Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Goiter atau struma atau secara awam dikenal dengan istilah gondok merupakan
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat berkaitan dengan gangguan primer pada organ tiroid
ataupun akibat stimulasi hormonal atau faktor lain terhadap tiroid (Kondo dalam
Armerinayanti, 2016) Struma nodular nontoksik merupakan gangguan yang sangat sering
dijumpai dan menyerang 16% perempuan dan 4% laki- laki yang berusia antar 20 – 60
tahun seperti yang telah dibuktikan dalam suat penyelidikan di Techumseh, suatu
komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala- gejala lain kecuali gangguan kosmetik,
tetapi kadang- kadng timbul beberapa komplikasi. Tiroid mungkin membesar secara difus
dan atau bernodula (Prince & Wilson, 2013).
Berdasarkan ukuran kelenjar tiroid, definisi Goiter Sebagai Faktor Predisposisi
Karsinoma Tiroid goiter ditetapkan pada individu dengan berat kelenjar tiroid melebihi 18
mL pada perempuan atau melebihi 25 mL pada lakilaki.(Fuhrer dalam Armerinayanti,
2016) Sekitar 27% dari keseluruhan pasien goiter di dunia berada di Negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari registrasi kasus di instalasi
Patologi RSUP Sanglah pada tahun 2014, sekitar 30% karsinoma tiroid berkembang dari
goiter. Hal ini menunjukkan bahwa goiter merupakan faktor predisposisi terjadinya
karsinoma tiroid dan bahkan kemungkinan dapat mempengaruhi perangai biologis
karsinoma tiroid (Kondo & Furher dalam Armerinayanti, 2016).
Kasus goiter baik endemik maupun non endemik (sporadik) diyakini merupakan
prekursor perkembangan kanker tiroid. Prevalensi goiter di seluruh dunia pada populasi
umum sekitar 4-7%, dan insiden keganasan terjadi pada 10% kasus tiroid goiter.
Dilaporkan bahwa insiden karsinoma tiroid tercatat meningkat pada daerah goiter endemik
seperti Kolumbia dan Austria serta daerah non endemik seperti Jerman. Peningkatan
insiden karsinoma tiroid terkait goiter juga menjadi permasalahan di negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia. WHO mencatat sekitar 655 juta jiwa di dunia mengalami goiter dan
27% diantaranya berada di Asia Tenggara (Smet & Kieserbaum dalam Armerinayanti,
2016).
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Konsep teori tentang Struma Nodular Non Toksik
2. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Struma
Nodular Non Toksik
BAB II
TIJAUAN TEORITIS

