Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S POST CRANIOTOMY

DENGAN DIAGNOSA CEDERA KEPALA BERAT (CKB)


DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RSUD DR. MOEWARDI DI SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar
Profesi Ners (Ns)

Disusun Oleh:
NADIA CITRA SAVITRI
J230113020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
 
2

NA
ASKAH PUBL
LIKASI
3

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S POST CRANIOTOMY DENGAN DIAGNOSA


CEDERA KEPALA BERAT (CKB) DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD DR.
MOEWARDI

Abstrak
Nadia Citra Savitri*
Nanang Sri Mujiono, S.Kep**
Ari Setiyajati, S.Kep.,Ns**

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan


sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Angka kejadian cedera kepala 58% laki-
laki lebiha banyak dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan mobilitas yang tinggi
dikalangan usia produktif sedangkan untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah,
disamping itu penanganan terhadap penderita baik di lokasi kejadian maupun selama
perjalanan korban ke rumah sakit yang belum sesuai dan rujukan yang terlambat akan
menyebabkan penderita meninggal dunia, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat
darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Cedera kepala
berat adalah cedera karena tekanan atau benturan benda keras pada kepala yang dapat
menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunnya kesadaran
sementara, penderita biasanya mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan
lainnya. Tujuan umum dari penulis Karya Tulis Ilmiah ini adalah agar dapat mengetahui
konsep teori, memberikan asuhan keperawatan dengan benar, tepat dan sesuai dengan
standart keperawatan secara profesional pada Tn. S post craniotomy dengan cedera kepala
berat. Kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini adalah pada pasien Tn. S post craniotomi
dengan diagnosa cedera kepala berat terjadi permasalahan bersihan jalan nafas tidak efektif
yang memerlukan perhatian khusus perawat dalam penanganannya.

Kata Kunci: cedera kepala berat, post craniotomy, jalan nafas


Daftar Pustaka: 12 ( 2000-2012)
4

ABSTRACT

Head injury is a leading cause of death and disability mostly occurs due to traffic
accidents. The incidence of head injuries 58% more men than women. It is caused due to
high mobility among the productive age while maintaining road safety is low, in addition to
the treatment of patients both at the scene and during the course of the victim to a hospital
that has not been appropriate and referral fee will cause the patient's death, judgment and
early action in the emergency room will determine further management and prognosis.
Severe head injury is an injury due to pressure or impact hard objects on the head can
cause temporary loss of neurologic function or decreased consciousness temporarily,
patients usually complain of dizziness headache without any other damage. The general
objective of the writer Scientific Writing is to be aware of the concept of theory, provide
nursing care to the right, proper and in accordance with professional nursing standards in
Tn. S post craniotomy with severe head injuries. The conclusions of this scientific paper is
Mr. patients. S post craniotomy with severe head injury diagnoses problems occur ineffective
airway clearance that require special attention in handling nursing.

Keywords: severe head injury, post craniotomy, airway


Bibliography: 12 (2000-2012)

Pendahuluan yang terlambat akan menyebabkan


Latar belakang masalah penderita meninggal dunia.
Cedera kepala merupakan salah Berdasarkan data di ICU RSUD Dr.
satu penyebab kematian dan kecacatan Moewardi, dari tanggal 2 Juli-28 Juli 2012
utama pada kelompok usia produktif dan terdapat 13 pasien yang terdiri dari 3 wanita
sebagian besar terjadi akibat kecelakaan dan 10 laki-laki yang mengalami cedera
lalu lintas, selain penanganan di lokasi kepala sedang dan berat. Penyebab cedera
kejadian dan selama perjalanan korban ke tersebut, mayoritas karena kecelakaan lalu
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di lintas.
ruang gawat darurat sangat menentukan Tujuan penulisan karya tulis ini
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. adalah agar penulis mampu mengetahui
Tindakan resusitasi anamnesis dan konsep teori, memberikan asuhan
pemeriksaan fisik umum serta neurologi keperawatan dengan benar, tepat dan
harus segera dilakukan secara serentak sesuai dengan standart keperawatan secara
agar dapat mengurangi kemungkinan profesional pada Tn. S post craniotomy
terlewatinya evaluasi unsur vital. Kemudian dengan cedera kepala berat.
penanganan selanjutnya di ruang pemulihan
akan menentukan seberapa besar tingkat KERANGKA TEORITIS
keberhasilan pemulihan pasien setelah Pengertian Cedera Kepala Berat
dilakukan tindakan medis seperti Cedera kepala berat adalah cedera otak
pembedahan. karena tekanan atau benturan keras pada
Kematian akibat cedera kepala kepala yang menyebabkan hilangnya fungsi
yang dari tahun ke tahun semakin neurology atau menurunnya kesadaran
bertambah, pertambahan angka kematian ini tanpa menyebabkan kerusakan lainnya
antara lain karena jumlah penderita cedera (Smeltzer, 2006).
kepala yang semakin bertambah dan
penanganan yang kurang tepat atau sesuai Etiologi Cedera Kepala
dengan harapan kita. Angka kejadian cedera Menurut Brunner & Suddart (2003), etiologi
kepala 58% laki-laki lebih banyak dari cedera kepala antara lain:
dibandingkan perempuan. Hal ini 1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan
diakibatkan karena mobilitas yang tinggi bermotor atau sepeda, dan mobil.
dikalangan usia produktif sedangkan untuk 2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak
menjaga keselamatan di jalan masih rendah, dengan ketergantungan.
disamping itu penanganan terhadap 3. Cedera akibat kekerasan.
penderita yang belum sesuai dan rujukan 4. Cedera akibat benturan.
5

