Anda di halaman 1dari 10

1

KASUS CR 1
Seorang perempuan berusia 42 tahun dibawa keluarganya ke unit gawat
darurat RS dengan penurunan kesadaran. Sebelumnya pasien mengeluhkan diare dan
mual muntah.

Infeksi Metabolik
Penurunan
Gastroenteritis kesadaran, Syok hipovolemik
dehidrasi diare, mual dan
Syok anafilaktik
Kolera muntah
Syok septik
Pankreatitis
KAD
Tyfoid
Perdarahan Krisis tiroid

Trauma Asidosis metabolik

 ANAMNESIS
Nama : Ny. X
Usia : 42 tahun
Alamat : Cirebon
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang perempuan berusia 42 tahun dibawa
keluarganya ke unit gawat darurat RS dengan penurunan kesadaran sejak 2
jam yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan diare cair, 6x/hari, berwarna
kekuningan, berbau asam, tidak disertai lender dan darah sejak 3 hari yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan mual disertai muntah berisi makanan 3x/hari
sejak 3 hari yang lalu. Keluhan ini disertai nafsu makan menurun, dada
2

berdebar-debar, lemah, badan terasa panas dan keringat banyak sejak 3 hari
yang lalu. Pasien sudah minum obat diare dan penurun panas tetapi tidak
sembuh.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit yang sama disangkal
- Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal
- Riwayat penyakit tiroid diakui (penyakit grave) 10 tahun yang lalu.
Terakhir minum obat sekitar 2 bulan yang lalu.
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
- Riwayat penyakit hati disangkal
Riwayat Penyakt Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
Riwayat Pribadi :
- Jarang makan garam beryodium

 PEMERIKSAAN FISIK
- GCS : E2, M4, V3
- Berat badan : 64 kg
- Tinggi badan : 159 cm
- BMI : 25,3 kg/m2
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 140x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 39,2 °C
- Mata : Eksoftalmus+/+, edema periorbital -/-,ikterus -/-
- Leher : Kelenjar tiroid Nampak membesar di kedua lobus
diameter 5 cm, konsistensi kenyal, permukaan halus rata tidak berbenjol,
nyeri (-)
- Thorax : Dalam batas normal
3

- Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), bising usus meningkat, hipertimpani,


hepar tidak teraba
- Ekstremitas : Turgor kulit menurun, akral panas, edema (-)

 DIAGNOSIS BANDING
- Hipertiroid
- Krisis tiroid
- Graves diseases
- Tirotoksikosis
- Gastroenteritis dehidrasi

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
- TSH 0,01 (0,34-5,6 ulU/ml)
- FT3 30 (2,5-3,9 pg/ml)
- FT4 6 (0,56-1,64 ng/ml)
- GDS 190 (<200 mg/dl)
- Kreatinin darah 1,1 (0,6-1,3 mg/dl)
- SGPT 20 (5-40 lU/l) SGOT
- Alkaline fosfatase 54 (38-126 lU/l)
- Feses rutin : Cair, kekuningan, bau asam, bakteri (-)
- Elektrolit : Na ,K , Cl (N)
b. EKG : Kesan sinus takikardi

 DIAGNOSIS KERJA
Krisis tiroid
4

PEMBAHASAN

A. Definisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf,
dan sistem saluran cerna.Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan
kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan
atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat
berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis
(Sjamsuhidayat, 2005).
Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis tersebut.Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang
tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan , infeksi,
atau trauma (Sjamsuhidayat, 2005).
Krisis tiroid/thyrotoxic crisis/thyroid storm adalah kedaruratan medis yang
disebabkan oleh eksaserbasi akut dari gejala-gejala hipertiroid. Hal ini dapat
berakibat fatal dan mematikan. Namun jarang terjadi apabila deteksi dini
dilaksanakan dan pengobatan diberikan secepatnya (Sudoyo, 2009).
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari tirotoksikosis
dengan sekonyong-konyong menjadi hebat dan disertai oleh hyperpireksia,
takikardia dan kadang-kadang vomitus yang terus menerus (Sudoyo, 2009).