A. Definisi Struma
Merupakan pembesaran kelenjar tyroid yang bukan disebabkan olaeh inflamasi
atau neoplasma dan umumnya digolongkan sebagai kelainan yang bersifat endemik atau
sporadik (Kowalak, 2013).
Goiter atau struma atau secara awam dikenal dengan istilah gondok merupakan
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat berkaitan dengan gangguan primer pada organ tiroid
ataupun akibat stimulasi hormonal atau faktor lain terhadap tiroid (Kondo dalam
Armerinayanti, 2016). Berdasarkan ukuran kelenjar tiroid, definisi Goiter Sebagai Faktor
Predisposisi Karsinoma Tiroid goiter ditetapkan pada individu dengan berat kelenjar tiroid
melebihi 18 mL pada perempuan atau melebihi 25 mL pada lakilaki.(Fuhrer dalam
Armerinayanti, 2016).
B. Anatomi Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid memiliki dua buah lobus yang satu dan yang lainnya dihubungkan
oleh istmus yang tipis dibawah kartilago di leher. Secara embriologis kelenjar tiroid berasal
dari evaginasi epitel faring yang membawa pula sel- sel dari kantung faring lateral.
Evaginasi ini berjalan kebawah dari pangkal lidah menuju leher hingga mencapai letak
anatomiknya yang terakhir. Sepanjang perjalanan kebawah ini sebagian jaringan tiroid
dapat tertinggal, membentuk kista tiroglosus, nodula atau lobus parietalis tiroid.
Tiroid merupakan kelenjar endokrin terbesar pada orang dewasa, normalnya
memiliki berat sekitar 20 gram. Dimensi masing-masing lobus bervariasi dengan panjang
sekitar 4-7 cm, lebar 2,5 cm dan ketebalan sekitar 1,75 cm. kelenjar tiroid terdiri dari
nodula nodula yang tersusun dari folikel- folikel kecil yang dipisahkan satu dengan yang
lainnya oleh jaringan ikat . folikel tiroid dibatasi leh epitel kubus dan lumennya terisi oleh
koloid. Sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormone tiroid dan mengaktifkan
pelepasannya kedalam sirkulasi. Zat koloid triglobulin, merupakan tempat hormok tiroid
di sintesis dan pada akhirnya disimpan. Dua hormone tiroid utama yang diproduksi oleh
folikel- folikel adalah tiroksin dan triyodotironin. Sel penyekresi lain adalah sel C atau sel
parafolikular yang berasal dari badan ultimobrankial embriologis dan menyekresi
kalsitonin, suatu hormon yang ikut berperan dalam pengaturan homeostatis kalsium.
Hormon folikel tiroid berasal dari iodinisasi residu tirosil dalam tiroglobulin.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triyodotironin (T3) mengandung tiga
atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebi banyak dibandingkan dengan T3, tetapi
apabila dibandingka milgram per milligram, T3 merupakan hormone yang lebih aktif
dibandingkan T4.
Ambilan metabolisme iodium, iodium merupakan hasil esensial bagi tiroid untuk
sintesis hormon tiroid. Pada kenyataannya, iodium dalam tubuh paling banyak digunakan
oleh kelenjar tiroid dan gangguan utama akibat defisiensi iodium adalah perubahan fungsi
tiroid iodida dikonsumsi dari makanan dan diserap kedalam darah di dalam traktur gastro
interstinal. Kelenjar tiroid bekerja sangan efisien dalam mengambil iodium dalam darah
dan kemudian memetakannya dalam sel-sel dari kelenjar tersebut. Disana ion-ion iodida
akan diubah menjadi molekul iodium yang akan bereaksi dengan tiroksin (suatu asam
amino) untuk membantuk hormon tiroid.
Pengaturan fungsi tiroid, sekresi tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) oleh kelenjar hipofisis akan mengendalikan kecepatan pelepasan hormon tiroid.
Selanjutnya, pelepasan TSH ditentukan oleh kadar hormon tiroid dalam darah jika
konsentrasi hormon tiroid dalam darah menurun, pelepasan TSH meningkat sehingga
terjadi peninggakatan keluaran T3 dan T4. Keadaan ini merupakan suatu contoh
pengendalian umpan balik (Feedback Control) hormon pelepas tirotropin (TRH;
Thyrotropin Releasin Hormone) yang disekresikan oleh hipotalamus memberikan
pengaruh yang mengatur pelepasan TSH dari hipofisi. Faktor-faktor lingkungan seperti
penurunan suhu tubuh dapat meningkatkan sekresi TRH dan demikian meningkatkan
sekresi hormon tiroid.
Fungsi hormon tiroid, fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 mengendalikan
aktivitas metabolik seluler kedua hormon ini bekerja sebgai alat pacu umum dengan
mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme sering
ditimbulkan oleh peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut berperan dalam
konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat responsif jaringan terhadap hormon yang lain.
Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak.
Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang ade kuat juga diperlukan untuk pertumbuhan
normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler hormon tiroid
mempengaruhi setiap sistem organ yang penting.
Kalsitonin atau tirokalsitonin merupakan hormon penting lainnya yang
disekresikan oleh kelenjar tiroid. Sekresi kalsitonin tidak dikendalikan oleh TSH. Hormon
ini disekresikan oleh kelenjar tiroid sebagai respon terhadap kalsium plasma yang tinggi
dan kalsitonin akan menurunkan kadar kasium plasma dengan meningkatkan jumlah
pengumpulan kalsium dalam tulang.

C. Klasifikasi Struma Berdasarkan Fisiologi


1. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara
berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
2. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme
mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar,
rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan
bicara.
3. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan.29 Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah
yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan
tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin,
sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan
atrofi otot.
D. Klasifikasi Struma Berdasarkan Klinis
1. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara
klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (Tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave (Gondok eksoftalmik/exophtalmic), bentuk tiroktosikosis
yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama
berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai
hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan
mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa
khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma
dan dapat meninggal.
2. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh
kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat
kimia.
Pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut
struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan
penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun
sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia)
atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan
di dalam nodul.

E. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukam hormon tiroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tiroid antara lain :
1. Defisiensi Iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat didaerah yang kondisi air
minum dan tanah kurang mengandung iodium.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid.
a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia : seperti substansi dalam kol, lobak, kacang
kedelai.
b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan : propylthiouraci, lithium,
phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium secara
berlebih.
c. Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan salah
satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus anak-anak yang sebelumnya
mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis berat serta
operasi di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui. Bagi individu yang terkena
radiasi eksternal dala usia anak-anak terdapat peningkatan insiden kanker tiroid dalam 5
hingga 40 tahun sesudah penyinaran tersebut.
F. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserp usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar iodium dioksida
menjadi bentuk yang aktif yang di stimulus oleh tiroid stimulating hormon kemudian
didatukan menjadi molekul tirokin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyaawa yang
terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin
(T3). Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotrophypofisis, tyrodotironin
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi
sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan
melalui rangsangan umpan balik negaif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
Etiologi no toksik antara lain adalah defisiensi iodium atau gangguan kimia intra
tiroid yang disebabkan oleh berbagai faktor. Akibat gangguan ini kapasisitas kelenjar tiroid
untuk menyekresi tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan kadar TSH dan
hiperplasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid sering bersifat
eksaserbasi dan remisi, disertasi hipervolusi dan involusi pada bagian-bagian kelenjar
tiroid. Hiperplasia bergantian dengan fibrosis, dan dapat timbul nodula-nodula yang
mengandung folikel-folikel tiroid. Secara klinis memperlihatkan penonjolan disepertiga
bagian bawah leher. Goiter yang besar dapat menimbulkan masalah kompresi mekanik
disertai pergeseran letak esofagus dan gejala-gejala obstruksi.
G. Manifestasi Klinis
Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-
kadang timbul komplikasi-komplikasi. Tiroid mungkin membesar secara diffus dan atau
bernodula.
1. Gangguan menelan
2. Jantung berdebar
3. Gelisah
4. Berkeringat
5. Tidak tahan cuaca dingin
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsi
2. USG
3. MRI
4. Pemindai CT
5. Pemindai tiroid
6. Pemeriksaan ambilan iodium radioaktif
7. Tes supresi tiroid
I. Penatalaksanaan
Terapi goiter antara lai dengan penekanan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan
yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid
disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk goiter yang besar untuk
menghilangkan gangguan mekanis kosmetis yang diakibatkannya.
Tiroidektomi parsial atau total dapat dilakukan sebagai terapi primer terhadap
karsinoma tiroid, hipertiroidisme, atau hiperparatiroidisme. Tipe dan luas operasi
bergantung pada hasil diagnosis, tujuan pembedahan serta prognosis.
a. Penatalaksanaan prabedah
Farmakoterapi. Sebelum dilakukan pembedahan untuk penanganan
hipertiroidisme, pasien ditangani dahulu dengan terapi yang tepat untuk mengembalikan
kadar hormon tiroid serta angka metabolik pada keadaan normal, dan untuk mengurangi
resiko timbulnya krisis tiroktoksik serta perdarahan selama periode pascaoperatif. Obat-
obat yang dapat memperpanjang waktu waktu pembekuan. (misalnya, aspirin) harus
dihentikan beberapa minggu sebelum pembedahan untuk mengurangi resiko pendarahan
pascaoperatif.
Pegurangan ansietas. Salah satu pendekatan yang penting dalam periode praoperatif
adalah mendapatkan kepercayaan dari pasien dan mengurangi kecemasannya.
Lingkungan rumah pasien sering tampak tegang akibat kegaduhan, iritabilitas dan
kegelisahan pasien yang terjadi akibat hipertiroidisme. Pasien harus dilindungi terhadap
ketegangan dan stress tersebut agar terhindar dari krisis tiroktoksik. Apabila terdapat bukti
meningkatnya stress ketika keluarga dan teman menjenguk, maka hak pasien untuk
dikunjungi tamu dalam periode praoperatif perlu dibatasi. Beberapa terpai tertentu
dianjurkan jika dapat membuat pasien tengang dan rikeks.
Dukungan nutrisi. Asupan gizi dimodifikasi agar mencangkup makanan sumnber
karbohidrat dan protein yang memadai. Asupan klori yang tinggi setiap hari diperlukan
akibat peningkatan metabolik dan penuruna simpanan glikogen. Suplemen vitamin,
khususnya tyamin dan asam askorbat, dapat diberikan. Teh, kopi, kokakola dan minuman
perangsang lain harus dihindaro.
Persiapan praoperatif. Jikapemeriksaan diagnostik dilakukan sebelum
pembedahan, pasien perlu diberi tahu tentang tujuan pemeriksaan tersebut dan persiapan
praoperatif yang diberikan akan dapat mengurangi kecemasan. Disamping itu, berbagai
upaya khusus diperlukan untuk menjamin istirahat yang baik pada malam harinya sebelum
pembedahan meskipun banyak pasien masuk rumah sakit pada hari pembedahan.
Pendidikan pasien pelajaran yang harus diberikan sebelum pembedahan
mencangkup memperlihatkan cara menyangga leher dengan kedua belah tangan untuk
mengurangi tarikan pada luka insisi sesudah pembedahan; yaitu dengan mengangkat siku
dan meletakan kedua belah tangan di belakang leher sehingga memberikan efek
menyangga dan mengurangi tarikan serta regangan pada otot-otot leher dan luka insisi.
b. Penatalaksanaan Pasca operatif
Pasien dipindahkan dan dibalikan dengan hati-hati untuk menyangga kepala serta
menghindari regangan pada jahitan luka. Posisi yang paling nyaman bagi pasien adalah
posisi semi fowler dengan kepala dtinggikan dan disanggah dengan bantal. Analgesik
diberikan seperti yang diresepkan untuk nmengurangi rasa nyeri . pasien dapat diberikan
oksigen untuk memudahkan pernafasan. Perawat harus mengantisipasi kehawatiran pasien
dan memberitahukan bahwa pemberian oksigen akan membantu pernafasan serta
memberikan kelembaban.
Cairan infus diberikan selama periode pasca operatif; air dapat diberikan lewat
mulut setelah keluhan mual berkurang. Biasanya terdapat sedikit kesulitan untuk menelan;
cairan dingin dan es lebih mudah diminum dibandingkan cairan lainnya pasien sering lebih
menyukai makanan lunak daripada makanan cair dalam periode pasca operatif.
Kasa penutup luka bedah harus dikaji secara periodik dan dikuatkan kembali
pemasangannya jika diperlukan. Apabila pasien berada dalam posisi berbaring bagian
samping dan posterior leher serta kasa di sebelah anterior leher hars di observasi untuk
mendeteksi pendarahan dia samping memeantau denyut nadi dan tekanan darah untuk
menemukan setiap indikasi perdarahan internal, kita harus waspada pula terhadap berbagai
keluhan seperti sensai tekanan atau rasa penuh pada tempat insisi. Gejala semacam iti dapat
menunjukan perdarahan serta pembentukan hematom subkutan dan harus dilaporkan.
Kesulitan pada area pernafasan terjadi akibat edema glotis, pembentukan
hematome atau cedera pada saraf laringeus kambuhan. Komplikasi ini menyebabkan
diperlukannya tindakan untuk dipertahankan saluran nafas. Karena itu, perlengkapn untuk
tracheostomi harus selalu tersedia disamping tempat tidur pasien, dan dokter bedah
dipanggil begitupu terhadap petunjuk pertama adanya distress pernafasan.
