Anda di halaman 1dari 26

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007). Fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang biasanya
terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin,
2008).
2. Epidemologi
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur lebih berisiko terjadi pada laki – laki daripada perempuan dengan umur di
bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sementara pada orang tua, perempuan lebih beresiko mengalami fraktur
daripada laki – laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon pada menopause. Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun,
yaitu 47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera
sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban meninggal 5,63 per 10.000 penduduk. Angka
kematian tertinggi berada di wilayah kalimantan timur, yaitu 11,07 per 10.000 penduduk (depkes, 1996).
3. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang berupa kekerasan langsung, kekerasan tidak
langsung, dan kekerasan akibat tarikan otot yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
5. Klasifikasi Fraktur
Penampakan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1.) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2.) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3.) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4.) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
1.) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2.) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3.) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk
spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
1.) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
2.) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3.) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

6. Berdasarkan posisi fraktur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
8. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis

Fraktur

Gbr. Jenis-jenis fraktur


Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lbh tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tek kapiler
6. Pohon Masalah Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh


darah

Mengenai jaringan kutis dan sub kutis Ketidakefektifan perfusi


Kerusakan integritas
kulit jaringan perifer
Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Resiko syok
(hipovolemik)
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus bertambah beratnya sampe fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah, yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antara fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas extremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ektremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.
8. Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima
stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium 1 - Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.

2. Stadium 2 - Proliferasi Seluler


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam
dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa
hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.
Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.

3. Stadium 3 - Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi
dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang
yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang )
menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.

4. Stadium 4 - Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.

5. Stadium 5 - Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang
tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a. Inspeksi:
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1.) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
2.) Fistulae.
3.) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
4.) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
5.) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
6.) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b. Palpasi
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
1.) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time  Normal 3 – 5 “
2.) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
3.) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c. Pergerakan terutama lingkup gerak.
Setelah melakukan palpasi, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas
dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup
gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
2. Pemeriksaan radiografi
a. Foto Rontgen
1.) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung.
2.) Mengetahui tempat dan type fraktur
3.) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodic
b. Scan tulang, temogram, scan
CT/MRI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan apabila
kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap HT mungkin
meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
e. Kreatinin : trauma otot
meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat
terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 :
762 ).
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
4. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
10. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
Pada suatu kecelakaan kebanyakan syok yang terjadi adalah syok hemoragik.
Syok bisa terjadi bila orang kehilangan darahnya kurang lebih 30% dari volume
darahnya dan mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Pada fraktur femur tertutup orang dapat
kehilangan darah 1000 -1500 cc.
Empat tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma adalah sebagai berikut:
1. Denyut nadi lebih dari 100x/menit.
2. Tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg
3. Wajah dan kuku menjadi pucat dan sianotik.
4. Kulit tangan dan kaki dingin.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
11. Penatalaksanaan Konservatif
c. Seluruh Fraktur
1.) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan, dan
deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri menentukan
apakah ada kemungkinan fraktur, dan apakah perlu dilakukan pemeriksaan
spesifik untuk mencari adanya fraktur. Contoh, pada tempat fraktur tungkai
akan terasa nyeri sekali dan bengkak, tetapi bagian lainnya, seperti lutut dan
pergelangan kaki, hampir dapat dikatakan normal.
2.) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan
Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner, 2001). Reduksi tertutup, traksi,
atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur.
Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang
mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur, harus diperoleh izin untuk
melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin
perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
1. Reduksi Tertutup
Pada kebanyakan kasus, dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi
yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter.
Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas
untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui
apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x
digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada
sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk
melanjutkan imobilisasi.
Prinsip pemasangan traksi
- Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.
- Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan.
- Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.
- Traksi dapat bergerak bebas melalui katrol.
- Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai.
- Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman.
Keuntungan pemasangan traksi:
- Menurunkan nyeri spasme
- Mengoreksi dan mencegah deformitas
- Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemasangan traksi
- Perawatan RS lebih lama
- Mobilisasi terbatas
- Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban traksi:
- Dewasa = 5 - 7 Kg
- Anak = 1/13 x BB
3. Reduksi Terbuka
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan
tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau
langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi
dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
3.) Retensi/ Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.
4.) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis.
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli
bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai
pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri,
termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian
fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula
diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban
berat badan.
b. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
Dilakukan dengan menggunakan akuadesstril atau larutan garam fisiologi
secara irigasi. Pemakain antiseptic (konsentrasi tingkat tinggi) tidak
dianjurkan karena dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan.
b. Eksisi jaringan mati (debridement)
Cabik-cabikan mulai dari kulit lemak subkutan, fasia, otot, serpihan tulang
dan benda asing lainnya dieksisi dan luka dicuci kembali sedalam-dalamnya.
c. Hecting situasi
Dilakukan aligment terhadap fragmen tulang
d. Penutupan luka
Masa kurang dari 6-7 jam pertama merupakan the golden period dimana
kontaminasi tidak luas dan dapat dilakukan secra primer. Masa lebih dari 7
jam atau luka yang sangat kotor, penutup luka memerlukan jahitan situasi,
beberapa hari kemudian (jangan lebih dari 10 hari) dilakukan eksisi dan
jahitan kembali (delayed primer closure). Kulit yang hilang luas digantikan
dengan skin graf.
e. Fiksasi atau imobilisasi
f. Restordasi (pengembalian fungsi)
Sedapat mungkin pembidaian dilakukan dalam posisi fungsinal sendi yang
bersangkutan. Sesudah periode imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi hal ini diatasi dengan fisioterapi atau aktivitas yang sesuai
dengan fungsi tersebut .
g. Pengobatan
1) Antibiotikaa dosis tinggi secara oral atau disuntikkan
2) Anti tetanus serum dan toksoid
3) Anti-infamasi
4) Analgetik
12. Tindakan pembedahan
a. ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
1.) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami ceidera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
2.) Fraktur diperiksa dan diteliti
3.) Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
4.) Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
5.) Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat
ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku.
Keuntungan:
1.) Reduksi akurat
2.) Stabilitas reduksi tinggi
3.) Pemeriksaan struktur neurovaskuler
4.) Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
5.) Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih
cepat
6.) Rawat inap lebih singkat
7.) Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian
1.) Kemungkinan terjadi infeksi
2.) Osteomielitis
b. OREF (Open Reduksi and Eksternal Fixation)
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada
ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama. Post eksternal fiksasi, dianjurkan
penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen
ke tulang. Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan
pennya. Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
1.) Observasi letak pen dan area
2.) Observasi kemerahan, basah dan rembes
3.) Observasi status neurovaskuler distal fraktur
B. Konsep Dasar Asuhan Keperwawatan
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan
arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
1) Pengumpulan Data
a) Anamnesa
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan :
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
2. Diagnose Keperwatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (nyeri pada tulang dan sendi)
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai darah ke
jaringan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur, kerusakan integritas struktur
tulang
5. Risiko infesi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive
(pemasangan traksi)
6. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan volume darah akibat trauma
(fraktur)
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi
Dx Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut NOC NIC:
 Pain Level Pain management
berhubungan
 Pain Control a. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen injuri  Comfort level
secara komprehensif
fisik, spasme otot, Kriteria Hasil :
termasuk lokasi,
gerakan fragmen
 Mampu karakteristik, durasi,
tulang, edema,
mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
cedera jaringan
(tahu penyebab presipitasi
lunak, pemasangan b. Observasi reaksi nonverbal
nyeri, mampu
traksi dari ketidaknyamanan
menggunakan c. Gunakan tehnik komunikasi
teknik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien
untuk d. Kaji kultur yang
mengurangi mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri, mencari
masa lampau
bantuan) f. Evaluasi bersama pasien dan
 Melaporkan
tim kesehatan lain tentang
bahwa nyeri
ketidakefektifan kontrol
berkurang
nyeri masa lampau
dengan g. Bantu pasien dan keluarga
menggunakan untuk mencari dan
manajemen nyeri menemukan dukungan
 Mampu h. Kontrol lingkungan yang
mengenali nyeri dapat mempengaruhi nyeri
(skala, intensitas, seperti suhu ruangan,
frekuensi dan pencahayaan dan kebisingan
tanda nyeri) i. Kurangi faktor presipitasi
 Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah j. Pilih dan lakukan
nyeri berkurang penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi, karakter,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
b. Cek intruksi dokter tentang
jenis obat, dosi, dan
frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesic
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
f. Tentukan analgesic pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
anlgesik pertama kali
i. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
j. Evalusi efektivitas analgesic,
tanda dan gejala
2 Ketidakefektifan NOC NIC
Circulation status Peripheral sensation
perfusi jaringan
Tissue perfusion :
management
perifer
cerebral a. Monitor adanya daerah
berhubungan Kriteria hasil
tertentu yang hanya peka
Mendemonstrasikan
dengan penurunan
terhadap
status sirkulasi yang
suplai darah ke
panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan:
jaringan b. Monitor adanya paretese
a. Tekanan systole
c. Instruksikan keluarga untuk
dan diastole dalam
mengobservasi kulit jika ada
rentang yang
lesi atau laserasi
diharapkan d. Gunakan sarung tangan
b. Tidak ada
untuk proteksi
ortostatik e. Batasi gerakan pada kepala,
hipertensi leher, dan punggung
c. Tidak ada tanda- f. Monitor kemampuan BAB
g. Kolaborasi pemberian
tanda peningkatan
analgetik
tekanan
h. Monitor adanya
intracranial (tidak
tromboplebitis
lebih dari 15 Diskusikan mengenai penyebab
mmHg) perubahan sensasi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
a. Berkomuniakasi
dengan jelas adn
sesuai dengan
kemampuan
b. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. Memproses
informasi
d. Membuat
keputusan dengan
benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter

3 Kerusakan NOC NIC


Tissue integrity : skin Pressure management
integritas kulit
a. Anjurkan pasien untuk
and mucous
berhubungan
menggunakan pakaian yang
membranes
dengan fraktur
Hemodyalisis akses longgar.
terbuka, Kriteria hasil b. Hindari kerutan pada tempat
a. Integritas kulit
pemasangan traksi tidur
yang baik bisa c. Jaga kebersihan kulit agar
(pen, kawat,
dipertahankan tetap bersih dan kering.
sekrup)
d. Mobilisasi pasien (ubah
(sensai, elastisitas,
posisi pasien) setiap dua jam
temperature,
sekali
hidrasi,
e. Monitor kulit akan adanya
pigmentasi)
kemerahan.
b. Tidak ada luka/lesi
f. Oleskan lotion atau
pada kulit
minyak/baby oil pada daerah
c. Perfusi jaringan
baik yang tertekan
d. Menunjukkan g. Monitor aktivitas dan
pemahaman dalam mobilisasi pasien
h. Monitor status nutrisi pasien
proses perbaikan
i. Memandikan pasien dengan
kulit dan
sabun dan air hangat
mencegah Insision site care
a. Membersihkan, memantau
terjadinya cedera
dan meningkatkan proses
berulang
Mampu melindungi penyembuhan pada luka
kulit dan yang ditutup dengan jahitan,
mempertahankan klip atau straples
b. Monitor proses kesembuhan
kelembaban kulit
area insisi
perawatan alami
c. Monitor tanda dan gejala
infeksi pada area insisi
d. Bersihkan area sekitar
jahitan atau straples,
menggunakan lidi kapas
steril
e. Gunakan preparat antiseptic
sesuai program
f. Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau
biarkan luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program
Dialysis acces maintenance
4 Hambatan NOC: NIC
Joint movement : Exercise therapy : ambulation
imobilitas fisik
a. Monitoring vital sign
active
berhubungan
Mobility level sebelum/sesudah latihan
dengan kerusakan Self care : ADLs
respon pasien saat latihan
Transfer
rangka b. Konsultasikan dengan terapi
perfoormance
neuromuskular, fisik tentang rencana
Kriteria hasil:
nyeri, terapi a. Klien meningkat ambulansi sesuai dengan
restriktif dalam aktivitas kebutuhan
c. Bantu klien untuk
fisik
b. Mengerti tujuan menggunakan tongkat saat
dari peningkatan berjalan dan cegah terhadap
mobilitas cidera
c. Memverbalisasika d. Ajarkan pasien atau tenaga
n perasaan kesehatan lain tentang teknik
dalammeningkatka ambulansi
e. Kaji kemampuan pasien
n kekuatan dan
dalam mobilisasi
kemampuan
f. Latih pasien dalam
berpindah
pemenuhan kebutuhan ADLs
Memperagakan
secara mandiri sesuai
penggunaan alat bantu
kemampuan
untuk mobilisasi
g. Damping dan bantu pasien
(walker)
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs
pasien
h. Berikan alat bantu jika
pasien memerlukan
Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
5 Risiko infesi NOC NIC
Immune status Infection Control
berhubungan
Knowledge : infection a. Bersihkan lingkungan
dengan trauma,
control setelah dipakai pasien lain
imunitas tubuh Risk control b. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria hasil c. Batasi pengunjung bila perlu
primer menurun,
a. Klien bebas dari d. Instruksikan pada
prosedur invasive
tanda dan gejala pengunjung untuk mencuci
(pemasangan
infeksi tangan saat berkunjung
traksi) b. Mendeskripsikan
meninggalkan pasien
proses penularann e. Gunakan sabun antimikroba
penyakit, factor untuk cuci tangan
f. Cuci tangan setiap sebelum
yang
mempengaruhi dan sesudah tindakan
penularan serta keperawatan
g. Gunakan baju, sarung tangan
penatalaksanaanny
sebagai alat penlindung
a
h. Pertahankan lingkunan
c. Menunjukkan
aseptic selama pemasangan
kemampuan untuk
alat
mencegah
i. Ganti letak IV perifer dan
timbulnya infeksi
line central dan dressing
d. Jumlah leukosit
sesuai dengan petunjuk
dalam batas
umum
normal
j. Gunakan kateter intermiten
Menunjukkan perilaku
untuk menurunkan infeksi
hidup sehat
kandung kencing
k. Tingkatkan intake nutrisi
l. Berikan terapi antibiotic bila
perlu