Patofisiologi 6. Anisokor
Otak dapat berfungsi dengan baik 7. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat 8. Hilangnya kesadaran kurang dari 30
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam menit atau lebih
sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui 9. Kebingungan/kecemasan
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai 10. Iritabel
cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran 11. Pucat
darah ke otak walaupun sebentar akan 12. Pusing kepala
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian 13. Terdapat hematoma
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai 14. Sukar untuk dibangunkan
bahan bakar metabolisme otak tidak boleh 15. Bila fraktur, mungkin adanya cairan
kurang dari 20 mg %, karena akan serebrospinal yang keluar dari hidung
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan fraktur tulang temporal.
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa Komplikasi
plasma turun sampai 70 % akan terjadi Menurut Ester (2001), komplikasi yang akan
gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral terjadi pada pasien cedera kepala antara
(Brunner & Suddart, 2003). lain:
Pada saat otak mengalami hipoksia, 1. Hemorhagic
tubuh berusaha memenuhi kebutuhan 2. Infeksi
oksigen melalui proses metabolik anaerob 3. Oedema
yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh 4. Herniasi
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau Pemeriksaan Diagnostik
kerusakan otak akan terjadi penimbunan Menurut Brunner & Suddart (2003),
asam laktat akibat metabolisme anaerob. pemeriksaan diagnosatik dari cedera kepala
Hal ini akan menyebabkan asidosis antara lain:
metabolik. Dalam keadaan normal Cerebral 1. CT-Scan
Blood Flow (CBF) yaitu 50-60 ml/menit/100 2. MRI
gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari 3. Cerebral Angiography
cardiac output (Price, 2005). 4. Serial EEG
Trauma kepala menyebabkan 5. X-Ray
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas 6. BAER
atypical-myocardial, perubahan tekanan 7. PET
vaskuler dan menyebabkan oedema paru. 8. CSF
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel 9. ABGs
adalah perubahan gelombang T dan P, 10. Kadar Elektrolit
disritmia fibrilasi atrium dan ventrikel dan 11. Screen Toxicologi
takikardia (Muttaqin, 2008). Penatalaksanaan
Akibat adanya perdarahan otak 1. Penanganan Pre Hospital
akan mempengaruhi tekanan vaskuler, Dua puluh persen penderita
dimana penurunan tekanan vaskuler ini cedera kepala mati karena kurang
akan menyebabkan pembuluh darah arteriol perawatan sebelum sampai di rumah
akan berkontraksi. Pengaruh persarafan sakit. Penyebab kematian yang
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh tersering adalah syok, hipoksemia, dan
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu hiperkarbia. Dengan demikian, prinsip
besar (Price, 2005). penanganan ABC (airway, breathing,
dan circulation) dengan tidak melakukan
Tanda dan Gejala manipulasi yang berlebihan dapat
Menurut Mansjoer (2007), gejala yang timbul memberatkan cedera tubuh yang lain,
antara lain: seperti leher, tulang punggung, dada,
1. Sakit kepala berat dan pelvis.
2. Muntah proyektil Umumnya, pada menit-menit
3. Pupil edema pertama penderita mengalami semacam
4. Perubahan tipe kesadaran brain shock selama beberapa detik
5. Tekanan darah menurun, bradikardia sampai beberapa menit. Ini ditandai
6

dengan refleks yang sangat lemah, Denyut nadi perifer yang teratur,
sangat pucat, napas lambat dan penuh, dan lambat biasanya
dangkal, nadi lemah, serta otot-otot menunjukkan status sirkulasi yang
flaksid bahkan kadang-kadang pupil relatif normovolemik. Pada penderita
medriasis. Keadaan ini sering cedera kepala, tekanan darah sistolik
disalahtafsirkan bahwa penderita sudah sebaiknya dipertahankan diatas 100
mati, tetapi dalam waktu singkat tampak mmHg untuk mempertahankan perfusi
lagi fungsi-fungsi vitalnya. Saat seperti ke otak yang adekuat. Denyut nadi
ini sudah cukup menyebabkan dapat digunakan secara kasar untuk
terjadinya hipoksemia, sehingga perlu memperkirakan tekanan sistolik. Bila
segera bantuan pernapasan (Brunner & denyut arteri radialis dapat teraba maka
Suddarth, 2003). tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg.
Yang pertama harus dinilai Bila denyut arteri femoralis yang dapat
adalah kelancaran jalan napas (airway). teraba maka tekanan sistolik lebih dari
Jika penderita dapat berbicara maka 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi
jalan napas kemungkinan besar dalam hanya teraba pada arteri karotis maka
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas tekanan sistolik hanya berkisar 50
sering terjadi pada penderita yang tidak mmHg. Bila ada perdarahan eksterna,
sadar, yang disebabkan oleh benda segera hentikan dengan penekanan
asing, muntahan, jatuhnya pangkal pada luka (Brunner & Suddarth, 2003).
lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Cairan resusitasi yang dipakai
Usaha untuk membebaskan jalan napas adalah Ringer Laktat (RL) atau NaCl
harus melindungi vertebra servikalis, 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra
yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, vena. Pemberian cairan jangan ragu-
fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari ragu, karena cedera sekunder akibat
leher (Ester, 2001). hipotensi lebih berbahaya terhadap
Dalam hal ini, kita dapat cedera otak dibandingkan keadaan
melakukan chin lift atau jaw thrust oedema otak akibat pemberian cairan
sambil merasakan hembusan napas yang berlebihan. Posisi tidur yang baik
yang keluar melalui hidung. Bila ada adalah kepala dalam posisi datar, cegah
sumbatan maka dapat dihilangkan head down (kepala lebih rendah dari
dengan cara membersihkan dengan jari leher) karena dapat menyebabkan
atau suction jika tersedia. Untuk bendungan vena di kepala dan
menjaga potensi jalan napas menaikkan tekanan intrakranial
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa (Brunner & Suddarth, 2003).
orofaring. Bila hembusan napas tidak Setelah ABC stabil, segera
adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan siapkan transport ke rumah sakit untuk
napas dari mulut ke mulut akan sangat mendapatkan penanganan selanjutnya.
bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat Selama dalam perjalanan, bisa terjadi
diberikan dalam jumlah yang memadai. berbagai keadaan seperti syok, kejang,
Pada penderita dengan cedera kepala apnea, obstruksi napas, dan gelisah.
berat atau jika penguasaan jalan napas Dengan demikian, saat dalam
belum dapat memberikan oksigenasi perjalanan, keadaan ABC pasien harus
yang adekuat, bila memungkinkan tetap dimonitor dan diawasi ketat.
sebaiknya dilakukan intubasi Dengan adanya resiko selama
endotrakheal (Brunner & Suddarth transportasi, maka perlu persiapan dan
2003). persyaratan dalam transportasi, yaitu
Status sirkulasi dapat dinilai disertai tenaga medis, minimal perawat
secara cepat dengan memeriksa tingkat yang mampu menangani ABC, serta
kesadaran dan denyut nadi (circulation). alat dan obat gawat darurat (di
Tindakan lain yang dapat dilakukan antaranya ambubag, orofaring dan
adalah mencari ada tidaknya nasofaring tube, suction, oksigen, cairan
perdarahan eksternal, menilai warna infus RL atau NaCl 0,9%, infus set, spuit
serta temperatur kulit, dan mengukur 5 cc, aquabidest 25 cc, diazepam
tekanan darah (Price, 2005). ampul, dan chlorpromazine ampul)
7

(Brunner & Suddarth, 2003). 1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian,


2. Penanganan di Rumah Sakit : penyebab trauma, posisi saat kejadian,
Penatalaksanaan cedera kepala status kesadaran saat kejadian,
berat seyogyanya dilakukan di unit pertolongan yang diberikan segera
rawat intensif. Walaupun sedikit sekali setelah kejadian.
yang dapat dilakukan untuk kerusakan 2. Pemeriksaan fisik head to toe
primer akibat cedera tetapi setidaknya 3. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas
dapat mengurangi kerusakan otak (kusmaull, cheyene stokes, biot,
sekunder akibat hipoksia, hipotensi, hiperventilasi, ataksik), terdiri dari:
atau tekanan intra kranial yang a. Airway
meningkat (Brunner & Suddarth, 2003). Kaji adanya obstruksi jalan antara lain
1. Penilaian ulang jalan nafas dan suara stridor, gelisah karena hipoksia,
ventilasi: umumnya pasien dengan penggunaan otot bantu pernafasan,
stupor atau koma harus diintubasi sianosis.
untuk proteksi jalan nafas. b. Breathing
2. Monitor tekanan darah: jika pasien Inspeksi frekuensi nafas, apakah
memperlihatkan tanda terjadi sianosis karena luka tembus
ketidakstabilan hemodinamik dada, fail chest, gerakan otot
(hipotensi atau hipertensi), pernafasan tambahan. Kaji adanya
pemantauan paling baik dilakukan suara nafas tambahan seperti ronchi,
dengan kateter arteri. wheezing.
3. Pemasangan alat monitor tekanan c. Circulation
intrakranial pada pasien dengan skor Kaji adanya tanda-tanda syok seperti:
GCS (Glasgow Coma Scale) < 8, bila hipotensi, takikardi, takipnea,
memungkinkan. hipotermi, pucat, akral dingin, kapilari
4. Penatalaksanaan cairan: hanya refill >2 detik, penurunan produksi urin.
larutan isotonis (larutan RL) yang d. Disability
diberikan kepada pasien dengan Kaji tingkat kesadaran pasien serta
cedera kepala. kondisi secara umum.
5. Nutrisi: cedera kepala berat e. Eksposure
menimbulkan respons hipermetabolik Buka semua pakaian klien untuk
dan katabolik, dengan keperluan 50- melihat adanya luka.
100% lebih tinggi dari normal. 4. Kardiovaskuler: pengaruh perdarahan
Pemberian makanan enteral melalui organ atau pengaruh PTIK
pipa nasogastrik harus diberikan (Peningkatan Tekanan Intra Kranial).
sesegera mungkin. 5. Sistem saraf: Kesadaran klien (nilai
6. Temperatur badan: demam GCS)
mengeksaserbasi cedera otak dan 6. Fungsi saraf kranial: trauma yang
harus diobati secara agresif dengan mengenai/meluas ke batang otak akan
asetaminofen atau kompres. melibatkan penurunan fungsi saraf
7. Profilaksis ulkus peptik: pasien kranial.
dengan ventilasi mekanik memiliki 7. Fungsi sensori-motor: adakah
resiko ulserasi stres gastrik yang kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
meningkat dan harus mendapat diskriminasi suhu, anestesi, hipertesia,
ranitidin 50 mg intravena setiap 8 hiperalgesia, riwayat kejang.
jam. 8. Sistem pencernaan: bagaimana sensori
8. CT Scan lanjutan: umumnya, scan adanya makanan di mulut, refleks
otak lanjutan harus dilakukan 24 jam menelan, kemampuan mengunyah,
setelah cedera awal pada pasien adanya refleks batuk, mudah tersedak.
dengan perdarahan intrakranial untuk Jika pasien sadar tanyakan pola
menilai perdarahan yang progresif. makan?
PENGKAJIAN TEORI 9. Waspadai fungsi ADH, aldosteron:
Menurut pengkajian Price (2005) retensi natrium dan cairan.
pada pasien dengan cedera kepala berat, 10. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
antara lain:
8

11. Kemampuan bergerak : kerusakan area f. Siapkan ambu bag tetap berada di
motorik, hemiparesis/plegia, gangguan dekat pasien.
gerak volunter, ROM (Range Of Rasional : membantu memberikan
Motion), kekuatan otot. ventilasi yang adekuat bila ada
12. Kemampuan komunikasi : kerusakan gangguan pada ventilator.
pada hemisfer dominan, disfagia atau 2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
afasia akibat kerusakan saraf penumpukan sputum.
hipoglosus dan saraf fasialis. Tujuan (NIC) : Mempertahankan
13. Psikososial : ini penting untuk jalan napas dan mencegah aspirasi
mengetahui dukungan yang didapat KH : Suara napas bersih, tidak
pasien dari keluarga. terdapat suara sekret pada selang dan
DIAGNOSA KEPERAWATAN bunyi alarm karena peninggian suara
Diagnosa Keperawatan Nanda mesin, sianosis tidak ada.
(2005) yang biasanya muncul adalah: Rencana tindakan (NOC) :
1. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat a. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit)
napas di otak kelancaran jalan napas.
Tujuan (NIC) : Mempertahankan Rasional : obstruksi dapat disebabkan
pola napas yang efektif melalui ventilator. pengumpulan sputum, perdarahan,
KH (Kriteria Hasil): Penggunaan otot bronchospasme atau masalah
bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada terhadap tube.
atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan b. Evaluasi pergerakan dada dan
gas darah dalam batas-batas normal. auskultasi dada (tiap 1 jam ).
Rencana tindakan (NOC) : Rasional : Pergerakan yang simetris
a. Hitung pernapasan pasien dalam satu dan suara napas yang bersih indikasi
menit. pemasangan tube yang tepat dan tidak
Rasional : dengan menghitung adanya penumpukan sputum.
pernafasan akan diketahui pernapasan c. Lakukan pengisapan lendir dengan
yang cepat dari pasien dapat waktu <15 detik bila sputum banyak.
menimbulkan alkalosis respiratori dan Rasional : Pengisapan lendir tidak
pernapasan lambat meningkatkan selalu rutin dan waktu harus dibatasi
tekanan PaCo2 dan menyebabkan untuk mencegah hipoksia.
asidosis respiratorik. d. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam.
b. Cek pemasangan tube. Rasional : Meningkatkan ventilasi
Rasional : untuk memberikan ventilasi untuk semua bagian paru dan
yang adekuat dalam pemberian tidal memberikan kelancaran aliran serta
volume. pelepasan sputum.
c. Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi. 3. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d
Rasional : pada fase ekspirasi udem otak
biasanya 2 x lebih panjang dari Tujuan (NIC) : Mempertahankan
inspirasi, tapi dapat lebih panjang dan memperbaiki tingkat kesadaran
sebagai kompensasi terperangkapnya fungsi motorik.
udara terhadap gangguan pertukaran Kh : Tanda-tanda vital stabil,
gas. tidak ada peningkatan intrakranial.
d. Perhatikan kelembaban dan suhu Rencana tindakan (NOC) :
pasien. a. Monitor dan catat status neurologis
Rasional : keadaan dehidrasi dapat menggunakan GCS.
mengeringkan sekresi / cairan paru Rasional : mengetahui status
sehingga menjadi kental dan neurologis pasien saat ini
meningkatkan resiko infeksi. b. Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
e. Cek selang ventilator setiap waktu (15 Rasional : Peningkatan sistolik dan
menit). penurunan diastolik serta penurunan
Rasional : adanya obstruksi dapat tingkat kesadaran dan tanda-tanda
menimbulkan tidak adekuatnya peningkatan tekanan intrakranial.
pengaliran volume dan menimbulkan Adanya pernapasan yang irreguler
penyebaran udara yang tidak adekuat. indikasi terhadap adanya peningkatan
9

