Disusun oleh:
CKR0160050
1.2 Etiologi
Menurut Nugraha (2010), penyebab KPD masih belum diketahui dan dapat ditentukan
secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah:
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
servik uteri (akibat persalinan, curettage)
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya trauma, hidramniom, gamelli.
4. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis
menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
5. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu
atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi : kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat disebabkan oleh
kelelahan dalam bekerja
7. Multigraviditas atau pritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus
ketuban pecah sebelum waktunya. (kedokteran dan linux,KPD,2008)
8. Faktor lain:
a. Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban
b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)
Beberapa faktor resiko dari KPD:
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumnya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu)
8. Infeksi pada kehamilan seperti bacterial vaginosis
1.3 Patofisiologi
Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membran fetal
akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang mengalami ruptur
prematur ini tampak memiliki defek fokal. Daerah dekat tempat pecahnya membran ini
disebut “restricted zone of extreme altered morphology” yang ditandai dengan adanya
pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast
maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini dan merupakan
daerah yang rusak pertama kali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat
ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko
tinggi.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini adalah selaput ketuban tidak kuat
sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks
maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban
(Manuaba,1998).
1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Nugraha (2010), tanda dan gejala ketuban pecah dini antara lain :
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Biasanya agak keruh
dan bercampur dengan lanugo (rambut halus pada janin) serta mengandung verniks caseosa
(lemak pada kulit bayi).
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal”
atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
4. Demam, bercak vagina banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda-tanda infeksi yang terjadi.
1.5 Penatalaksanaan
Macam-macam penatalaksanaan untuk ketuban pecah dini adalah (Nugraha,2010) :
1. Konservatif:
a. Rawat dirumah sakit
b. Beri antibiotika: bila ketuban pecah > 6 jam berupa: Ampisillin 4x500mg atau
Gentamycin 1x80mg.
c. Umur kehamilan <32-34 minggu: dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai
air ketuban tidak keluar lagi.
d. Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35
minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal sangat tergantung pada
kemampuan perawatan bayi premature).
e. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).
f. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid selama untuk memacu kematangan
paru-paru janin.
2. Aktif:
a. Kehamilan > 35 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio sesaria.
3. Cara induksi: 1 ampul syntocinon dalam Dektrose 5% dimulai 4 tetes /menit, tiap 1/4 jam
dinaikkan 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/menit.
a. Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan Seksio sesaria.
Bila ada tanda-tanda infeksi: beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
1.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada ketuban pecah dini antara lain (Nugraha,2010) :
1. Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah
sindrom distress pernafasan (RDS : Respiration Dystress Syndrome), yang terjadi pada 10-
40% bayi baru lahir
2. Resiko infeksi meningkatkan pada kejadian KPD
Komplikasi infeksi intrapartum
komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia),
sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi
sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.
komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.
3. Selain itu kejadian prolapse atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada KPD
4. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkatkan pada KPD preterm
5. Hypoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya
mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23
minggu.
6. Partus preterm : persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin kurang
dari 2500 gram ( Manuaba, 1998 : 221).
7. Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama padda kasus KPD adalah keluar cairan
warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan sedikit ataupun
banyak dari jalan lahir, pada pemeriksaan dalam inspeksikula tampak air
ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah
kering.
b) Data Objektiif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
1. Keadaan Penderita
Composmentris sedikit Gelisah
2. Kesakitan : mules dibagian abdomen
3. Tanda – Tanda Vital :
- Tekanan darah : 120/80
- Denyut nadi : 80x/ mnt
- Frekuensi Nafas : 20x/ mnt
- Suhua : 35,6
b) Pemeriksaan head-to-tie:
1) Rambut
Tidak ada gangguan, warna rambut hitam, simetris, tidak ada
benjolan, tidak ada luka lesi/lecet, tidak ada nyeri kepala.
2) Mata
skleranya an ikterik, konjungtiva anemis, fungsi penglihatannya baik,
tidak menggunakan alat bantu penglihatan, pupil isokor reflek
cahaya positif.
3) Telinga
Simetris kiri dan kanan, bersih tidak ada terdapat serumen, tes bisik
atau tes weber masih dalam keadaan normal, tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
4) Hidung
Klien bernafas dengan cuping hidung, tidak terdapat serumen, fungsi
penciuman klien baik, tidak ada nyeri tekan.
5) Mulut dan gigi
Keadaan mukosa bibir klien pucat dan kering, keadaan gigi dan gusi
tidak ada peradangan dan pendarahan, keadaan lidah klien bersih,
Pada ibu hamil pada umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan
karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium. , tak ada
pembesarab tonsil.
6) Leher
Simetris, klien tidak mengalami pembengkakan tiroid, dan adanya
reflek menelan.
7) Paru-paru
I : warna kulit normal, pengembangan dada nya simetris kiri dan
kanan, tidak terdapat luka memar/lecet, frekuensi pernafasannya
normal.
P : tidak teraba pembengkakan, getaran dinding dada simetris antara
kiri dan kanan
P : bunyi Paru normal
A : suara nafas normal
8) Jantung
I : warna kulit sawo matang, tidak ada luka lesi / lecet
P : frekuensi jantung meningkat,
P : bunyi jantung normal tidak ada murmur.
A : tidak ada suara tambahan pada jantung klien
9) Payudara
puting susu klien sudah menonjol, warna aerola hitam, kondisi
mamae tidak ada pembengkakan, sudah terdapat ASI yang keluar
sedikit.
10) Abdomen
I : keadaan perut terdapat linea alba, tidak ada luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien 27cm, letak bayi normal, persentase kepala
bayi sudah masuk PAP.
P : bunyi abdomen normal
A : bising usu kliendan DJJ janin masih terdengar dan normal
11) Payudara
Puting susu klien apakah menonjol/tidak,warna aerola, kondisi
mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah mengeluarkan ASI /belum
12) Ekstremitas
Atas : warna kulit sawo matang, tidak ada luka lesi/memar, tidak ada
oedema.
Bawah : tidak ada luka memar, tidak terdapat oedema
13) Genitalia
Ada cairan yang keluar, Tidak ada varises, tidak ada oedema pada
daerah genitalia klien
14) Intergumen
Warna kulit sawo matang, keadaan, dan turgor kulit baik.
2) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Pemeriksaan Labolatorium
Dlie
c. Pemeriksaan Lain-lain
EKG,CRS kreatif
3) Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: pasien mengatakan keluar Selaput ketuban pecah Resiko tinggi infeksi
cairan berwarna putih jernih dari ↓ maternal
vagina seperti air ketuban , Cairan ketuban keluar terus
demam menerus
DO: ↓
Suhu lebih dari 37,5oC, adanya Ruptur membran amniotik
cairan yang keluar dari vagina
berwarna putih jernih, sel darah
putih meningkat lebih dari 10000
(rata-rata 8000) millimeter kubik
darah
Mandiri
1. Setelah
1. Memantau
membran
keadaan
ruptur, insiden
umum klien,
korioamnionitis
seperti
menigkat secara
kesadaran
progresif sesuai
klien, cairan
dengan waktu
yg keluar dari
yang
vagina klien,
ditunjukkan
TTV (terutama
melalui TTV
suhu)
(suhu dapat
menunjukkan
tanda-tanda
2. Lakukan
infeksi)
perawatan
2. Mengurangi
perineum dan
resiko
personal
terjadinya
hygiene
infeksi
dengan benar
3. Mengontrol
3. Monitoring
DJJ tiap 5-10 keadaan janin
menit Mengetahui cairan
ketuban masih
Evaluasi cairan
keluar atau tidak,
yang keluar dari
terjadinya
vagina
perdarahan
2. Resiko tinggi Gawat Mandiri 1. Menghindari a. Janin dapat
gawat janin b.d janin 1. Pantau posisi janin dalam posisi diinduksi
partus yang
tidak segera
tidak janin sungsang
terjadi
2. Mengontrol b. Tidak keluar
Kolaborasi 1. Dapat
1. Berikan drip meningkatkan
oksitosin kontraksi/his
2. Lakukan induksi sehingga dapat
persalinan membantu
sesuai indikasi persalinan
2. Mencegah
terjadinya fetal
death
uteri janin
Kolaborasi 1. Memantau
pemeriksaan 2. Dapat
USG meningkatkan
2. Berikan drip kontraksi/his
oksitosin sehingga dapat
3. Lakukan membantu
induksi persalinan
persalinan 3. Mencegah
sesuai indikasi terjadinya fetal
death