Anda di halaman 1dari 29

Makalah Kimia Klinik

KARBOHIDRAT

Oleh kelompok : 8

PUTU SANTINI H31115012

MILA RESKI SUCIANA LALLA H31115313

ANNISA IQRIYAH B H31115517

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini, dan kami buat dengan waktu yang telah ditentukan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya

penyusunan makalah seperti ini, pembaca dapat belajar dengan baik dan benar

mengenai Karbohidrat.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan

kekurangan pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari

penulis. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.

Makassar, April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apakah yang dimaksud dengan karbohidrat..........................................

2.2 Apa klasifikasi dari karbohidrat.............................................................

2.4 Bagaimana metabolisme dari karbohidrat..............................................

2.5 Apa saja aplikasi karbohidrat dalam kimia klinik………………………

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aktivitas yang dilakukan sehari-hari memerlukan enrgi. Energi yang

diperlukan ini diperoleh dari bahan makanan yang dimakan. Pada

umumnya bahan makanan itu mengandung tiga kelompok utama senyawa kimia,

yaitu karbohidrat, protein dan lemak atau lipid. Energi yang terkandung dalam

karbohidrat itu pada dasarnya berasal dari energi matahari. Karbohidrat, dalam hal

ini glukosa, dibentuk dari karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari

dan klorofil dalam daun. Selanjutnya glukosa yang terjadi diubah menjadi amilum

dan disimpan pada bagian lain, misalnya pada buah atau umbi. Proses

pembentukan glukosa dari karbon dioksida dan air disebut proses fotosintesis.

Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan bagi tubuh

dimana karbohidrat tersebut diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa bagian

seperti monosakarida, disakarida dan polisakarida. Selain itu, agar dapat

digunakan oleh sel yang terdapat didalam tubuh maka karbohidrat perlu melalui

beberapa proses yaitu melalui proses metabolisme. Karbohidrat menyediakan

kebutuhan dasar yang diperlukan tubuh makhluk hidup.

Karbohidrat yang diperlukan oleh tubuh tentunya memiliki takaran

ataupun batasan. Sehingga, jika kadar karbohidrat di dalam tubuh seseorang

meningkat atau berlebih maka akan memicu timbulnya penyakit. Begitupun

sebaliknya, jika kadar karbohidrat didalam tubuh seseorang menurun atau kurang

maka akan juga mengacu timbulnya penyakit.


1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan karbohidrat?

2. Bagaimana klasifikasi dari karbohidrat?

3. Bagaimana metabolisme dari karbohidrat?

4. Apa saja aplikasi karbohidrat dalam kimia klinik?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:

1. untuk memahami pengertian dari karbohidrat

2. untuk memahami klasifikasi dari karbohidrat

3. untuk mengetahui metabolisme dari karbohidrat

4. untuk mengetahui aplikasi karbohidrat dalam kimia klinik.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Karbohidrat

Secara umum definisi karbohidrat adalah senyawa organik yang

mengandung atom karbon, hidrogen dan oksigen, dan pada umumnya unsur

hidrogen dan oksigen dalam komposisi menghasilkan H2O. Di dalam tubuh

karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol

lemak. Akan tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang

dikonsumsi sehari-hari, terutama sumber bahan makan yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan.

Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya

sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori.

Walaupun lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih

banyak di konsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, terutama pada

negara berkembang. Di negara berkembang, karbohidrat dikonsumsi sekitar 70-

80% dari total kalori, bahkan pada daerah-daerah miskin bisa mencapai 90%.

Sedangkan pada negara maju karbohidrat dikonsumsi hanya sekitar 40-60%. Hal

ini disebabkan sumber bahan makanan yang mengandung karbohidrat lebih murah

harganya dibandingkan sumber bahan makanan kaya lemak maupun protein.

Karbohidrat banyak ditemukan pada serealia (beras, gandum, jagung, kentang dan

sebagainya), serta pada biji-bijian yang tersebar luas di alam.

2.2 Klasifikasi Karbohidrat

Adapun klasifikasi karbohidrat, yaitu:


2.2.1 Monosakarida

Monosakarida merupakan karbohidrat yang paling sederhana karena tidak

dapat dihidrolisis lagi menjadi karbohidrat yang lain memiliki rumus empiris

(CH2O)n, dimana n = 3 atau lebih. secara resepektif gula dengan 3,4,5,6 dan 7

atom karbon adalah triosis, tetra, pentosa, heksosa, dan heptosa. heksosa, terutama

D-glukosa, adalah monosakarida paling melimpah di alam. Tiga heksosa yang

paling penting secara biologis adalah D-glukosa dan fruktosa dan D-galaktosa. D-

galaktosa adalah aldosa, yang berbeda dari D-glukosa hanya pada konfigurasinya

pada 4 atom karbon. Monosakarida terbagi menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Aldosa

Mengandung gugus aldehid (CHO) bebas dan gugus hidroksi (CH) bebas,

contoh glukosa dan galaktosa. Adanya gugus aldehid pada glukosa dan galaktosa

menyebabkan positif Fehling dan akan membentuk endapan merah bata (Cu2O).

Aldosa merupakan gula pereduksi yang berarti bahwa fungsi aldehid bebas dari

bentuk rantai terbuka mampu untuk dioksidasi menjadi gugus asam karboksilat.

2. Ketosa

Merupakan monosakarida yang mengandung gugus keton dan sifatnya

menyerupai keton alifatik (alkuna) contohnya yaitu, fruktosa, sifat-sifatnya adalah

mengandung gugus keton bebas atau karbonil bebas di samping gugus hidroksida

(OH).

2.2.2 Disakarida

Disakarida bila dihidrolisis akan menghasilkan dua molekul monosakarida

yang sama atau berbeda. Disakarida terbentuk dari dua molekul monosakarida

yang tergabung melalui ikatan glikosida yang berbentuk antara karbon aromatik
dan salah satu monosakarida dengan gugus hidroksil dari monosakarida lainnya.

Berdasarkan aktivitasnya terhadap oksidator, maka disakarida dibedakan atas

disakarida produksi (maltosa, laktosa) dan disakarida non produksi (sukrosa).

1. Maltosa

Maltosa terdapat pada gandum yang sedang berkecambah, maltosa adalah

disakarida yang diperoleh sebagai hasil hidrolisis pati, hidrolisis selanjutnya

menghasilkan glukosa, karena itu maltosa terdiri dari 2 glukosa, maltosa

memberikan tes positif terhadap pereaksi Tollens dan Fehling.

2. Sukrosa

Sukrosa larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol, hidrolisis sukrosa

dapat ditentukan dengan enzim sukrosa atau investase oleh pengaruh asam

mineral encer panas menghasilkan glukosa dan fruktosa. Mineral encer panas

menghasilkan glukosa dan fruktosa, sukrosa banyak terdapat pada tanaman yang

berfotosintesis, fungsinya sebagai sumber energi, tidak memiliki gugus karbonil

bebas sehingga tidak dapat mereduksi.

3. Laktosa

Laktosa merupakan gula utama yang terdapat pada susu sapi dan ASI.

Oleh sebab itu, sering disebut gula susu. Kristal besar dan kelarutan dalam air

kurang baik, laktosa memiliki sifat mereduksi pereaksi Benedict atau Fehling

pada pemanasan laktosa atas 1 molekul glukosa dan 1 molekul glukosa.

2.2.3 Polisakarida

Polisakarida merupakan senyawa karbohidrat yang tersusun dari banyak

sakarida, polisakarida terpenting yaitu amilum, glikogen, dan selulosa, sifat dari

polisakarida tidak dapat mereduksi, tidak menunjukkan mutarotasi, tidak


membentuk mutanon, dan relatif stabil terhadap pengaruh basa. Polisakarida yang

tidak mengandung nitrogen yaitu amilum atau pati, selulosa, glikogen, amilosa

dan amilopektin, dan kitin.

2.3 Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat adalah salah satu komponen utama dalam konsumsi harian

manusia. Sebelum karbohidrat diabsorbsi dan digunakan untuk energi, karbohidrat

harus dipecah menjadi monosakarida. Proses pemecahan ini terjadi dalam proses

digestion (pencernaan).

Gambar 1. Metabolisme karbohidrat

Digestion (Pencernaan) berawal di dalam mulut, dimana enzim amilase

yang terdapat dalam saliva menghidrolisis pati untuk menghasilkan hasil antara

yang berupa dekstrin dan maltosa. Di dalam perut, enzim amilase dinonaktifkan

oleh asam yang terdapat dalam lambung. pH di usus halus lebih bersifat basa, jadi
pencernaan pati dan glikogen menjadi maltosa dilakukan oleh amilase dalam

pankreas. Maltosa, bersama dengan laktosa dan sukrosa kemudian dihidrolisis

oleh enzim dari mukosa usus (disakarida) untuk menghasilkan monosakarida

berupa glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Monosakarida ini kemudian diabsorbsi

melalui dinding usus ke dalam aliran darah dan diangkut ke hati.

Karena glukosa merupakan satu-satunya monosakarida yang digunakan

oleh tubuh untuk menghasilkan energi, maka galaktosa dan fruktosa diubah oleh

enzim pada hati menjadi glukosa. Pada tahap pertama penggunaan glukosa,

glukosa dalam hati bereaksi dengan ATP dengan adanya heksokinase untuk

menghasilkan glukosa-6-fosfat. Glukosa-6-fosfat disediakan sebagai bahan utama

untuk tiga jalur metabolik glukosa.

Jika tubuh membutuhkan energi, glukosa dimetabolisme secara sempurna

menjadi karbon dioksida dan air dalam bentuk energi dari produksi ATP. Ada dua

jalur utama untuk pemecahan glukosa ini: glikolisis atau jalur Embden-Meyerhof

dan sebuah jalur alternatif lain yaitu heksosa monofosfat (HMP) atau jalur Shunt.

Pada jalur Embden-Meyerhof, glukosa-6-fosfat dipecah melalui beberapa

langkah menjadi triosa fosfat dan akhirnya menjadi dua molekul piruvat. Konversi

glukosa menjadi piruvat atau laktat disebut glikolisis. Proses ini adalah proses

anaerobik (tidak membutuhkan oksigen), terjadi di sitoplasma sel, dan

menghasilkan dua molekul ATP untuk setiap molekul glukosa. Piruvat dapat

diubah kembali menjadi glukosa-6-fosfat melalui jalur yang berbeda, atau dapat

pula diubah menjadi laktat dengan bantuan enzim laktat dehidrogenase (LD). Di

bawah kondisi aerobik, piruvat mengalami oksidasi dekarboksilasi untuk

menghasilkan asetil CoA.


Oksidasi assetil CoA menyediakan sel dengan energi potensial terbanyak

yang tersedia dari oksidasi glukosa. Asetil CoA memasuki siklus assam

trikarboksilat (TCA), juga dikenal dengan nama siklus Krebs, atau siklus asam

sitrat. Siklus TCA adalah fase aerobik dari metabolisme glukosa dan berlangsung

di mitokondria sel. Siklus ini terdiri dari rangkain reaksi reduksi-oksidasi dimana

asetil CoA dioksidasi menjadi CO2 dan H2O dan 24 molekul ATP (12 ATP untuk

setiap molekul asetil CoA). Pembentukan ATP ini sejalan dengan sistem transfer

elektron di mitokondria. Oksidasi yang sempurna dari satu molekul glukosa di

hati menghasilkan 38 molekul ATP (2 dari glikolisis, 24 dari siklus TCA, dan

selebihnya dari oksidasi NADH dan langkah fosforilasi lainnya).sebagai pengahsil

energi.

Seperti yang dijelaskan, seuah jalur alternatif untuk oksidasi glukosa

adalah jalur HMP, juga dikenal sebagai jalur Shunt. Dalam jalur ini, glukosa-6-

fosfat diubah menjadi ribosa-5-fosfat (pentosa) dengan mengahsilkan NADPH.

NADPH menghasilkan energi yang rendah dan penting sebagai sumber energi

untuk banyak reaksi anabolik, seperti sintesis asam lemak dan steroid. Jalur HMP

juga memainkan peran kunci untuk glikolisis dalam sel darah merah karena

eritrosit kekurangan mitokondria dan karena itu tidak dapat menjalankan

fosforilasi oksidatif dalam siklus TCA. Ribosa-5-fosfat dapat diubah lebih jauh

menjadi triosa fosfat yang dapat bergabung dalam jalur glikolisis.

Jika glukosa tidak dibutuhkan oleh tubuh dengan segera, glukosa dapat

disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Pada proses ini, glukosa-6-fosfat

dipolimerisasi secara enzimatis melalui beberapa lamgkah untuk menghasilkan

glikogen. Proses pembentukan glikogen dari glukosa disebut glikogenesis.


Glikogenesis terjadi ketika kadar glukosa dalam darah tinggi, seperti sahabis

makan. Ketika kadar glukosa dalam darah mulai turun, glikogen diubah kembali

menjadi glukosa oleh enzim-enzim berbeda. Proses perubahan glikogen menjadi

glukosa disebut glikogenolisis. Reaksi glikogenesis-glikogenolisis adalah

mekanisme penting dalam pengaturan level glukosa dalam darah. Glikogen juga

dapat disimpan dalam otot.

Glukoneogenesis adalah jalur lain yang juga penting dalam menjaga level

glukosa dalam darah, terutama ketika berpuasa dalam waktu lama.

Glukoneogenesis adalah bentuk glukosa dari sumber non karbohidrat, seperti

asam amino, laktat, atau gliserol dri lipid. Asam lemak dan laktat dapat diubah

menjadi asetil CoA dan kemudian dioksidasi secara sempurna dalam siklus TCA.

2.4 Aplikasi Karbohidrat dalam Kimia Klinik

Karbohidrat harus diperhatikan dalam tubuh secara terus menerus.

Kelebihan sekaligus kekurangan karbohidrat sangat merugikan tubuh. Ada

sejumlah penyakit yang berhubungan dengan karbohidrat atau aplikasi klinis pada

karbohidrat seperti hipoglikemia, intoleransi laktosa, diabetes melitus, dan lain-

lain.

2.4.1 Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar gula rendah dalam darah atau gangguan

kesehatan yang terjadi ketika kadar gula di dalam darah berada di bawah kadar

normal. Zat gula didapat dari makanan yang dicerna dan diserap. Molekul-molelul

gula tersebut masuk ke dalam aliran darah untuk selanjutnya disalurkan ke seluruh

sel-sel yang ada di jaringan tubuh. Namun sebagian besar sel-sel tubuh tidak bisa

menyerap gula tanpa bantuan hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas.
Dalam hal ini, insulin berperan sebagai pembuka pintu bagi masuknya zat gula ke

dalam sel. Jika jumlah insulin terlalu banyak, otomatis kadar gula darah akan

menurun. Itu sebabnya hipoglikemia banyak dialami oleh penderita diabetes

karena sering menggunakan insulin atau obat-obatan pemicu produksi insulin

guna menurunkan kadar gula di dalam darah. Namun bukan hanya insulin saja,

terdapat beberapa faktor lainnya, seperti pola makan yang buruk dan olahraga

berlebihan, juga dapat menyebabkan hipoglikemia. Gejala dari Hipoglikemia

yaitu gugup, cemas,sakit kepala, Lelah, pusing, pucat, bibir kesemutan, gemetar,

jantung berdebar-debar, sulit berkonsentrasi, dan mudah marah.

