Anda di halaman 1dari 4

Bentuk baru Eritropoesis : Stres Eritropoesis

Eritrosit merupakan sel darah paling umum pada sel darah dewasa (Dzierzag dan
Philipsen, 2013). Eritropoesis adalah pembentukan sel darah merah baru atau eritrosit sebagai
bentuk respon klasik dari hypoxia sistemik (Haase, 2013). Darah manusia mengandung sekitar 5
× 106 eritrosit per mikroliter (kisaran normal : 4,7 × 106 sampai 6,1 × 106 untuk laki-laki dan
4,2 × 106 sampai 5,4 × 106 untuk wanita). Manusia normal pada umumnya memproduksi sekitar
2.4 juta eritrosit setiap detik (Kim et all., 2015). Karena usia sel darah merah (eritrosit) terbatas,
dibutuhkan regenerasi pembentukan sel darah merah yang baru.. Sel ini memiliki rentang hidup
kira-kira 120 hari (Dzierzag dan Philipsen, 2013).
Selain itu, eritropoesis juga dapat diartikan sebagai bagian dari proses yang sangat
dinamis yang diatur secara halus oleh sitokinin, hormon, dan faktor pertumbuhan pada tingkat
transkripsi dan translasi (Liu et all., 2016). Tingkat eritropoesis dapat meningkat secara
signifikan dari tingkat awal. Ini sebagai respons terhadap tekanan hipoksia, yang terjadi bila
suplai oksigen ke semua jaringan terganggu. Suplai oksigen bisa terganggu salah satunya
dikarenakan jumlah eritrosit normal dalam darah tidak mencukupi kebutuhan yang ada. Ini
adalah salah satu keunikan dari eritropoesis, dimana proses ini dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan. Salah satu keunikan dalam proses eritropoesis adalah jumlah faktor transkripsi dengan
identifikasi khusus selama eritropoiesis sangat luas (Dzierzag dan Philipsen, 2013).
Studi pada embrio vertebrata mamalia dan nonmamalia menunjukkan bahwa
eritropoesis ada dalam dua jenis: primitif dan definitif. Eritroid primitif pada embrio mamalia
ditandai oleh gelombang transien nenek moyang yang berhubungan dengan garis keturunan.
Prekursor eritroid primitif secara dinamis mengatur ekspresi gen globin embrio dan akhirnya
nukleat pembentuk eritrosit. Eritropoesis primitif digantikan oleh sel eritroid definitif yang
dewasa secara ekstravaskular dalam hubungan dengan sel makrofag (Palis, 2012). Disisi lain,
eritropoesis definitif memiliki dua asal perkembangan yang berbeda. Yang pertama adalah
gelombang sementara dari progenitor erythro-myeloid (EMP) yang muncul dari kantung yolk
dan benih hati janin. Yang kedua adalah program jangka panjang eritropoesis yang berasal dari
sel induk hematopoetik (Palis, 2014).
Namun, penelitian terbaru menemukan bahwa ada bentuk eritropoesis lain, yaitu stress
eritropoesis. Stres eritropoesis merupakan respons penting terhadap jenis stres tertentu, termasuk
hipoksia, perdarahan, penekanan sumsum tulang, dan anemia (Kim et all., 2015). Stres
eritropoesis juga dapat didefinisikan sebagai eritropoiesis basal yang distimulasi dengan
perluasan area progenitor ertroid, yang terkait dengan reticulocytosis dan splenomegaly (Liu et
all., 2016). Eritropoesis akibat stres ini berbeda dengan pembentukan sel darah merah biasa. Baik
seluler maupun faktor molekuler yang mengatur proses ini belum sepenuhnya dipahami (Kim et
all., 2015).
Berbeda dengan eritropoesis normal, pada kondisi oksigenasi jaringan yang tidak
memadai akibat hipoksia atau anemia yang disebabkan oleh perdarahan atau penekanan BM,
misalnya kemoterapi, transplantasi BM, infeksi, dan lain-lain yang memicu stress pada otak, ada
respon cepat untuk mengembalikan oksigenasi jaringan yaitu sebuah proses yang disebut stres
eritropoesis (Kim et all., 2015). Meskipun stres eritropoesis telah lama dihubungkan dan
dikaitkan dengan peningkatan kebutuhan metabolik, sampai dua tahun terakhir, melalui
penelitian akhirnya diungkapkan bahwa metabolisme glukosa dan glutamin yang disempurnakan
sangat penting untuk stres eritropoesis (Liu et all., 2016). Stres eritropoesis menghasilkan
produksi eritrosit baru dengan cepat dan ditandai dengan perluasan area eritroit progenitor yang
cepat dan peningkatan elevasi retikulosit yang melambat dalam sirkulasi (Kim et all., 2015).

Kata kunci
Eritropoesis or Erythrophoiesis
Stres Eritropoesis
Eritrosit
Proses pembentukan eritrosit

Search Engine
https://scholar.google.co.id/
https://www.google.co.id
DAFTAR PUSTAKA

Dzierzak Elaine., Philipsen Sjaak. 2013. Erythropoiesis: Development and Differentiation. Cold
Spring Harbour Perspective In Medicine.3(4):10;13;22. Diakses tanggal 7 Desember 2017.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3684002/

Haase, V. H. 2013. Regulation of erythropoiesis by hypoxia-inducible factors. Blood Reviews.


27(1): 41. Diakses pada tanggal 7 Desember 2017.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0268960X12000847

Kim, T. S., Hanak, M., Trampont, P. C., Braciale, T. J. 2015. Stress-associated erythropoiesis
initiation is regulated by type 1 conventional dendritic cells. Journal of Clinical Investigation.
125(10), 3965;3966;3967. Diakses pada tanggal 7 Desember 2017.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4607133/

Liu Hong., Zhang Yujin., Alessandro Angelo., Nemkov Travis., Couturier Jacob., Zhao
Shushan., Hansen Krik., Lovering Andrew., Roach Robert, Rodney E. Kellems, Holger K.
Eltzschig., Blackburn Michael., Xia Yang.2016. Adenosine Signaling-Mediated Metabolic.
Reprogramming Regulates Erythropoiesis. Blood Reviews 128(22): 2437. Diakses tanggal 7
Desember 2017.
http://www.bloodjournal.org/content/128/22/2437

Palis, J. 2012. Primitive and Definitive Erythropoiesis. Blood Reviews 120(21), SCI-37. Diakses
pada tanggal 7 Desember 2017.
http://www.bloodjournal.org/content/120/21/SCI-37

Palis, J. 2014. Primitive and definitive erythropoiesis in mammals. Frontiers in Physiology. 5, 4.


Diakses pada tanggal 7 Desember 2017.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3904103/

Anda mungkin juga menyukai