an yang memerlukan penanganan bedah (<1%), laserasi
hepar (3%), dan cedera arteri koroner epikardial (1,2%) yang
dapat berakibat serangan jantung. Angiogram koroner perlu
dilakukan untuk mengurangi risiko
• Cedera nervus frenikus kiri: dapat dihindari dengan identifikasi
melalui pacing dari kateter ablasi (Wangko & Jim, 2015)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dari ventrikel takikardia adalah:
1. Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG)
Ditemukan sinus takikardi dengan gambaran
LVH dan LV strain serta poor R wave progression
V1-V3. Pada foto rontgent torak ditemukan CTR
50%, dengan tanda bendungan paru, terutama paru
kanan. (Elfi, 2015)
Ekokardiografi atau special imaging dengan
CT scan harus dilakukan pada semua pasien yang
direncanakan ablasi untuk melihat adanya trombus
ventrikel kiri yang mobile, menentukan letak parut,

9
dan menilai fungsi pompa jantung. Bila dicurigai
adanya laminated thrombus, harus diberikan
antikoagulan warfarin selama beberapa minggu
untuk mencegah terjadinya trombus bebas.
Ekokardiogram transesofageal dilakukan
untuk mengeksklusi adanya bekuan darah di dalam
jantung.
2. Angiografi koroner harus dilakukan bila status vaskular
koroner tidak diketahui atau pada kasus TV polimorfik.
Adanya PJK yang tidak diobati akan membatasi
mapping saat TV karena masalah hemodinamik akibat
iskemi miokard. (Wangko & Jim, 2015)
3. Anestesi umum harus dilakukan bila TV dengan
hemodinamik tidak stabil atau diantisipasi akan terjadi.
Perbaikan hemodinamik akan memfasilitasi pemetaan
dan ablasi serta menurunkan risiko gangguan
hemodinamik dari episode TV saat dilakukan prosedur.
Selama pemetaan ventrikel kiri dan ablasi, diberikan
antikoagulan sistemik heparin intravenosa. Setelah
ablasi, antikoagulan aspirin atau warfarin
direkomendasikan selama sebulan tergantung pada
ablasi yang dilakukan untuk mencegah terbentuknya
bekuan darah selama proses penyembuhan. Short acting
low-molecular-weight heparin diberikan pada beberapa
hari pertama oleh karena warfarin memerlukan 5-10
hari untuk bekerja efektif. (Wangko & Jim, 2015)

2.8 Penatalaksanaan

Terapi yang akan diberikan ditentukan oleh atau tidaknya pasien


bertoleransi terhadap irama yang cepat. Penyebab iritabilitas miokard
harus dicara dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan.

10
Kardioversi perlu dilakukan bila dapat tanda-tanda penurunan curah
jantung.Menurut (gray, dawkins, morgan, & simpson, 2005):

1. Terapi Obat
Terapi obat untuk VT merupakan area dengan cepat
berubah, namun praktik standar adalah untuk melakukan studi
elektrofisiologis dasar pada pasien yang diketahui menderita VT
monomorfik atau dugaan kuat aritma.Perbaikan prognosis
ditunjukkan dari hilangnya sifat indukbilitas setelah diterapi
dengan obat-obatan antiaritmatia tertentu dibangdingkan dengan
terapi obat empiris yang dituntun klinis atau tanpa terapi, dan
penurunan frekuensi palpitasi simtomatik. Pengawasan Holter
pada kelompok pasien yang terpilih bisa sama akurat dengan studi
elektrofisiologis dalam memprediksi efikasi obat-obatan
antiaritmia. , (gray, dawkins, morgan, & simpson, 2005)
Amiodaron dapat memeperbaiki prognosis pada beberapa
kelompok pasien tertentu (misalnya kardiomiopati hipertropik)
namun untuk sebagian besar pasien dengan aritmia ventrikel, tidak
memberikan manfaat prognostic meskipun umum diresepkan
secara empiris pada praktik di Inggris.Data mengenai manfaat
prognostic yang diberikan oleh terapi amiodaron untuk semua
substrat penyakit yang menyebabkan aritmia ventrikel kompleks
dan tidak jelas.Namun, industry obat-obatan aritmia secara umum
dan amiodaron lebih khususnya tidak dapat mengklaim manfaat
prognostic sebagai indikasi terapi obat.Obat-obatan kelas l, ll, dan
lll dapat digunakan untuk menurunkan frekuensi palpitasi
simtomatik. (gray, dawkins, morgan, & simpson, 2005)
Amiodaron direkomendasikan untuk beberapa keadaan,
antara lain: terapi pada VT tanpa nadi atau VF yang refrakter ter-
hadap defibrilasi; terapi VT polimorfik atau takikardia dengan
QRS kompleks yang lebar yang tidak diketahui sebabnya; kontrol
VT dengan hemodinamik stabil apabila kar-dioversi tidak berhasil,
sangat berguna ter-utama bila fungsi ventrikel kiri menurun; se-

11
bagai obat tambahan pada kardioversi supra-ventrikular takikardia
atau paroksismal supraventrikular takikardi; dapat digunakan
untuk terminasi takikardia atrial multifokal atau ektopik dengan
fungsi ventrikel kiri yang masih baik; dapat digunakan untuk
kontrol denyut jantung pada atrial fibrilasi atau atrial flutter bila
terapi lain tidak efek-tif ( Rampengan, 2011)
Kegagalan terapi obat untuk memperbaiki prognosis
dengan desain penelitian yang teliti telah mendorong pencarian
terapi lain. Sekarang termasuk teknik ablasi kateter, reseksi bedah
substrat aritmia, dan implantasi AICD.Terapi obat antiaritmia
masih memiliki peran sebagai ajuvan terhadap terapi-terapi
tersebut. (gray, dawkins, morgan, & simpson, 2005)
2. Terapi AICD
AICD diciptakan oleh Dr. M. Mirowski di AS, dengan
implant pertama dilakukan pada manusia tahun 1982. AICD
merupakan alat canggih yang mampu mendeteksi dan
menghentikan VT atau fibralasi.Alat ini mampu memacu hentikan
VT, mengkardioversi VT, atau defibrilasi pada fibrilasi ventrikel.
Terapi ini menawarkan terapi bertingkat dan pendeteksian aritmia
canggih yang dapat deprogram. Alat generasi pertama
membutuhkan peletakan bagian elektroda defibrillator epikard
dengan torakotomi namun inovasi terbaru memungkinkan
peletakan endokard elektroda pengejut dengan cara yang analog
dengan implantasi alat pacu jantung. Selain itu, alat ini awalnya di
implant dikantong abdominal dengan elektroda yang
ditembusakan subkutan dari tempat masuk di vena (biasanya
subklavia), sementara alat sekarang cukup kecil untuk
memungkinkan implantasi subkutan prepoktoral. Inovasi antara
lain kombinasi berbagai fungsi pacu jantung untuk bradikardia
dalam unit AICD dan meningkatkan kemampuan telemetri. (gray,
dawkins, morgan, & simpson, 2005)
3. Pembedahan aritmia

12
Penghilangan jaringan skar dengan pembedahan bersama
dengan insisi endomiokard yang lebih dalam atau aplikasi
krioprobe untuk menginterupsi sirkuit re-entri dapat
menyembuhan VT akibat penyembuhan infrak
miokard.Pendekatan ini membutuhkan pembedahan jantung
terbuka dan dikaitkan dengan morbiditas dan moralitas bermakna,
dan resiko yang menyebabkan gangguan yang lebih lanjut fungsi
ventrikel.Maka, untuk menjadi kadidat terapi ini pasien harus
memiliki harus memiliki fungsi ventrikel yang masih baik dan VT
harus dapat memungkinkan teknik pemetaan yang membuat
elektrofisiolog dapat memandu pendekatan bedah.Pasien dengan
VT multiple, yang memiliki toleransi hemodinamik buruk, dan
gangguan fungsi ventrikel berat tidak sesuai untuk terapi
pembedahan. Hanya sebagian kecil pasien dengan VT akan sesuai
menjalani intervensi bedah dan sebagian besar akan mengalami
penyakit jantung koroner. (gray, dawkins, morgan, & simpson,
2005)
4. Ablasi kateter VT
Teknologi baru hanya menawarkan keberhasilan yang
terbatas (saat ini sekitar 30% tingkat keberhasilan primer pada
pasien dengan penyakit jantung koroner) dalam ablasi substrat
aritmia ventrikel karena sistem ablasi menghasilkan lesi yang
sering kali terlalu dangkal untuk menginterupsi sirkuit re-
entri.Namun, terapi ini berkembang dengan cepat dan
kemungkinan teknik ablasi akan lebih banyak dilakukan di masa
depan, dibantu oleh perkembangan cepat teknologi dalam teknik
pemetaan dan penciptaan lesi. (gray, dawkins, morgan, &
simpson, 2005)
Perkembangan teknik ablasi TV dengan 3D mapping
elektroanatomik sistem CARTO dapat melokalisasi substrat
aritmogenik secara lebih akurat dan dapat dilakukan pada saat
aritmia sedang berlangsung. Pemahaman yang baik mengenai

13
pemicu dan substrat pada TV mengarahkan ke strategi ablasi baru
yang memperluas indikasi ablasi TV.5,10 Dewasa ini, sebagian
besar substrat aritmogenik ventrikel dapat ditangani dengan
pendekatan ablasi kateter. (Wangko & Jim, 2015)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.9 Pengkajian
1) Identitas
Ventrikel takikardi dapat ditemukan pada pasien segala usia serta
meningkat pada usia > 60 tahun serta paling sering di jumpai pada pasien
dengan IMA(Bakta, I.M, dan Suastika, I.K. 1999).
2) Keluhan utama
Dalam mendapatkan anamnesis dari pasien yang kolaps, penting untuk
menentukan adakah kehilangan kesadaran atau tidak (Boru, C.Y., 2011).
3) Riwayat penyakit

a) Riwayat penyakit sekarang


Pasien yang mengalami ventrikel takikardi akan mengalami
palpitasi, denyut jantung keras, denyut jantung berhenti, pukulan di
daerah dada, dada bergetar, denyut jantung cepat, serta denyut jantung
tidak teratur. Keluhan penyakit dasar seperti payah jantung yang
memburuk, angina pektoris, dan lain-lain (Bakta, I.M, dan Suastika,
I.K. 1999).
b) Riwayat penyakit dahulu
Penderita IMA bisa terserang ventrikel takikardi (Boru, C.Y.,
2011).
c) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kematian mendadak di keluarga bisa menunjukkan adanya
sindrom QT panjang atau kardiomiopati turunan (Boru, C.Y., 2011).
4) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : kelelahan umum
Sirkulasi : perubahan TD hipertensi atau hipotensi,

14
nadi tidak teratur, devisit nadi,bunyi
jantung irama tidak teratur, bunyi
eksterna,
Integritas ego : perasaan gugup, perasaan, terancam, cemas
Makanan dan cairan : hilang nafsu makan atau anoreksia
Neurosensori : pusing, berdenyut, disorientasi, bingung,
perubahan pupil

B1 (Breathing)
Pola napas dinilai kecepatan, irama, dan auskultasi.
Bunyi napas yang dinilai normal, vesikuler, bronkovesikuler, wheezing,
ronchi, penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukkan adanya
pneumotorak atau fibrosa pada pleura.
Ekspansi dada dinilai penuh atau tidak penuh dan dinilai kesimetrisannya.
B2 (Blood)
Irama jantung frekuensi, regular atau ireguler, adanya distensi vena
jugularis. Tekanan darah, hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator.Bunyi jantung yang dinilai S1 terdengar saat kontraksi jantung
atau systole ventilator, S2 terdengar saat akhir kontraksi ventrikel, S3
dikenal dengan ventricular gallop menandakan adanya dilatasi ventrikel.
Edema dikaji lokasi dan derajatnya.
B3 (Brain)
Tingkat kesadaran biasanya mengalami penurunan kesadaran akibat
hipoksia.
B4 (Bladder)
Biasanya terpasang kateter urin untuk mengetahui intake dan output yang
sesuai kebutuhan tubuh pasien
B5 (Bowel)
Pencernaan yang dikaji rongga mulut,ada atau tidaknya lesi pada mulut
perubhan pada warna pada lidah dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
Bising usus ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji lakukan
observasi kurang lebih 2 menit

15
B6 (Bone)
Tulang, otot, integument, warna kulit, integritas kulit perlu dikaji adanya
lesi dan dekubitus, turgor kulit serta suhu, dan kelembaban kulit untuk
mengetahui adanya tanda-tanda syok kardiogenik
2.10 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen ke jaringan.
3. Penurunan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
curah jantung.

2.11 Intervensi
Diagnosa Tujuan NOC NIC
1.Gangguan Setelah 1.Pasien dapat 1.hindari gangguan
rasa nyaman dilakuka beristirahat dengan yang tidak perlu dan
berhubungan n nyaman berikan waktu untuk
dengan tindakan 2.Pasien tidak istirahat.
gejala terkait 1x24 menyunjukkan wajah 2. Ciptakan lingkungan
penyakit jam tegang. yang tenang dan
pasien 3.Pasien tidak mendukung.
diharapk merasakan gelisah. 3.Posisikan untuk
an 4. Pasien tidak ada pasien memfasilitasi
gangguan tidur. kenyamanan (misalnya
5. Pasien tidak gunakan prinsip-
berkeringat dingin. prinsip keselarasan
tubuh, songkong
dengan bantal,
songkong sendi selama
pergerakan, bulat
sayatan dan imobilitasi
bagian tubuh yang

16
nyeri)
4. Pertimbangkan
sumber-sumber
ketidaknyamanan.
Seperti balutan yang
lembab, posisi selang,
balutan yang tertekan,
sprei kusut, maupun
lingkungan yang
menggangu.
5. Sesuaikan suhu
ruangan yang paling
menyamankan individu
jika memungkinkan.
2.Intoleransi Setelah 1. Pasien dapat 1. Beri penjelasan
aktivitas dilakuka berpartisipasi mengenai
berhubungan n dalam prosedur tindakan
dengan tindakan aktivitas fisik yang akan
ketidakseimb 1x24 tanpa disertai dilakukan pada
angan antara jam dengan pasien dan
suplai pasien peningkatan keluarga.
oksigen ke diharapk TD, RR, dan 2. Kaji respon klien
jaringan an nadi. terhadap aktivitas
2. Pasien mampu , perhatikan
melakukan frekuensi nadi 20
aktivitas x/menit di atas
sehari-hari frekuensi istirahat.
secara 3. Intruksikan pasien
mandiri. tentang
3. TTV dalam penghematan
batas normal.. energi.
4. Mampu 4. Kaji sejauh mana

17
berpindah, aktivitas dapat
dengan atau ditoleransi.
tanpa bantuan 5. Bantu pasien
alat. untuk
5. Status mengidentifikasi
kardiopulmon aktivitas yang
ari adekuat. mampu dilakukan.
6. Sirkulasi 6. Berikan dorongan
status baik. untuk melakukan
7. Status aktivitas bertahap
respirasi : sesuai dengan
pertukaran gas kemampuan fisik,
dan ventilasi psikologi dan
adekuat. sosial.
7. Kolaborasikan
dengan tenaga
rehabilitas medis
dalam
merencanakan
program terapi
yang tepat.
3.Penurunan Setelah 1. Kulit hangat 1. Beri penjelasan
perfusi dilakuka dan kering. mengenai
jaringan n 2. Pasien terlihat prosedur
perifer tindakan rileks. tindakan yang
berhubungan 1x24 3. Pasien akan dilakukan
dengan jam memperlihatk pada pasien dan
penurunan pasien an perbaikan keluarga.
curah diharapk status mental. 2. Monitor adanya
jantung. an 4. Menunjukkan daerah tertentu
fungsi sensori yang hanya
motori cranial peka terhadap

18
yang utuh : panas/dingin/taj
tingkat am/tumpul.
kesadaran 3. Monitor adanya
membaik, paretese.
tidak ada 4. Kaji warna
gerakan- kulit, suhu,
gerakan sianosis, dan
involunter. nadi perifer.
5. Kaji adanya
kongestif hepar
pada abdomen
kanan atas.
6. Observasi
TTV.
7. Monitor adanya
tromboplebitis.
8. Kolaborasi
pemberian
analgetik.

19
BAB III
PENUTUP

3.1KESIMPULAN

Pasien dengan penurunan kesadaran dan memiliki riwayat serangan


jantung menderita ventrikel takikardia. Langkah-langkah untuk menegakkan
diagnosis yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang perlu
diperhatikan dengan seksama untuk mengetahui penyebab penurunan
kesadaran pada pasien.Pada kasus ini diagnosis pasti ditegakkan dengan
gambaran EKG pada 12 sadapan.
Ventrikel takikardia merupakan suatu aritmia pada ventrikel yang
mengakibatkan volume sekuncup berkurang bahkan tidak ada akibat
kecepatan denyut ventrikel yang cepat yaitu 160-250 kali/menit.VT adalah
suatu keadaan gawat darurat karena kapan saja bisa terjadi mati mendadak
pada pasien yang menderitanya terutama pada pasien dengan berbagai
penyakit jantung yang menyertainya seperti infark miokard.Oleh karena itu
tindakan pengobatan pada pasien VT adalah dengan medikamentosa,
Resusitasi Jantung Paru, dan Defibrilator.

3.2 SARAN
1. perawat harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien
yang menderita SVT.
2. perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti
tenaga kesehatan yang bekerja di laboratorium yaitu untuk
memeriksakondisi kesehatan pasien.
3. perawat harus menerapkap komunikasi asertif terapeutik guna
menurunkan tingkat kecemasan pasien.

20
DAFTAR PUSTAKA

Rampengan, S. H. (2011). AMIODARON SEBAGAI OBAT ANTI ARITMIA


DAN PENGARUHNYA TERHADAP FUNGSI TIROID. Jurnal Biomedik,
Volume 3, Nomor 2 , 84-94.

Elfi, E. F. (2015). Sindrom Koroner Akut dengan Komplikasi Udem Paru Akut.
Jurnal Kesehatan Andalas , 613-617.

Goldschlager, N., & Goldman, M. J. (1995). Goldman Elektrokardiografi. Jakarta:


Widya Medika.

Gray, H. D., Dawkins, K. D., Morgan, J. M., & Simpson, I. A. (2005). Lecture
Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga.

Mariyono, H. H., & Santoso, A. (2007). GAGAL JANTUNG. J Peny Dalam,


Volume 8 Nomor 3 , 85-94.

Nurhidayat, S. (2011). Asuhan Keperawtan Klien Dengan System Kardiovaskuler.


Ponorogo: Umpo Press.

S, S. E. (2013). ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) ANTEROSEPTAL


PADA PASIEN DENGAN FAKTOR RESIKO KEBIASAAN MEROKOK
MENAHUN DAN TINGGINYA KADAR KOLESTROL DALAM DARH.
Medula, Volume 1, Nomor 4 , 60-68.

Sapp, J. L., Wells, G. A., & dkk. (2016). Ventricular Tachycardia Ablation versus
Escalation. The new england vol. 375 no. 2 , 111-121.

Wangko, L. C., & Jim, E. L. (2015). PEMETAAN DAN ABLASI PADA


TAKIKARDIA VENTRIKEL. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 7, Nomor 3 , 12-
22.

21

Anda mungkin juga menyukai