Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi

Diabetes mellitus adalah penyakit multifaktorial, yang ditandai dengan


sindroma hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak serta
protein yang disebabkan insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas endogen
insulin atau keduanya (Price, S dan Wilson, 2005). Hiperglikemia yang tidak
terkontrol juga dapat menimbulkan banyak penyakit komplikasi seperti neuropati,
stroke dan penyakit pembuluh darah perifer (Cade W.T, 2008).

DM bisa disebabkan oleh destruksi sel beta pankreas karena proses autoimun atau
idiopatik yang umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, resistensi insulin, defek
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, dan sindrom genetik lainnya
(Purnamasari, 2011).

Tanda diabetes adalah kelainan glikemia sewaktu puasa, intoleransi glukosa atau
keduanya. Dalam semua bentuk diabetes, mungkin ada remisi pada tingkat hiperglikemia.
Pasien dapat menjadi normal regulasi glukosa, jika diabetesnya baru mulai (Lindarto D,
2014).

Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi disebabkan


oleh berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh diabetes melitus.
Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah sehingga gagal masuk ke dalam sel.
Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi.
Hormon insulin merupakan hormon yang membantu masuknya gula darah (WHO, 2016).

2.2. Etiologi

Bukti menunjukkan bahwa diabetes mellitus memiliki berbagai penyebab, termasuk :

1. Hereditas
2. Lingkungan (infeksi, makanan, toksin, stres)
3. Perubahan gaya hidup pada orang yang secara genetik rentan
4. Kehamilan (Kowalak, 2014)
Klasifikasi etiologi diabetes mellitus saat ini telah direkomendasikan oleh WHO
dan ADA. Klasifikasi ini sangat berbeda dari klasifikasi sebelumnya yang menggunakan
istilah diabetes tergantung insulin dan diabetes tidak tergantung insulin. Istilah tipe I dan
tipe II diabetes (dengan angka Arab) telah diadopsi untuk bentuk yang paling umum dari
diabetes mellitus (Lindarto D, 2014).

2.3 Epidemiologi

Data dari berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM adalah


masalah kesehatan yang besar. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah
penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 menyebutkan sekitar 415
juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di tahun
1980an. Apabila tidak ada tindakan pencegahan maka jumlah ini akan terus
meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 meningkat menjadi
642 juta penderita (IDF, 2015).

Insidensi DM terbukti meningkat dalam berbagai penelitian. Penelitian di


Indonesia termasuk Jakarta dan kota lainnya menunjukkan adanya peningkatan.
Peningkatan insidensi DM akan memengaruhi peningkatan kejadian komplikasi
kronik. Komplikasi kronik dapat terjadi khususnya pada penderita DM tipe 2
(Waspadji, 2009).

Penyandang DM memiliki risiko timbulnya penyakit. Penyakit yang timbul


pada penderita DM misalnya penyakit jantung koroner. Orang dengan DM
memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami jantung koroner, lebih rentan
menderita gangrene sebesar lima kali, tujuh kali lebih rentan mengidap gagal ginjal,
dan 25 kali lebih rentan mengalami kerusakan retina yang mengakibatkan kebutaan
pada penyandang DM tipe 2 daripada pasien non DM (Waspadji, 2009).
Komplikasi yang terjadi pada penderita DM mengakibatkan terjadinya angka
kematian dan angka kesakitan bukan hiperglikemi (Pernama, 2013).

Diabetes melitus biasa disebut dengan penyakit yang mematikan karena


menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan keluhan. Keluhan pada penderita
DM disebabkan oleh banyak hal diantaranya karakteristik individu meliputi jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota
keluarga, riwayat penyakit dan dapat dipengaruhi juga dengan faktor penanganan
yang meliputi diet, aktivitas fi sik, terapi obat, dan pemantauan glukosa darah
(Trisnawati, 2013).

Penyandang DM memiliki risiko terkena penyakit jantung 2-4 daripada


orang yang non DM. Kemenkes RI (2013) menyebutkan bahwa Provinsi Jawa
Timur mengalami peningkatan prevalensi 1,1 bila dibandingkan dengan hasil
Riskesdas tahun 2007 (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi diabetes se-Indonesia
diduduki oleh provinsi Jawa Timur karena diabetes merupakan 10 besar penyakit
terbanyak. Jumlah penderita DM menurut Riskesdas mengalami peningkatan dari
tahun 2007 sampai tahun 2013 sebesar 330.512 penderita (Kemenkes RI, 2014).

2.4. Patofisiologi

Patologi DM dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan
insulin (Guyton & Hall, 2006). Pada DM tipe Iterdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan) (Brunner & Suddarth, 2012).

Menurut Brunner & Suddarth (2012), jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa
yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Kehilangan cairan yang berlebihan menyebabkan pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan peningkatan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi defisiensi insulin, protein yang
berlebihan di dalam sirkulasi darah tidak dapat disimpan dalam jaringan. Semua
aspek metabolisme lemak sangat meningkat bila tidak ada insulin. Normalnya ini
terjadi antara waktu makan sewaktu sekresi insulin minimum, tetapi metabolisme
lemak meningkat hebat pada DM sewaktu sekresi insulin hampir nol (Guyton &
Hall, 2006).

Peningkatan jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas


diperlukan untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi Diabetes Tipe II (Brunner & Suddarth, 2012).

2.5 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi etiologi DM menurut American Diabetes Mellitus 2010, dibagi dalam


4 jenis yaitu (ADA, 2010) (Lindarto D, 2014) :

1. Diabetes Mellitus Tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM

DM tipe I terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun.
Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan
dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali.
Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis (ADA, 2010). Kerusakan
sel beta pankreas dapat dideteksi lebih dini dengan pemeriksaan autoantibodi tertentu.
Biasanya tanda autoimun DM tipe 1adalah antibodi : anti-GAD, anti-islet cell, atau anti
insulin, yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas (Lindarto D, 2014).

2. Diabetes Mellitus Tipe II atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/ NIDDM

Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya
resistensi insulin (reseptor insulin sudah aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi
dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat
mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi
insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya
glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik.
Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor
akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (ADA,
2010). Kebanyakan DM tipe 2 mengalami obesitas, hal ini memperburuk resistensi insulin.
DM tipe 2 sering baru terdiagnosa selama bertahun-tahun karena hiperglikemia
berkembang secara bertahap dan tidak jelas gejala klasiknya (Lindarto D, 2014)

3. Diabetes Mellitus Tipe Lain

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel
beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin
lain, iatrogenic, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain (ADA, 2010).
DM ini adalah berhubungan dengan kecacatan, penyakit atau sindrome tertentu. Dalam
kelompok ini termasuk cacat genetik fungsi sel beta. Sebagian besar tanda klinisnya adalah
hiperglikemia pada usia dini. Mereka sering disebut maturity-onset diabetes of the young
(MODY) (Lindarto D, 2014).

4. Diabetes Mellitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati
pertama kali pada masa kehamilan , biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM
gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM
gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka
waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. (ADA, 2010). Kemungkinan bahwa intoleransi
glukosa atau diabetes telah mendahului kehamilan. Pada awal kehamilan, glukosa puasa
dan postprandial biasanya lebih rendah dari pada wanita yang tidak hamil. Risiko tinggi
GDM terdapat pada perempuan yang lebih tua, memiliki riwayat intoleransi glukosa,
riwayat bayi besar untuk usia kehamilan, dan perempuan hamil dengan hiperglikemia.
Akibat GDM dapat merugikan terhadap kedua janin dan ibu. Diabetes yang terjadi sebelum
atau selama kehamilan berhubungan dengan peningkatan risiko kematian janin intrauterine
dan komplikasi lain termasuk kelainan bawaan (Lindarto D, 2014)
Tabel 2.1 Klasifikasi DM

Jenis Etiologi
Tipe 1 Tipe diabetes dengan defisiensi insulin
absolut akibat kerusakan sel beta
pankreas. Umumnya disebabkan :
1. Proses autoimun
2. Idiopatik
Tipe 2 Mulai dari yang predominan resistensi
insulin dengan defisiensi insulin relatif
sampai yang dominan defek sekresi
insulin dengan resistensi insulin.
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
1. Defek genetik kerja insulin
2. Penyakit eksokrin pankreas
3. Endokrinopati
4. Karena obatan atau zat kimia
5. Infeksi
6. Imunologi
7. Sindroma genetik lain yang
berhubungan dengan DM
Diabetes mellitus gestasional Diabetes selama kehamilan
Sumber: Longo et al, 2008
2.6 Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Tabel 2.2 Faktor risiko bagi penyandang pra-diabetes mellitus dan DM tipe 2 :

Usia Insidens DM tipe 2 bertambah sejalan dengan


pertambahan usia (jumlah sel beta yang produktif
berkurang seiring pertambahan usia). Upayakan
memeriksa glukosa darah puasa jika usia telah diatas 45
tahun, atau segera jika ada faktor lain.
Berat badan BB berlebih: BMI > 25. Kelebihan BB 20%
meningkatkan risiko dua kali. Prevalensi obesitas dan
diabetes berkolerasi positif, terutama obesitas sentral.
Riwayat keluarga Orangtua atau saudara kandung mengidap diabetes
mellitus. Sekitar 40% diabetes terbukti terlahir dari
keluarga yang juga mengidap DM, dan + 60-90%
kembar identik merupakan penyandang DM.
Tekanan darah Lebih dari 140/90 mmHg (atau riwayat hipertensi).
Kolesterol HDL <40 mg/dL (laki-laki) dan <50 mg/dL (perempuan).
Trigliserida >250 mg/Dl
DM kehamilan Riwayat DM kehamilan atau pernah melahirkan anak
(gestasional) dengan BB>4 kg. Kehamilan, trauma fisik dan stress
psikologis menurunkan sekresi serta kepekaan insulin.
Gaya hidup Olahraga kurang dari 3 kali seminggu. Olahraga bagi
diabetes merupakan potent protective factor yang
meningkatkan kepekaan jaringan terhadap insulin
hingga 6%.
Kelainan lain Riwayat penyakit pembuluh darah dan sindrom ovarium
polisiklik.

Sumber : Arisman, 2011


2.7 Gejala Klinis

Gejala adalah hal-hal yang dirasakan dan dikeluhkan oleh penderita,


sedangkan tanda-tanda berarti keadaan yang dapat dilihat dari pemeriksaan badan.
Ada bermacam -macam gejala DM, yaitu:
a.Sering buang air kecil dengan volume yang banyak, yaitu lebih sering dari
pada biasanya, apalagi pada malam hari (poliuri), hal ini terjadi karena kadar
gula darah melebihi nilai ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan
keluar bersama urine. Untuk menjaga agar urine yang keluar tidak terlalu pekat,
tubuh akan menarik air sebanyak mungkin kedalam urine sehingga urine keluar
dalam volume yang banyak dan buang air kecil pun menjadi sering. dalam
keadaan normal, urine akan keluar sekitar 1,5 liter perhari, tetapi pada penderita
DM yang tidak terkontrol dapat memproduksi lima kali dari jumlah itu.

b.Sering merasa haus dan ingin minum sebanyak-banyaknya (polidipsi).


Dengan banyaknya urine yang keluar, badan akan kekurangan air atau
dehidrasi. Untuk mengatasi hal tersebut tubuh akan menimbulkan rasa haus
sehingga penderita selalu ingin minum terutama yang dingin, manis, segar, dan
banyak.
c.Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin
menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam
sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah
penyebab mengapa penderita merasa kurang tenaga. Selain itu, sel juga
menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang energi itu
karena kurang makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan
makanan dengan menimbulkan alarm rasa lapar.
d.Berat badan turun dan menjadi kurus.ketika tubuh tidak bisa mendapatkan
energi yang cukup dari gula karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas
mengolah lemak dan protein yang ada didalam tubuh untuk diubah menjadi
energi. Dalam sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak
terkendalibisa kehilangan sebanyak 500 gram glukosa dalam urine per 24 jam
(setara dengan 2000 kalori perhari hilang dari tubuh).
e.Gejala lain. gejala lain yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan karena
komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung
sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus
vulva) dan pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis) (Kurniadi; Nurrahmani,
2014).

Anda mungkin juga menyukai