Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak perubahan baik itu perubahan
fisik dan fungsi, perubahan mental dan perubahan psikososial (Nugroho, 2008). Lanjut usia
bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia,
merupakan proses dari kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
secara mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya (Sadock, 2007).
Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Di
Indonesia jumlah penduduk lanjut usia terus menerus meningkat. Pada tahun 1970 jumlah
penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke atas (lansia) berjumlah sekitar 5,31 juta orang
atau 4,48% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat
hampir dua kali lipat yaitu menjadi 9,9 juta jiwa. Pada tahun 2020 jumlah lansia
diperkirakan meningkat sekitar tiga kali lipat dari jumlah lansia pada tahun 1990.
Meningkatnya jumlah lansia tersebut perlu memperoleh perhatian yang serius terutama
untuk mengusahakan bagaimana agar lansia tetap mandiri dan berguna. Sementara itu
kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan atau kemunduran baik fungsi biologis
maupun psikis. Penurunan fungsi biologis dan psikis ini mempengaruhi mobilitas dan juga
kontak sosial. Menurunnya kontak sosial ini sering membawa lanjut usia kepada masalah
depresi.
Depresi menjadi salah satu masalah gangguan mental yang sering ditemukan pada
lansia. Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8-15% (Rebecca, 2010). Berdasarkan
hasil dari Riset Kesehatan Dasar 2007 didapatkan data usia tertinggi pada kelompok umur
lebih dari 75 tahun dengan insiden depresi 33,7% (Depkes, 2008).
Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi orang usia
lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif yang disebabkan oleh

1
adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang serta bertambah buruknya
penyakit fisik yang banyak dialaminya.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk menyusun makalah masalah lazim pada
lansia: Depresi.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami masalah lazim pada lansia khususnya depresi pada lansia
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa memahami tentang definisi depresi pada lansia
b. Mahasiswa memahami tentang penyebab depresi pada lansia
c. Mahasiswa memahami tentang tingkatan depresi pada lansia
d. Mahasiswa memahami tentang manifestasi klinis depresi pada lansia
e. Mahasiswa memahami tentang penatalaksanaan depresi pada lansia

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
APA (Association Psychologist American) (dalam Aditomo & Retnowati, 2004)
mendefinisikan depresi sebagai gangguan yang terutama ditandai oleh kondisi emosi sedih
dan muram serta terkait dengan gejala-gejala kognitif, fisik, dan interpersonal. Davison, dkk,
(2005), menyatakan bahwa depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai
dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, kehilangan minat
serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan.

B. Penyebab
Menurut Agus, dkk (2014) Faktor risiko terjadinya depresi pada lansia dapat
dikelompokkan menjadi beberapa faktor, antara lain: faktor psikososial, faktor biologis,
karakteristik personal, faktor medikasi, dan faktor sosiodemografi.
Faktor psikososial dapat meliputi stress kehidupan seperti: kesedihan, masalah
finansial, kesepian, dan lainlain. Faktor biologis atau genetic dapat meliputi: jenis kelamin
perempuan, defisiensi folat dan vitamin B12, dan penyakit kronis. Karakteristik personal
antara lain: sifat ketergantungan, pesimis, dan rendah diri. Sedangkan faktor medikasi dapat
meliputi penggunaan obat-obatan anxiolytics, tranquilizers, anti inflamasi, dan sebagainya.
Selain itu status sosioekonomi yang rendah, latar belakang pendidikan yang rendah, status
pernikahan, merupakan beberapa faktor sosiodemografi yang turut berperan dalam
terjadinya depresi

C. Tingkatan Depresi
Depresi menurut PPDGJ-III (2001) dibagi dalam tiga tingkatan yaitu depresi ringan,
depresi sedang, depresi berat. Dimana perbedaan antara episode depresif ringan, sedang dan
berat terletak pada penilaian klinis yang kompleks yang meliputi jumlah, bentuk dan
keparahan gejala yang ditemukan.

3
1. Depresi Ringan
a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresif seperti tersebut diatas.
b. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.
c. Tidak boleh ada gejala beratnya diantaranya.
d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
e. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
2. Depresi Sedang
a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode
depresi ringan.
b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaliknya 4) dari gejala lainnya.
c. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan
rumah tangga.
3. Depresi Berat
a. Semua 3 gejala depresi harus ada.
b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat.
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok,
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
d. Episode depresif biasanya berlangsung sekurang-kuarangnya 2 minggu, akan tetapi
jika gejalanya aman berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
e. Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

4
D. Manifestasi Klinis
1. Tanda - dan gejala Depresi
a. Gangguan alam perasaan i. Pendekatan diri kembali pada kegagalan
pervasive. dimasa kecil.
b. Kesedihan, kehilangan semangat j. Sulit tidur terus terjaga.
dan menangis. k. Mondar – mandir, meremas tangan atau
c. Ansietas, serangan panic. menarik atau mengusap rambut, tubuh
d. Gangguan presepsi diri, atau berpakaian.
lingkungan, masa depan. l. Bicara lambat, berenti senejak sebelum
e. Penurunan gairah seks menjawab.
f. Perasaan tidak berharga m. Takikardi.
g. Ketakutan tidak beralasan. n. Bunuh diri atau upayah bunuh diri
h. Halusinasi

E. Penatalaksanaan
1. Pencegahan Primer
Sejumlah bahaya interpersonal dan lingkungan yang banyak terdapat pada
kehidupan ahkir yang dapat bergabung menempatkan lansia resiko depresi yang leih
besar. Beberapa diantaranya, seperti reaksi obat yang merugikan, dapat dicegah : yang
lainnya seperti awitan dimensia atau kematian pasangan, tidak dapat dicegah, namun
demikian, perawat harus selalu mewaspadai adanya faktor – faktor tersebut yang
mengintervensi untuk mencegah awitan depresi jika mungkin terjadi.
Sejalan dengan bertambahnnya usia, manusia terus mengkonfrontasi tugas – tugas
perkambangan normal, yang membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri
terhadap berbagai perubahan. Perawat pada idealnya dituntut untuk membantu lansia
bekerja dengan perubahan – perubahan ini, dengan menggunakan strategi interaktif
seperti mengungkapkan kenangan dan tinjauan hidup yang ditekankan pada peristiwa –
peristiwa hidup yang menyenangkan serta konstribusi dan pencapaian yang positif.

5
Rujukan ke kelompok pendukung setempat atau program dari janda untuk janda
juga dapat diindikasikan. Perawat dapat memastikan tingkat ketepatan dan tingkat
asuhan yang paling tidak membatasi klien dengan membuat rujukan kerumah perawatan
dan makanan yang diantar kerumah dengan merekomendasikan modifikasi lingkungan.
Guna mempertahankan tingkat kemandirian yang optimal. Mendidik klien dan keluarga
proses penuaan normal dan patologis juga tugas keperawatan yang sangat penting.
Sejumlah prespektif teoritis berguna dalam memahami penyebab depresi pada
lansia dan membimbing tindakan keperawatan preventif diarea ini. Menurut teori
Erikson tentang perkembangan psikososial, lansia tidak berhasil menyelesaika tugas –
tugas perkambangan yang diperlukan dan tidak berada pada tingkat kohesi, kedamaian
dalam diri, dan kepuasaan hidup (Integritas Ego) beresiko mengalami keputusasaan.
Banyak lansia yang menghadapi barbagai stressor, sering kali kumulatif, yang
dapat mencetuskan depresi. Stressor tersebut dapat berupa stressor ekonomi, sosial, fisik
dan emosional dan kehilangan aktivitas. Teori sosiologis mengemukakan bahwa stressor
– stressor atau kehilangan tersebut dapat bergabung dan menghasilkan kehilangan status
peran dan sistem pendukung sosial , suatu pandangan yang diperkuat dengan kerugian,
sikap terhadap penuaan dari masyarakat.
Dari suatu Perspektif eksistensial, perubahan – perubahan yang dapat
menyebabkan kehilangan makna dan tujuan hidup, sehingga menyebabkan depresi.
Perawat yang menghadapi lansia yang telah mengalami kehilangan besar dan sering
kumulatif dapat membantu mereka mennghindari depresi dengan mengarahkan kembali
minat - minat mereka, mendorong aktivitas – aktivitas dan hubungan baru yang penuh
makna dan mendukung jaringan pendukung sosial mereka.
Ahli teori perilaku merumuskan bahwa ketidakberdayaan akibat stimuli yang
tidak menyenangkan dan menyebabkan hukuman merupakan dasar terjadinya depresi.
Selain itu berbagai penyakit fisik yang sering terjadi pada lansia dapat menyebabkan
gejala – gejala depresi, hai tersebut mencakup metabolic, gangguan endokrin, penyakit
Neurologis, kanker, ganggua infeksi, panyakit paru- paru, dll.

6
Bila lansia menderita salah satu penyakit tesebut, perawat harus bisa memastikan
terlebih dahulu apakah dia mendapatkan perawatan medis yang adekuat atau tidak dan
kemudian mendiskusikan hubungan antara penyakit dengan pengobatannya dengan
dokter primer yang menangani orang tersebut. terkadang pengobatan diganti atau pola
dosisnya diubah untuk menghilangkan atau mengurangi efek samping depresif. Dalam
situasi ini akan sangant bermanfaat jika perawat menjelaskan kepada klien secara
sederhana bahwa penyakit atau obat- obatan yang esensial untuk penyakit tersebut dapat
menyebabkan depresif. Penyakit fisik juga dapat memicu depresi karena dapat
menyebabkan penyakit kronis, disabilitas, dan kehilangan fungsi, penurunan harga diri,
dan penigkatan ketergantungan, dan menyebabkan kematian.
Banyak faktor yang mengakibatkan awitan depresi apada ahkir kehidupan. Oleh
karena itu perawat yang mengkaji adanya depresi pada lansia harus mempertimbangkan
berbagai isu, lingkungan, spiritual, interpersonal, biososial, biologi, perilaku fisik, hal
yang terkait obat – obatan, jika pengkajian yang dilakukan bersifat komprehensif dan
valid.
2. Pencegahan Sekunder
Pengkajian
Kerena stigma sering berkaita dengan berbagai bentuk penyakit mental pada
kelompok usia ini, banyak lansia penderita depresi yang mengalami keluhan somatic
atau fisik, yang menyatakan bahwa mereka menderita kanker, masalah jantung, atau
beberapa penyakit yang membuat mereka mengalami emosional. Bagian tepenting dari
wawancara dengan lansia depresi menggunakan istilah mereka, sebagai contoh , jika
lansia menyatakan “ oh saya tidak mengalami depresi, saya hanya merasa susah selama 6
minggu terahkir.” Kemudian cara terbaik untuk melanjutkan wawancara adalah dengan
menyelidiki bagaiamana ia bisa merasa “susah” dari pada menggunakan istilah – istilah
atau jargon medis atau psikiatrik. Hal ini memberikan data wawancara yang lebih
banyak, lebih valid yang menjadi dasar untuk pengkajian selanjutnya, diagnostic, dan
aktivitas terapeutik.

7
Cara mengidentifikasi lansia yang mengalami depresi adalah dengan meninjau
ulang tanda dan gejala depresi, dan pastikan melalui wawancara langsung dengan klien
apa gejala - gejala yang ia alami, berapa lama gejala itu sudah berlangsung, dan apakah
gejala tersebut pernah terjadi sebelumnya. Hal yang juga sangat penting untuk
diperhatikan adalah apakah pencetus lingkungan yang jelas atau kehilangan telah
memicu gejala-gejala depresif tersebut.
Jika dicurigai telah terjadi depresi, perawat harus melakukan pengkajian dengan
alat pengkajian yang terstandardisasi dan dapat dipercaya serta valid dan memang
dirancang untuk dan diujika kepada lansia. Ada beberapa lat pengkajian semacam itu,
tetapi salah satu yang paling mudah digunakan dan diinterpretasika di berbagai tempat
adalah Geriatric Rating Scale (GDRS). GDRS 30 poin dibuat sebagai alat penapisan
depresi lansia. GDRS tersebut menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri
dengan ya atau tidak atau dapat dibacakan untuk orang dengan gangguan penglihatan,
serta memerlukan waktu sekitar 10 menit untuk menyelesaikannya. GDRS merupakan
alat psikometrik dan tidak menckup hal-hal somatik yang tidak berhubung dengan
pengukuran mood lainnya. Skor lebih dari 10 menunjukkan kebutuhan untuk rujukan
guna mendapat evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci. GDRS hanya
merupakan alat penapisan.
Karena depresi sering berkaitan dengan atau bahkan berupa demensia mimik pada
lansia, dianjurkan juga bagi perawat atau anggota tim kesehatan lainnya untuk
melakukan skrinning status mental seperti mini-mental status exam (MMSE) untuk
mengkaji status kognitif.
Intervensi Keperawatan
Setiap interaksi dengan klien depresi memiliki potensi terapeutik. Perawat dapat
memberikan rasa aman dan nyaman dengan mendukung dan mendorong klien mencoba
hal-hal baru, memberikan struktur pada aktivitas sehari-hari, dengan menganjukrkan
interaksi dan keterlibatan yang menambah makna dan tujuan hidup, dan dengan
memvalidasi arti klien sebagai manusia dengan cara ia diperlakukan. Empat intervensi
utama yaitu:

8
Mengkomunikasikan perhatian. Perawat harus sensitif terhadap perasaaan
lansia yang mengalami depresi dan mengetahui stigma yang melekat pada berbagai
bentuk penyakit mental dalam kelompok ini. Klien harus diberitahu secara langsung
bahwa perawat peduli dan menghargai mereka, sekalipun mereka tidak peduli pada diri
mereka sendiri. Perawat harus menanyakan apa yang mereka rasaskan dan apa yang
mereka pikirkan dan harus menganjurkan mereka membicarakan apa yang terjadi pada
hidup mereka. Selanjutnya, perawat harus memahami situasi tersebut dari sudut pandang
klien. Perawat juga harus mengenali dan menerima bahwa klien-klien tersebut
merasakan kesedihan yang luarbiasa. Ada berbagai cara mudah untuk
mengkomunikasika penerimaan terhadap lansia depresi dan permasalahannya, seperti
bersikap tidak menghakimi dan tidak menghukum, menyampaikan ketertarikan, dan
mengizinkan mereka mengungkapkan emosi-emosi yang kuat (misal marah,sedih)
Membantu klien menyadari bahwa mereka mengalami kesedihan yang tidak
wajar. Perawat dapat membantu klien menyatakan bahwa mereka mengalami kesedihan
yang tidak wajar dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memebnatu merek
mengidentifikasi hal-hal yang mereka sedihkan, seperti kehilangan dan duka cita yang
mereka alami. Mengungkapkan kenangan dan tinjauan hidup terbimbing yang berfokus
pada kejadian-kejadian positif di masa lalu dan membantu orang yang depresi melihat
hal-hal yang terjadi tidak sedemuikian buruk. Seringkali perawat harus menunjukkan
hal-hal positif yang mereka lihat dari diri klien depresi yang memperkuat pemikiran
bahwa mereka masih berarti.
Memberikan informasi tentang depresi. Klien berhak mendapat informasi yang
akurat tentang depresi, termasuk fakta bahwa depresi merupakan penyakit yang banyak
terjadi pada semua kelompok usia, dan seperti hslnya penyakit fisik, depresi dapat
diobati. Lansia depresi perlu memahami bahwa gejala mereka merupakan penyakit yang
bayak terjadi pada semua kelompok usia, dan seperti halnya penyakit fisik, depresi dapat
diobati. Lansia depresi perlu memahami bahwa gejala-gejala mereka merupakan bagian
dari penyakit ini dan gejala tersebut akan hilang bila depresi teratasi. Perawat harus
menekankan bahwa meminum obat yang diresepkan untuk mereka dan membicarakan
perasaaan mereka akan membantu mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala
depresi.

9
Memodifikasi lingkungan fisik dan sosial. Sejumlah strategi lingkungan dapat
digunakan untuk lansia depresi. Contohnya yaitu meningkatkan input sensori dengan
menyalakan lampu, meningkatkan sentuhan dan pijitan, memastikan bahwa klien
menggunakan alat bantu seperti kacamata atau alat bantu dengar, dan menggunkana
tumbuh-tumbuhan atau hewan untuk meningkatkan ikatan klien dengan hal-hal yang
tumbuh untuk menambah rasa dicintai pada diri mereka, diterima dan dibutuhkan.
Perawat harus mendorong partisipasi klien depresi dalam perawatan diri dan
aktivitas lain serta meningkatkan konsep dirinya dengan memeberikan kesempatan pada
klien untuk melakukan sesuatu dan melakukannya dengan benar. Klien lansia perlu
diajari bagaimana bersikap asertif dan anjurkan untuk memberitahu petugas apapun yang
mereka pikirkan.
Penatalaksanaan Pengobatan
Pada proses pengobatan, perawat berperan dalam mengenali adanya efek samping
yang merugikan dan melaporkannya kepada dokter yang meresepkan, mendorong lansia
untuk meminum obat sesuai resep, mengingatkan klien bahwa obat-obat tersebut tidak
bekerja dalam semalam (sering memerlukan 2 sampai 3 minggu untuk menjadi efektif),
dan terus memantau gejala-gejala mereka kea rah kebaikan.
3. Pencegahan Tersier
Modalitas kelompok
Terapi kelompok sering berhasil digunakan di antara lansia karena bersama
dengan orang lain merupkana hal yang penting dalam proses asuhan dan rehabilitasi
depresi yang berkelanjutan. Berbagai jenis terapi rehabiulitatif psikososial yang mungkin
dilakukan: terapi yang berfokus pada aktivitas danmeningkatkan rasa keterkaitan dengan
orang lain (mis. Gerakan music), terapi yang mendorong ingatan atau tinjauan hidup
danoleh karena itu membantu penyelesaian masalah-masalah lama dan meningkatkan
identifikasi dengan pencapaian di masa lalu, terapi yang mengajarkan tentang
penatalaksanaan kesehatan dan stress, terapi yang menstimulasi rasa dan perbaikan
respons terhadap lingkungan, terapi yang membantu memenuhi kebutuhan akan dicintai
dan mencintai (mis. Pet theraphy), dan terapi yang mendorong pembaharuan minat
terhadap lingkungan sekitar dan menstimulasi pemikiran dan pembahasan tentang topic-
topik yang berkaitan dengan dunia nyata (mis.terapi remotivasi).

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan atau kemunduran baik fungsi
biologis maupun psikis. Penurunan fungsi biologis dan psikis ini mempengaruhi mobilitas
dan juga kontak sosial. Menurunnya kontak sosial ini sering membawa lanjut usia kepada
masalah depresi. Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan
kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, kehilangan minat serta
kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan. Faktor penyebab depresi diantaranya
faktor psikososial, faktor biologis, karakteristik personal, faktor medikasi, dan faktor
sosiodemografi. Penatalaksanaan depresi pada lansia terdiri dari pencegehan primer,
sekunder, dan tersier.

11
Daftar Pustaka

Stockslager, Jaime L & Liz Schaeffer. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Aditomo, A. & Retnowati, S. (2004). Perfeksionisme, harga diri, dan kecenderungan depresi
pada remaja akhir. Jurnal diunduh melalui https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7033.
Diakses pada tanggal 9 Maret 2018 pukul 12.00 WIB.

Bhayu, Agus, dkk. 2014. Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Depresi Pada
Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kubu Ii Januari-Februari 2014. Jurnal diunduh
melalui https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/12599/8652. Diakses pada
tanggal 8 Maret 2018 pukul 17.00 WIB.

Maulana, Razi. 2011. Depresi Pada Lansia. Artikel diunduh melalui


https://razimaulana.wordpress.com/2011/03/08/depresi-pada-lansia-2/. Diakses pada
tanggal 2 Maret 2018 pukul 19.15 WIB

Putri, Aryati Pratama. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Depresi Pada Lansia Di
Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Kedaton Bandar Lampung. Jurnal diunduh
melalui http://digilib.unila.ac.id/6562/16/BAB%20I.pdf. Diakses pada tanggal 2 Maret
2018 pukul 19.00 WIB.

Sabilatul. 2012. Depresi Pada Lansia. Artikel diunduh melalui


https://sabiilatul.wordpress.com/2012/05/01/depresi-pada-lansia/. Diakses pada tanggal 9
Maret 2018 pukul 12.00 WIB.

Sanjaya, Ade. 2015. Pengertian Depresi Definisi Gejala Penyebab dan Pengukuran. Artikel
diunduh melalui http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-depresi-definisi-
gejala.html. Diakses pada tanggal 9 Maret 2018 pukul 12.00 WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai