Anda di halaman 1dari 10

ANALISA KASUS

A.Pengkajian
1. Identitas
a.Identitas klien
Nama : Ny. N
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : -
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Desa Tanjung kerta, Sukamantri, Panjalu Diagnosa Medis : Post Natal 1 hari
(G0P2A0)

b.Identitas penanggung jawab


Nama : Tn. K
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Lebak Dusun Kersamenak, Desa Tanjungkerta, Sukamantri, Panjalu, Jawa Barat
Hubungan dengan klien : Suami

2. Riwayat kesehatan sekarang


Klien post natal 1 hari, melahirkan di bidan pukul 22.00 WIB dengan usia kehamilan 40
minggu. Kehamilan yang kedua dan diharapkan oleh pasangan suami istri. Mulai merasakan
mulas sejak pukul 12.00 dinihari, berharap dapat melahirkan di emak paraji (indung beurang ).
Pukul 04.00 klien merasakan adanya cairan yang keluar dari kemaluannya, berwarna bening,
oleh indung beurang dicoba untuk mengeluarkan bayi dengan cara diurut dari bagian atas perut,
minum air kelapa muda tetapi ternyata bayi tidak mau keluar. Setelah klien kecapaian dan tidak
ada tenaga lagi untuk mengejan oleh indung beurang klien dibawa ke puskesmas yang berjarak
50 km (1 jam perjalanan menggunakan ojek) dari tempat tinggal klien. Setelah dirangsang bayi
keluar pukul 22.00 di puskesmas. Keluarga memaksa membawa pulang bayi dan ibu yang baru
melahirkan karena menurutnya bayi tidak boleh berada terlalu lama di luar rumah.

3. Faktor teknologi
Klien memeriksakan kehamilannya kepada indung beurang dan melahirkan disana. Sebelum
kehamilan klien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi dan setelah melahirkan klien dan
suami berencana menggunakan alat KB tradisional yaitu dengan meminum bunga pohon jati
yang telah direbus.

4. Faktor agama dan falsafah hidup


Klien menyatakan beragama Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal-hal gaib. Klien percaya
bila bayinya dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya akan hilang dibawa gendolwewe
atau kalongwewe. Biasanya bayi tersebut akan dibawa selepas maghrib, karena menurut mereka
bayi masih berbau amis dan mahluk gaib sangat menyukai hal-hal yang berbau amis. Bayi
tersebut biasanya digunakan tumbal oleh mereka yang memuja ingin awet muda. Biasanya bagi
keluarga yang baru saja memiliki bayi akan menggunakan tradisi ”meutingan ” yaitu tradisi
menginap di rumah keluarga yang baru saja melahirkan. Mereka biasanya ngaos
(membaca ayat-ayat suci Al Qur’an) selama 7 hari 7 malam yang dimulai selepas maghrib
sampai dengan Isya. Mereka percaya dengan cara tersebut bayi yang baru saja lahir tidak akan
hilang.

5. Faktor sosial dan keterikatan keluarga


Hubungan kekerabatan masih sangat kuat terutama dari keluarga perempuan. Ibu dari pihak
wanita, uwak (kakak orangtua wanita), bibi (adek dari orang tua) akan menginap dan
mendukung anak wanitanya yang baru saja melahirkan samapi dengan bayi berusia 1 minggu.
Keputusan dalam keluarga dipegang oleh suami. Biasanya pasangan akan menanyakan terlebih
dahulu kepada orang tua masing-masing bagaimana yang terbaik, tetapi keputusan tetap diambil
oleh suami. Selama proses setelah melahirkan sampai dengan 40 hari biasanya akan tinggal di
pihak suami.
6. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda. Wanita setelah melahirkan pantang makan-
makanan yang berbau hanyir (amis) seperti ikan, telur karena akan menyebabkan proses
penyembuhan pada alat kelamin akan lama (sulit kering). Ibu diwajibkan menggunakan kain
panjang (stagen) agar perut ibu dapat kembali seperti keadaan semua sebelum hamil selama 3
bulan. Bagi bayi, sebelum berusia 40 hari bayi akan dipasangkan bawang putih, peniti, jarum
dan gunting yang dimasukkan ke dalam kantong (buntel kadut ) dan disematkan pada baju bayi.
Pada saat kelahiran anak pertama ibu membuang air susu pertama yang masih berwarna bening
(colostrum) karena menurut ibu dan orang tua bayi akan mengalami keracunan dan mati. Bayi
yang belum diberi ASI akan diberi air gula jawa sampai usia ± 3 hari, bahkan anak yang
pertema pada hari kedua diberi makan dengan pisang karena bayinya yang masih lapar
meskipun sudah diberi air gula jawa. Untuk plasenta bayi, orang tua bayi akan mencuci bal
sampai bersih, diberi perlengkapan (tujuh potong kain perca dengan warna berbeda), dibungkus
dengan kain putih bersih dan dikubur dibelakang rumah. Selama 7 hari 7 malam diberi
penerangan dengan tujuan agar bayi yang baru lahir juga akan terang. Mereka percaya bahwa
bali adalah saudara muda yang akan mendampingi bayi dalam keadaan suka dan duka.

7. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku


Indung beurang adalah wanita yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Pada saat proses
kehamilan dan melahirkan, wanita di daerah tersebut diwajibkan untuk berobat hanya pada
indung beurang , bila berobat ke petugas kesehatan meskipun dekat akan dikucilkan oleh warga
setempat. Selama 7 hari setelah bayi lahir, indung beurang akan datang setiap hari ke rumah
bayi untuk memandikan bayi, mengurut bayi dan merawat tali pusat bayi.

8. Faktor ekonomi
Keduanya adalah pasangan muda, yang mencari nafkah hanya laki-laki, bekerja dengan cara
merantau ke daerah lain untuk berdagang. Kehadiran mertua dan ibu dari pihak wanita sangat
membantu ibu dalam perawatan bayi. Biaya persalinan ditanggung bersama-sama antara
keluarga perempuan dan laki-laki.

9. Faktor pendidikan
Pendidikan keduanya adalah SD, mereka tidak mengetahui adanya kontrasepsi modern karena
selama pendidikan belum pernah mendengar alat kontrasepsi modern. Keluarga tidak punya
biaya untuk menyekolahkan ke SMP karena untuk sekolah ke SMP sangat jauh dan
mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sekali berangkat ke sekolah.

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : resiko
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

C. Perencanaan dan Pelaksanaan Berdasarkan data-data yang ada dimana ibu melahirkan anak
yang kedua, anak pertama tidak diberi ASI colostrum, diberi makan pisang maka tindakan yang
harus dilakukan adalah :
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural care accomodation/negotiation


1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Jelaskan tentang pentingnya makan-makanan yang mengandung protein. Ikan dan telur boleh
saja tidak dimakan tetapi harus diganti dengan tempe dan tahu, kalau bisa sekali-kali makan
daging ayam untuk memenuhi kebutuhan protein hewani baik kepada orang tua maupun keluarga
klien.
3) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

c.Cultual care repartening/reconstruction


1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya pemberian colostrum untuk meningkatkan
pertahanan tubuh bayi.
2) Jelaskan kepada klien akan pentingnya pemberian ASI exclusive sampai dengan 6 bulan,
tanpa pemberian makanan tambahan lain, hanya ASI.
3) Gunakan gambar-gambar yang lebih mudah dipahami oleh klien
4) Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang pada hari kedua akan sangat
membahayakan kesehatan pencernaan bayi dan berikan contoh-contoh dimana bayi yang
bayu lahir diberi makan pisang dapat mengakibatkan kematian.
5) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
6) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
7) Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah sampai ke tahap SMA atau pada
saat menjelaskan juga menghadirkan kepala desa sebagai pemimpin di daerah tersebut.
8) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami
oleh klien dan orang tua
9) Berikan informasi pada klien tentang sarana kesehatan yang dapat dugunakan misalnya
imunisasi di Puskesmas untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit mematikan.

D. Evaluasi Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang :


1. Makan-makan protein nabati seperti tempe dan tahu dan makan protein hewani selain ikan
dan telur misalnya daging ayam.
2. Pemberian ASI (colostrum) kepada bayi, setelah diberikan penjelasan ibu tidak lagi
membuang ASI colostrumnya tetapi justru memberikannya kepada bayi.

3.Tidak lagi memberi makan pisang kepada bayi meskipun bayi tersebut menangis. Makanan
yang diberikan hanyalah ASI sampai dengan 6 bulan (ASI exclusive)
A.Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer, Taptich & Bernochi, 1996). Pengkajian pada
konteks budaya didefinisikan sebagai proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada ”Sunrise Model”
yaitu : 1) Faktor teknologi, 2) Faktor agama dan filosofi, 3) Faktor sosial dan kekerabatan
keluarga, 4) Nilai budaya dan gaya hidup, 5) Faktor ekonomi, 6) Faktor pendidikan dan 7)
Faktor politik dan peraturan yang berlaku.
1. Faktor teknologi
Faktor ini menguraikan alasan klien memilih pengobatan tradisional. Pada kasus tersebut
mungkin disebabkan karena tempat tinggal klien yang cukup jauh dari pusat kota, ketiadaan
pelayanan kesehatan dan didukung pula oleh adanya peraturan yang tidak tertulis bila berobat ke
petugas kesehatan akan dikucilkan oleh masyarakat setempat. Penggunaan rebusan air daun jati
untuk menjrangkan kehamilan menurut pasien dianggap cukup efektif dan terbukti dengan jarak
antara putra pertama dengan kedua yang cukup jauh yaitu 7 tahun (menikah pada usia 15 tahun,
memiliki anak pertama usia 16 tahun dan sekarang adalah kehamilan kedua).

2. Faktor agama dan falsafah hidup


Meskipun pasien beragama Islam tetapi karena kuatnya budaya membuat ia percaya akan hal-
hal gaib. Meskipun pada saat itu belum diperbolehkan pulang pasien memaksa untuk pulang
karena pasien tidak menghendaki kejadian yang menimpa tetangganya terjadi pula pada dirinya.
Penggunaan bawang putih dan lainnya ditujukan untuk menolak bala. Bila dilihat dari aspek
medis dan penjelasan ilmiah maka hal tersebut tidak dapat dipercaya. Tetapi sebagai perawat
yang memahami konteks budaya maka tidak dapat dipaksakan untuk tidak menggunakan
seperangkat alat penolak bala. Bila dilihat dari efek negatif terhadap kesehatan, penggunaan
seperangkat alat yang ditempelkan di baju bayi tidak membahayakan kondisi kesehatan bayi.
Hanya saja mungkin bau yang menyengat akan mengganggu rasa nyaman baik ibu maupun bayi.

3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga


Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat. Perawat yang tidak mengetahui konteks budaya
mungkin akan mengabaikan peran keluarga dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang
dianggap penting adalah ibu dan suami. Tetapi dalam konteks ini ternyata bukan ibu bayi yang
paling berperan dalam pengambilan keputusan melainkan suami dan pihak dari keluarga suami.
Sehingga perawat hendaknya pada saat akan merencanakan suatu tindakan yang berhubungan
dengan pasien juga melibatkan keluarga terutama dari pihak suami. Sehingga tindakan yang
diberikan dapat dilaksanakan dan dengan dukungan dari keluarga.

4. Nilai budaya dan gaya hidup


Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oelh pasien dari kasus yang ada nampak sangat
bertentangan dengan kesehatan. Hal ini jelas terlihat dari dibuangnya ASI pertama karena dapat
menyebabkan kematian, pemberian pisang pada hari-hari pertama bayi lahir karena dianggap
bayi lapar. Kedua hal tersebut sangat tidak sesuai dengan kesehatan. Colostrum yang seharusnya
diberikan dan tidak diberikan makanan lain selain ASI justru dilaksanakan oleh pasie (ibu).
Untuk mengatasi hal tersebut maka harus ada tindakan yang dapat mengubah pola pandang
keluarga berkaitan dengan budaya yang diyakini. Tetapi tentu saja pelaksanaan ini harus
dilaksanakan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan ketidaksukaan kepada perawat.

5. Faktor politik dan peraturan yang berlaku


Hasil pengkajian didapatkan bahwa sanya indung beurang sangat memiliki pengaruh di daerah
dimana pasien tersebut tinggal. Perawat bila akan melakukan intervensi terhadap masalah ini
tentunya harus melibatkan orang ketiga yang dianggap cukup berpengaruh sehingga tidak
menimbulkan ancaman baik kepada petugas kesehatan maupun kepada pasien itu sendiri. Bila
hal ini tidak diperhatikan maka ada kemungkinan pasien tidak akan melakukan apa yang telah
disarankan perawat.

6. Faktor ekonomi
Hasil pengkajian didapatkan keinginan keluarga untuk mengatasi masalah pasien dalam hal
keuangan. Hubungan kekerabatan yang sangat kuat dalam keluarga menyebabkan pasien tidak
mengalami kesulitan untuk membayar biaya persalinan. Kekuatan ini sebaiknya dimanfaatkan
oleh perawat apabila nantinya pasien mau mengikuti saran dari perawat misalnya mau mengikuti
program KB dengan penggunaan teknologi yang ada. Tetapi tentunya hal ini harus mendapatkan
dukungan dari keluarga.

7. Faktor pendidikan
Pendidikan pasien dan suami hanyalah lulusan SD. Hal ini menyebabkan proses penerimaan
pesan yang disampaikan oleh perawat akan sulit dicerna oleh pasien. Sehingga dalam pemberian
informasi, perawat hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Hal ini
diperparah lagi oleh ketiadaan informasi ke daerah tersebut sehingga pasien tidak mengetahui
bahwasanya ada cara baru dalam menjarangkan kehamilan yaitu alat kontrasepsi.

B. Diagnosa Keperawatan
Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Pada kasus ini diagnosa yang
diangkat adalah resiko ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini. Diagnosa ini diangkat berdasarkan data yaitu ASI (colostrum) tidak diberikan kepada
bayi, diberikannya pisang pada hari-hari pertama bayi lahir dan ibu tidak diperbolehkan makan
makanan protein hewani yang berbau amis misalnya ikan. Data-data tersebut lebih cenderung
kepada diagnosa ketidakpatuhan dalam pengobatan karena sistem nilai yang diyakini oleh
pasien sangat kuat.

C. Perencanaan dan Pelaksanaan


Untuk mengatasi budaya klien dimana klien tidak boleh makan makanan protein hewani yang
berbau amis misalnya ikan dan telur, tindakan yang dilakukan adalah mengakomodasi budaya
klien yang tidak menguntungkan. Intervensi yang diberikan adalah mengganti dari protein nabati
atau dari hewan lain yang tidak berbau amis misalnya daging ayam. Sedangkan budaya yang
merugikan kesehatan bayi yaitu dibuangnya kolostrum dan diberi makan pisang maka perawat
harus mampu mengubah budaya klien. Hanya saja dalam pelaksanaan tindakannya tidak dapat
langsung menyalahkan tetapi dengan dukungan, dengan pemberian informasi yang adekuat dan
dengan penuh kesabaran serta menggunakan pihak ketiga yang memiliki pengaruh yang cukup
kuat di daerah tersebut.

D. Evaluasi
Kemajuan perkembangan pasien dilihat dari apakah klien mengganti protein hewani dengan
protein nabati untuk memenuhi kecukupan gizi ibu dan bayi, apakah ibu tidak membuang
kolostrum dan apakah ibu tidak memberikan makanan tambahan selain hanya ASI. Bila ini tidak
berhasil maka petugas harus melakukan evaluasi ketidakberhasilan dan berupaya memberikan
penyuluhan kepada masyarakat yang ada di daerah tersebut serta melibatkan indung beurang
agar tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.

KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dijabarkan pada bab terdahulu tentang penerapan asuhan keperawatan
Transkultural dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang
difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat
sesuai dengan latar belakang budaya
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan untuk menjembatani
perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien
3. Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi tindakan yang
dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, membentuk budaya
baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan mengganti budaya yang tidak sesuai dengan
kesehatan dengan budaya baru.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu saja
dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya klien sehingga
tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.
5. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan dan pelaksanaan
proses asuhan keperawatan transkultural.

REFERENSI
Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2
Ed, Philadelphia, JB Lippincot Company Cultural Diversity in Nursing, (1997),
Transcultural Nursing ; Basic Concepts and Case Studies, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006
dari http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing Fitzpatrick. J.J & Whall. A.L, (1989),
Conceptual Models of Nursing : Analysis and Application, USA, Appleton & Lange Giger. J.J
& Davidhizar. R.E, (1995),
Transcultural Nursing : Assessment and Intervention, 2
Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc Iyer. P.W, Taptich. B.J, & Bernochi-Losey. D, (1996),
Nursing Process and Nursing Diagnosis, W.B Saunders Company, Philadelphia Leininger. M &
McFarland. M.R, (2002),
Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies Swasono. M.F, (1997), Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam
Konteks Budaya, Jakarta, UI Press Royal College of Nursing (2006),
Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One Understanding The Theoretical Basis of
Transcultural Nursing Care Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing __________________________,
Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Two Transcultural NursingModels ; Theory and
Practice, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing __________________________,
Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Three Application of Transcultural Nursing
Models, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing

Anda mungkin juga menyukai