Penyebab dari Hipoglikemia yaitu:

1. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas sehingga menurunkan kadar

gula darah

2. Dosis insulin terlalu tinggi yang diberikan kepada penderita diabetes

untuk menurunkan kadar gula darahnya

3. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal

4. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati

5. Sering melewatkan waktu makan dapat mengakibatkan kadar gula darah

menjadi rendah karena dalam makanan yang dinikmati seharusnya terkandung

nutrisi yang sangat dibutuhkan dalam tubuh, selain itu makanan yang

mengandung glukosa juga sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh, untuk

itu aturlah waktu sebaik mungkin untuk makan baik pagi, siang maupun malam

hari.

Kondisi klinis lain yang menyebabkan hipoglikemia adalah:

a. Tumor di pankreas merangsang sekresi insulin berlebihan


b. Insufisiensi adrenal: Kondisi stres meningkatkan kebutuhan metabolik tubuh

dan berkontribusi terhadap hipoglikemia yang disebabkan oleh insufisiensi

adrenal.

Pengobatan hipoglikemia: diet makanan kecil yang sering kaya akan

karbohidrat kompleks dan kandungan serat makanan yang baik dengan lebih

sedikit karbohidrat dan gula, Minum susu karena susu dapat meningkatkan kadar

gula dalam darah secara cepat. Ketika gejala hipoglikemia muncul, segera

konsumsi makanan-makanan yang mengandung kadar gula tinggi, seperti jus

buah, permen, atau minuman ringan. Selain itu, juga dapat mengonsumsi makanan

yang kandungan karbohidratnya bisa diubah menjadi gula dengan cepat oleh

tubuh, seperti roti lapis, sereal, atau biskuit. Jika gejala tergolong parah atau

penanganan awal tidak efektif sehingga kondisi penderita memburuk, maka segera

ke dokter atau rumah sakit. Di rumah sakit, biasanya dokter akan langsung

memberikan suntikan glukagon atau cairan infus yang mengandung glukosa agar

kadar darah kembali normal. Pastikan untuk tidak memasukkan makanan atau

minuman apa pun ke mulut saat penderita dalam kondisi tidak sadar untuk

menghindari sesak.

2.4.2 Intoleransi Laktosa

Salah satu masalah yang paling umum di seluruh dunia adalah intoleransi

laktosa. Salah satu ciri dari penyakit Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan

seseorang untuk mencerna laktosa. Laktosa adalah jenis gula yang terdapat dalam

susu dan produk susu. Pencernaan makanan dan penyerapan nutrisi terjadi pada

usus kecil menghasilkan enzim yang disebut laktase. Laktase memecah laktosa
menjadi dua bentuk gula yang lebih sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Tubuh

kemudian menyerap gula sederhana ini ke dalam aliran darah.

Gejala dari penyakit ini yaitu:

1. Kram

2. Sakit perut

3. Mual

4. Kembung

5. Diare saat susu dikonsumsi.

Penyebab penyakit intoleransi laktosa adalah:

1. Intoleransi laktosa primer.

Jenis ini berkembang pada orang yang pernah dapat mencerna laktosa

sepenuhnya. Kondisi ini adalah jenis yang paling biasa terjadi. Hampir semua

bayi menghasilkan cukup laktase untuk mencerna laktosa secara keseluruhan yang

terdapat dalam susu dan formula untuk bayi. Namun, pada beberapa keadaan

setelah konsumsi dihentikan, kebanyakan anak di dunia mulai menghasilkan

laktase yang lebih sedikit. Kebanyakan orang yang mengalami intoleransi laktosa

primer dapat mengonsumsi beberapa produk susu tanpa munculnya gejala.

2. Intoleransi laktosa sekunder.

Jenis ini merupakan akibat dari kerusakan pada usus, seperti penyakit

parah.

3. Intoleransi laktosa bawaan.

Bayi yang lahir dengan kondisi yang jarang terjadi ini tidak dapat

menghasilkan laktase sama sekali. Dokter biasanya mendiagnosis intoleransi

laktosa sekunder dengan intoleransi laktosa bawaan selama masa kelahiran bayi.
Diagnosisnya yaitu berdasarkan gejala disertai riwayat konsumsi susu non-

fermentasi. Pengobatannya mengurangi konsumsi susu. Sebagian besar pasien

intoleran laktosa mencerna produk susu fermentasi (keju, susu mentega, yogurt)

dengan sangat baik dan dapat mengonsumsi ini sebagai sumber utama kalsium

dan bukan susu. Susu rendah laktosa dan susu asam manis sudah dikembangkan

untuk orang intoleran laktosa. Intoleransi laktosa dapat diobati dengan perubahan

pola makan yang sederhana. Cara paling mudah adalah seseorang mengurangi

jumlah susu atau produk sehari-hari dalam makanannya. Selain itu, membantu

membagi susu harian dan produk susu menjadi beberapa porsi kecil dan

mengkonsumsinya dengan makanan lain. Susu olahan seperti yogurt dan keju

biasanya lebih baik ditoleransi karena laktosa sebagian dimetabolisme oleh

bakteri selama persiapannya.

2.4.3 Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

gangguan metabolisme karbohidrat, yang ditandai dengan meningkatnya kadar

glukosa, dan ditemukan glukosa tersebut melalui urin. Hal ini disebabkan karena

adanya gangguan produksi insulin pada pankreas, yang berupa berkurang atau

tidak dapatnya memproduksi insulin dengan baik. Gejala dari Diabetes mellitus

yaitu tingkat glukosa meningkat dalam darah, menyebabkan buang air kecil

berlebihan, rasa haus yang berlebihan (polidipsia), banyak makan (polifagia),

berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas, lemah badan, kesemutan,

dan mata kabur.

Upaya-upaya pencegahan terhadap Diabetes mellitus ada tiga tahap yakni :

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan salah satu upaya yang ditujukan kepada

orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum

menderita, tetapi berpotensi untuk menderita Diabetes Melitus dengan

pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar gula darahnya.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mencegah atau

menghambat terjadinya penyakit menahun, pada orang yang telah didiagnosa

menderita Diabetes Melitus, dengan melakukan pemeriksaan dan evaluasi

laboratorium secara continue atau terus menerus dan teratur.

3. Pencegahan Tersier

Jika kemudian penyakit menahun Diabetes mellitus ternyata terjadi juga,

maka pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut, dan

merehabilitas pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap,

dengan cara pengendalian terhadap kadar gula darah, melalui olahraga dan diet,

bukan saja untuk mencegah kestabilan kadar gula darah, tetapi juga untuk

mencegah terjadinya komplikasi.

Klasifikasi diabetes mellitus yaitu diantaranya:

1. Diabetes Mellitus Tipe I

Diabetes Mellitus tipe I atau yang disebut Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (IDDM) dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin sehingga

terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel

beta pada diabetes tipe I adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang

menghancurkan sel beta pankreas. Diabetes mellitus tipe I dapat terjadi pada usia

berapapun namun paling sering terjadi pada anak remaja sehingga sebelumnya
disebut diabetes remaja ini menyumbang sekitar 10 % dari semua kasus diabetes

mellitus.

2. Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes Mellitus tipe II atau yang disebut dengan non insulin dependent

diabetes mellitus (NIDDM). Tipe II atau diabetes mellitus yang tidak tergantung

pada insulin adalah bentuk karakter diabetes yang lebih ringan yang disebabkan

oleh defisiensi aktivitas insulin yang relatif karena resistensi insulin. Diabetes tipe

II ini memiliki basis genetik yang lebih kuat dari pada Diabetes tipe I yang

dibuktikan dengan kemunculan yang lebih sering seperti faktor lingkungan.

Diabetes tipe II biasanya terjadi pada orang dewasa setelah usia 40 dan

berlangsung perlahan. Ini adalah bentuk diabetes mellitus yang paling umum dan

menyumbang 80% sampai 90% kasus. Jenis diabetes lainnya adalah sekunder

akibat kondisi tertentu lainnya seperti pankreas atau penyakit endokrin, pemberian

hormon, obat-obatan, atau bahan kimia tertentu, beberapa sindrom genetik, dan

kondisi lingkungan

Pengobatan dan pengendalian diabetes meliputi kebiasaan dan latihan

makanan terencana, terapi insulin, pemantauan diri kadar glukosa darah, gizi

seimbang seperti rasio karbohidrat, protein dan lemak dalam makanan didasarkan

pada rekomendasi regulasi glukosa ideal. Mayoritas karbohidrat berupa

karbohidrat kompleks, pati harus digunakan. Sekitar 50-55 persen dari total

kilokalori makanan adalah karbohidrat kompleks. Ini memberi gula sederhana

perlahan-lahan dari waktu ke waktu. Diet kaya serat (polisakarida) juga memiliki

efek pada kadar glukosa darah.


2.4.4 Diagnosis Laboratorium

Demonstrasi hiperglikemia atau hipoglikemia dalam kondisi tertentu

digunakan untuk mendiagnosis diabetes mellitus dan kondisi hipoglikemik. Tes

laboratorium lainnya telah dikembangkan untuk mengidentifikasi insulinomas dan

untuk memantau kontrol glikemik dan pengembangan komplikasi ginjal.

Metode Pengukuran Glukosa

Glukosa dapat diukur dari serum, plasma, atau dari darah. Saat ini,

sebagian besar pengukuran glukosa dilakukan pada serum atau plasma.

Konsentrasi glukosa dalam darah utuh sekitar 11% lebih rendah dari konsentrasi

glukosa plasma. Serum atau plasma harus didinginkan dan dipisahkan dari sel

selama 1 jam untuk mencegah kehilangan glukosa yang cukup besar oleh fraksi

sel, terutama jika jumlah sel darah putih meningkat. Ion natrium fluorida (tabung

abu-abu) sering digunakan sebagai antikoagulan dan pengawet darah, terutama

jika analisis tertunda. Fluorida menghambat enzim glikolitik. Namun, meskipun

fluorida mempertahankan stabilitas glukosa jangka panjang, tingkat penurunan

glukosa pada jam pertama setelah pengumpulan sampel dalam tabung dengan dan

tanpa fluorida hampir identik. Karena itu, plasma harus dipisahkan dari sel

secepatnya. Glukosa darah puasa (GDP) harus diperoleh di pagi hari setelah

sekitar 8 sampai 10 jam berpuasa (tidak lebih dari 16 jam). Nilai glukosa plasma

puasa memiliki variasi diurnal dengan GDP rata-rata lebih tinggi di pagi hari

daripada di sore hari. Diabetes pada pasien yang diuji pada sore hari mungkin

terlewatkan karena variasi ini. Cairan serebrospinal dan urin juga bisa dianalisis.

Pengukuran glukosa urin tidak digunakan dalam diagnosis diabetes, namun

beberapa pasien menggunakan pengukuran ini untuk tujuan pemantauan.


Kemampuan glukosa berfungsi sebagai agen pereduksi telah berguna

dalam deteksi dan kuantisasi karbohidrat dalam cairan tubuh. Glukosa dan

karbohidrat lainnya mampu mengubah ion-ion tembaga (I) dalam larutan alkalin

menjadi ion-ion tembaga (II). Larutan kehilangan warna biru terangnya dan

endapan merah dari oksida tembaga terbentuk. Reagen Benedict dan Fehling,

yang mengandung larutan alkali ion tembaga yang distabilkan oleh sitrat atau

tartrat, masing-masing, telah digunakan untuk mendeteksi zat pereduksi dalam

urin dan cairan tubuh lainnya. Ciri kimia lain yang digunakan untuk

mengkuantifikasi karbohidrat adalah kemampuan molekul-molekul ini untuk

membentuk basa Schiff dengan amina aromatik. O-Toluidin dalam larutan asam

panas akan menghasilkan senyawa berwarna dengan maksimum absorbansi pada

630 nm. Galaktosa, aldoheksosa, dan manosa adalah aldopentosa yang juga akan

bereaksi dengan O-toluidin dan menghasilkan senyawa berwarna yang dapat

mengganggu reaksi. Reaksi basa Schiff dengan O-toluidin hanya untuk

kepentingan historis dan telah digantikan oleh metode enzimatik yang lebih

spesifik.

Tabel 1. Metode dalam Pengukuran Glukosa

Metode yang paling umum dari analisis glukosa menggunakan enzim

glukosa oksidase atau heksokinase. Glukosa oksidase adalah enzim paling spesifik

yang bereaksi hanya dengan β-D-glukosa. Glukosa oksidase mengkonversi β-D-


glukosa menjadi asam glukonat. Mutarotasi dapat ditambahkan ke reaksi untuk

memfasilitasi konversi α-D-glukosa menjadi β-D-glukosa. Oksigen digunakan

dalam produksi hidrogen peroksida (H2O2). Reaksi dapat dipantau secara

polarografis baik dengan mengukur tingkat penghilangan oksigen menggunakan

elektroda oksigen atau dengan menggunakan H2O2 dalam reaksi samping.

Metode heksokinase dianggap lebih akurat daripada metode glukosa

oksidase karena reaksi kopling menggunakan glukosa-6-fosfat dehidrogenase

sangat spesifik. Oleh karena itu, ia memiliki gangguan yang lebih kecil dari

prosedur oksidase glukosa yang digabungkan. Heksokinase dengan adanya ATP,

mengubah glukosa menjadi glukosa-6-fosfat. Glukosa-6-fosfat dan kofaktor

NADP+ diubah menjadi 6-fosfoglukonat dan NADPH dari glukosa-6-fosfat

dehidrogenase. NADPH memiliki maksimum absorbansi kuat pada 340 nm, dan

tingkat keberadaan NADPH dapat dipantau secara spektrofotometri dan sebanding

dengan jumlah glukosa yang ada dalam sampel. Umumnya diterima sebagai

metode referensi, metode ini tidak dipengaruhi oleh asam askorbat atau asam urat.

Metode heksokinase dapat dilakukan pada serum atau plasma yang dikumpulkan

menggunakan heparin, asam etilendiamintetraasetat (EDTA), fluorida, oksalat,

atau sitrat. Metode ini juga dapat digunakan untuk urin, cairan serebrospinal, dan

cairan serosa. Metode pengukuran glukosa yang tidak spesifik masih digunakan di

bagian urinalisis laboratorium terutama untuk mendeteksi zat pereduksi selain

glukosa. Metode yang diberikan selanjutnya adalah modifikasi Benedict, juga

disebut reaksi Clinitest.

Self-Monitoring Glukosa Darah

American Diabetes Association (ADA) telah merekomendasikan bahwa

individu dapat diabetes memantau kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mempertahankan tingkat sedekat mungkin dengan normal. Untuk orang dengan

diabetes tipe 1, rekomendasinya adalah 3 hingga 4 kali / hari, untuk orang dengan

diabetes tipe 2, frekuensi optimal tidak diketahui. Hal yang penting adalah pasien

diajarkan bagaimana menggunakan solusi kontrol dan kalibrator untuk

memastikan keakuratan hasil tes mereka. Tes glukosa urin harus diganti dengan

self monitor glukosa darah; Namun, tes keton urin akan tetap untuk diabetes tipe 1

dan kehamilan.

Toleransi Glukosa dan Tes Postprandial 2 Jam

Pedoman untuk kinerja dan interpretasi uji postprandial 2 jam ditetapkan

oleh komite ahli. Variasi tes ini adalah menggunakan glukosa standar. Larutan

yang mengandung 75 g glukosa diberikan, dan spesimen untuk pengukuran

glukosa plasma diambil 2 jam kemudian. Di bawah kriteria ini, pasien meminum

glukosa standar (75 g) dan pengukuran glukosa diambil 2 jam kemudian. Jika

tingkat tersebut ≥ 200 mg/dL dan dikonfirmasi pada hari berikutnya. Tes toleransi

glukosa oral (OGTT) tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin di bawah pedoman

American Diabetes Association. Prosedur ini tidak nyaman untuk pasien dan tidak

digunakan oleh dokter untuk mendiagnosis diabetes. Penting bahwa persiapan

pasien yang tepat diberikan sebelum tes ini dilakukan. Pasien harus rawat jalan

dan pada asupan karbohidrat normal hingga tinggi selama 3 hari sebelum tes.

Pasien harus puasa setidaknya selama 10 jam dan tidak lebih dari 16 jam, dan tes

harus dilakukan di pagi hari karena efek diurnal hormonal pada glukosa. Tepat

saat tes berlangsung, pasien harus menahan diri dari olahraga, makan, minum

(kecuali bahwa pasien dapat minum air), dan merokok. Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil tes termasuk obat-obatan seperti dosis besar salisilat,


diuretik, antikonvulsan, kontrasepsi oral, dan kortikosteroid. Juga, masalah

gastrointestinal, termasuk masalah malabsorpsi, operasi gastrointestinal, dan

muntah dan disfungsi endokrin, dapat mempengaruhi hasil OGTT. Pedoman

merekomendasikan bahwa hanya puasa dan sampel 2 jam yang diukur, kecuali

ketika pasien hamil. Dosis dewasa dari larutan glukosa (glucola) adalah 75 g;

anak-anak 1,75 g/kg glukosa hingga dosis maksimum 75 g.

Hemoglobin Glikosilasi / Hemoglobin A1c

Tujuan dari manajemen diabetes adalah untuk mempertahankan

konsentrasi glukosa darah di dalam atau di dekat kisaran nondiabetic dengan

jumlah fluktuasi yang minimal. Konsentrasi glukosa dalam serum atau plasma

dapat diukur oleh laboratorium di samping pemantauan diri pasien dari

konsentrasi glukosa darah utuh. Pengaturan glukosa darah jangka panjang dapat

diikuti dengan pengukuran hemoglobin glikosilasi. Hemoglobin glikosilasi adalah

istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembentukan senyawa hemoglobin

yang dihasilkan ketika glukosa (gula pereduksi) bereaksi dengan gugus amino

hemoglobin (protein). Molekul glukosa menempel secara nonenzim ke molekul

hemoglobin untuk membentuk ketaminin. Tingkat pembentukan berbanding lurus

dengan konsentrasi glukosa plasma. Karena rata-rata sel darah merah hidup

sekitar 120 hari, kadar hemoglobin terglikosilasi pada satu waktu mencerminkan

tingkat glukosa darah rata-rata selama 2 sampai 3 bulan sebelumnya. Oleh karena

itu, mengukur hemoglobin glikosilasi memberikan gambaran waktu rata-rata

kadar glukosa darah pasien selama 3 bulan terakhir.

Hemoglobin A1c (HbA1c), hemoglobin glikosilasi yang paling sering

terdeteksi, adalah molekul glukosa yang melekat pada satu atau kedua valine N-
terminal rantai β-polipeptida dari hemoglobin dewasa normal. HbA1c adalah

metode pemantauan diabetes jangka panjang yang lebih andal. Kontrol dari

glukosa plasma acak. Nilai normal berkisar dari 4,5 hingga 8,0. Dengan

menggunakan model regresi linier, Rohlfing menetapkan bahwa untuk setiap

perubahan 1% dalam nilai HbA1c, ada perubahan 35 mg/dL (2 mmol/L) pada

glukosa plasma rata-rata. Namun, informasi ini perlu digunakan dengan hati-hati,

karena penelitian terbaru menunjukkan bahwa hubungan antara glukosa plasma

rata-rata dan HbA1c dapat berbeda secara substansial tergantung pada kontrol

glikemik dari populasi yang diteliti. Penting juga untuk diingat bahwa dua faktor

menentukan kadar hemoglobin terglikosilasi: konsentrasi glukosa rata-rata dan

rentang hidup sel darah merah. Jika rentang hidup sel darah merah menurun

karena keadaan penyakit lain seperti hemoglobinopathies, hemoglobin akan

memiliki lebih sedikit waktu untuk menjadi glikosilasi dan tingkat hemoglobin

glikosilasi akan lebih rendah.

Pedoman American Diabetes Association saat ini merekomendasikan

bahwa tes HbA1c dilakukan setidaknya dua kali setahun dengan pasien yang

memenuhi tujuan pengobatan dan yang memiliki kontrol glikemik yang stabil.

Untuk pasien yang terapinya telah berubah atau yang tidak memenuhi tujuan

glikemik, disarankan tes triwulanan HbA1c. Sebelum analisis, hemolisat harus

disiapkan. Metode pengukuran dikelompokkan ke dalam dua kategori utama: (1)

berdasarkan perbedaan muatan antara hemoglobin glikosilasi dan nonglycosylated

(kromatografi pertukaran-kation, elektroforesis, dan pemfokusan isoelektrik) dan

(2) karakteristik struktural glikogroup pada hemoglobin (kromatografi afinitas dan

immunoassay). Di laboratorium klinis, kromatografi afinitas adalah metode


pengukuran yang lebih disukai. Dalam metode ini, hemoglobin glikosilasi melekat

pada kelompok boronat dari resin dan secara selektif dielusi menggunakan buffer.

Metode ini tidak bergantung pada suhu dan tidak dipengaruhi oleh hemoglobin F,

S, atau C.

Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dan metode elektroforesis juga

digunakan untuk memisahkan berbagai bentuk hemoglobin. Dengan kromatografi

cair kinerja tinggi, semua bentuk hemoglobin glikosilasi A1a, A1b, dan A1c dapat

dipisahkan. Standarisasi hemoglobin glikosilasi telah menjadi masalah

berkelanjutan, tidak ada konsensus mengenai metode referensi dan tidak ada satu

pun standar yang tersedia untuk digunakan dalam tes. Karena itu, nilai HbA1c

bervariasi dengan metode dan laboratorium yang melakukannya.

Tabel 2. Metode Pengukuran Hemoglobin Terglikasi

Badan Keton

Gambar 2. Badan keton


Badan keton diproduksi oleh hati melalui metabolisme asam lemak untuk

menyediakan sumber energi yang siap dari lipid yang disimpan pada saat

ketersediaan karbohidrat rendah. Tiga keton adalah aseton (2%), asam asetoasetat

(20%), dan asam 3-β-hidroksibutirat (78%). Badan keton tingkat rendah hadir di

tubuh setiap saat. Namun, dalam kasus kekurangan karbohidrat atau penurunan

penggunaan karbohidrat seperti diabetes mellitus, kelaparan/puasa, diet tinggi

lemak, muntah berkepanjangan, dan penyakit penyimpanan glikogen, tingkat

darah meningkat untuk memenuhi kebutuhan energi. Istilah ketonemia mengacu

pada akumulasi keton dalam darah, dan istilah ketonuria mengacu pada akumulasi

keton dalam urin. Pengukuran keton direkomendasikan untuk pasien dengan

diabetes tipe 1 selama penyakit akut, stres, kehamilan, atau peningkatan kadar

glukosa darah di atas 300 mg/dL atau ketika pasien memiliki tanda-tanda

ketoasidosis.

Persyaratan spesimen adalah sampel serum segar atau urin harus ditutup

rapat dan dianalisis segera. Tidak ada metode yang digunakan untuk penentuan

keton bereaksi dengan ketiga badan keton. Uji historis (Gerhardt's) yang

menggunakan besi klorida direaksikan dengan asam asetoasetat untuk

menghasilkan warna merah. Prosedur ini memiliki banyak zat pengganggu,

termasuk salisilat. Metode yang lebih umum menggunakan natrium nitroprussida

(NaFe-[CN]5NO) bereaksi dengan asam asetoasetat dalam pH basa untuk

membentuk warna ungu. Jika reagen mengandung gliserin, maka aseton juga

terdeteksi. Metode ini digunakan dengan tes strip reagen urin dan tablet Acetest.

Metode enzimatik baru yang disesuaikan dengan beberapa instrumen otomatis


menggunakan enzim β-hidroksbutirat dehidrogenase untuk mendeteksi asam β-

hidroksibutirat atau asam asetoasetat, tergantung pada pH larutan.

Mikroalbuminuria

Diabetes mellitus menyebabkan perubahan progresif pada ginjal dan

akhirnya menghasilkan nefropati ginjal diabetik. Komplikasi ini berlangsung

selama bertahun-tahun dan mungkin tertunda oleh kontrol glikemik yang agresif.

Tanda awal bahwa nefropati sedang terjadi adalah peningkatan albumin urin.

Pengukuran mikroalbumin berguna untuk membantu diagnosis pada tahap awal

dan sebelum pengembangan proteinuria. Penilaian tahunan fungsi ginjal dengan

penentuan ekskresi albumin urin direkomendasikan untuk pasien diabetes.

Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai albuminuria persisten dalam kisaran 30

hingga 299 mg/24 jam atau rasio albumin-kreatinin 30 hingga 300 g/mg.

Proteinuria klinis atau makroalbuminuria dibentuk dengan rasio albumin-kreatinin

≥300 mg/24 jam atau rasio albumin-kreatinin ≥300 g/mg.

Islet Autoantibody dan Pengujian Insulin

Kehadiran autoantibodi ke dalam sel β islet pankreas adalah karakteristik

diabetes tipe 1. Namun, tes autoantibodi islet saat ini tidak direkomendasikan

untuk pemeriksaan rutin untuk diagnosis diabetes. Di masa depan, pengujian ini

mungkin mengidentifikasi pasien yang berisiko, prediabetic. Pengukuran insulin

tidak diperlukan untuk diagnosis diabetes mellitus, tetapi pada keadaan

hipoglikemik tertentu, penting untuk mengetahui konsentrasi insulin dalam

kaitannya dengan konsentrasi glukosa plasma.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Secara umum definisi karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung

atom karbon, hidrogen dan oksigen, dan pada umumnya unsur hidrogen dan

oksigen dalam komposisi menghasilkan H2O.

2. Karbohidrat diklasifikasikan dalam 3 kelompok utama, yaitu monosakarida,

disakarida, dan polisakarida.

3. Sebelum karbohidrat diabsorbsi dan digunakan untuk energi, karbohidrat harus

dipecah menjadi monosakarida. Metabolisme karbohidrat melalui beberapa

tahap penting.

4. Kelebihan sekaligus kekurangan karbohidrat sangat merugikan tubuh. Ada

sejumlah penyakit yang berhubungan dengan karbohidrat atau aplikasi klinis

pada karbohidrat seperti hipoglikemia, intoleransi laktosa, diabetes melitus,

dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Michael, L.B., Edward, P.F., dan Larry, E.S., 2010, Clinical Chemistry
Techniques, Principles, Correlations, Lippincott Williams & Wilkins, New
York.

Anda mungkin juga menyukai