Anjurkan kepada pasien untuk tidak terlalu banyak mengeluarkan suara; namun,
pada saat pasien berbicara, setiap perubahan pada suara harus dicatat karena dapat
menunjukan adanya cedera pada saraf laringeus kambuh yang terletak tepat dibelakang
tiroid dan disebelah trakea.
Meja kecil yang dapat diletakan diatas tempat tidur dapat memudahkan pasien
untuk mengambil barang-barang yang sering diperlukan seperti kertas tissue, wadah air
serta gelas, dan tempat ludah atau muntahan. Semua barang-barang ini harus diletakan pada
tempat yang mudah terjangkau agar pasien tidak perlu memutar kepala untuk mencarinya.
Pasien biasanya diperbolehkan turun dari tempat tidur sesegera mungkin dan
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mudah dimakan. Jahitan operasi atau skin
slips biasanya diangkat pada hari ke dua. Pasien dapat dipulangkan kerumah pada hari
pembedahan atau segera sesudahnya jika perjalanan pasca operatif berlangsung tanpa
komplikasi.
Komplikasi, perdarahan, pembentukan hematome, udem, glotis dan cedera pada
saraf laringeus rekuren merupakan komplikasi yang sudah dibahas sebelumnya kadang-
kadang pada pembedahan tiroid, kelenjar paratiroid dapat mengalami cedera atau terangkat
sehingga timbul gangguan metabolisme kalsium tubuh. Dengan menurunnya kadar
kalsium tubuh akan terjadi hiperiritabilitas saraf yang disertai spasme tangan serta kaki dan
twitcing (kedutan otot). Kelompok gejala ini disebut tetanus, dan penampakannya harus
segera dilaporkan karena laringeus spasme dapat terjadi yang akan menyumbat saluran
pernafasan pasien meskipun komplikasi ini jarang dijumpai. Tetanus jenis ini biasanya
diatasi dengan menyuntikan kalsium glukonas intravena. Kelainan kalsium terjadi untuk
sementara waktu sesudah tiroidektomi.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah ; keharusan untuk
istirahat, relaksasi dan nutrisi dijelaskan kepada pasien dan keluarga. Informasi yang
spesifik mengenai kunjungan tindakan lanjut kedokter atau klinik harus disampaikan
karena hal ini penting untuk memantau keadaan tiroid pasien.
Pasien mungkin sudah diperolehkan pulang pada malam hari sesudah pagi harinya
menjalani pembedahan atau setelah satu atau dua hari pasca operatif. Dengan demikian,
pasien dan keluarga harus sudah mengetahui tanda-tanda serta gejala komplikasi yang
dapat terjadi, yang harus dilaporkan.
Jika dperluka, pasien dapat dirujuk kebagian perawatan dirumah. Kunjungan oleh
perawat dari bagian ini akan memudahkan pengkajian terhadap kesembuhna pasien setelah
pembedahan. Disamping itu, luka bekas insisi dapat diperiksa dan pasien dianjurkan untuk
melakukan aktivitas yang tidak banyak menimbulkan regangan pada luka insisi serta
jahitannya. Tanggung jawab keluarga dan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan
rumah yang dapat membawa ketegangan mental sering terlibat sebagai faktor pencetus
terjadinya tiroktoksitosis. Kunjungan rumah akan memberikan kesempatan untuk
mengevaluasi semua faktor ini dan kemungkinan untuk mengubah situasi dilingkungan
sekitar.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Kasus
Pengkajian
1) Biodata
a) Biodata klien
Nama : Tn.J
Umur : 58 Th
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat :Baleendah Rt02/17 Ds. Baleendah Kec. Baleendah
Suku bangsa : Indonesia/Sunda
Tanggal pengkajan : 27-09-2017
Nomor medik : 006014
Diagnosa medis : SNNT Dextra + ASA 2
b) Biodata penanggung jawab
Nama : Ny. Yayu
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan keluarga : Istri
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Klien mengatakan takut dioperasi karena bukan keinginan sendiri
b) Riwayat kesehatan sekarang
Klien terlihat tampak cemas, klien saat ini mengeluh ada benjolan dileher sebelah kanan
diameter 4-5 cm, sejak dari 10 tahun lalu, sehingga klien mengeluh sulit menelan sakit
terasa terganggu.

c) Riwayat kesehatan masa lalu


Pasien mengatakan pernah operasi dibagian abdomen kurang lebih 5 tahun lalu.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dikeluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti
klien.
3) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a. Tingkat kesadaran : Compos mentis GCS 15 (E4 M6 V5).
b. Tinggi Badan : 173 Cm
c. Berat Badan : 70 Kg
BMI :
d. Tanda-tanda Vital :
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 63 x/ menit
- Respirasi : 20 x / menit
- Suhu : 36,5° C
a. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, kulit tampak lembab, turgor kulit kembali dalam ±2 detik.
b. Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret, tidak
ada pembengkakakan sinus, kedua lubang hidung bersih, tidak ada sumbatan, fungsi
penciuman klien baik, respirasi 20x/menit.
c. Sistem Kardiovaskuler
Warna Konjungtiva merah muda, tidak ada peningkatan jpv, CRT < 2detik, palpasi
arteri radialis teraba kuat, TD : 120/80mmHg
d. Sistem Pencernaan
Pada saat inspeksi mulut lembab, bibir lembab, dinding mukosa mulut lembab,
kebersihan mulut lumayan bersih, tercium bau mulut, tonsil ada, uvula ditengah , gigi
terdapat caries, lidah dapat bergerak mendorong, melipat. Fungsi pengecapan baik,
abdomen cembung, terdapat luka operasi. Pada saat auskultasi terdengar bising usus
10x/menit. Saat palpasi tidak ada nyeri tekan.
e. Sistem Persyarafan
Nervus I (Olfaktorius)
Fungsi penciuman klien baik, klien dapat mencium minyak kayu putih
Nervus II (Optikus)
Fungsi penglihatan klien baik, klien dapat membaca name tag perawat dengan jelas
Nervus III, IV, dan V( Okulomotorius, Toclearis, dan Abdusen)
Bentuk pupil bulat, refleks cahaya (+)
Nervus VI (Trigeminus)
Klien dapat merasakan sentuhan alat-alat saat disentuhkan ke kulit
Nervus VII (Facialis)
Klien dapat tersenyum simetris, bisa mengangkat kedua alis dan klien bisa membuka
mulut dengan lebar
Nervus VIII (Vestibulocoklearis)
Pendengaran klien baik, klien dapat mendengar dan menjawab apa pertanyaan perawat
terhadap klien
Nervus IX, X (Glosofaringeus Vagus)
Terdapat uvula ditengah-tengah dan terdapat langit-langit
Nervus XII (Hipoglosus)
Klien dapat menggerakan lidah
f. Sistem Endokrin
Ketika diinspeksi leher tidak simetris, leher sebelah kanan tampak membesar, terba
ada masa, tidak ada lesi.
g. Sitem Perkemihan
Klien mengatakan tidak merasa nyeri pada saat berkemih dan setelah berkemih.
h. Sistem Reproduksi
Klien mengatakan tidak ada masalah pada sistem reproduksinya
i. Sistem Muskuloskeletal
- Ekstremitas atas
Kedua tangan klien simetris, reflek bisep(+) refleks trisep (+)
- Ekstremitas bawah
Kedua kaki klien simetris, reflek patela (+)

4) Pola aktivitas sehari-hari


NO AKTIVITAS Sebelum Sakit SAAT SAKIT
1 Pola Nutrisi Hidrasi
Makan
 Jenis Nasi 2x sehari
3x sehari Nasi
 Frekuensi Nyeri Menelan
 Keluhan
Minum Air Putih 3 gelas
 Jenis  5 gelas Air putih
 Frekuensi
2 Eliminasi
BAB
 Frekuensi 2x sehari
 Warna Kuning Belum BAB
 Konsistensi Padat

 Keluhan Tidak ada

BAK
 Frekuensi  2 Kali  2 kali

 Warna Kuning jernih Kuning jernih

 Keluhan Tidak ada Tidak ada

3 Istirahat dan Tidur


Tidur siang
 Lama ±2 jam 2-3 jam
 Kualitas
 Keluhan Tidak ada

4 Personal Hygine
Mandi
 Frekuensi 2x sehari 2x sehari
 Penggunaan sabun Secukupnya
Gosok gigi
 Frekuensi 2-3x sehari 2x sehari
Berpakaian
 Frekuensi 2-3x sehari
Memotong Kuku
 Frekuensi 1 minggu 1x

5) Aspek Psikososial dan Spiritual


a. Status emosi
Klien terlihat tampak cemas.
b. Gaya Komunikasi
Klien tidak ada masalah dalam berkomunikasi dengan orang lain bahkan dengan perawat pada
saat pengkajian.
c. Konsep Diri
Klien memandang apa yang dideritanya saat ini merupakan cobaan, agar lebih bisa merawat
kesehatannya dan selalu berdo’a untuk kesembuhannya
6) Data Spiritual
Klien mengatakan ikhlas dan sabar atas penyakit yang dideritanya saat ini, yaitu srtuma nodular
non toksik karena penyakitnya ini sudah menjadi cobaan , agama itu penting tentang jalan
hidup pegangan hidup.
7) Program Terapi Medis/ Riwayat Tindakan Medis (Pembedahan )
a. Cefotaxime 3x1
b. Ketorolak 2x1
c. Infus Rl 20gtt
d. Pembedahan

8) Data Penunjang Medis


Hasil pemeriksaan

Nama Test Hasil Nilai Rujukan Satuan

T3 1.0 0.8-2 mg/mL

Ft4 0.8 0.8-1.7 mg/ML

TSHs 1.6 0.3-5 ulu/mL


Nama Test Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 13.5 13.0-18.0 g/dL

Lekosit 9700 3800-10600 sel/uL

Eritrosit 4.24 4.5-6.5 juta/uL

Hematokrit 39.1 40-52 %

Trombosit 261000 150000-440000 sel/uL

KIMIA KLINIK

Fungsi Ginjal

Kreatinin 1.06 0.9-1.15 mg/dL

Gula Darah

Glukosa Darah Sewaktu 82 70-200 mg/d

HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Foto thorak :

Foto asimetris, inspirasi cukup, fraktur ekspos cukup

Medical device tidak ada

Posisi trakea deviasi ke kiri

Cor sedikit membesar (CTR+/-52%)

Pleura, sinuses costophrencius bilateral normal

Diafragma bilateral bentuk dan posisi dalam batas normal

Tampak bayangan opak densitas soft issue di coli kanan yang mendessak ntrakea ke kiri
Hili besar, bentuk posisi normal

Pulmo :

- Tidak tampak infiltrat


- Bronkhovascular marking tidak bertambah

Kesimpulan :

- Massa soft issuedi coli kanan yang mendesak trakea ke kiri


- Kardiomegali ringan
- Tidak tampak TB paru
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Ansietas
a. Klien mengatakan takut
dioperasi karena bukan
keinginan sendiri
b. Klien mengatakan susah tidur
dan sering terbangun
c. Klien mengeluh batuk
berdahak setelah operasi

DO :
a. Klien terlihat gelisah
b. GCS 15 (E=4 M=6 V=5)
c. TTV
TD = 120/80 mmHg
RR = 20 x/mnt
N = 63 x/mnt
S = 36.5ºC
d. Lama tidur malam 2-3 jam
2. DS : Post op Nyeri akut
a. Klien mengeluh nyeri pada
luka post op
Luka operasi
DO :
a. Skala nyeri 5 (0-10) seperti
ditusuk-tusuk, nyeri
bertambah jika bergerak,
berkurang ketika istirahat,
nyeri timbul sesekali.
b. Terdapat luka post operasi
14cm

3. DS : Resiko infeksi
DO : Post op

a. Terdapat luka post operasi


14 cm Luka operasi
b. Terdapat drainase di luka post
operasi
Tingginya organisme patogen yang masuk

Resiko infeksi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH
1. Ansietas b.d kurang informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
2. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (pembedahan tyroidektomi)
3. Resiko infeksi b.d luka operasi

D. Nursing Outcomes Classification

No Diagnosa NOC NIC RASIONAL


1. Ansietas b.d kurang Rencana keperawatan selama a. Gunakan pendekatan a. Dengan cara pendekatan
informasi tentang 1x24 jam diharapkan klien yang tenang dan terapeutik klien akan menjalin
prosedur tindakan tidak merasakan ketakutan meyakinkan trust dengan perawat
pembedahan
atau ketegangan dengan b. Jelaskan semua prosedur b. Penjelasan yang faktual
kriteria hasil : termasuk sensasi yang mengenai prosedur tindakan
akan dirasakan yang klien akan lebih siap dalam
Dipertahankan dengan level mungkin dialami klien menjalani prosedur
sedang 3 ditingkatkan ke selama prosedur
level 5 tidak ada c. Berikan informasi faktual c. Untuk pengetahuan klien
terkait diagnosis, terhadap penyakit yang di
Ket : perawatan, dan prognosis. deritanya saat ini, sehingga
- Skala 1 berat sebagai acuan riwayat penyakit
- Skala 2 cukup berat di masa yang akan datang
- Skala 3 sedang d. Instruksikan klien untuk
- Skala 4 ringan d. Dengan relaksasi nafas dalam
menggunakan teknik
- Skala 5 ttidak ada
relaksasi akan mengaktifkan saraf
parasimpatis, sehingga membuat
kien merasa nyaman dan tenang.
a Nyeri akut b.d agen Rencana keperawatan selama a. Monitor TTV a. untuk mendeteksi adanya
cedera fisik 3x24 jam diharapkan nyeri perubahan sistem tubuh
(pembedahan dapat berkurang dari skala 7 b. Kaji ulang karakteristik b. untuk membantu
tyroidektomi) menjadi 3, dengan kriteria
nyeri (penyebab nyeri, mengevaluasi
hasil :
Dapat dipertahankan pada kualitas nyeri, tempat ketidaknyamanan dan
skala 2 cukup berat bagian nyeri yang keefektifan analgesik
ditingkatkan ke skala 4 dirasakan, skala nyeri,
ringan waktu terjadinya nyeri)
Ket : c. Berikan posisi nyaman c. untuk mengulangi
- Skala 1 berat semi fowler tegangan pada insisi dan
- Skala 2 cukup berat
membantu mengurangi
- Sklala 3 sedang
- Skala 4 ringan nyeri serta mengurangi
- Skala 5 tidak ada d. Ajarkan teknik relaksasi reflek batuk pada pasien
seperti nafas dalam d. untuk membantu
mengarahkan kembali
perhatian paasien untuk
melokalisasi otot-otot
e. Kolaborasi dengan dokter e. untuk mengurangi atau
dalam pemberian mengatasi nyeri dengan
analgesik ; keterolak tindakan farmakologi

3. Resiko infeksi b.d luka Rencana keperawatan selama a. Perawatan luka sayatan a. Untuk mengetahui
operasi 2x24 jam diharapkan tidak Monitor tanda dan gejala terjadinya infeksi pada
terdapat keparahan tanda dan
infeksi sistemik dan lokal luka post operasi
gejala infeksi, dengan kriteria
hasil :
Dipertahankan pada skala 3 b. Ajarkan pasien dan b. Untuk mendapatkan
sedang ditingkatkan ke skala keluarga mengenai tanda penanganan dengan
5 tidak ada
dan gejala infeksi dan segera jika terjadi infeksi
Ket : kapan harus melapor
- skala 1 berat kepada pemberi layanan
- skala 2 cukup berat kesehatan
- skala 3 sedang c. Untuk menghambat
c. Kolaborasi pemberian
- skala 4 ringan
perkembangan bakteri
- skala 5 tidak ada antibiotik
patogen
- Cefotaxime 3x1 1gr
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
TANGGAL IMPLEMENTASI DAN CATATAN EVALUASI PARAF
DAN JAM PERKEMBANGAN (SOAP/DX)
27-09-2017 - Mengobservasi TTV S : klien mengatakan rasa
16.00 TD : 120/80mmHg kekhawatirannya berkurang
N : 63x/menit setalah mendapatkan
RR : 20x/menit informasi dari perawat
S : 36,5 O : klien dapat mengulang
- Melakukan pendekatan yang kembali penjelasan dari apa
tenang dan meyakinkan dengan yang perawat jelaskan.
komunikasi terapeutik - Klien mengatakan
- Jelaskan semua prosedur harus melaporkan
termasuk sensasi yang akan kepada petugas jika
dirasakan yang mungkin dialami terdapat rasa baal,
atau suara menjadi
klien selama prosedur
parau dan untuk
a. Menjelaskan jenis operasi tidak banyak
yang akan dilakukan yaitu berbicara setelah
operasi tiroidektomi atau operasi dilakukan.
pengangkatan kelenjar tiroid A : ansietas
b. Menjelaskan komplikasi atau
kemungkinan gejala post P : masalah belum teratasi
lanjutkan intervensi
operasi tiroidektomi; gejala
- Observasi TTV
hipotiroid diantaranya, - Kaji keadaan umum
kerontokan rambut, klien
kerapuhan kuku, rasa baal, - Kaji ansietas klien
parastesiapada jaringan
tangan suara menjadi parau
dan hipoparatiroid, dengan
gejala jangka panjang
osteoporosis
- Menginstrusikan klien untuk
melaporkan kepada petugas jika
setelah operasi timbul gejala-
gejala hipotiroid atau
hipoparatiroid
- Menginstrusikan klien untuk
tdak banyak berbicara pada saat
setelah pos operasi

21.30
- Mengobservasi TTV

TD : 114/70mmHg S : Klien mengatakan pasrah


N : 63x/menit dan siap untuk di operasi
karena ini yang terbaik untuk
S : 35,1
saya
RR : 20x/menit
- Mengkaji keadaan umum klien O : klien tampak cemas, klien
- Kaji skala ansietas tampak lebih siap untuk
dilakukan operasi

A : ansietas
- Rencana operasi
tanggal 28-09-2017
jam 11.00

P : masalah teratasi

28-09-2017 - mengobservasi TTV


08.00 TD : 120/80 mmHg S : klien mengatakan pasrah
N : 64x/menit dan sudah siap untuk di
RR : 20x/menit operasi
S : 36,3
- Mengkaji ansietas klien O : klien tampak tenang

A : ansietas
- Rencana operasi
tiroidektomi jam 11.00

P : masalah ansietas teratasi

16.00 Klien masih diruang operasi Klien masih diruang operasi

18.30 - Menjemput klien dari ruang operasi


- Mengkaji keadaan umum klien
- Mengobservasi TTV
TD : 120/80mmHg
N : 72x/menit
S : 36.3
RR : 22x/menit

29-09-2017
08.00

Anda mungkin juga menyukai