metabolisme sebagai reaksi terhadap Rasional: untuk mengetahui tingkat


infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda rasa nyeri yang dirasakan untuk
keadaan syok akibat perdarahan. menegakkan intervensi selanjutnya
c. Pertahankan posisi kepala pada posisi c. Observasi ketidaknyamanan non
15-300 dan tidak menekan. verbal
Rasioal : Perubahan kepala pada satu Rasional: sikap klien yang
sisi dapat menimbulkan penekanan menunjukkan kegelisahan
pada vena jugularis dan menghambat menunjukkan rasa tidak nyaman apa
aliran darah otak, untuk itu dapat yang dirasakan saat ini sehingga
meningkatkan tekanan intrakranial. perawat harus memberikan terapi atau
d. Observasi kejang dan lindungi pasien tindakan untuk mengurangi nyeri.
dari cedera akibat kejang. d. Berikan lingkungan yang nyaman,
Rasional : Kejang terjadi akibat iritasi tenang, dan beri aktifitas perlahan.
otak, hipoksia, dan kejang dapat Rasional: sikap klien yang
meningkatkan tekanan intrakranial. menunjukkan kegelisahan
e. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi menunjukkan rasa tidak nyaman apa
pasien. yang dirasakan saat ini sehingga
Rasional : Dapat menurunkan hipoksia perawat harus memberikan terapi atau
otak. tindakan untuk mengurangi nyeri.
f. Berikan obat-obatan yang e. Berikan oksigen tambahan dengan
diindikasikan dengan tepat dan benar nasal kanul atau masker, serta indikasi
(kolaborasi). Rasional: peningkatan rasa nyeri akan
Rasional : Membantu menurunkan mengakibatkan pasien kekurangan
tekanan intrakranial secara biologi / oksigen sehingga dengan pemberian
kimia seperti osmotik diuretik untuk oksigen pada nasal kanul akan
menarik air dari sel-sel otak sehingga mengurangi keluhan nyeri pada pasien
dapat menurunkan oedem otak, f. Ajarkan teknik non farmakologi
steroid (dexametason) untuk (seperti: tehnik relaksasi nafas dalam
menurunkan inflamasi, menurunkan secara efektif)
oedema jaringan. Obat anti kejang Rasional: tehnik relaksasi nafas dalam
untuk menurunkan kejang, analgetik ini mampu mengurangi rasa nyeri.
untuk menurunkan rasa nyeri efek g. Kolaborasi dengan dokter dalam
negatif dari peningkatan tekanan pemberian terapi farmakologi
intrakranial. Antipiretik untuk (analgesik)
menurunkan panas yang dapat Rasional: Dalam pemberian analgetik
meningkatkan pemakaian oksigen ini mampu mengurangi rasa nyeri
otak. sehingga pasien merasa nyaman dan
4. Nyeri akut b.d agen injuri nyeri hilang.
Tujuan (NIC) : Nyeri teratasi 5. Defisit perawataan diri b.d kelemahan
KH : Nyeri kepala fisik
berkurang (skala nyeri < 3), Ekspresi Tujuan (NIC) : Kebutuhan dasar
wajah klien rileks, tanda-tanda vital: pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
TD: 90-130/60-90 mmHg, N: 60-100 KH : Kebersihan terjaga,
x/menit, RR: 16-24 x/menit, S: 36,5- kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi
37,50C. terpenuhi sesuai dengan kebutuhan,
Rencana Tindakan (NOC) : oksigen adekuat.
a. Kaji keadaan umum dan tanda-tanda Rencana Tindakan (NOC) :
vital klien. a. Berikan penjelasan tiap kali melakukan
Rasional: mengetahui keluhan klien tindakan pada pasien.
saat ini untuk menentukan intervensi Rasional : Penjelasan dapat
selanjutnya mengurangi kecemasan dan
b. Kaji karakteristik nyeri secara meningkatkan kerja sama yang
komprehensif (lokasi, karakteristik, dilakukan pada pasien dengan
intensitas/keparahan nyeri, faktor kesadaran penuh atau menurun.
presipitasinya) b. Beri bantuan untuk memenuhi
10

kebersihan diri. sedang. Kepala klien terbentur plang dan


Rasional : Kebersihan perorangan, terjatuh ke aspal dengan kepala terbantur
eliminasi, berpakaian, mandi, terlebih dahulu. Pada saat itu klien
membersihkan mata dan kuku, mulut, pingsan,tidak muntah, dan tidak kejang.
telinga, merupakan kebutuhan dasar Oleh temannya klien dibawa ke RSUD Dr.
akan kenyamanan yang harus dijaga Soedono Madiun. Klien di infus, diberi
oleh perawat untuk meningkatkan rasa injeksi, diberi obat dan telah dilakukan CT-
nyaman, mencegah infeksi dan Scan kepala. Karena keterbatasan alat, klien
keindahan. di rujuk ke RSUD Dr. Moewardi di Surakarta.
c. Berikan bantuan untuk memenuhi Klien tidak memiliki riwayat penyakit
kebutuhan nutrisi dan cairan. diabetes, ginjal, asma, jantung, dan alergi.
Rasional : Makanan dan minuman Untuk airway klien adalah terdapat sputum
merupakan kebutuhan sehari-hari dijalan nafas, bunyi nafas stridor, lidah tidak
yang harus dipenuhi untuk menjaga jatuh ke belakang. Breathingnya yaitu
kelangsungan perolehan energi. frekuensi pernafasan 30x/menit, irama nafas
Diberikan sesuai dengan kebutuhan tidak teratur, nafas cepat dan pendek, tidak
pasien baik jumlah, kalori, dan waktu. menggunakan otot bantu pernafasan, suara
d. Jelaskan pada keluarga tindakan yang nafas stridor, SpO2: 97%, klien terpasang
dapat dilakukan untuk menjaga NRM (Non Rebreathing Mask) O2 10 lpm,
lingkungan yang aman dan bersih. terdapat percikan sekret pada NRM.
Rasional : Penjelasan perlu agar Circulationnya antara lain Nadi karotis dan
keluarga dapat memahami peraturan perifer teraba kuat, capillary refill kembali
yang ada di ruangan. dalam 3 detik, akral dingin, tidak sianosis.
e. Berikan bantuan untuk memenuhi Tanda-tanda vital: TD : 142/98 mmHg,N:
kebersihan dan keamanan lingkungan. 102 x/menit, RR: 32 x/menit, S: 370C.
Rasional : Lingkungan yang bersih Disability antara lain: Kesadaran dengan
dapat mencegah infeksi dan GCS = E1V3M5 = 9. Exposure antar lain:
kecelakaan. Turgor kulit baik, ada luka lecet pada wajah
6. Resiko infeksi b.d luka, port d’ entry klien, terjadi oedema pada wajah klien,
Tujuan (NIC) : klien tidak mengalami infeksi capillary refill kembali dalam 3 detik. Untuk
KH : tanda-tanda vital dalam pemeriksaan Head to Toe, yang terdapat
batas normal, suhu tubuh tidak meningkat kelainan yaitu antara lain: Kepala berbentuk
Rencana tindakan (NOC) : bulat, ada hematoma, ada jejas, ada lesi
a. Berikan perawatan dengan teknik steril pada wajah, ada luka post craniotomi
Rasional : mengurangi resiko infeksi sebanyak 33 jahitan, terpasang drain
b. Observasi daerah yang mengalami luka, dengan keluaran 10 cc darah. Untuk mata
adanya peradangan (tanda-tanda infeksi) pupil isokor, ukuran 3mm/ 3mm, simetris
Rasional : mengetahui kondisi luka untuk kanan-kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva
menghindari penyebaran infeksi anemis, reaksi terhadap cahaya baik, tidak
c. Berikan obat antibiotik sesuai program menggunakan alat bantu penglihatan. Untuk
Rasional : menekan proses infeksi hidung berbentuk simetris, tidak ada polip,
d. Monitor suhu tubuh secara teratur ada sekret, terpasang NRM 14 lpm, dan
Rasional: suhu dapat mengidentifikasi terpasang NGT (Naso Gastric Tube). Untuk
terjadinya proses infeksi. mulut bengkak, tidak ada perdarahan pada
RESUME KEPERAWATAN gusi, mukosa bibir kering, tidak ada
Pasien Tn. S post Craniotomy dengan sariawan, tidak menggunakan gigi palsu,
cedera kepala berat berusia 25 tahun. dan terdapat lesi. Untuk leher tidak terjadi
Pasien berjenis kelamin laki-laki, dengan pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
pendidikan SMA, pekerjaan Swasta, agama peningkatan JVP. Untuk pernafasan (dada)
islam, dan berlamat di Madiun. Pasien terdapat suara stridor saat diauskultasi.
mengalami penurunan kesadaran dan Kekuatan otot pada ekstremitas Ekstremitas
terdapat hematoma di wajah. Riwayat atas: kekuatan otot (4), tidak oedema,
penyakit sekarang ini klien ± 1 hari sebelum capillary refill 3 detik, terdapat luka lesi pada
masuk RS klien berdiri dibelakang bak tangan kanan dan kiri, terpasang restrain
terbuka berisi gabah dengan kecepatan pada tangan kanan dan kiri.
11

Ekstremitas bawah : kekuatan otot (4), pada kepala yang tertutup hepafix, terdapat
terpasang IV transfusi darah PRC dengan luka jahitan di kepala sebanyak 33 jahitan,
golongan darah O 1 flash, pada kaki kiri, luka jahitan agak lembab dan bersih,
tidak oedema, capillary refill 3 detik, terdapat terdapat lesi dan jejas pada wajah, luka
luka lesi pada kaki kanan dan kiri, terpasang tidak bengkak, luka tidak ada nanah,
restrain pada kaki kanan dan kiri. Pada disekitar luka tidak memerah dan panas,
pemeriksaan penunjang CT-Scan luka tidak sakit jika ditekan.
didapatkan hasil EDHRegio Frontal Dextra, PEMBAHASAN KASUS
tampak defect di regio parietal kanan, Dalam bab ini, penulis akan
panjang 1,5 cm, lebar 0,5 cm, volume 49 cc. membahas diagnosa keperawatan yang
Dengan data laboratorium pada tanggal 7 muncul pada Tn. S dengan diagnosa cedera
Juli 2012 antara lain nilai Hemoglobin 7,8 kepala berat dan membandingkan antara
g/dl, Hematokrit 23 %, Leukosit 10,1 ribu/ul, teori dengan kasus nyata dengan
Eritrosit 3,01 juta/ul, PH 6,957, PCO2 143,3 menggunakan proses keperawatan yang
mmHg, PO2 72,7 mmHg, Hco3 21,0 terdiri dari pengkajian, analisa data,
mmol/L. Dan klien mendapatkan terapi diagnosa keperawatan, intervensi,
injeksi dan infus antara lain Injeksi implementasi dan evaluasi. Pelaksanaan
Ceftriaxone 2 gr/24 jam,Injeksi Piracetam 3 asuhan keperawatan pada Tn. S ini dimulai
gr/8 jam,Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam, pada tanggal 7 Juli 2012.
Injeksi Metamizol 500 mg/8 jam,Tranfusi Dalam memberikan penatalaksanaan
darah PRC dengan golongan darah O 20 kepada pasien cedera kepala, perawat
tetes/menit (tpm) : Infus NaCl dengan harus melakukan asuhan keperawatan yang
kecepatan tetesan 60 cc/jam : Infus sesuai dengan standar asuhan keperawatan
Aminofusin dengan kecepatan tetesan 60 atau prosedur tetap penanganan pasien
cc/jam : Infus Asering dengan kecepatan 60 cedera kepala. Dengan itu klien akan
cc/jam. tertangani dengan maksimal dan akan
Dari data yang ada maka didapatkan mengurangi tingkat mortilitas. Untuk itu
beberapa diagnosa yang muncul yaitu penulis memberikan asuhan keperawatan
bersihan jalan nafas tidak efektif kepada pasien cedera kepala dengan tepat
berhubungan dengan penumpukan sputum, sesuai standar asuhan keperawatan yang
gangguan perfusi jaringan cerebral ada di RSUD Dr. Moewardi dan teori.
berhubungan dengan oedema otak, nyeri Adapun standar asuhan keperawatan atau
akut berhubungan dengan agen injury, prosedur tetap penanganan pasien cedera
resiko infeksi berhubungan dengan port d’ kepala antara lain, yaitu jika terdapat riwayat
entry, defisit perawatan diri berhubungan trauma pada kepala hal yang perlu ditangani
dengan kelemahan fisik. adalah Airway, Breathing, Circulation,
Kemudian dari semua tindakan yang melakukan tindakan resusitasi. Untuk
kami lakukan selama 3 hari perawatan maka penanganan airway yaitu membebaskan
didapatkan evaluasi sebagai berikut, yaitu: saluran nafas dengan posisi, buka mulut,
Klien terpasang O2 nasal kanul 4 lpm, suara bersihkan muntahan, lendir, benda asing,
nafas klien vesikuler, tidak ada sumbatan pelrhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah
jalan nafas, produksi sputum berkurang, gerakan hiperekstensi, hiperfleksi, rotasi,
klien relax, GCS E4V5M6, posisi kepala semua penderita tidak sadar harus dianggap
head up 300, TTV TD berkisar antara: ada cedera tulang leher. Untuk penanganan
120/70-130/80 mmHg, nadi= 50-90 x/menit, breathing yaitu berikan masker oksigen/
RR= 20-24x/menit, Suhu= 36-370C, klien nasal. Untuk penanganan circulation yaitu
mengatakan nyeri berkurang, nyeri terasa denyut jantung mungkin cardiact arrest
saat kepala digerakkan, nyeri terasa senut- makak lakukan resusitasi jantung, bila syok
senut dengan skala nyeri 3 dan nyeri terasa (tensi < 90 mmHg dan Nadi > 100 x/menit
hilang timbul, klien relax, kepala klien atasi dengan infus cairan Ringer Laktat (RL),
terbalut perban, terdapat luka jahitan pada cari sumber perdarahan (tulang,thorak,
kepala, hematoma pada kepala sudah abdomen, pervis), bila tensi < 90 mmHg 75nadi
mengecil dan klien post craniotomy, klien juga < 90x/menit pikirkan kemungkinan
mengatakan luka di kepala masih terasa spinal syok, batasi cairan, dan hentikan
sedikit sakit jika dipegang, terdapat balutan perdarahan dari luka terbuka. Untuk
12

penanganan dissability yaitu periksa akan ditemukan gangguan di


kesadaran, periksa bentuk dan besar pupil pengkajian airway dan breathing, yaitu
dan periksa bagian tubuh lain secara tepat terdapat sumbatan jalan nafas. Karena
antara lain nyeri/jejas di dada/perut, tungkai, adanya penurunan kesadaran maka
panggul, leher. Kemudian penanganan yang produksi saliva akan bertambah banyak,
selanjutnya adalah cegah head down karena dan suara nafas stridor maka
dapat menyebabkan bendungan vena di didapatkan bersihan jalan nafas klien
kepala dan menaikkan tekanan intrakranial, tidak efektif. Pada pemeriksaan
dan posisi yang baik ialah miring (badan penunjang klien didapatkan tampak
menumpu pada bahu, panggul dan lutut defect di regio parietal dextra, dengan
pada satu sisi), kecuali bila ada fraktur tebal 1,5 cm, midline 0,5 cm dengan
servical. Kemudian untuk pemeriksaan volume 49 cc.
diagnostiknya harus sesuai dengan indikasi Secara teori tanda dan gejala
(pemeriksaan darah rutin, skull X-Ray, CT- cedera kepala yang terdiri dari sakit
Scan). Kemudian jika pasien yang ditangani kepala berat, muntah proyektil, papil
adalah pasien dengan cedera kepala berat, edema, perubahan tipe kesadaran,
ada penanganan dengan dilakukannya tekanan darah menurun, anisokor, suhu
operasi dan tidak dengan operasi. Jika tubuh yang sulit dikendalikan, hilangnya
pasien tidak dilakukan operasi itu karena kesadaran kurang dari 30 menit/lebih,
pasien ada indikasi, yaitu karena kebingungan, iritabel, pucat, pusing
memerlukan observasi atau ada inidikasi kepala, terdapat hematoma,
rawat, bisa dirawat di ruangan bedah, dan kecemasan, sukar untuk dibangunkan,
jika sudah pulih bisa dilakukan perawatan di bila fraktur mungkin adanya cairan
rumah dan kontrol secara rutin. Dan untuk serebrospinal yang keluar dari hidung
pasien yang di lakukan operasi maka pasien dan telinga bila fraktur tulang temporal.
harus dirawat di ruang ICU untuk Sedangkan pada kasus nyata tanda dan
mendapatkan penanganan yang intensive gejala yang muncul adalah nyeri kepala,
sesuai dengan standar asuhan penurunan kesadaran, gelisah, suhu
keperawatan. Oleh karena itu, penulis tubuh sulit dikendalikan (suhu tubuh
memberikan penjelasan tentang tahapan tidak stabil), bradikardi dan terdapat
yang dilakukan saat menangani pasien hematoma. Pada tahap pengkajian
cedera kepala di ruang ICU RSUD Dr. tanda dan gejala menurut teori yang
Moewardi mulai dari pengkajian hingga tidak ditemukan pada kasus nyata
evaluasi yang sudah dilakukan penulis. adalah pucat, anisokor, tekanan darah
A. Pengkajian menurun, papil edema, muntah
Menurut Doenges (2001), proyektil. Tanda dan gejala ini tidak
pengkajian merupakan tahap awal dari muncul dikarenakan tanda-gejala
proses keperawatan dimana tahap ini tersebut merupakan tanda gejala
penulis berusaha mengkaji secara peningkatan tekanan intrakranial
menyeluruh meliputi bio, psiko, sosial, (Smeltzer, 2006). Secara teori
kultural dan spiritual. Dalam melakukan pemeriksaan diagnostik yaitu
pengkajian, data yang diperoleh berasal menggunakan pemeriksaan CT scan
dari hasil wawancara, observasi kepala, MRI (magnetic resonace
langsung dan bekerjasama dengan imaging), cerebral Angiography, Serial
keluarga klien dan perawat ruangan. EEG, X-Ray, BAER, PET, CSF, ABGs,
Dilihat dari pengkajian pada teori Kadar elektrolit, Screen Toxicologi.
dan kasus nyata ditemukan kesamaan Sedangkan pada kasus dilakukan
untuk pengkajian mulai dari identitas, pemeriksaan diagnostik dengan CT
pengkajian primer, pemeriksaan fisik Scan kepala, untuk pemeriksaan
(head to toe), serta data yang diagnostik lainnya tidak dilakukan
menunjang lainnya. Pada pasien cedera karena tidak ada instruksi dari dokter
kepala berat akan mengalami dan kondisi ekonomi keluarga.
penurunan kesadaran, sama halnya Faktor penghambat yang penulis
pada kasus nyata, pada pasien juga temukan dalam melakukan pengkajian
mengalami penurunan kesadaran. Dan adalah dokumentasi dan pemeriksaan
13

penunjang yang kurang lengkap, karena dengan melakukan suction pada klien.
klien mengalami penurunan kesadaran, Dari intervensi yang ada, hanya 1
sehingga sulit mendapatkan data untuk intervensi yang tidak dilakukan penulis
menegakkan diagnosa. yaitu intervensi dalam melakukan
Pemecahan masalahnya adalah fisioterapi dada pada pasien,
melengkapi pendokumentasian yang dikarenakan selain kesadaran klien yang
masih kurang lengkap dan pendekatan menurun, klien juga terlihat gelisah, tidak
pada keluarga ditingkatkan dengan bisa tenang, sehingga penulis merasa
menggunakan komunikasi terapiutik. kesulitan dalam melakukan tindakan
fisioterapi dada, seharusnya dalam
B. Diagnosa Yang Muncul Pada Kasus melakukan fisioterapi dada, klien dalam
dan Ada di Teori keadaan tenang, dengan kesadaran
Diagnosa keperawatan yang penuh, bisa berkonsentrasi
muncul pada kasus dan ada di teori yaitu mendengarkan instruksi perawat dalam
terdapat 5 diagnosa, antara lain: melakukan tindakan fisioterapi, sehingga
bersihan jalan nafas tidak efektif tidak menimbulkan kesalahan dalam
berhubungan dengan penumpukan melakukan tindakan (Smeltzer, 2006).
sputum, gangguan perfusi jaringan Namun, dari hasil implementasi yang
cerebral berhubungan dengan oedem telah dilakukan penulis, maka
otak, nyeri akut berhubungan dengan didapatkan evaluasi dengan tujuan
agen injury, kerusakan mobilitas fisik tercapai sebagian ditandai dengan data
berhubungan dengan penurunan subyektif klien mengatakan sudah tidak
kesadaran, dan resiko infeksi ada sumbatan air liur lagi yang
berhubungan dengan luka, gangguan mengganggu pernafasan klien, klien
integritas kranium. mengatakan pernafasan lancar,
Untuk diagnosa pertama yaitu sedangkan data obyektif klien terpasang
bersihan jalan nafas tidak efektif o2 nasal kanul 4 lpm, suara nafas klien
berhubungan dengan penumpukan vesikuler, tidak ada sumbatan jalan
sputum. Menurut Nanda (2006) bersihan nafas, produksi sputum berkurang. Dan
jalan nafas tidak efektif adalah hasil evaluasi sudah sesuai dengan teori
ketidakmampuan dalam membersihkan yang ada.
sekresi atau obstruksi dari saluran Diagnosa yang kedua yaitu
pernafasan untuk menjaga bersihan gangguan perfusi jaringan cerebral
jalan nafas. Data yang menunjang berhubungan dengan oedema otak.
munculnya diagnosa tersebut adalah Menurut Nanda (2006), gangguan
suara nafas ronchi, terdapat produksi perfusi jaringan cerebral yaitu penurunan
sputum dan gelisah. Diagnosa ini kadar oksigen sebagai akibat dari
dijadikan prioritas pertama karena kegagalan dalam memelihara jaringan di
bersifat gawat dan jika klien mengalami tingkat kapiler.
sumbatan pada jalan nafas maka suplai Diagnosa yang ketiga yaitu nyeri
O2 ke otak mengalami gangguan, akut berhubungan dengan agen injury.
sehingga otak tidak mendapatkan O2 Menurut Carpenito (2002) nyeri akut
secara maksimal dan hal ini akan adalah sensori yang tidak
menyebabkan kematian jaringan, selain menyenangkan dan pengalaman
itu jantung juga membutuhkan O2 untuk emosional yang muncul secara aktual
proses metabolisme, sehingga intervensi atau potensial kerusakan jaringan atau
yang diutamakan pada bersihan jalan menggambarkan adanya kerusakan:
nafas ini adalah kaji kelancaran jalan serangan mendadak atau pelan
nafas atau lakukan auskultasi dada, intensitasnya dari ringan sampai berat
lakukan suction (pengambilan sputum) yang dapat diantisipasi dengan akhir
dan fisioterapi dada. Sedangkan yang dapat diprediksi dan dengan durasi
implementasi yang dilakukan antara lain: kurang dari 6 bulan.
mengkaji kelancaran jalan nafas dengan Diagnosa yang keempat yaitu
mengauskultasi dada dan evaluasi resiko infeksi berhubungan dengan port
pergerakan dada, menghisap lendir d’ entry. Menurut Nanda (2006), resiko
14

infeksi adalah peningkatan resiko untuk dengan penumpukan sputum, gangguan


terinvasi oleh organisme pathogen. perfusi jaringan otak berhubungan dengan
Diagnosa yang kelima yaitu oedema otak, nyeri akut berhubungan
defisit perawatan diri berhubungan dengan agen injury, resiko infeksi
dengan kelemahan fisik. Menurut berhubungan dengan port d’entry dan defisit
Carpenito (2002) defisit perawatan diri perawatan diri berhubungan dengan
adalah kerusakan kemampuan dalam kelemahan fisik. Penulis berusaha
memenuhi kebutuhan diri yang meliputi memberikan intervensi sesuai dengan teori
kebersihan diri, nutrisi, dan toileting. yang didapatkan. Kelima diagnosa
C. Diagnosa yang tidak Muncul Pada keperawatan tersebut ditegakkan
Kasus, tapi Ada di Teori berdasarkan Nanda (2006) dan Carpenito
Untuk diagnosa yang tidak (2002) serta telah diberikan intervensi
muncul pada kasus namun terdapat sesuai NIC NOC dalam Judith (2002).
dalam teori hanya 1 diagnosa yang Dengan kelima diagnosa yang ada
tidak muncul pada kasus, yaitu pola tersebut maka penulis melakukan intervensi
nafas tidak efektif yang artinya sebagai berikut, yaitu melakukan auskultasi
pertukaran udara inspirasi dan ekspirasi dada, melakukan suction, memposisikan
yang tidak adekuat yang ditandai kepala head up 15-300, monitor tingkat
dengan dispnea, penurunan tekanan kesadaran dan tanda-tanda vital, berikan
inspirasi/ekspirasi, penurunan ventilasi oksigen sesuai dengan kondisi, kaji
per menit, menggunakan otot bantu karkteristik nyeri, berikan relaksasi progresif,
nafas, ekspirasi memanjang, nafas berikan lingkungan yang nyaman,
dengan bibir, nafas pendek dan melakukan perawatan luka, berikan bantuan
ortopnea (Nanda, 2006). Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan diri pasien,
pada kasus nyata, penulis tidak berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan
menemukan data-data aktual yang nutrisi, berikan bantuan untuk memenuhi
mengarah pada diagnosa pola nafas kebutuhan lingkungan yang aman dan
tidak efektif berhubungan dengan nyaman, dan kolaborasi dengan dokter
depresi pusat nafas di otak. dalam pemberian terapi farmakologi.
SIMPULAN DAN SARAN Setelah dilakukan beberapa
SIMPULAN intervensi diatas maka evaluasi yang
Berdasarkan pembahasan diatas, didapat antara lain: klien terpasang O2 nasal
penulis dapat menyimpulkan bahwa kanul 4 lpm, suara nafas klien vesikuler,
masalah keperawatan yang timbul dalam tidak ada sumbatan jalan nafas, produksi
Asuhan keperawatan pada Tn. S post sputum berkurang, klien relax, GCS
Craniotomy dengan Cedera Kepala Berat di E4V5M6, posisi kepala head up 300, TTV TD
Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi, telah berkisar antara: 120/70-130/80 mmHg,
sesuai dengan teori. Setelah dilakukan nadi= 50-90 x/menit, RR= 20-24x/menit,
pengkajian pada Tn. S post craniotomy Suhu= 36-370C, klien mengatakan nyeri
dengan cedera kepala berat maka berkurang, nyeri terasa saat kepala
didapatkan data sebagai berikut: klien digerakkan, nyeri terasa senut-senut dengan
mengalami penurunan kesadaran dengan skala nyeri 3 dan nyeri terasa hilang timbul,
GCS 9 (E1V3M5), klien gelisah, suara nafas klien relax, kepala klien terbalut perban,
stridor, klien terpasang NRM O2 14 lpm, terdapat luka jahitan pada kepala,
terdapat percikan sekret pada NRM, klien hematoma pada kepala sudah mengecil dan
terpasang transfusi darah PRC, terdapat klien post craniotomy, klien mengatakan
hematoma di kepala, hasil CT-Scan EDH, luka di kepala masih terasa sedikit sakit jika
klien mengerang kesakitan sambil dipegang, terdapat balutan pada kepala
memegangi kepalanya, kepala klien terbalut yang tertutup hepafix, terdapat luka jahitan
perban, terdapat 33 jahitan pada kepala, di kepala sebanyak 33 jahitan, luka jahitan
luka lembab, terdapat jejas di tangan dan agak lembab dan bersih, terdapat lesi dan
kaki kanan kiri, klien bedrest. jejas pada wajah, luka tidak bengkak, luka
Dengan adanya data-data diatas, tidak ada nanah, disekitar luka tidak
maka didapatkan 5 diagnosa yaitu bersihan memerah dan panas, luka tidak sakit jika
jalan nafas tidak efektif berhubungan ditekan.
15

Penulis berusaha untuk melakukan pendidikan dalam mengembangkan dan


perawatan secara optimal untuk meningkatkan mutu pendidikan tentang
meminimalkan komplikasi. Penulis juga asuhan keperawatan pada pasien post
berusaha mengevaluasi dan memberikan craniotomi dengan cedera kepala berat.
masukan dan saran agar klien dan keluarga
dapat menghadapi keadaan yang sedang DAFTAR PUSTAKA
dialami. Adapun faktor panghambat yang Brunner and Suddarth.2003. Keperawatan
penulis temukan dalam pengkajian adalah Medical Bedah . Jakarta : EGC
dokumentasi klien dan perencanaan asuhan Carpenito, L.J. 2002. Buku Saku Diagnosa
keperawatan yang tidak tercapai yaitu Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa
melakukan fisioterapi dada pada klien, Yasmin Asih. EGC. Jakarta
karena keadaan klien yang sedang Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan
mengalami penurunan kesadaran, selain Keperawatan, EGC. Jakarta
kondisi klien gelisah dan bicara kurang Ester, M., 2001, Keperawatan Medikal
dimengerti sehingga perawat susah dalam Bedah, EGC. Jakarta
melakukan fisioterapi dada. Long, B.C. 2000, Perawatan Medikal Bedah,
Pemecahan masalah adalah Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni
melengkapi pendokumentasian yang masih Pendidikan Keperawatan Padjajaran
kurang lengkap dan pendekatan pada klien Bandung
dan keluarga ditingkatkan dengan Mansjur, Arif. 2007 . Kapita Selekta
menggunakan pendekatan terapiutik dan Kedokteran. Media Aesculapius. Fakultas
perawat juga melakukan suction untuk Kedokteran Universitas Indonesai.
mengurangi sputum yang ada. Muttaqin, A (2008). Buku Ajar Asuhan
SARAN Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Berdasarkan hasil pembahasan dan Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
kesimpulan, maka penulis memberikan Nanda, 2006. Buku Panduan Diagnosis
saran: Keperawatan. EGC. Jakarta
1. Bagi Penulis Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik
Agar dapat meningkatkan pengetahuan Keperawatan, EGC. Jakarta
dan pengalaman serta berupaya Oswari, E. 2000, Bedah dan Perawatannya,
memberikan asuhan keperawatan FKUI. Jakarta
khususnya pada pasein dengan cedera Price, S, A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
kepala berat dengan tepat. Proses Penyakit, (terjemahan), Edisi 4.
2. Bagi perawat Jakarta: EGC.
Diharapkan dapat terus meningkatkan Smeltzer, Suzanne. 2006. Buku Ajar
pengalaman dan kualitas dalam Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
memberikan asuhan keperawatan pada Suddarth. Ed.8. EGC. Jakarta
klien dengan cedera kepala serta dapat Topcu SY, Findik SY. 2012. Pain
membantu mengevaluasi dalam upaya Management Nursing: Official. American
meningkatkan mutu pelayanan Society of Pain Management nurses, 13
keperawatan bagi pasien dengan cedera (1), 7-11.
kepala. * NADIA CITRA SAVITRI : Mahasiswa
3. Bagi Instansi Rumah Sakit Umum Daerah Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Dr. Moewardi Unversitas Muhammadiyah Surakarta
Diharapkan karya tulis ini bisa menjadi ** NANANG SRI MUJIONO, S.Kep: Dosen
masukan dan sebagai tambahan refrensi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
untuk lebih meningkatkan mutu Univesitas Muhammadiyah Surakarta
pelayanan yang diberikan pada penderita ** ARI SETIYAJATI, S.Kep., Ns:
cedera kepala berat. Pembimbing Klinik Intensive Care Unit
4. Bagi Instansi Pendidikan RSUD Dr. Moewardi di Surakarta
Diharapkan karya tulis ini dapat
digunakan sebagai informasi bagi institusi

Anda mungkin juga menyukai