B. Etiologi
Etiologi krisis tiroid sampai saat ini belum banyak diketahui. Namun ada tiga
mekanisme fisiologis yang diketahui dapat mengakibatkan krisis tiroid, yaitu :
1. Pelepasan seketika hormone tiroid dalam jumlah yang besar.
Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid diduga dapat menyebabkan
manifestasi hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid, namun analisis
laboratorium T3 & T4 mungkin tidak nyata dalam fenomena ini (Harrison,
2000 )
5

2. Hiperaktivitas adrenegik.
Telah banyak diketahui bahwa hormon tiroid dan katekolamin saling
mempengaruhi satu sama lain. Walaupun masih belum pasti apakah efek
hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan
peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor. Namun interaksi tiroid
katekolamin dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan reaksi kimia,
meningkatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan produksi panas,
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolic (Harrison,
2000 )
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan.
Lipolisis berlebihan, peningkatan jumlah asam lemak mengoksidasi
dan menghasilkan energi panas yang berlebih yang sulit untuk dihilangkan
melalui jalan vasodilatasi. Energi ini bukan berbentuk adenosin trifosfat pada
tingkat molekuler, dan juga tidak dapat digunakan oleh sel (Harrison, 2000 )
Walaupun etiologinya belum jelas, namun terdapat beberapa faktor yang
disinyalir memicu krisis tiroid, diantaranya : infeksi, trauma, pembedahan non
tiroid, tiroidectomi, reaksi insulin, kehamilan, pemberhentian terapi anti tiroid
mendadak, hipertiroid yang tidak terdiagnosa (Harrison, 2000 )
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik.
Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit
Graves.Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar
tiroid selama operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi
sebelum, selama, atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya
direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves dan strategi terapi
lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis tiroid
berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian (Harrison,
2000 ).
6

C. Patofisiologi
Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar
hormon tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tirotoksikosis
tanpa komplikasi, yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan
peningkatan hormon tiroid di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut.
Perubahan yang mendadak dan kadar hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar
protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca bedah atau penyakit nontiroid
sistemik. Pada penyakit nontiroid sistemik juga ditemukan produksi penghambat
ikatan hormon bebas akan meningkat. Kemungkinan lain adalah pelepasan
hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah pemberian
yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebih hormon tiroid
(Sjamsuhidayat, 2005).
Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular
hormon tiroid. Di pihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan
terhadap T3 dan T4 sehingga berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem
saraf adrenergik tampaknya berperan juga, mengingat pemberian penghambat
adrenergik memberikan respons yang dramatik pada krisis tiroid (Sudoyo, 2009).
Faktor pencetus krisis tiroid yang sering ditemukan adalah: infeksi,
pembedahan (tiroid atau nontiroid), terapi radioaktif, pewarna kontras yang
mengandung yodium, penghentian obat antitiroid, amiodaron, minum hormon
tiroid, ketoasidosis diabetik, gagal jantung kongestif, hipoglikemia, toksemia
gravidarum, partus, stres emosi berat, emboli paru, cerebral vascular accident,
infark usus, trauma, ekstraksi gigi, palpasi kelenjar tiroid yang berlebihan
(Sjamsuhidayat, 2005).

D. Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya
jauh lebih berat.
1. Demam > 370 C
2. Takikardi > 130 x/menit
7

3. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat


4. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai
dehidrasi,gangguan kesadaran sampai koma

E. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis krisis tiroid dapat ditunjang dengan hasil pemeriksaan fungsi tiroid
yaitu kadar thyroid-stimulating hormone (TSH) tidak terdeteksi (<0,001 mU/L)
dan peningkatan kadar T3, free T4 dan total. Biasanya peningkatan kadar T3
lebih menonjol dibandingkan T4 karena terjadi bersamaan dengan peningkatan
konversi hormon tiroid perifer T4 ke T3.1-4 Hasil pemeriksaan fungsi tiroid yang
didapat 1 hari setelah diambil contoh darah mendukung diagnosis krisis tiroid
pada pasien ini (Sudoyo, 2009).
Pemeriksaan kortisol darah dapat normal/meningkat. Kadar kortisol yang
normal dapat memberikan interpretasi sebagai indikasi adanya insufisiensi
adrenal (Sudoyo, 2009).
Gambaran radiologis, tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis krisis
tiroid. Namun, pada saat mengevaluasi krisis tiroid, radiografi dada (atau CT
toraks tanpa kontras ketika memungkinkan), mungkin akan membantu untuk
melihat kemungkinan infeksi sebagai pencetus (Sudoyo, 2009).
Gambaran elektrokardiografi banyak dijumpai sinus takikardi dan atrial
fibrilasi. Sinus takikardi muncul pada 40% kasus, sementara atrial fibrilasi
muncul pada 10-20% kasus. Keadaan ini cenderung lebih sering dijumpai pada
usia > 60 tahun, dan mungkin memiliki riwayat penyakit jantung struktural
sebagai penyebabnya (Sudoyo, 2009).

F. Penatalaksanaan
Pengelolaan krisis tiroid ditujukan untuk menurunkan sintesis dan sekresi
hormon tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid dengan menghambat
konversi T4 ke T3, terapi mencegah dekompensasi sistemik, terapi penyakit
pemicu dan terapi suportif (Shahab, 2000).
Obat-obat yang dapat menghambat secara menyeluruh dan cepat sintesis
hormon tiroid adalah pemberian propiltiourasil (PTU) dan methimazole (MMI).
8

PTU merupakan tionamid pilihan pertama, karena dapat pula menghambat


konversi perifer T4 menjadi T3. Dosis PTU yang dianjurkan adalah 800-1200
mg/hari yang terbagi atas 200-300 mg setiap 6 jam. Dosis methimazole adalah
80-100 mg/hari terbagi atas dosis 20-25 mg setiap 6 jam (sekali stabil, frekuensi
dari dosis dapat diturunkan menjadi 1-2x sehari) (Shahab, 2000).
Terapi iodine dapat melengkapi efek dari terapi tionamid. Formula oral dari
iodine inorganik termasuk larutan lugol dan saturated solution of potassium
iodide. Dosisnya adalah 0,2 sampai 2 gram perhari, dengan 4-8 tetes larutan
lugol (20 drops/mL, 8 mg iodine/tetes) setiap 6-8 jam. Dan 5 tetes saturated
solution of potassium iodide (20 tetes/mL, 38 mg iodine/tetes) setiap 6 jam
(Shahab, 2000).
Penghambat beta, pengting untuk mengontrol aksi perifer dari hormon tiroid.
Propanolol digunakan dalam dosis 60-80 mg setiap 4 jam, atau 80-120 mg setiap
4 jam. Onset aksi setelah pemberian oral membutuhkan waktu 1 jam. Untuk lebih
cepat, propanolol dapat diberikan parenteral, dengan bolus 0,5 sampai 1 mg
dalam 10 menit diikuti dengan 1 sampai 3 mg dalam waktu 10 menit (Shahab,
2000).
Glukokortikoid juga digunakan untuk mengobati krisis tiroid, karena obat ini
mempunyai efek menghambat konversi dari T4 menjadi T3. Dosis
glukokortikoid pada krisis tiroid dapat menggunakan hidrokortison 100 mg
iintravena setiap 8 jam, dengan penurunan dosis (tappering off) sejalan dengan
perbaikan gejala klinis krisis tiroid (Shahab, 2000).

G. Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atau diplopia akibat
oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan
curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot
proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis tiroid yang
jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50 tahun yang
9

mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan
pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar
plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga
6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan
normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat, perlu dipertimbangkan untuk
menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena kondisi ini memerlukan
penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan prinsip-prinsip
standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik (Harrison, 2000 )

H. Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi
terdapat laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor
pencetus atau penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis
yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik (Harrison,
2000 )

DAFTAR PUSTAKA

Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam . Penerbit Buku Kedokteran


EGC. Jakarta.
10

Roizen M, Becker Ce. Thyroid strom. The Western Journal of Medicine 1971; 115:5-9
Shahab A. 2000. Penyakit Graves (struma diffusa toksis) diagnosis dan
penatalaksanaannya. Buletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme
Sjamsuhidayat R, De jong W. 2005. Sistem Endokrin. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Sudoyo AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Interna Publishing.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai