Anda di halaman 1dari 20

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Abortus


1.1.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh karena akibat-
akibat tertentu) pada atau sebelumkehamilan tersebut berusia 22 minggu
atau buah kehamilan belum mampu untuk hudup diluar kandungan
(Saifuddin, 2008).
Manuaba (2008) mengemukakan abortus adalah keluarnya hasil
konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat kurang
dari 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu.
Menurut Prawirohardjo (2009) abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.
Sehingga dapat disimpulkan bawha abortus adalah berakhirnya
kehamilan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu sebelum janin
mencapai berat 500 gram.
1.1.2 Etiologi
Penyebab abortus sebagian besar tidak diketahui secara pasti tetapi
terdapat beberapa faktor sebagai berikut:
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Pertumbuhan zygote yang abnormal dari fetus sering menyebabkan
abortus spontan. Hal penelitian dari 1000 abortus 40 % disebabkan
karena ovum yang patologis atau menghilang dan yang 50-60 %
abortus spontan terjadi adanya kelainan kromosome pada konsepsinya
(trisomi 18 atau trisomi 21)
b. Faktor lingkungan, endometrium kurang
1) Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil
konsepsi
2) Gizi ibu yang kurang sehingga ibu anemia
c. Pengaruh dari luar
Hasil konsepsi terpengaruh dari obat atau radiasi menyebabkan
pertumbuhan hasil konsepsi terganggu
d. Faktor plasenta
1) Endartritis pada vili korialis menyebabkan oksigenasi plasenta
terganggu
2) Gangguan perdarahan darah plasenta karena penyakit hipertensi
e. Penyakit ibu
1) Penyakit infeksi, pneumonia, typus abdominalis, malaria, sipilis,
toksin, bakteri virus dan plasmodium dapat masuk kejanin melalui
plasenta sehingga menyebabkan kematian janin dan kemudian
terjadilah abortus
2) Kelainan endokrin: kekurangan sekresi hormone progresteron dari
torpusluteum dan trofottas karena progresteron mempertahankan
desidua sehingga defisiensi relatif secara teoritis mengganggu
nutrusi konseptas dan dengan demikian mengakibatkan kematian
3) Malnutrisi yang berat merupakan faktor predisposisi meningkatnya
kemungkinan abortus
4) Keracunan, tembaga, nikotin, alkohol
f. Kelainan genetalia ibu
1) Konginental anomali (hipoplasia uteri, uterus, bikarnis)
2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksia uteri
3) Tidak sempurnanya persiapan uterus untuk menanti bidasi dari
pada ovum yang sudah dibuahi seperti endometritis
4) Uterus yang cepat meregang (kehamilan ganda)
5) Serviks inkompetensi
g. Trauma fisik
Kecelakaan lalu lintas, jatuh, hubungan seksual, pijat
1.1.3 Patofisiologi
Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis
diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya sehingga menjadi benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 3 minggu hasil itu
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili karena korialis belum
menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 – 14 minggu vili korialis menembus
desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang tidak dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan
setelah ketuban pecah ialah janin disusul beberapa waktu kemudian
plasenta (seperti proses persalinan). Perdarahan tidak banyak jika plsenta
segera terlepas dengan lengkap.

Gambar 1.1 Patofisiologi Abortus


1.1.4 Klasifikasi
Macam-macam abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu:
a. Abortus Spontan
Menurut Saifuddin (2008), abortus spontan adalah abortus yang terjadi
secara alamiah tanpa intervensi dari luar (buatan) untuk mengakhiri
kehamilan tersebut. Berdasarkan gambaran kliniknya, abortus spontan
dapat dibagi menjadi:
1) Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil
konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.
2) Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks
uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
3) Abortus Inkomplit adalah peristiwa pengeluaran hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal
di dalam uterus.
4) Abortus Komplit adalah peristiwa perdarahan pada kehamilan
muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari
cavum uteri.
5) Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali
atau lebih berturut-turut.
6) Missed Abortion adalah kematian janin sebelum berusia 20
minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu
atau lebih.
7) Abortus Infeksius dan Abortus Septik adalah keguguran yang
disertai infeksi genetalia. Abortus septik adalah keguguran
disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya
ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
b. Abortus Provokatus (Induced Abortion)
Manuaba (2007), mendefinisikan abortus Provokatus merupakan
abortus yang disengaja baik dengan memakai obatobatan atau memakai
alat. Abortus ini terbagi menjadi :
1) Abortus Medisinalis
Ialah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan apabila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu.
2) Abortus Kriminalis
Ialah abortus yang terjadi oleh karena tindakan yang tidak legal
atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan
secara sembunyi - sembunyi oleh tenaga tradisional
1.1.5 Diagnosis
a. Manifestasi klinis
Diagnosis pada abortus menurut Mansjoer (2008) dapat ditegakkan
sebagi berikut:
1) Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
2) Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau
kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut
nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat.
3) Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
4) Rasa mulas atau kram perut di daerah atas sympisis, sering disertai
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.
b. Pemeriksaan ginekologi
1) Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada atau tidak jaringan
hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2) Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak
cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3) Pemeriksaan dalam: porsio masih terbuka atau sudah tertutup,
teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai
atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglas tidak
menonjol dan tidak nyeri.
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan, menurut Mansjoer (2008 : 263) dapat
ditetapkan diagnosis klinik abortus, yaitu:
1) Abortus Imminens
2) Abortus Insipiens
3) Abortus Inkomplit
4) Abortus komplit
5) Abortus habitualis
6) Abortus infeksius
7) Missed Abortion
1.1.6 Komplikasi Abortus
a. Perdarahan
Pada abortus komplit, perdarahan akan terjadi banyak dan akan
mengakibatkan kematian. Sementara pada abortus inkomplit perdarahan
akan terjadi terus menerus sehingga dapat menyebabkan gangguan
koagulasi yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia dan kematian
b. Infeksi
Dampak pada perdarahan yang banyak mengakibatkan volume darah
berkurang, pasien menjadi anemia dan daya tahan tubuh menurun,
sehingga kuman mudah masuk dan berkembang. Kuman yang biasa
menyebabkan infeksi pasca abortus adalah Esliericia coli yang berasal
dari rektu menjalar ke vagina. Organ yang terserang antara lain
Endometrium, Peritoneum
c. Perforasi akibat kuretase
Dampak kuretase dapat menyebabkan perforasi pada dinding uterus
yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan berikutnya.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peistiwa ini penderita perlu diamati
dengan teliti jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi,
dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi
atau perlu histerektomi.Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh seorang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan
uterus biasanya luas, 1mungkin pula terjadi pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.
d. Syok
Terjadi akibat syok hemoragik, syok hipovolemik dan infeksi berat
1.1.7 Penanganan
Penilaian awal
Untuk penanganan yang memadai segera dilakukan penilaian dari :
a. Keadaan umum pasien
b. Tanda-tanda shock (pusat, berkerigan banyak, tekanan sistolik <90
mmHg, pingsan, nadi >112 x / menit
c. Bila shock disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah
adanya cairan bebas dalam kavum pelvis, pikiran kehamilan ektopik
terganggu
d. Tanda-tanda infeksi atau sepsis (demam tinggi, secret berbau
pervaginam, nyeri perut, dinding perut tegang, dehidrasi, gelisah atau
pingsan)
e. Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksanakan
pada fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan
stabilisasi)
ABORTUS

Abortus Immines Abortus Insipens Abortus Inkomplitus


1. Perdarahan 1. Darah bergumpal 1. Darah masih
2. Nyeri abdomen 2. Nyeri abdomen berkurang
3. Pembukaanserviks 3. Pembukaan serviks 2. Pembukaanseriks
tidak ada sudah ada masih ada
3. Teraba sisa jaringan

Tindakan Konservatif
1. Tirah baring
2. Obat Tindakan definitif
- penenang 1. Persiapan Infus
- antispasme 2. Transfusi darah
3. Hormonal 3. Antibiotika
- progesteron 4. Persiapan Kuretage Komplikasi
- duphaston (dengan Narkosa ) 1. Perdarahan
- gestanon/parameston 5. Observasi kesadaran dan 2. Infeksi
4. Periksa lab penunjang komplikasi 3. Perforasi
4. keganasan

Kehamilan berlanjut Kontrol ulang


1. ANC seminggu kemudian
2. Persalinan aterm

Gambar 1.2 Penanganan Abortus

1.2 Konsep Abortus Insipiens


1.2.1 Definisi
Abortus Inspiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang
ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi
masih berada lengkap didalam uterus.
Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum kehamilan
lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa
pengeluaran POC (product of conception)
1.2.2 Tanda dan Gejala abortus insipiens
Tanda dan gejala abortus insipiens antara lain :
a. Perdarahan banyak disertai bekuan (gumpalan darah)
b. Mulas hebat ( kontraksi makin lama makin kuat dan semakin sering)
c. Ostium uteri esternum mulai terbuka
d. TFU sesuai usia kehamilan
e. Penipisan serviks derajat sedang
f. Dilatasi serviks > 3cm
g. Pecah selaput ketuban
h. Perdarahan > 7 hari
i. Kram menetep meskipun telah diberikan analgetik
1.2.3 Diagnosis
a. Anamnesis: perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/ kontraksi rahim
b. Pemeriksaan dalam: ostium terbuka, buah kehamilan masih berada
dalam rahim
1.2.4 Penatalaksanaan
Abortus insipien, Keguguran membakat atau sedang terjadi ini
tidak dapat dihentikan, karena setiap saat dapat terjadi ancaman
perdarahan dan pengeluaran hasil konsepsi. Apabila bidan menghadapi
kasus abortus insipiens, maka penatalaksanaannya antara lain :
a. Periksa tanda-tanda syok (pucat, bertingkat, pingsan, nadi > 112 x /
menit
b. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan
TTV
c. Segera konsultasi ke dokter kebidanan sehingga pasien segera
mendapat penanganan yang cepat dan tepat
d. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, bahaya perforasi pada kerokan
lebih besar sehingga poses abortus dipercepat dengan memberikan
oksitosik misal, oksitosin 10IU/500 ml larutan dekstrosa 5% dalam
larutan RL IV dengan tetesan cepat ( 500ml dalam 2 jam )
e. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang disertai perdarahan
adalah pengeluaran janin atau pengosongan uterus memakai kuret
vacum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret
tajam.
f. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
plasenta manual
1.3 Kuretase
Aborsi bedah sebelum 14 minggu dilakukan mula-mula dengan
membuka serviks, kemudian mengeluarkan kehamilan dengan secara
mekanis mengerok keluar isi uterus (kuteretase tajam) dengan aspirasi
vakum (kuretase isap), atau keduanya. Setelah 16 minggu, dilakukan
dilatasi dan evakuasi (D&E). Tindakan ini berupa pembukaan serviks
secara lebar diikuti oleh destruksi mekanis dan evakuasi bagian janin.
Setelah janin dikeluarkan secara lengkap maka dugunakan kuret vakum
berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan jaringan yang tersisa.
Dilatasi dan ekstraksi (DX) serupa dengan D&E kecuali bahwa D&X,
sebagian dari janin mula-mula diekstraksi melalui serviks yang telah
membuka untuk mempermudah tindakan.
Gambar 1.3 Dilatasi Serviks dengan Dilator Hegar

Gambar 1.4 Pemasangan Kuret Tajam


a. Dilator Higroskopik
Batang laminaria sering digunakan untuk membantu membuka
serviks sebelum aborsi bedah. Alat ini menarik air dari jaringan
serviks sehingga serviks melunak dan membuka. Dilator higroskopik
sintetik juga dapat digunakan. Lamicel adalah suatu polimer alcohol
polivinil yang mengandung magnesium sulfat anhidrosa. Trauma
mekanis dapat diperkecil dengan menggunakan dilator higroskopik.
Wanita yang sedah dipasang dilator osmotik sebelum suatu aborsi
elektif, tetapi kemudian berubah pikiran umumnya tidak menderita
morbiditas infeksi setelah dilator dikeluarkan.
Gambar 1.5 Pemsangan Laminaria sebelum Dilatasi dan
Kuretase

Komplikasi
Sebelum suatu aborsi bedak elektif, wanita dengan vaginosis
bakteri harus diterapi dengan metrodinazol untuk mengurangi angka
infeksi pascaoperasi. Dianjurkan pemberian terapi untuk wanita D
negatif setelah aborsi dengan immunoglobulin anti-D, karena sekitar 5
persen wanita D negatif akan tersensitisasi setelah aborsi. Pada wanita
yang menjalani aborsi trimester pertama secara bedah, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasound dan pemeriksaan jaringan.
Perforasi uterus secara tidak sengaja dapat terjadi sewaktu
pemasangan sonde uterus, dilatasi, atau kuretase. Dua penentu penting
terjadinya komplikasi ini adalah keterampilan dokter dan posisi
uterus, kemungkinan perforasi akan jauh lebih besar jika uterus
retroversi. Perforasi uterus secara tidak sengaja mudah diidentifikasi
karena alat masuk tanpa tahanan yang seharusnya. Jika perforasinya
kecil, seperti yang disebabkan oleh sonde uterus atau dilator kecil,
mungkin hanya diperlukan pengamatan.
Dapat terjadi kerusakan intra-abdomen yang cukup besar oleh alat
yang menembus defek uterus ke dalam rongga peritoneum. Hal ini
terutama terjadi pada kuret isap atau kuret tajam. Pada keadaan ini,
laparotomy untuk memeriksa isi abdomen, terutama usus, merupakan
tindakan yang paling aman dilakukan.
Kemungkinan komplikasi meningkat termasuk perforasi uterus,
laserasi serviks, perdarahan, pengeluaran janin dan plasenta yang tidak
lengkap, dan infeksi setelah trimester pertama. Oleh karena itu,
kuretase atau aspirasi vakum harus dilakukan sebelum 14 minggu.
Bila tidak ada penyakit sistemik pada ibu, kehamilan biasanya diakhiri
oleh kuretase atau evakuasi atau ekstraksi tanpa rawat inap. Jika
aborsi tidak dilakukan di rumah sakit maka perlu tersedia kemampuan
untuk melakukan resusitasi kardiopulmonal yang efektif dan akses
segera ke rumah sakit jika diperlukan. Sebagian wanita mungkin
mengalami inkompetensi serviks atau sinekie uterus setelah dilatasi
dan kuretase. Kemungkinan komplikasi ini harus dijelaskan kepada
mereka yang ingin menjalanii aborsi. Secara umum, risiko ini sangat
kecil. Sayangnya, aborsi tahap lanjut yang dilakukan dengan kuretase
dapat memicu koagulopati konsumtif mendadak dan parah yang dapat
menyebabkan kematian.
b. Oksitosin
Induksi aborsi trimester kedua dapat dilakukan dengan oksitosin
dosisi tinggi yang diberikan dalam cairan intravena volume kecil.
Salah satu regimennya adalah menambah 10 ampul oksitosin 1 mL
(10IU/mL) ke dalam 1000 mL larutan Ringer Laktat. Larutan ini
mengandung 100 mU oksitosin per mL. infus intravena dimulai pada
dosis 0,5 mL/mnt (50 mU/mnt). Kecepatan infus ditingkatkan setiap
15 hingga 30 menit sampai kecepatan maksimum 2 mL/mnt (200
mU/mnt). Jika kontraksi efektif belum terjadi hingga kecepatan infus
ini maka konsentrasi oksitosin di dalam cairan infus ditingkatkan.
Sebaiknya, sebagian larutan tersisa dibuang untuk menyisakan 500
mL yang mengandung oksitosin dengan konsentrasi 100 mU/mL. ke
dalam 500 ml ini ditambahkan 5 ampul oksitosin. Larutan baru yang
terbentuk sekarang mengandung 200 mU/mL, dan kecepatan infus
dikurangi menjadi 1 mL/mnt (200mU/mnt). Kemudian dianjurkan
peningkatan kembali kecepatan hingga tercapai 2 mL/mnt (400
mU/mnt) dan kecepatan ini dibiarkan selama 4 hingga 5 jam, atau
sampai janin keluar. Pada pemberian oksitosin pekat ini, frekuensi dan
intensitas kontraksi uterus harus diperhatikan karena setiap
peningkatan kecepatan infus akan sangat meningkatkan jumlah
oksitosin yang diinfuskan. Jika induksi awal gagal, maka induksi
serial setiap hari selama 2 hingga 3 hari hampir selalu berhasil.
Kemungkinan tingkat keberhasilan induksi dengan oksitosin dosis
tinggi semakin tinggi dengan pemasangan dilator higroskopik, seperti
batang laminaria yang dimasukkan pada malam sebelumnya.
c. Prostaglandin
Karena metode medis untuk menginduksi aborsi lainnya memiliki
banyak kekurangan, maka secara ekstensif digunakan prostaglandin
dan analognya untuk menghentikan kehamilan, terutama pada
trimester kedua. Senyawa yang sering digunakan adalah prostaglandin
E2, prostaglandin F2, dan analog tertentu, terutama 15-
methylprostaglandin F2α methylester, PGE1-methylester (gameprost),
dan misoprostol. Regimen prostaglandin yang digunakan untuk aborsi
midtrimester adalah sebagai berikut:
Gambar 1.6 Regimen Prostaglandin

d. RU 486 (Mifepriston)
Antiprogesteron oral ini dugunakan untuk menimbulkan aborsi
pada gestasi dini terutama di eropa dan telah menjadi berita di Amerika
Serikat. Satu dosis 600 mg RU 486 sangat efektif jika diberikan
sebagai abortifasien sebelum gestasi 6 minggu pada kehamilan
trimester pertama yang tidak berkembang, atau jika diikuti oleh analog
prostaglandin untuk terminasi medis. RU 486 juga sangat efektif untuk
kontrasepsi pasca-koitus darurat jika diberikan dalam 72 jam. Efek
samping RU 486 adalah mual, muntah, dan kejang perut. Risiko utama
adalah perdarahan akibat kehamilan ektopik dini yang tidak terdeteksi.
Perdarahan vagina biasanya berlangsung selama 1-hingga 2 minggu.
Kadang-kadang diperlukan kuretase isap setelah pemberian RU 486,
namun jarang diperlukan transfuse.
Sebuah penelitian mengemukakan bahwa Dilatasi dan evakuasi
lebih unggul dari pemberian prostaglandin F2α pada penatalaksanaan
aborsi diatas 3 bulan. Bukti saat ini juga tampak mendukung D&E
dibandingkan mifepristone dan misoprostol, namun dibutuhkan uji coba
acak yang lebih besar (Willey, John & Sons 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Banson, Ralph C. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.
Manuaba, Chandradinata dkk.2009. Buku Ajar Ginekologi untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC
Maryunani, Anik & Yulianingsih. 2009. Asuham Kegawatdaruratan dalam
Kebidanan. Jakarta : CV Trans Info Medika
Banson, Ralph C. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC

Maryunani, Anik dan yulianingsih. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dalam


Kebidanan. Jakarta : Trans infomedia
Leveno, Keneth J. 2009. Obstetri Williams panduan ringkas. Jakarta: EGC
Willey, John & Sons. Abortion after three months of pregnancy can be done by an
operation or with medicines. Pubmed, PMID: 18254113.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0014101/
LAPORAN PENDAHULUAN
ABORTUS INSIPIENS

Di Ruang brawijaya RSUD Kanjuruhan Malang

Disusun Oleh:
DYAN RAGIL SARI
NIM. P17311175030

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG
2018
Lembar Pengesahan

LAPORAN PENDAHULUAN
ABORTUS INSIPIENS

Di Ruang brawijaya RSUD Kanjuruhan Malang

Mahasiswa

DYAN RAGIL SARI


NIM. P17311175030

Disetujui Pada Tanggal: ……………………………..

Pembimbing Institusi

AFNANI TOYIBAH, A. Per. Pen., M. Pd.


NIP. 19701118 199403 2 001
LAPORAN PENDAHULUAN
PERAWATAN METODE KANGURU PADA BAYI
BERAT LAHIR RENDAH

Di Ruang Perinatologi RSUD Kanjuruhan Malang

Disusun Oleh:
DYAN RAGIL SARI
NIM. P17311175030

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN MALANG
2018
Lembar Pengesahan

PERAWATAN METODE KANGURU PADA BAYI BERAT LAHIR


RENDAH

Di Ruang Perinatologi RSUD Kanjuruhan Malang

Mahasiswa

DYAN RAGIL SARI


NIM. P17311175030

Disetujui Pada Tanggal: ……………………………..

Pembimbing Institusi

BUDI SUHARNO, S. Kp., M. Kes.


NIP. 19590304 198401 1 001

Anda mungkin juga menyukai