Anda di halaman 1dari 13

Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuna ménagement, yang memiliki arti

seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu
dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Manajer/Pemimpin adalah seorang yang
karena pengalaman, pengetahuan, dan keterampilannya diakui oleh organisasi untuk
memimpin, mengatur, mengelola, mengendalikan dan mengembangkan kegiatan
organisasi dalam rangka mencapai tujuan.
Para manajer akan memikirkan cara-cara, alat-alat, metoda yang paling efektif
untuk membuka hutan itu. Mungkin mereka akan memakai gergaji listrik, mungkin
memakai gergaji panjang karena medannya sulit, atau bahkan mereka akan melingkar
untuk mencari celah agar mudah membuka bagian hutan itu.Bisakah sekarang anda
membedakan fungsi manajemen dan kepemimpinan? Kepemimpinan adalah yang
menentukan arah, sedangkan manajemen berusaha untuk mewujudkan agar arah tadi
bisa tercapai.
Manajemen dan kepemimpinan, sebenarnya apa perbedaan mendasar kedua
istilah itu? Dua kata itu, manajemen dan kepemimpinan sangat sering kita dengar.
Kadang kata itu sering kita persamakan artinya. Ketika kita melihat perusahaan yang
sangat berkembang kita sering mengatakan, “manajemen di sana baik.” Kadang kita
berkata, namun kata manajemen begitu melanda dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika anda ingin mengkritik sebuah universitas yang prestasinya buruk, anda
mengatakan "manajemen universitas itu tidak cakap." Ketika anda bicara pengelolaan
pajak yang amburadul, anda mengatakan, "manajemen pajak di negeri kita payah." Saat
ini kita memang hidup penuh dengan berondongan istilah yang macam-macam, yang
semuanya terkait dengan manajemen.. Benchmarking, balance score card,
intrapreneuring, empowerment, business process reengineering, dan istilah-istilah
aneh-aneh (tapi pasti Inggris) begitu melanda organisasi kita.Celakanya, kita sering
begitu “gagah” menggunakan kata-kata asing itu. Daripada bilang pemberdayaan, kita
lebih mantap bicara empowerment. Daripada bicara hubungan pelanggan yang akrab,
kita katakan customer intimacy, atau malah sekadar customer relationship.
Namun ada fenomena menarik, walau kita sering mengucapkan berbagai istilah
manajemen, kita malah sering tidak tahu arti persis dari kata-kata itu. Seringkali pula
istilah manajemen itu kita dengar dari orang lain, karena terasa gagah, kata itu
kemudian menjadi “kosa kata” kita sehari-hari tanpa kita pernah tahu dari literatur
mana sumber istilah manajemen itu.Ketika kita makin berakrab-akrab dengan berbagai
istilah itu, agar “membumi” kita ganti istilah itu menjadi bahasa Indonesia.
B. TUJUAN
Membahas tentang
 Seorang pemimpin yang sesuai dengan karaktenya
 Pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong
perubahan dalam organisasinya
 Memahami tentang Manajemen
 Mengetahui bagian-bagian Manajemen dan kepemimpinan

C. MASALAH
Makalah ini membahas tentang
 Bagaimanakah kepemimpinan itu
 Apa saja Ruang lingkup kepemimpinan
 Bagaimanakah sebenarnya mengidentifikasi manajemen
 Apakah makna dari manajemen.
 Bagaimana mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna

D. BATASAN MASALAH
Makalah ini hanya membahas tentang manajemen dan kepemimpinan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen
Pengguna bahasa Inggris biasa menggunakan istilah "management" atau "the
managment" sebagai kata kolektif mendeskripsikan organisasi, sebagai contoh ialah
korporasi. Bidang pelajaran manajemen berkembang dari kondisi ekonomi di abad ke-
19. Pelaku Ekonomi klasik seperti Adam Smith dan John Stuart Mill memberikan teori
alokasi sumber daya, produksi dan penetapan harga. Pada saat yang hampir bersamaan,
penemu seperti Eli Whitney, James Watt, dan Matthew Boulton mengembangkan
teknik produksi seperti standarisasi, prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya,
penukaran bahan, dan perencanaan kerja.
Pada pertengahan abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M. Laughlin dan
lain-lain memperkenalkan elemen manusia dengan teori pelatihan, motivasi, struktur
organisasi dan kontrol pengembangan pekerja. Pada akhir abad 19, Pelaku ekonomi
marginal Alfred Marshall dan Leon Walras dan lainnya memperkenalkan lapisan baru
yang kompleks ke teori manajemen. Pada 1900an manajer mencoba mengganti teori
mereka secara keseleruhan berdasarkan sains. Seperti Henry Fayol dan Alexander
Church menjelaskan beberapa cabang dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.
Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan:
"Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini
muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan
penelitian tentang organisasi.
H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C Fry memperkenalkan teknik statistika
ke dalam manajemen. Pada tahun 1940an, Patrick Blackett mengkombinasikan teori
statistika dengan teori mikroekonomi dan lahirlah ilmu riset operasi. Riset operasi,
sering dikenal dengan "Sains Manajemen", mencoba pendekatan sains untuk
menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi.
William Stewart, (Carter-Scott, 1994) seorang alumnus the Naval Academy
yang merupakan veteran perang Vietnam ikut berpendapat tentang manajemen dengan
mengatakan, “Ada perbedaan keahlian yang dituntut di dunia militer. Ketika keadaan
damai, misalnya, anda akan sukses jika anda tahu bagaimana menerapkan manajemen.
Namun ketika perang, anda hanya akan sukses jika anda mampu memimpin.
Keahlian manajemen anda yang efektif, tidak terlalu bisa anda terapkan dalam
perang. Yang diperlukan adalah kemampuan memimpin.” Sekarang ini Steward sudah
menjadi pengacara yang sukses di Amerika Serikat. Ketika anda belajar manajemen,
anda selalu teringat oleh Henry Fayol. Ia, di tahun 1916 memperkenalkan konsep
manajemen yang berupa merencanakan, mengorganisasikan, memerintahkan, dan
mengawasi. Ketika ada orang bertanya kepadanya, apa tugas dari seorang dirut?
POSDCORB jawabnya. Itu adalah kepanjangan dari planning, organizing, staffing,
directing, coordinating, reporting dan budgeting. Ia mengemukakan istilah itu di tahun
1930. Akronim manajemen itu ringkas dan mudah diingat.
B. Kepemimpinan
Dalam perkembangan pemikiran saat ini, kepemimpinan dipahami dengan cara yang
sangat berbeda. Ada beberapa perspektif yang berkaitan dengan pemahaman tentang
kepemimpinan.
1. Berkaitan dengan orang-orang.
Sebenarnya kepemimpinan tidak hanya berkaitan dengan mengatur kegiatan menjadi
tepat waktu, hasil dari sebuah kegiatan maksimal, tapi gersang akan ketelibatan dan
kepedulian masyarakat setempat. Yang mendasar dari sebuah kepemimpinan adalah
seni untuk merapatkan barisan dan menjadikan setiap komponen produktif dengan
menumbuhkan motivasi setiap individu yang bergabung dan terlibat dalam kegiatan.
Memiliki semangat untuk menjalankan aktivitas, menemukan kebahagian di dalamnya
sekaligus menyumbang untuk keseluruhan, membantu orang-orang untuk bertanggung
jawab dengan pekerjaanya, serta menemukan makna dari sebuah kegiatan.
2. Berkaitan dengan motivasi internal.
Kepemimpinan tidak ditentukan oleh perintah atau kontrol dari luar diri kita, melainkan
ditentukan oleh motivasi dari dalam diri yang sungguh-sunguh memberikan dorongan
dan kekuatan yang besar. Ketika motivasi yang lebih internal dan mendalam itu
memimpin setiap diri anggota BKM saat menjalankan amanah, dengan sendirinya
kepuasan dan produktivitas akan tumbuh sebagaimana daun dan bunga, yang
selanjutnya menjadi buah pada tanaman dan bertumbuh mengikuti daya hidup yang
menjalar dari kedalaman akar.
3. Berkaitan dengan meraih kesempurnaan dan menerima kekurangan.
Di antara kita tidak satupun yang sempurna. Kita semua memiliki keinginan untuk
meraih keberhasilan, mencapai mewujudkan visi kita, namun lebih sering kita
mengalami kegagalan. Itulah yang secara riil dialami banyak orang. Oleh karena itu,
BKM sebagai lembaga yang punya kepemimpinan kolektif harus berani membuka
semua kegagalan dan permasalahan dalam merealisasikan kegiatan dalam rapat-rapat
reguler BKM. Hanya dengan keberanian menerima kegagalan untuk bangkit dan
memulai lagi ketika keberhasilan belum tercapai, sebuah keberhasilan program dalam
merealisasikan visi akan diraih.
4. Berkaitan dengan kepercayaan diri.
Agar secara sadar dapat memilih untuk berubah, dibutuhkan keyakinan bahwa segala
sesuatu dapat berubah ke arah yang lebih baik. Kita memang berada dalam waktu yang
tidak menjamin kepastian. Banyak orang yang merasa takut untuk memegang amanah,
mengekspresikan diri dan mengemukakan pandangan-pandangan diri. Untuk dapat
yakin pada diri sendiri membutuhkan kerja keras untuk membangun keyakinan diri.
Tanpa keyakinan diri, kita tidak akan mampu mengambil pilihan, melakukan hal yang
berbeda dengan orang lain, malah lebih memilih menunggu perintah. Hanya BKM yang
percaya diri dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
5. Berkaitan dengan menciptakan harapan
Yang disebut pemimpin adalah mereka yang dapat mengawal perubahan dari diri
orang lain, bahkan pada saat-saat tersulit. Pemimpin seperti ini akan mampu
menemukan cara untuk menumbuhkan harapan, memberikan inspirasi,
menunjukkan perhatian dan kepedulian, serta membantu menemukan kembali
dasar rasa kepercayaan diri dari masyarakat yang mulai hilang. Selain kelima hal
di atas, tak kalah penting adalah visi sebagai dasar kepemimpinan kolektif BKM.
Karena, tanpa visi yang disepakati dan menginternalisasi dalam setiap individu
yang bergabung dalam BKM, mustahil keberhasilan program akan tercapai, sebab
mereka belum sepakat tentang masa depan yang diinginkan. Apalagi jika tema
sentral visi BKM jelas tentang penanggulangan kemiskinan.
Bertitik tolak dari pemikiran membangun kebiasaan yang produktif secara
terus menerus untuk meningkatkan penguasaan ilmu, keterampilan dan niat sebagai
alat untuk membangun wawasan dan imajinasi sehingga ia mampu menggerakkan
kekuatan berpikir untuk mewujudkan “kekuatan kepemimpinan” dalam bentuk
menggelorakan jiwa besar kepemimpinan kedalam : Apa yang anda pikirkan ; Apa
arti keberadaan anda : Apa arti kekuatan satu pemikiran dalam kebersamaan visi
anda ; Apa arti menempa watak keteladanan anda ; Apa arti mental yang sehat
dalam kepribadian anda.
Jadi dengan penguasaan prinsip-prinsip kepemimpinan yang kita sebutkan
diatas, diharapkan dapat menjadi dorongan kesiapan diri kedalam kebesaran jiwa
kepemmpinan, anda akan menjawab bagaimana sebaiknya anda berperan dalam
mewujudkan kekuatan pikiran anda mempengaruhi orang-orang yang ada
disekelilingmu dengan membuat satu pertanyaan yang tidak mudah dijawab yaitu
: Apakah saya berperan untuk mengembangkan calon Pemimpin ? ; Mengapa anda
harus melahirkan pemimpin ? ; Dimana keberadaan potensi itu ada menurut
pemimpin ? ; Kapan calon mengetahui bahwa ia dipersiapkan oleh pemimpin ? ;
Bagaimana melaksanakan peran tersebut oleh pemimpin ?
BAB III
MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN

A. PROSES MANAJEMEN
Proses manajemen {utama|Proses manajemen}} Fungsi
manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan
melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh
manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan
Planning Kegiatan seorang manajer adalah menyusun rencana.
Menyusun rencana berarti memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber yang dimiliki. Agar dapat membuat rencana secara teratur dan
logis, sebelumnya harus ada keputusan terlebih dahulu sebagai petunjuk
langkah-langkah selanjutnya.
Organizing Berarti menciptakan suatu struktur organisasi dengan
bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan
antarbagian-bagian satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka
dengan keseluruhan struktur tersebut.
Pengorganisasian Bertujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi
kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Selain itu, mempermudah manajer
dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan
untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.
Actuating Adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan
perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating
artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan
sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan
adalah kepemimpinan (leadership).Controlling Adalah proses pengawasan
performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut
untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan,
kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besaran
mengevaluasinya

B. SARANA
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat
sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil
yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money,
materials, machines, method, dan markets.
I. Man (SDM)
Dalam manajemen, faktor adalah yang paling menentukan. Manusia
yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk
mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada
dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen
timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai
tujuan.
II. Money (Uang)
Yaitu salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan
alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat
diukur dari jumlah uang yang beredar dalam. Oleh karena itu uang
merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala
sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan
dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga
kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang
akan dicapai dari suatu organisasi.
III. Materials (Bahan)
Materi terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi.
Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia
yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-
materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat
dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.
IV. Machine (Mesin)
Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan
akan membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih
besar serta menciptakan efesiensi kerja.
V. Methods (Metode)
Dalam pelaksanaan diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara
kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode
daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas
dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada
sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta
uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan
orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai
pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian,
peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
VI. Market (Pasar)
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila
barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan
berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu,
penguasaan dalam arti menyebarkan merupakan faktor menentukan
dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga
barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli
(kemampuan) konsumen.
VII. Etika manajerial
Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam
pekerjaan mereka. Ricky W. Griffin dalam bukunya yang berjudul
Business mengklasifikasikan etika manajerial ke dalam tiga kategori:
1. Perilaku terhadap karyawan
Kategori ini meliputi aspek perekrutan, pemecatan, kondisi upah dan
kerja, serta privasi dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan
bahwa keputusan perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya
pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Perilaku yang secara
umum dianggap tidak etis dalam kategori ini misalnya mengurangi upah
pekerja karena tahu pekerja itu tidak bisa mengeluh lantaran takut
kehilangan pekerjaannya.
2. Perilaku terhadap organisasi
Permasalahan etika juga terjadi dalam hubungan pekerja dengan
organisasinya. masalah yang terjadi terutama menyangkut tentang
kejujuran, konflik kepentingan, dan kerahasiaan. Masalah kejujuran yang
sering terjadi di antaranya menggelembungkan anggaran atau mencuri
barang milik perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang
individu melakukan tindakan untuk menguntungkan diri sendiri, namun
merugikan atasannya. Misalnya, menerima suap Sementara itu, masalah
pelanggaran etika yang berhubungan dengan kerahasiaan di antaranya
menjual atau membocorkan rahasia perusahaan kepada pihak lain.
3. Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya
Seorang manajer juga harus menjelaskan etika ketika berhubungan dengan
agen-agen ekonomi lain seperti pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok,
distributor, dan serikat buruh.
C. PRINSIP DASAR MANAJEMEN
Berdasarkan studi literatur yang saya lakukan terhadap sejumlah buku,
artikel, makalah, dan sumber-sumber literatur lainnya, maka manajemen
kinerja yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti
kaidah-kaidah berikut ini.
Terdapat suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang
terukur secara kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya.
Tentu saja ukuran ini harus menjawab berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika pada organisasi bisnis atau
komersial, maka indikator kinerjanya adalah berbagai aspek finansial
seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu indikator pemasaran seperti
jumlah pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan pada organisasi
pemerintahan seperti POLRI, maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk
pelayanan kepada masyarakat. Semuanya harus terukur secara kuantitatif
dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti pada saat
evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target atau
belum. Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School
mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak
dapat kita ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu penting.
Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja, biasanya tidak bisa
diharapkan mampu mencapai kinerja yang memuaskan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders). Semua ukuran kinerja tersebut biasanya
dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan
bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance
contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai
apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum.
Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan
mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran pancapaiannya
maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu
dicantumkan dalam kontrak kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai
(lag) serta program kerja untuk mencapainya (lead).
Mengapa keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi nanti
berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata,
melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum
mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah
melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja
atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun
sasaran akhir belum tercapai. Ini juga bisa menjadi basis untuk perbaikan
di masa yang akan datang (continuous improvements).
Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi
untuk dikerjakan bersama, yaitu :
 Perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja, lengkap
dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan, lalu
 Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana
yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan
baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan terakhir
 Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai
dengan rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus
serba kuantitatif.
Adanya suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif
dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial,
melainkan juga dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan
pendidikan, dan sebagainya. Reward dan punishment diberikan setelah
melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang
telah direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance
appraisal atau penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan
punishment diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena
dalam banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.
Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian
kinerja yang relatif obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak.
Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana
penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa,
serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif,
tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap subyektif itu menjadi
sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata berpikir bersama
jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat
yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun banyak
kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang
menggunakannya di berbagai organisasi.
Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah
kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan
seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan
empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam
organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan
adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi,
lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang
muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada
kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada
situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan
bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.
Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya
organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan
kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja,
rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi.
Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut
setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi,
kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik terhadap
pekerjaan.
Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka
kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan
organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu
diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.

D. PRINSIP DASAR MANAJEMEN KINERJA


Berdasarkan studi literatur yang saya lakukan terhadap sejumlah buku,
artikel, makalah, dan sumber-sumber literatur lainnya, maka manajemen
kinerja yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti
kaidah-kaidah berikut ini.
Terdapat suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang
terukur secara kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya.
Tentu saja ukuran ini harus menjawab berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika pada organisasi bisnis atau
komersial, maka indikator kinerjanya adalah berbagai aspek finansial
seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu indikator pemasaran seperti
jumlah pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan pada organisasi
pemerintahan seperti POLRI, maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk
pelayanan kepada masyarakat.
Semuanya harus terukur secara kuantitatif dan dimengerti oleh
berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti pada saat evaluasi kita bisa
mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target atau belum. Michael
Porter, seorang profesor dari Harvard Business School mengungkapkan
bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur.
Jadi, ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang tidak memiliki indikator
kinerja, biasanya tidak bisa diharapkan mampu mencapai kinerja yang
memuaskan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu
bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut
sebagai kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya kontrak
kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai
kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu
kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang
ingin dicapai, baik sasaran pancapaiannya maupun jangka waktu
pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak
kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja
untuk mencapainya (lead).
Mengapa keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi nanti
berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata,
melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum
mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah
melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja
atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun
sasaran akhir belum tercapai. Ini juga bisa menjadi basis untuk perbaikan
di masa yang akan datang (continuous improvements).
Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan
dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu
 perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja, lengkap
dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan, lalu
 pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana
yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya
perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan
terakhir
 evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai
dengan rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus
serba kuantitatif.
Adanya suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif
dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial,
melainkan juga dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan
pendidikan, dan sebagainya. Reward dan punishment diberikan setelah
melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja
yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance
appraisal atau penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan
punishment diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena
dalam banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.
Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian
kinerja yang relatif obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak.
Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana
penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa,
serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif,
tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap subyektif itu menjadi
sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata berpikir bersama
jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat
yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun banyak
kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang
menggunakannya di berbagai organisasi.
Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah
kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan
seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan
empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam
organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan
adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi,
lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang
muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada
kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada
situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan
bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.
Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya
organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan
kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja,
rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi.
Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut
setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi,
kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik terhadap
pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka
kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan
organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu
diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.

E. KEPEMIMPINAN
Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen
akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat
dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah
seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan
mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa
menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang
yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-
sama .
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang
lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu
mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang
kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan
dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang
dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan
oleh orang yang memimpinnya.
Motivasi orang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi
ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada
faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku
tertentu. Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang
motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari
dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri
untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya.
Kepemimpinan yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu
dapat memotivasi anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan
perbaikan-perbaikan mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal
harus memberi perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan.
Kalau setiap melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah
pimpinan, dan kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan
dengan baik, maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit
diwujudkan. Oleh karena itu MMT mengajarkan agar kepemimpinan itu
selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu
ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi
intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam
perguruan tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya
masing-ma-sing secara individual maupun bersama-sama sebagai
kelompok ataupun sebagai organisasi.

Anda mungkin juga menyukai