Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

OLEH: AI CAHYATI, SKM, M.Kep. Ns.Sp.Kep.MB

A. Definisi

“Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang” (Doenges, 2010).

Tambayong (2000) mengemukakan bahwa “fraktur adalah terputusnya

keutuhan tulang, umumnya akibat trauma”.

Price dan Wilson (2014) mengemukakan bahwa “fraktur adalah patah

tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik”.

Mansjoer et al (2010) mendefinisikan bahwa “fraktur adalah terputusnya

kontinuitas jaringan tulang dan/ atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa ”.

Dari beberapa pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa fraktur

adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang akibat benturan/ trauma yang

disebabkan karena kecelakaan, stress fisik ataupun tenaga fisik yang lebih

besar. Fraktur metatarsal adalah fraktur yang terjadi pada bagian tulang

telapak kaki.
B. Anatomi Fisiologi

Sistem skeletal terdiri dari susunan berbagai macam tulang yang

banyaknya kira-kira 206 buah tulang yang menyusun tubuh individu,

persendian, ligamen, kartilago dan tendon.

Tulang terdiri dari materi intra sel, baik berupa sel yang hidup atau

pun sel yang tidak hidup. Bahan-bahan tersebut berasal dari embrio hialin

tulang rawan melalui osteogenesis kemudian menjadi tulang, proses ini oleh

sel-sel yang disebut osteoblas yang berfungsi dalam pembentukan tulang,

sedangkan osteoklast adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan

dalam penghancuran, resorbsi dan remodeling tulang. Berikut contoh struktur

tulang panjang sebagaimana terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 2.1
Struktur tulang panjang: komposisi tulang kompak

Sumber: reza (2009) http://www.belajarbiologi.rumahilmuindonesia.net


Seperti yang terlihat pada gambar, lapisan terluar dari tulang tersusun

dari jaringan tulang yang padat, sementara bagian dalam tulang di dalam

medulla berupa jaringan sponge. Bagian tulang paling ujung dari tulang

panjang dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan dengan metaphysis.

Metaphysis merupakan bagian dimana tulang tumbuh memanjang secara

longitudinal. Bagian tengah tulang dikenal sebagai diaphysis yang berbentuk

silindris.

Tulang diselimuti di bagian luar oleh membrane fibrus padat yang

dinamakan periosteum. Periosteum selain memberikan nutrisi ke tulang dan

memungkinkannya tumbuh, juga sebagai perlekatan tendon dan ligament.

Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan limpatik. Lapisan yang

paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast.

Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormone. Hormone

Paratiroid (PTH) mengatur kalsium dalam darah, apabila darah turun maka

PTH menstimulasikan pengeluaran kalsium dari tulang. Calsitonin diproduksi

oleh kelenjar Thyroid memiliki aksi dalam menurunkan kadar kalsium dalam

darah dengan cara menghambat resorbsi oleh tulang dan meningkatkan

eksresi kalsium dan fospor oleh ginjal. Vitamin D berfungsi meningkatkan

absorpsi kalsium dan fospor dari usus kecil.


Secara keseluruhan fungsi sistem skeletal adalah memberi bentuk

(framework) tubuh individu, proteksi, pergerakan, hemopoesis dan simpanan

mineral.

Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok

yaitu kerangka axial (kerangka sumbu) yang terdiri dari kepala dan badan

yang didalamnya termasuk tulang tengkorak, tulang belakang, tulang dada

dan iga dan tulang hyoid dan kerangka apendickuler yang terdiri dari anggota

gerak dan gelang panggul (Djaenudin dkk, 2000 ).

Syaipuddin (2006: 46) mengklasifikasikan bagian-bagian tulang

kedalam 10 bagian, yaitu:

1. Foramen yaitu suatu lubang tempat lalunya pembuluh darah, saraf, dan

ligamentum, misalnya pada tulang kepala belakang yang disebut foramen

oksipital.

2. Fosa yaitu suatu lekukan di dalam atau pada permukaan tulang, misalnya

pada skapula yang disebut fosa supraskapula.

3. Prosesus yaitu suatu tonjolan atau taju, misalnya terdapat pada ruas

tulang belakang yang disebut prosesus spinosus.

4. Kondilus yaitu taju yang bentuknya bundar merupakan benjolan.

5. Tuberkulum yaitu tonjolan kecil.

6. Tuberositas yaitu tonjolan besar.


7. Trokanter yaitu tonjolan besar yang pada umumnya tonjolan ini terletak

pada tulang femur.

8. Krista pinggir atau tepi tulang misalnya terdapat pada tulang ilium yang

disebut krista iliaka.

9. Spina yaitu tonjolan tulang yang bentuknya agak runcing terdapat pada

tulang ilium yang disebut krista iliaka.

10. Kaput yaitu bagian ujung yang bentuknya bundar terdapat misalnya pada

tulang paha yang disebut kaput femoris.

Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan

bentuknya, yaitu:

a. Tulang panjang yaitu tulang yang terdiri dari satu batang dan dua epifisi.

Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari

sponge bone, contohnya femur dan humerus.

b. Tulang pendek yaitu tulang yang bentuknya tidak teratur dan inti dari

cancellus (sponge) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat,

contohnya carpals.

c. Tulang pendek datar yaitu tulang yang terdiri atas dua lapisan tulang padat

dengan lapisan luar adalah tulang cancellous, contohnya tulang tengkorak.

d. Tulang yang tidak beraturan yaitu tulang yang sama seperti dengan tulang

pendek, contohnya tulang vertebrata.


e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak atas dua tulang

yang berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon dan

jaringan fasial, misalnya patella.

Karena kasus yang diambil penulis fraktur metatarsal pedis maka

penulis mencantumkan anatomi dari tulang pedis.

Anatomi dari tulang pedis adalah dimulai dari tulang pangkal kaki

(tarsalia), tulang telapak kaki (meta tarsalia) dan ruas jari kaki (falang).

Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) dihubungkan dengan tungkai

bawah oleh sendi pergelangan kaki. Terdiri dari tulang-tulang kecil yang

banyaknya 5 buah, yaitu:

1) Talus (tulang loncat)

2) Kalkaneus (tulang tumit)

3) Navikular (tulang bentuk kapal)

4) Tulang kuboideum (tulang bentuk dadu)

5) Kunaiformi (3 buah): kuaiformi intermedialis dan kuairformi medialis.

Meta tarsalia (tulang telapak kaki) terdiri dari tulang-tulang pendek

yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus

dan falangus dengan perantaraan persendian.

Falangus (ruas jari kaki) merupakan tulang-tulang pipa pendek yang

masing-masing terdiri atas 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas. Pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar

yang disebut tulang bijian (os sesamoid). Lengkung kaki pada kaki terdapat 4

lengkungan, lengkungan medial terbentuk dari belakang ke depan kalkaneus.

Lengkung lateralis yang dibentuk oleh kalkaneus kuboidea dan 2 tulang

metatarsal. Lengkung melintang metatarsal dibentuk oleh tulang tarsal dan

lengkung transversal anterior dibentuk oleh kepala tulang metatarsal pertama

dan kelima.

Gambar 2.2
Tulang-tulang dan persendian pada kaki kanan
Lateral Sinistra Lateral Dexstra

Sumber: Djaenudin dkk. (2000), Anatomi Fisiologi. Tasikmalaya : Akper


Tasikmalaya Depkes RI

C. Etiologi

Price dan Wilson (2006: 1365) menjelaskan bahwa fraktur dapat terjadi

karena:

1. Adanya tekanan yang menimpa tulang lebih besar dari daya tahan tulang
2. Tulang yang sakit/ fraktur Patologik yaitu kelemahan tulang akibat

penyakit kanker atau osteoporosis.

3. Letih yaitu otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti karena berjalan

kaki terlalu jauh

4. Benturan dan cedera.

D. Tanda dan gejala

Brunner dan Suddarth (2014) mengklasifikasikan tanda-tanda dan

gejala fraktur sebagai berikut:

1. Edema dan bengkak yaitu gangguan jaringan lunak atau perdarahan di

sekitar jaringan akibat fraktur.

2. Nyeri dan Tenderness yaitu sebagai spasme otot sebagai akibat dari

gerakan reflek tak sadar otot, trauma jaringan langsung, peningkatan

tekanan saraf sensori, pergeran dari bagian-bagian tulang yang fraktur.

3. Spasme otot yaitu respon perlindungan/ bidai alami untuk meminimalkan

gerakkan antar fragmen tulang akibat injury dan fraktur.

4. Deformitas yaitu posisi tulang yang tidak normal sebagai akibat dari

injury dan tarikan fragmen otot kedalam posisi yang salah.

5. Ekimosis yaitu perubahan warna kulit sebagai akibat akumulasi darah

kedalam jaringan subkutan.


6. Kehilangan fungsi yaitu gangguan tulang sebagai pencegahan penggunaan

fungsi.

7. Krepitasi yaitu sensasi jeruji dan berderak saat ekstremitas diperiksa

dengan tangan.

E. Klasifikasi fraktur

1. Tipe fraktur

Mansjoer et al.(2014) mengatakan bahwa tipe fraktur dibagi menjadi:

a. Fraktur in Complit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua garis cortex tulang.

b. Fraktur Complit, bila garis patah tidak melalui penampang tulang.

2. Menurut hubungan tulang dengan jaringan sekitarnya (Price & Wilson,

2014)

a. Fraktur tertutup yaitu fraktur yang tidak desertai robeknya jaringan

kulit.

b. Fraktur terbuka yaitu fragmen tulang mendesak ke otot dan kulit

sehingga potensial menimbulkan infeksi.

3. Berdasarkan garis patah tulang (Brunner & Suddart, 2002: 2358):

a. Greenstick: Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedangkan sisi

lainnya bengkok.

b. Transversal: Fraktur sepanjang garis tengah tulang.


c. Oblik: Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih

tidak stabil dibanding transversal).

d. Spiral: Fraktur memuntar seputar batang tulang.

e. Kominutif: Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

f. Depresi: Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering

terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).

g. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada

tulang belakang).

h. Patologi: Fraktur yang sering terjadi pada daerah tulang. Tulang

berpenyakit (kista tulang, metastasis tulang, tumor).

i. Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada

perlekatannya.

4. Gambar tipe fraktur

Gambar 2.3
Gambar tipe fraktur

Sumber : http://keperawatankesehatan.wordpress.com
F. Proses penyembuhan fraktur

Akibat dari fraktur tulang akan mengadakan atau mengalami proses

penyembuhan, penyembuhan tersebut memerlukan proses agak lambat,

karena melibatkan pembentukan tulang baru.

Menurut Price dan Wilson (2014) menjelaskan proses penyembuhan

fraktur ke dalam empat tahap, yaitu:

1. Pembentukan prokalus/ hematoma

Hematoma akan terbentuk pada 48-72 jam pertama pada daerah fraktur

yang disebabkan karena adanya perdarahan yang terkumpul disekitar fraktur

yaitu darah dan eksudat, kemudian akan diserbu oleh kapiler dan sel darah

putih terutama neutrofil, kemudian diikat oleh makrofag sehingga akan

terbentuk jaringan granulasi. Pada saat ini masuk juga fibroblast yang

berasal dari lapisan dalam periosteum dan endosteum.

2. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan kolagen
dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan.

3. Pembentukan kalus

Selama 4-5 hari osteoblast menyusun trabekula disekitar ruangan-ruangan


yang kelak menjadi saluran havers. Jaringan itu ialah jaringan osteoid
disebut juga kalus yang berfungsi sebagai bidai (splint) yang terbentuk pada
akhir minggu kedua.

4. Osifikasi

Dimulai pada 2-3 minggu setelah fraktur jaringan kalus akhirnya akan

diendapi oleh garam-garam mineral dan akan terbentuk tulang yang

menghubungkan kedua sisi yang patah. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen

tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus

5. Penggabungan/ remodeling

Kalus tebal diabsorbsi oleh aktifitas dari osteoklast dan osteoblast menjadi

konteks baru yang sama dengan konteks sebelum fraktur. Remodeling

berlangsung 4-8 bulan.

G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur

Menurut Brunner dan Suddart (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi

penyembuhan fraktur dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur

a. Immobilisasi fragmen tulang yang terkena fraktur

b. Kontak fragmen tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik

e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang yang panjang


f. Hormon-hormon pertumbuhan tulang seperti tiroid, kalsitonin dan

vitamin D.

2. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur

a. Trauma lokal ekstensif

b. Kehilangan tulang

c. Immobilisasi tidak memadai

d. Usia (lansia lebih lama sembuh)

e. Terdapat nekrosis vaskuler

f. Terdapat infeksi

g. Keganasan lokal

H. Komplikasi fraktur

Brunner dan Suddarth (2014) membagi komplikasi fraktur ke dalam

empat macam, antara lain:

1. Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan.

2. Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 48 jam atau lebih setelah cedera).

Berasal dari sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam tulang yang

fraktur mendorong molekul-molekul lemak dari sumsum tulang masuk ke

sistem sirkulasi darah.


3. Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot kurang

dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Hal ini bisa diakibatkan

karena:

a) Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang

membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang terlalu

menjerat.

b) Peningkatan isi kompartemen otot karena oedema.

4. Emboli paru dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID) semua

fraktur terbuka dianggap mengalami kontaminasi. Hal ini merupakan

komplikasi akibat fraktur.

I. Patofisiologi dan dampak terhadap kebutuhan dasar manusia.

1. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur dapat diketahui dengan memahami: Etiologi,

manifestasi klinik, klasifikasi, proses penyembuhan dan komplikasi dari

fraktur.
Bagan 2.1
Patofisiologi fraktur

Rudapaksa atau trauma berat Penyakit / patologi

Fraktur

Prosedur / tindakan dengan atau tanpa pembedahan

Terputusnya kontinuitas jaringan

Terdapat luka Merangsang Kurang Cedera Imobilisasi


pengeluaran pengetahuan vaskuler dan teurapetik
Sebagai port neurotransmitter tentang pembentukan dan
d’entry ( Bradikinin, prosedur/ thrombus keengganan
mikroorganisme Serotonin tindakan untuk
patogen Asetilkolin dan keperawatan, bergerak
Histamine ) ancaman Oedema
terhadap
Merangsang integritas Keterbatasan
Resiko infeksi ujung-ujung Disfungsi gerak
syaraf bebas Stressor
neurovaskuler
Psikologis Kerusakan
Rangsangan moilitas
dihantarkan ke Komplikasi
fisik
Thalamus Ansietas lanjut
melalui Traktus
Spinothalamic Kurang
Anterolateralis Perubahan
perawatan
aliran darah
Kortek serebri diri
Merangsang Perubahan
Nyeri susunan membrane Penekanan
dipersepsikan syaraf perifer kapiler/alveolar yang terlalu
mengaktivasi lama pada
RAS bagian tubuh
Nyeri akut Oedema paru tertentu
Kerja organ
tubuh
meningkat Sirkulasi
Kerusakan darah
NREM pertukaran terganggu
menurun gas

Klien terjaga Pemenuhan


nutrisi dan
O2 ke
Gangguan jaringan
istirahat menurun
tidur
Iskemik

Nekrosis
jaringan

Kerusakan
integritas
jaringan

Sumber: Modifikasi dari Doengoes (2000 : 765-775), Carpenito (2000 : 1769)

2. Dampak Masalah Terhadap Kebutuhan Dasar

Fraktur dapat menyebabkan gangguan pada berbagai fungsi tubuh

lainnya dan terhambatnya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.


Doengoes (2000: 761) membagi dampak masalah terhadap kebutuhan

dasar akibat post op fraktur sebagai berikut:

a. Kebutuhan Aktivitas

Klien yang mengalami fraktur akan berdampak pada penurunan

pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari. Klien akan takut dan

enggan bergerak karena nyeri sehingga klien menjadi immobilisasi

karena kurang melakukan aktivitas.

b. Nyeri

Karena proses operasi mengakibatkan terbukanya jaringan yang

apabila ada stimulus atau penekanan yang berlebihan akan merangsang

reseptor nyeri di spinal cord, informasi dari spinal cord disampaikan

ke thalamus melalui selaput syaraf asenden kemudian ke cortex serebri

dan menimbulkan persepsi nyeri sehingga mengganggu rasa nyaman

c. Integritas jaringan kulit

Pada sistem integumen terjadi kerusakan pada jaringan kulit, hal

ini dikarenakan kulit menjadi robek akibat mencuatnya tulang yang

fraktur kedunia luar. Sehingga timbulah luka disekitar permukaan

tulang yang mengalami fraktur tersebut. Hal ini nantinya akan


meninggalkan jaringan parut setelah terjadi penyembuhan atau

pemulihan pada luka bekas pembedahan. Sedangkan perubahan yang

lain pada sistem integumen adalah efek immobilisasi pada kulit

dipengaruhi oleh gangguan metabolisme tubuh. Tekanan yang tidak

merata dan terjadi terus-menerus akan menghambat aliran darah

sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun. Apabila aliran darah

menurun akan mengakibatkan iskemik dan akan terjadi nekrosis pada

jaringan yang tertekan.

d. Kebutuhan eliminasi B.A.K

Pada saluran perkemihan dapat terjadi statis urine karena klien

dalam posisi berbaring tidak bisa mengosongkan kandung kencing

secara sempurna. Pembentukan batu juga dapat terjadi akibat stagnasi

urine yang disertai peningkatan mineral.

e. Kebutuhan eliminasi B.A.B

Konstipasi merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat

immobilisasi, perubahan makan dan minum yang normal, kelemahan

otot serta kemunduran reflek defekasi, kegiatan yang kurang serta harus

menggunakan pispot, merupakan hal yang menambah terjadinya susah

BAB.

f. Kebutuhan oksigen
Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan akibat fraktur

adalah terjadi banyak penyumbatan pada banyak pembuluh darah kecil

mengakibatkan tekanan paru meningkat, memungkinkan

mengakibatkan gagal jantung ventrikel kanan. Pengaturan pergerakan

pernafasan akan mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan

koordinasi otot. Ekspansi dada menjadi terbatas karena posisi berbaring

akibatnya ventilas paru menurun sehingga dapat menimbulkan

atelektasis. Ketidakseimbangan rasio O2 dan CO2 diakibatkan oleh

terjadinya atelektasis pada paru-paru sehingga pertukaran O2 dan CO2

di paru-paru menjadi tidak adekuat.

g. Kebutuhan perfusi jaringan

Hipotensi orthostatik dapat terjadi disebabkan oleh sistem

syaraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ke

tubuh sewaktu seseorang sedang berdiri dan berbaring dalam waktu

yang lama.

h. Kebutuhan istirahat dan tidur

Faktor psikosomatik seperti rasa nyeri dan rasa tidak nyaman

terhadap lingkungan akan mengakibatkan aktifnya RAS di fomatio

retikularis sehingga menurunkan aktivitas NREM (Non Rapid Eyes

Movement) yang membuat klien dalam keadaan terjaga.


i. Kebutuhan personal hygine

Karena keterbatasan dalam beraktivitas, maka akan

mengakibatkan klien kurang mampu untuk merawat personal hyginenya

sendiri.

j. Resiko terjadi infeksi

Luka operasi yang panjang dan masih basah merupakan media

yang potensial untuk berkembangbiaknya penyakit sehingga dapat

menimibulkan infeksi.

k. Kebutuhan rasa aman/cemas

Kurangnya pengetahuan dan informasi tentang penyakit dan

prosedur yang dilaksanakan akan menyebabkan klien menjadi cemas.

J. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doengoes (2014) pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:

1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma

2. Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)

meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, peningkatan leukosit

menandakan adanya infeksi


3. Scan tulang, tomogram, Computerized axial Tomografi (CT) scan/

Magnetic Resonance Imaging (MRI): memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak dan untuk

mengetahui lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit

dievaluasi.

4. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

K. Managemen Medik Secara Umum

1. Menurut Brunner dan Suddarth (2010) empat konsep dasar yang harus

dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur:

a. Recognisi
Pengkajian fraktur harus ditegakkan untuk memastikan bahwa pasien
mengalami fraktur dan untukmenentukan diagnosa dan tindakan.

b. Reduksi/ reposisi
Reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan
letak normal, usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
asalnya.

Reduksi merupakan upaya memanipulasi fragmen tulang agar dapat kembali


seperti semula dengan cara fiksasi

1) Fiksasi Eksterna, misalnya :


a) Gips
b) OREF (OPEN REDUCTION EKSTERNAL FIKSATION)
- Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal,
biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
- Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
- Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen
ke tulang
- Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan
dikuatkan pennya.
- Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain: Obsevasi
letak pen dan area, Observasi kemerahan, basah dan rembes,
Observasi status neurovaskuler distal fraktur

c) Traksi, terdiri dari :


(1) Skin traksi
(2) Skeletal traksi

2) Fiksasi Interna, misalnya : ORIF


ORIF (OPEN REDUCTION AND NTERNAL FIXATION)
- Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
- Fraktur diperiksa dan diteliti
- Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
- Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
- Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat
ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku.

Keuntungan:
- Reduksi akurat
- Stabilitas reduksi tinggi
- Pemeriksaan struktu neurovaskuler
- Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
- Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi
lebih cepat
- Rawat inap lebih singkat
- Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal.

Kerugian
- Kemungkinan terjadi infeksi
- osteomielitis

c. Retensi :Memelihara reduksi sampai sembuh


d. Rehabilitasi : Pencapaian kembali fungsi normal
2. Prosedur Tindakan pada Gangguan Muskuloskeletal

a. Medis

(1) Gips

Memasang gips (bahan kuat) yang dibungkuskan di sekitar

tulang patah. Tindakan menggunakan gips dilakukan agar

penderita tidak dapat menggerakan bagian yang patah sama sekali

(Sjamsuhidajat & Jong, 2015)

(2) Traksi

Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh.

Ini dicapai dengan memberikan beban yang cukup untuk

mengatasi penarikan otot. Traksi diberikan untuk meminimalkan

spasme otot, untuk mengurangi dan mempertahankan kesejajaran

tubuh, untuk mengimobilisasi fraktur, dan untuk mengurangi

deformitas (Brunner & Suddarth, 2010).

(3) Operasi

a) Reposisi terbuka, fiksasi interna

b) Reposisi tertutup: mengembalikan fragmen tulang ke

posisinya, dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna

(Mansjoer et al, 2014).


KOMPLIKASI

1. Komplikasi awal
a. Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi.

b. Emboli lemak

Sindrom kompartemen
Fraktur

Edeme/perdarahan membungkus otot terlalu ketat


Gips/balutan yang menjerat

Tekanan meningkat pada satu/lebih kompartemen

Penurunan perfusi jaringan

6-8 jam

kehilangan fungsi permanen

iskemia nekrosis mioneural

c. Tromboemboli vena: Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi


otot/bedrest.
d. Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan
terapi antibiotik
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4
bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian
fragmen tulang

b. Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini disebabkan
oleh fobrous union atau pseudoarthrosis

c. Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk)

d. Nekrosis avaskuler di tulang


Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang .

TEST DIAGNOSTIK

a. X Ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma


b. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Hitung draha lengkap:
 Ht: mungkin meningkayt (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)
 Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma

d. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal


e. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati

Proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal akibat

fraktur.

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien harus melalui proses

keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara

terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi pengkajian, perencanaan, tindakan

dan evaluasi.
1. Pengkajian.

a. Pengumpulan data

1) Identitas

a) Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji

karena biasanya laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur

akibat kecelakaan bermotor, status marital, pendidikan, pekerjaan,

agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,

diagnosa medis, nomor rekam medik dan alamat.

b) Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, pekerjaan,

pendidikan, alamat, hubungan dengan klien.

2) Keluhan utama

Pada umumnya klien dengan patah tulang atau fraktur datang ke

rumah sakit dengan keluhan nyeri, nyeri akibat fraktur akan meningkat

bila digerakan dan menurun bila diistirahatkan. Nyeri bersifat nyeri tajam

dan nyeri dirasakan terus menerus akan dirasakan sepanjang tulang yang

fraktur.

3) Riwayat kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang


Tanyakan keluhan klien saat pengkajian yang dikembangkan dengan

menggunakan PQRST.

(1) P (Provokative/Palliative), apa yang menyebabkan nyeri bertambah

dan apa yang dapat menurunkan nyeri.

Pada klien fraktur nyeri akan meningkat bila area frakturnya

digerakan dan menurun apabila dalam keadaan diam.

(2) Q (Quality/Quantity), bagaimana nyeri yang dirasakan klien (panas,

dingin dan lain-lain).

Klien dengan fraktur akan mersakan nyeri yang tajam dan dalam,

mungkin juga disertai panas.

(3) R (Region/Radiation) dimana nyeri dirasakan ? apakah menyebar ?

apa yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri ?

(4) S (Saferity/Scale), seberapa berat nyeri dirasakan dengan

menggunakan skala nyeri 0 – 10 dengan 0 = Tidak ada nyeri, 1 - 3 =

nyeri ringan, 4 - 5 = nyeri sedang, 6 - 7 = nyeri berat, 9 - 10 = nyeri

terberat (Brunner & Suddarth, 2015)

(5) T (Timing), berapa lama nyeri dirasakan ? kapan tepatnya nyeri mulai

dirasakan, apakah ada perbedaan intensitas nyeri misalnya meningkat

di malam hari.
Juga berisi bagaimana terjadinya fraktur, kapan terjadinya, dan

bagian mana yang terkena.

b) Riwayat Kesehatan Dahulu

Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat

trauma, riwayat penyakit tulang seperti osteoporosis, osteomielitis

ataupun penyakit metabolisme yang berhubungan seperti Diabetes

Mellitus (lapar, haus dan kencing terus menerus), juga penyakit menular

seperti TBC.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu diketahui untuk menentukan apakah dalam keluarga ada

penyakit keturunan atau penyakit-penyakit karena lingkungan yang

kurang sehat yang berdampak negatif sehingga memperberat

penyakitnya.

4) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan Umum

Pada klien fraktur biasanya mengalami kelemahan, kebersihan

diri kurang, kurus, kesadaran composmentis. Pemeriksaan tanda-

tanda vital juga dilakukan biasanya terdapat perubahan yaitu tekanan

darah meningkat, suhu tubuh meningkat dan pernafasan cepat dan

dangkal.
b) Sistem persyarafan

Yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi sensori serta refleks.

Pada klien dengan post operasi fraktur biasanya terjadi hilang

gerakan atau sensasi, spasme otot, kesemutan atau paraestesis.

c) Sistem Pernafasan

Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, pernafasan cuping

hidung, kesimetrisan dada dan pernafasan, suara nafas dan frekwensi

nafas. Pada klien fraktur biasanya terjadi pernafasan takipnea dan

dyspnea atau kadang terjadi sesak nafas.

d) Sistem Kardiovaskuler

Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan

terlihat pucat dikarenakan banyaknya perdarahan yang keluar dari

luka, ada tidaknya peningkatan JVP (Jugular Vena Pressure), bunyi

jantung serta pengukuran tekanan darah. Pada daerah perifer ada

tidaknya oedema dan warna pucat atau sianosis. Hypotensi dan

hipertensi biasanya terjadi klien yang mengalami fraktur.

e) Sistem Gastrointestinal

Keadaan mulut, gigi, bibir, lidah, kemampuan menelan,

peristaltik usus dan nafsu makan. Pada klien fraktur dan dislokasi

biasanya diindikasikan untuk mengurangi pergerakan (immobilisasi)


terutama pada daerah yang mengalami dislokasi hal ini dapat

mengakibatkan klien mengalami konstipasi.

f) Sistem Perkemihan

Kaji adanya pembengkakan dan nyeri pada derah pinggang,

palpasi vesika urinaria untuk mengetahui penuh atau tidaknya, dan

kaji keadaan alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuk, ada

tidaknya nyeri tekan, benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya,

lancar atau tidak dan bagaimana warnanya.

g) Sistem Muskuloskeletal

Derajat Range Of Motion (ROM) pergerakan sendi dari kepala

sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri ketika

bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka

pada otot akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan otot. Pada

klien fraktur dikaji ada tidaknya penurunan kekuatan, masa otot dan

atropi pada otot. Selain itu dapat juga ditemukan kontraktur dan

kekakuan pada persendian.

h) Sistem Integumen

Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi

tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan. Pada klien

fraktur yang immobilisasi dapat terjadi iskemik dan nekrosis pada


jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran darah terhambat

sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun. Juga biasanya

terjadi pembengkakan kulit dan jaringan, perubahan warna kulit,

kulit menjadi dingin dan pucat serta terdapat luka bekas operasi.

5) Pola aktifitas sehari-hari

Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan

aktivitas sehari-hari secara mandiri seperti pemenuhan kebutahan nutrisi,

personal hygiene, istirahat dan eliminasi.

6) Data psikososial

Pengkajian yang dilakukan pada klien immobilisasi pada dasarnya

sama dengan pengkajian psikososial dengan gangguan sistem lain yaitu

mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan

identitas diri) dan hubungan klien dengan keluarga dan lingkungan

dimana klien berada. Pada klien fraktur adanya perubahan yang kurang

wajar dalam status emosional, perubahan tingkah laku dan pola koping

yang tidak efektif.

7) Data spiritual

Perlu dikaji agama dan kepribadiannya, keyakinan dan harapan yang

merupakan aspek penting untuk penyembuhan penyakitnya.


b. Analisa data
Tabel 2.1
Analisa Data

No Data Kemungkinan Etiologi Masalah

1. Data Subjektif : Trauma muskuloskeletal Nyeri Akut

- Keluhan nyeri Fraktur


Data objektif :
Terputusnya kontuinitas
- Wajah menunjukkan nyeri jaringan
- Mengatup rahang dan
mengepalkan tangan Merangsang pelepasan
- Prilaku berhati-hati Brdikinin, Prostaglandin
Serotin,Histamin

Merangsang reseptor nyeri

Thalamus

Cortex serebri

Nyeri dipersepsikan

Nyeri akut

2. Data subjektif : Trauma muskuloskeletal Mobilitas Fisik,


Kerusakan
- Mengeluh nyeri (skala ?) Fraktur
- Mengatakan tidak mau
bergerak karena sakit. Keterbatasan fisik untuk
bergerak dan kengganan
Data objektif : klien untuk bergerak
- Ketidakmampuan untuk
bergerak Kerusakan mobilitas fisik
- Keterbatasan rentang gerak
- Penurunan kekuatan otot
3. Data subjektif : Fraktur Defisit Perawatan
Diri mandi/
- Tidak ada keinginan untuk Keterbatasan fisik dan nyeri hygine (menyisir
membasuh tubuh akut rambut, keramas,
menggosok gigi,
Data objektif : Kerusakan mobilitas fisik menggunting
kuku)
- Ketidakmampuann merasakan Gangguan pemenuhan ADL
kebutuhan terhadap tindakan
kebersihan Sindrom defisit perawatan
diri

Nyeri akut
4. Data subjektif : Gangguan
Merangsang susunan saraf Istirahat Tidur
- Keluhan susah tidur dan nyeri otonom
Data objektif :
Menaktifasi susunan saraf
- Lemah, pucat dan pusing otonom

Saraf simpatis terangsang


mengaktifasi RAS

REM menurun

Klien terjaga

Gangguan istirahat tidur


5. Data subjektif : Gangguan istirahat tidur Ansietas

-Pertanyaan/ permintaan Kurangnya pengetahuan


informasi
- Pernyataan salah konsepsi Stressor bagi klien
Data objektif :
Ansietas
- Peningkatan TD , R, N
Gemetar, gugup, insomnia, tidak
dapat rileks, suara tremor.

Data subjektif :
6. Fraktur Infeksi, Risiko
-
Terputusnya kontuinitas
Data objektif : jaringan

- Terdapat luka

Sebagai port d’entry jaringan


mikroorganisme patogen

Resiko infeksi

Data subjektif :
Fraktur
7. Integritas Kulit,
- Keluhan gatal dan nyeri Kerusakan:
Keterbatasan fisik
Data objektif : Resiko
Tirah baring yang lama
- Tekanan pada area yang sakit
- Destruksi lapisan kulit Penekanan terus menerus
pada bagian tubuh tertentu

Sirkulasi darah tidak lancar

Iskemik

Nefrotik

Kerusakan integritas
jaringan kulit
8. Data subjektif : Tirah baring yang cukup Pertukaran Gas,
lama Kerusakan: Risiko
-
Data objektif : Menurunkan fungsi motorik

- Tirah baring lama Kelemahan otot-otot


pernapasan

Tirah baring yang cukup


lama

Menurunkan fungsi motorik

Kelemahan otot-otot
pernapasan

Perubahan aliran darah

Pertahanan membrane
kapiler/ alveolar

Oedema paru

Kerusakan pertukaran gas

Disfungsi
Fraktur
9. Data subjektif : Neurovaskuler
Dengan atau tanpa perifer, Risiko
-
pembedahan
Data objektif :
Cedera vaskuler dan
-
pembentukan trhombus

Oedema

Disfungsi neurovaskuler

Sumber: Doengoes at al (2010) dan Carpenito (2010)


c. Diagnosa keperawatan

Doenges et al (2000: 761 ) kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien

yang mengalami fraktur:

1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan

sekunder akibat fraktur.

2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler: nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif.

3) Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri.

4) Kurangnya perawatan diri (mandi, berpakaian, toiloting, atau

instrumental) berhubungan dengan keterbatasan pergerakan karena traksi

dan nyeri.

5) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.

6) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer:

kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur infasive dan traksi tulang.

7) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi dan

terpasang alat fiksasi.

8) Resiko terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan oedema

paru, perubahan aliran darah/ emboli lemak, perubahan membrane

alveolar/ kapiler.

Anda mungkin juga menyukai