Infection protection
a. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
b. Monitor hitung granulosit,
WBC
c. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
f. Pertahankan teknik isolasi
k/p
g. Berikan perawatan kulit
pada area epidema
h. Inspeksi kulit dan membrane
mukosa
i. Terhadap kemerahan, panas,
dan drainase
j. Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
k. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai
resep
o. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
p. Ajarkan cara menghindari
infeksi
q. Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
6 Risiko syok NOC NIC
Syok prevention Syok prevention
(hipovolemik)
Syok management a. Monitor status sirkulasi BP,
berhubungan Kriteria hasil
warna kulit, suhu kulit,
a. Nadi dalam batas
dengan kehilangan
denyut jantung, HR, dan
yang diharapkan
volume darah
b. Irama jantung ritme, nadi perifer, dan
akibat trauma
dalam batas yang kapiler refill
(fraktur) b. Monitor tanda inadekuat
diharapkan
c. Frekunsi napas oksigenasi jaringan
c. Monitor suhu dan pernafasan
dalam batas yang
d. Monitor input dan output
diharapkan e. Pantau nilai labor:
d. Irama pernapasan HB, HT, AGD, dan elektrolit
f. Monitor hemodinamik invasi
dalam batas yang
yang sesuai
diharapkan
g. Monitor tanda dan gejala
e. Natrium serum
asites
dbn
h. Monitor tanda awal syok
f. Kalium serum dbn
i. Tempatkan pasien pada
g. Klorida serum dbn
h. Kalsium serum posisi supine, kaki elevasi
dbn untuk peningkatan preload
i. Magnesium serum
dengan tepat
dbn j. Lihat dan pelihara kepatenan
j. PH darah serum
jalan napas
dbn k. Berikan cairan IV dan atau
Hidrasi
oral yang tepat
Indicator
l. Berikan vasodilator yang
a. Mata cekung tidak
tepat
ditemukan
m. Ajarkan keluarga dan pasien
b. Demam tidak
tentang tanda dan gejala
ditemukan
c. TD dbn datangnya syok
Hematokrit dbn n. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk
mengatasi gejala syok
Syok management
a. Monitor fungsi neurologis
b. Monitor fungsi renal (e.g
BUN dan Cr Lavel)
c. Monitor tekanan nadi
d. Monitor status cairan, input,
output
e. Catat gas darah arteri dan
oksigen di jaringan
f. Monitor EKG
g. Memanfaatkan pemantauan
jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah
h. Menggambarkan gas darah
arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
i. Memantau tren dalam
parameter hemodinamik
(misalnya CPV, MAP,
tekanan kapiler
pulmonal/arteri)
j. Memantau factor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya PaO2 kadar
haemoglobin SaO2, CO) jika
ada
Memantau tingkat
karbondioksida sublingual
dan/atau tonometry
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. & Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 10. Jakarta: EGC.

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Lukman, Dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : EGC.

Price Sylvia A. & Wilson Lorraine M. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit 2, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer Suzanne C. & Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai