Cedera-Kepala Fix Melda
Cedera-Kepala Fix Melda
PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik secara langsung atau
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial, baik temporer maupun permanen. 1 Cedera kepala merupakan suatu
kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat suatu rumah sakit. 2
Diperkirakan 1,4 juta cedera kepala terjadi setiap tahun, dengan >1,1 juta yang datang ke
Unit Gawat Darurat. Insiden cedera kepala pada anak usia 0-14 tahun kira-kira 475000 per
tahun. Anak-anak yang bertahan setelah mengalami cedera kepala sedang dan berat berisiko
Pada setiap pasien cedera kepala, adanya peningkatan TIK berkaitan dengan outcome
yang buruk dan terapi agresif terhadap peningkatan TIK ini dapat memperbaiki outcome. 3
Tujuan utama penanganan intensif cedera kepala adalah untuk mencegah dan mengobati
metabolisme otak berupa oksigen dan glukosa. Karena otak terletak di dalam tengkorak,
peningkatan TIK akan mengganggu aliran darah ke otak dan mengakibatkan iskemik
serebral. Peningkatan TIK adalah penyebab penting terjadinya cedera kepala sekunder,
dimana derajat dan lamanya berkaitan dengan outcome setelah cedera kepala. Pemantauan
TIK adalah pemantauan intrakranial yang paling banyak digunakan karena pencegahan dan
kontrol terhadap peningkatan TIK serta mempertahankan tekanan perfusi serebral (Cerebral
Perfusion Pressure/CPP) adalah tujuan dasar penanganan cedera kepala.3 Hal terpenting dari
otak, fungsi tubuh, dan sedasi. Osmoterapi adalah faktor penting pada penatalaksanaan
trauma kepala, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid akibat aneurisma, dan stroke
1
iskemik. Saat ini sediaan untuk osmoterapi yaitu manitol, larutan salin hipertonik, dan larutan
natrium laktat hipertonik. Manitol telah dikenal secara luas sebagai terapi utama pada terapi
hipertensi intrakranial, namun larutan salin hipertonik merupakan terapi alternatif yang juga
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tekanan intrakranial (TIK) didefinisikan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan
Prinsip TIK diuraikan pertama kali oleh Profesor Monroe dan Kellie pada tahun 1820.
Mereka menyatakan bahwa pada orang dewasa, otak berada dalam tengkorak yang
2
volumenya selalu konstan. Ruang intrakranial terdiri atas parenkim otak sekitar 83%, darah
6%, dan cairan serebrospinal (LCS) 11% . Peningkatan volume salah satu komponen akan
Jaringan otak pada dasarnya tidak dapat dimampatkan, jadi peningkatan TIK karena
pembengkakan otak akan mengakibatkan ekstrusi LCS dan darah (terutama vena) dari ruang
intrakranial, fenomena ini disebut kompensasi spasial. LCS memegang peranan pada
kompensasi ini karena LCS dapat dibuang dari ruang intrakranial ke rongga spinalis.3
Hubungan antara TIK dan volume intrakranial digambarkan dalam bentuk kurva (Gambar
2.2) yang terbagi dalam tiga bagian yaitu bagian pertama kurva adalah datar sebab cadangan
kompensasi adekuat dan TIK tetap rendah walaupun volume intraserebral meningkat (A-B).3
3
Gambar 2.2 Hubungan antara TIK dan volume intracranial3
Bila mekanisme kompensasi ini lemah, kurva akan naik secara cepat. Compliance
intrakranial sangat menurun dan sedikit peningkatan volume akan menyebabkan peningkatan
TIK (B-C). Pada TIK yang tinggi, kurva kembali datar akibat hilangnya kapasitas arteriol
otak untuk melebar sebagai respons terhadap penurunan CPP. Tekanan jaringan otak yang
tinggi menyebabkan gagalnya fungsi pembuluh darah sebagai respon serebrovaskular (C-D).
Sebagian besar cairan serebrospinalis dibentuk oleh ventrikel lateral otak dengan
normal jumlah cairan serebrospinalis adalah 100 - 150 meningococcus. Cairan kebanyakan
keluar dari setiap ventrikel lateral, melalui foramen Monro menuju ventrikel III, melalui
akuaduktus Sylvi masuk ke ventrikel IV dan mengalir ke ruang subrakhnoid melalui foramen
Luschka dan Magendi. Ruang subarakhnoid mengelilingi otak dan medula spinalis, dan
serebrospinalis terjadi pada villi arakhnoid. Mekanisme yang pasti kenapa terutama
4
mengambil tempat tersebut tidak diketahui, tetapi perbedaan diantara tekanan hidrostatik
cairan serebrospinalis dan sinus-sinus venosus adalah sangat penting. Kapasitas absorpsi
adalah 2-4 kali lebih besar dari kecepatan normal sirkulasi cairan serebrospinalis. Otak dan
cairan serebrospinalis bersama-sama dengan pembuluh darah otak diliputi oleh tulang yang
kaku. Rongga kranium normal mengandung berat otak ± 1400 gram, 75 ml darah dan 75 ml
cairan serebrospinalis. Otak, volume darah dan cairan serebrospinalis didalam kranium pada
setiap saat harus relatif konstan (hipotesa Monro-Kellie). Yang lebih penting adalah
penekanan pada pembuluh darah otak bila terjadi peninggian tekanan intrakranial.5
tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari
kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat
mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance
otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume
darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang,
gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering
mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia. Kompensasi tahap akhir dan paling
berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau
melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering
menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai
kompartemen intrakranial. Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari
atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx
5
serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium
serebri. Otak dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada
satu kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah. 4
intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana perfusi serebral.
Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat
menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk
Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat
menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini dapat
spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena
berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal
dengan complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus menerus
meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi
intrakranial. 5
a. Tumor serebri
c. Trauma
d. Perdarahan
e. Abses
6
f. Hematoma ekstraserebral
mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi
hidrosefalus
1. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi
karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala
yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin.
3. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang
berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis
jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s
triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat
Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya karena
perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma; onset yang bertahap karena tumor, hidrosefalus
yang sudah lama, atau abses. Riwayat kanker sebelumnya, berkurangnya berat badan,
7
merokok, penggunaan obat-obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit iskemik dapat berguna
dekompensasi. Secara obyektif, pemantauan TIK adalah untuk mengikuti kecenderungan TIK
tersebut, karena nilai tekanan menentukan tindakan yang perlu dilakukan agar terhindar dari
cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat ireversibel dan letal. Dengan pemantauan TIK
juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang sangat penting, dimana menunjukkan tercapai
Pedoman BTF (Brain Trauma Foundation) 2007 merekomendasi bahwa TIK harus
dipantau pada semua cedera kepala berat (Glasgow Coma Scale/GCS 3-8 setelah resusitasi)
herniasi, dan/atau penekanan sisterna basalis) (Level II), TIK juga sebaiknya dipantau pada
pasien cedera kepala berat dengan CT scan kepala normal jika diikuti dua atau lebih kriteria
antara lain usia>40 tahun, sikap motorik, dan tekanan darah sistolik <90 mmHg (level III).3
8
2.1.4.2 Kontraindikasi pemantauan TIK
Tidak ada kontrindikasi absolut untuk memantau TIK, hanya ada beberapa
Ratio (INR), Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT)
terkoreksi ( INR <1,4 dan PT <13,5 detik). Pada kasus emergensi dapat diberikan
3. Bila pasien menggunakan obat anti platelet, sebaiknya berikan sekantong platelet dan
Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara langsung) dan non
invasive (tidak langsung). Metode non invasif (secara tidak langsung) dilakukan pemantauan
9
subarakhnoid/subdural, dan epidural. Metode yang umum dipakai yaitu intraventrikular dan
jarang digunakan karena akurasinya rendah. Pengukuran tekanan LCS lumbal tidak
memberikan estimasi TIK yang cocok dan berbahaya bila dilakukan pada TIK meningkat.
Beberapa metode lain seperti Tympanic Membrane Displacement/TMD, Optic nerve sheath
Pemantauan status klinis Beberapa kondisi klinis yang harus dinilai pada peningkatan
TIK yaitu :3
2. Pemeriksaan pupil
3. Pemeriksaan motorik ocular (perhatian khusus pada nervus III dan VI)
Oftalmoskopi adalah salah satu penilaian yang bermakna pada peningkatan TIK. Papil
edema ditemukan bila peningkatan TIK telah terjadi lebih dari sehari. Tapi sebaiknya tetap
dinilai pada evaluasi awal, ada atau tidak ada papil edema dapat memberikan informasi
Neuroimaging
scan kepala. Beberapa temuan pada neuroimaging yang dicurigai kondisi patologis yang
Tabel 2.2 Temuan neuroimaging pada kondisi yang menyebabkan peningkatan TIK
10
Adanya lebih dari satu kelainan ini sangat mungkin suatu peningkatan TIK,
sedangkan adanya salah satu temuan diatas menunjukkan potensi peningkatan TIK. Bila
diperlukan dapat diteruskan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan kontras untuk
menggambarkan patologi intrakranial dengan lebih baik, untuk pengambilan keputusan awal,
meskipun CT scan tanpa kontras pun seringkali cukup. Keputusan penting yang harus
dilakukan pada pasien dengan TIK meningkat adalah apakah perangkat pemantauan TIK
TIK meningkat, serta melengkapi informasi yang diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan.
Pencitraan tidak dapat menggantikan pemantauan TIK invasif. Pengulangan CT scan dapat
digunakan ketika status klinis pasien hanya membutuhkan penempatan monitor TIK dalam
waktu singkat. Dalam keadaan ini, pengulangan pencitraan setiap kali perubahan status
kepala) yang kemudian memerlukan penempatan monitor.3 Pendekatan ini dapat digunakan
untuk menunda atau menghindari penempatan monitor TIK dalam kasus di mana kebutuhan
Neurosonology
TCD telah terbukti merupakan alat klinis noninvasif yang berguna untuk penilaian
aliran darah arteri basal otak. Semua cabang utama arteri intrakranial biasanya dapat
diinsonasi baik arteri kranial anterior, media dan posterior melalui tulang temporal (kecuali
pada 10% pasien, dimana insonasi transtemporal tidak memungkinkan), arteri oftalmika dan
11
carotid siphon melalui orbita, dan arteri vertebral dan arteri basilar melalui foramen magnum.
TCD mengukur kecepatan aliran darah, dalam sentimeter per detik, yang biasanya berkisar
40-70. Variabel pemantauan esensial kedua berasal dari rekaman gelombang yang
menggunakan indikator pulsatility index (PI), rasio perbedaan antara kecepatan aliran sistolik
dan diastolik dibagi rata-rata kecepatan aliran, biasanya kurang lebih sama dengan 1.
Penggunaan klinis yang paling umum dari TCD adalah pemantauan untuk vasospasme,
terutama setelah SAH. Penyempitan lumen arteri, peningkatan aliran sistolik dan penurunan
diastolik (aliran sistolik 120 sangat sugestif dan 200 konfirmasi dari penurunan diameter
lumen), mengakibatkan peningkatan PI (nilai di atas 3:1 sangat sugestif terjadi penyempitan
lumen). Penilaian TCD serial dapat mendeteksi perubahan progresif dalam kecepatan aliran
dan PI akibat vasospasme pada SAH. Penyempitan lumen dapat diproduksi oleh penyempitan
arteri intrinsik sendiri seperti dalam autoregulasi dan vasospasme yang benar, atau dengan
Vasospasme juga bisa terjadi karena kompresi ekstrinsik dari arteri terutama
basal. Seluruh peningkatan dalam kecepatan aliran dan PI dapat menunjukkan kompresi
ekstrinsik difus arteri karena TIK meningkat. Sayangnya, TCD kurang sensitif dan spesifik
untuk memberikan alternatif pemantauan TIK noninvasif. TCD tidak dapat menggantikan
pemantauan TIK langsung. Para dokter yang menggunakan TCD untuk monitor pasien SAH
harus selalu ingat bahwa perubahan penyempitan lumen yang difus mungkin menunjukkan
peningkatan TIK. Beberapa upaya telah dilakukan memanfaatkan TCD untuk menilai
hilangnya autoregulasi dan menilai adanya MAP kritis yang membahayakan CPP.3
Pemantauan TIK secara langsung dapat dilakukan dibeberapa lokasi sesuai dengan
12
2.3 Lokasi anatomi pengukuran tekanan intrakranial3
Subarachnoid Screw
ditempatkan ke dalam tengkorak berbatasan dengan dura. Ini adalah sekrup berongga yang
memungkinkan CSF untuk mengisi baut, memungkinkan tekanan untuk menjadi sama.
Keuntungan metode ini adalah infeksi dan risiko perdarahan rendah. Aspek negatif termasuk
kemungkinan kesalahan permantauan TIK, salah penempatan sekrup, dan oklusi oleh debris.
Kateter subdural / epidural adalah metode lain untuk memantau TIK. Metode ini
kurang invasif tetapi juga kurang akurat. Hal ini tidak dapat digunakan untuk mengalirkan
CSF, namun kateter memiliki risiko yang lebih rendah dari infeksi atau perdarahan.
parenkim otak melalui lubang kecil dan baut tengkorak yang memungkinkan pemantauan
TIK simultan, mikrodialisis serebral dan oksigenasi jaringan otak. Posisi pilihan perangkat
tersebut adalah pada subtansia alba regio frontal nondominan pada cedera otak difus, atau
parenkim perikontusional pada cedera otak fokal. Probe tekanan intraparenkimal ditempatkan
13
pada hemisfer kontralateral dari hematoma intraserebral. Perangkat yang berbeda juga
tersedia, termasuk fiberoptic dan teknologi pneumatik. Monitor TIK pneumatic Spiegelberg
adalah kateter serbaguna yang menggabungkan TIK, oksigenasi jaringan otak dan
pemantauan temperatur otak. Nilai TIK harus diinterpretasikan dengan hati-hati dan
berhubungan dengan penilaian klinis dan radiologis pasien. Ketika ada perbedaan yang
signifikan antara nilai pemantauan dan gejala klinis, penggantian atau penempatan kembali
Kateter intraventrikuler/Ventriculostomy
diinsersikan ke dalam ventrikel lateral biasanya melalui burr hole kecil di frontal kanan.
Tehnik ini juga dapat digunakan untuk mengalirkan LCS dan memberikan obat intratekal
seperti pemberian antibiotika pada kasus ventrikulitis yang kemungkinan disebabkan oleh
hanya memungkinkan pemantauan TIK intermiten bila saluran ventrikel ditutup. Kateter
ventrikel tersedia secarakomersial memiliki transduser tekanan dalam lumennya, sistem ini
Beberapa komplikasi bisa terjadi akibat pemasangan kateter ventrikel antara lain
kebocoran LCS, masuknya udara ke ruang subarachnoid dan ventrikel, drainase LCS yang
berlebihan dapat menyebabkan kolaps ventrikel dan herniasi, atau terapi tidak sesuai
berkaitan dengan pembacaan TIK dengan gelombang kecil, kegagalan elektromekanikal, dan
kesalahan operator. Lubang-lubang kecil di ujung kateter dapat tersumbat oleh gumpalan
darah atau deposit fibrin, dan kateter dapat berpindah sehingga sebagian atau seluruh ujung
kateter terletak dalam parenkim otak bukan dalam ventrikel. Dalam kasus tersebut, drainase
LCS akan menghasilkan gradien tekanan signifikan antara lumen kateter ventrikel dan
14
ventrikel. Jika diduga ada obstruksi kateter, irigasi dengan NaCl 0,9% 2 ml dapat
mengembalikan patensi kateter. Prosedur ini harus dilakukan dengan memperhatikan asepsis,
dimana manipulasi berulang berhubungan dengan tingginya insiden infeksi sistem saraf
pusat. Jadi irigasi rutin tidak dianjurkan. Ventrikulitis dan meningitis adalah komplikasi yang
berpotensi mengancam nyawa, yang disebabkan oleh kontaminasi langsung kateter selama
pemasangan atau secara retrograde oleh kolonisasi bakteri pada kateter. Kejadian infeksi
dilaporkan sekitar 5-20%. Penggunaan sistem drainase tertutup dan sampling LCS aseptik
dan pembilasan kateter dan pengangkatan yang benar kateter yang tidak dibutuhkan dapat
meminimalkan risiko infeksi terkait kateter. LCS dapat mencetuskan infeksi karena
pengulangan akses ke sistem drainase. Sampling LCS lebih diindikasikan karena kriteria
klinis khusus daripada menjadi sampling rutin. 8 Posisi pasien saat pengukuran ditinggikan
30-45 derajat. Tranduser harus sama tinggi dengan titik referensi. Titik referensi yang paling
umum adalah foramen Monro. Titik referensi 0 adalah garis imajiner antara puncak telinga
Lamanya waktu pemakaian kateter ventrikuler bervariasi. Secara umum lama waktu
pemakaian adalah dua minggu atau tergantung kondisi pasien. Risiko infeksi meningkat pada
pemakaian yang lebih lama. Pemberian antibiotik profilaksis dikaitkan dengan tingginya
insiden infeksi LCS yang resisten antibiotika. Sebaliknya, penggunaan antibiotik dapat
menurunkan kejadian infeksi berhubungan dengan kateter. Setelah dicabut, ujung kateter
harus dikirim untuk kultur, dimana pertumbuhan bakteri berkaitan dengan risiko tinggi terjadi
meningitis, dan tes sensitivitas antibiotika berdasarkan atas analisis mikrobiologi dapat
Tabel 2.3 Keuntungan dan kerugian metode pemantauan TIK yang invasif.3
15
Tabel 2.4 Perbandingan masing-masing metode pemantauan TIK.3
Rekaman TIK memberikan dua macam informasi yaitu level baseline dan variasi
tekanan (gelombang), dengan kata lain peningkatan TIK bisa tetap atau periodik.3
1. Tekanan baseline
TIK normal adalah pulsatil akibat pulsasi arteri intracranial yang mencerminkan
siklus kardiak dan respirasi. TIK normal rata-rata 0-10 mmHg dan abnormal bila >15 mmHg.
Lunberg mengusulkan bahwa TIK >20 mmHg adalah meningkat sedang, dan TIK>40 mmHg
16
adalah meningkat berat. Pada cedera kepala lebih umum melihat peningkatan pada tekanan
2. Gelombang tekanan
Lundberg mengidentifikasi 3 jenis gelombang yang berbeda yaitu gelombang A,B dan
TIK dari baseline sampai puncaknya 50-80 mmHg dan bertahan selama 5-20 menit.
Gelombang ini selalu patologis dan mungkin berkaitan dengan tanda awal terjadinya herniasi
otak, seperti bradikardi dan hipertensi. Hal ini terjadi pada pasien yang autoregulasinya masih
menurunnya perfusi serebral. Gelombang B biasanya ritmik, terjadi setiap 1-2 menit, dengan
puncak sekitar 20-30 mmHg diatas baseline. Gelombang ini berhubungan dengan perubahan
tonus vaskuler, kemungkinan disebabkan oleh ketidakstabilan vasomotor saat CPP berada
dan amplitudonya sangat kecil, puncaknya pada 20 mmHg. Gelombang ini perubahan pada
sinkron dengan tekanan darah arteri, mencerminkan tonus vasomotor dan tidak bermakna
patologis.3
3. Amplitudo
Bila TIK meningkat di atas level istirahat, amplitudo komponen denyut jantung
meningkat sementara komponen pernapasan menurun. Jadi denyut amplitudo TIK meningkat
linear dengan peningkatan TIK, sebuah observasi yang dibuat oleh Cushing lebih dari 90
tahun yang lalu. Tekanan nadi juga dapat meningkat sebelum TIK meningkat. Hal ini
memiliki kepentingan klinis karena dapat memprediksi kerusakan sebelum kenaikan TIK.
Dengan kata lain, suatu pelebaran amplitudo tanpa adanya suatu peningkatan TIK
17
4. Bentuk gelombang TIK
Gelombang TIK mempunyai dua frekuensi berbeda, satu gelombang sinkron dengan
denyut arteri sementara gelombang lainnya lebih lambat bersamaan waktu bernafas (Gambar
2.4).
Gelombang vaskuler disebabkan oleh pulsasi arteri pada pembuluh darah besar di
Bentuk
dalam otak, menghasilkan osilasi volume system ventrikel. gelombang tekanan TIK
mirip dengan tekanan darah sistemik dan mempunyai tiga komponen yaitu percussion wave
(P1), tidal wave (P2), dan dicrotic wave (P3) (Gambar 2.5).
18
Gambar 2.5 Gelombang tekanan TIK3
mencerminkan tekanan intrathorakal. Gelombang ini terlihat menonjol pada pasien dengan
ventilator. Biasanya, amplitudo denyut jantung adalah sekitar 1,1 mmHg, dan gabungan
Komplikasi yang paling umum terjadi berhubungan dengan pemasangan monitor TIK
antara lain perdarahan, infeksi, dan kerusakan peralatan monitor. Insiden komplikasi ini
bervariasi, tergantung pada perangkat yang digunakan, durasi pemantauan, dan teknik
pemasangan, tetapi secara umum, risiko tetap rendah, kurang dari 1% dari pasien mengalami
klinis perdarahan yang signifikan dan 0,3-1,8% mengalami infeksi. Tingkat infeksi dan risiko
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung
19
dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala
dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya
benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-
deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi
trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
neurokimiawi.7
20
2.3 Edema Serebri
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi
cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi
intrakranial.8
Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume air dalam
jaringannya. Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri
1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba
2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea
b. Berdasarkan patofisiologi8
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier
(sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan
komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga
lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak,
21
hipertensi maligna, perdarahan otak dan ber-bagai penyakit yang merusak
Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan
yangakan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin lamamakin membengkak
dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit,
seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti trietil tin, dapat
(cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat kimia tertentu.
22
3). Edema serebri osmotic
ekstraseluler.
23
2.3.3 Patofisiologi edema serebri8
a. Vasogenic edema
disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah dan
aliran darah dan oleh factor osmotic. Ketika protein dan makromolekur lain memasuki
rongga ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral karena
perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema vasogenic ini juga
disebut edema basah karena pada beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak
cairan edema. Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi
b. Edema Sitotoksik
berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal tetap
mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan
24
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap air dan
terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat buruk,
edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema sitotoksik terjadi
c. Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan
kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air
suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada
d. Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi pada
intrakranial pada neurotrauma dan efeknya dalam mengurangi viskositas dan akhirnya
meningkatkan cerebral blood flow (CBF) daripada secara spesifik menurunkan tekanan
intracranial (ICP) akibat dehidrasi osmotik serebral. Penggunaan manitol yang tidak tepat
Manitol mempunyai sifat osmotic diuretic yang kuat sehingga mampu menarik
molekul air ke dalam pembuluh darah dari impermeable terhadap sawar darah otak (Blood
25
Brain Barrier). Sifat tersebut digunakan untuk menurunkan tekanan tinggi intrakranial pada
cedera kepala. Efek tersebut diperoleh melalui peningkatan volume darah sirkulasi dan
Jika autoregulasi masih baik, manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial (ICP =
intracranial Pressure) sebesar 27,2 persen tanpa mempengaruhi aliran darah otak (CBF =
Cerebral Blood Flow). Tetapi jika autoregulasi terganggu, penurunan ICP hanya sekitar 4,7
Manitol merupakan suatu molekul gula monosa yang memiliki enam karbon dengan
enam ikatan alkohol (C6H14O6). Molekul ini memiliki berat molekul 182, dengan sifat osmotic
diuretic yang kuat sehingga mampu menarik molekul air ke dalam pembuluh darah dari
Manitol merupakan suatu derivat alkohol dari gula manosa yang pertamakali
ditemukan pada tahun 1961, dan sering diberikan sebagai salah satu pilihan terapi cedera
pada keadaan yang pertama yaitu dengan pemberian dosis tunggal bertujuan memberikan
26
efek jangka pendek sehingga dapat dilakukan prosedur diagnostik (CT-scan) dan intervensi
(evakuasi masa lesi intrakranial). Pada keadaan kedua manitol digunakan sebagai terapi
jangka panjang kasus peningkatan tekanan intrakranial. Meskipun demikian belum cukup
bukti yang mendukung pemberian manitol secara rutin dan berulang hingga beberapa hari.
Meskipun terdapat data mengenai mekanisme kerja dasar dari manitol namun hanya beberapa
penelitian pada manusia yang dapat memberikan validasi terhadap pemberian manitol dengan
secara cepat menurunkan tekanan intrakranial dengan mengurangi viskositas darah dan
mengurangi diameter pembuluh darah. Hal tersebut terjadi sebagai kompensasi fungsi
autoregulasi cerebral blood flow (CBF). Kadar CBF dipertahankan melalui refleks
vasokonstriksi, akibatnya terjadi penurunan volume darah serebral dan penurunan tekanan
osmotik, yang terjadi lebih lambat (15–30 menit), berhubungan dengan pergerakan gradual
kandungan air dari parenkim ke sirkulasi darah. Efek manitol tersebut bertahan hingga 6 jam
Manitol dapat berakumulasi di daerah otak yang mengalami trauma, dimana terjadi
gangguan osmotik dan cairan bergerak dari kompartemen intravaskular ke parenkim otak,
yang dilakukan pada manusia dan hewan diketahui bahwa pemberian manitol memberikan
efek menguntungkan terhadap kondisi peningkatan tekanan intrakranial, CPP, CBF, dan
metabolisme otak. Manitol juga memberikan efek jangka pendek yang menguntungkan
terhadap kondisi neurologis. Meskipun demikian masih belum diketahui mekanisme pasti
bagaimana efek menguntungkan tersebut tercapai dan kemungkinan efek utama manitol
27
terhadap otak yaitu menyebabkan peningkatan volume plasma secara cepat sehingga
viskositas darah menurun, CBF meningkat, perfusi mikrosirkulasi meningkat, dan terjadi
output dan tekanan darah, hal tersebut kemudian diikuti dengan timbulnya efek diuretic yang
perfusi serebral sebanyak 18% dan penurunan tekanan intraserebral sebanyak 21% tanpa
mempengaruhi tekanan darah arteri. Pada penelitian tersebut flow velocity pada arteri
serebral medial meningkat sebesar 15,6%. Efek osmotik manitol mulai timbul pada menit ke
15 sampai dengan ke 30, dimana pada jeda waktu tersebut terbentuk gradien antara plasma
dan sel, efek tersebut bertahan selama periode yang bervariasi antara 90 menit hingga 6 jam
Manitol dapat digunakan dalam bentuk infus kontinyu atau secara bolus berulang.
Pemberian secara bolus lebih efektif dibanding infus kontinyu. Dosis manitol yang
diperlukan sehingga terjadi peningkatan CBF dan penurunan tekanan intrakranial umumnya
sekitar 0,5–1g/ kg berat badan. Meskipun demikian, seringkali dosis kurang dari dosis
anjuran tersebut sudah cukup untuk menyebabkan perbaikan. Pada pasien dewasa, 100 ml
larutan yang mengandung manitol 20g sebanyak 20% umumnya cukup untuk menimbulkan
efek terapi. Dosis yang di rekomendasikan untuk pemberian manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB,
selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class
Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v. Pemberian dosis
28
berulang harus hati-hati karena manitol dapat berakumulasi pada white matter sehingga
cairan intrasel jadi hiperosmolar dan cairan ekstrasel akan kembali tertarik ke dalam sel dan
2.4.5 Indikasi12
a. Manitol dapat diberikan sebelum dilakukan pengukuran ICP, yaitu jika terdapat tanda-tanda
herniasi transtentorial atau adanya perburukan keadaan neurologis yang tidak disebabkan oleh
f. Menurunkan tekanan intrakranial dari titik kritis yang biasanya diikuti tindakan
29
2.4.6 Cara Pemberian Manitol
a. Sebelum pemberian manitol harus dilakukan pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, gula
darah dan elektrolit darah. Sebaiknya dilakukan perhitungan osmolaritas darah sebelum
dilakukan pemberian manitol agar terdapat gambaran osmolaritas awal, sehingga dapat
Formula ini tidak berlaku jika telah diberikan manitol, koloid atau sejenisnya
seperti HES.
b. Harus terpasang foley kateter, untuk mengukur diuresis yang terjadi, sehingga dapat
dilakukan penggantian cairan yang keluar. Sedapat mungkin penderita dalam keadaan
euvolemia, jika dapat dilakukan pemasangan CVP lebih baik. Osmolaritas darah tidak boleh
melebihi 320 mOsm/L karena dapat menyebabkan gagal ginjal akut, sebab manitol
c. Jika osmolaritas darah terus meningkat, viskositas darah juga meningkat, sehingga CPP akan
meningkat. Hal ini akan terjadi jika diuresis yang dicapai tidak diimbangi dengan balance
d. Manitol dalam darah sebagian akan masuk ke ruang interstitial melewati sawar darah otak
pada saat terjadinya peregangan ‘tight junction’ endotel kapitel di otak akibat ekspansi
volume yang terjadi. Sebagian yang lain akan masuk melewati sawar yang rusak akibat
cedera kepala. Hal inilah menurut Kauffmann dan Carsodo, merupakan penyebab terjadinya
‘phenomena rebound’. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian bolus, dan penghentian
30
a. gagal ginjal prerenal hiperosmotik. Beberapa hal yang dapat memperberat komplikasi ini
antara lain, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, sepsis, atau penyakit ginjal yang sudah ada.
b. Gangguan elektrolit. Setelah penggunaan manitol selama beberapa hari, dapat terjadi
hypokalemia.
c. Dehidrasi dan hipotensi. Diuresis yang tidak diimbangi dengan balans cairan masuk yang
memadai akan menyebabkan hipotensi dan dehidrasi. Suatu lingkaran setan yang akan
memperberat iskemia otak karena penurunan CPP. Resiko ini terutama dijumpai pada
d. Perdarahan intrakranial menjadi berkembang karena efek tampon yang ada akan berkurang
akibat penciutan otak yang terjadi. Tetapi maneuver ini diperlukan jika kita membutuhkan
efek segera misalnya dalam persiapan operasi, agar terdapat waktu lebih lama sebelum
e. Timbulnya hiperosmolaritas yang hanya terjadi pada “otak normal” dengan sawar darah otak
yang masih utuh, dikhawatirkan dapat menyebabkan peningkatan volume otak pada daerah di
sekitar jaringan yang rusak. Hal tersebut lebih jauhnya akan menyebabkan timbulnya
peningkatan tekanan osmotik pada daerah otak yang rusak, sehingga terjadi peningkatan
kadar air dalam otak, volume otak kembali tinggi, dan terjadi rebound berupa peningkatan
tekanan intrakranial.
Pada suatu penelitian meta-analisis diketahui bahwa pada pemberian manitol, rebound
effect tersebut dapat terjadi. Manitol yang diekskresikan melalui membran gromelorus tanpa
diubah dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal yang diduga berhubungan dengan
tingginya osmolaritas pada tubulus, sehingga terjadi nekrosis tubuler akut. Pada suatu
penelitian didapatkan bahwa manitol merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya
gagal ginjal akut pada pasien cedera kepala berat dalam terapi. Hipotensi arteri, sepsis, obat
nefrotoksik, atau adanya penyakit ginjal sebelumnya dapat meningkatkan risiko pasien
mengalami gagal ginjal akibat terapi hiperosmotik. 10 Setelah pemberian manitol dapat timbul
penurunan volume cairan intravascular yang berlebihan dan gagal ginjal sehingga apabila
31
terdapat kekhawatiran terjadinya hal tersebut maka dapat dipilih NaCl hipertonik sebagai
Komplikasi yang paling umum dari terapi manitol adalah ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, edema kardiopulmoner, dan rebound edema serebral. Manitol juga dapat
menyebabkan gagal ginjal dalam dosis terapi, dan reaksi hipersensitivitas juga dapat terjadi.
32
Penggunaan manitol di bawah dosis 200 g / hari jarang menyebabkan terjadinya
GGA. Pada dosis rendah manitol memberikan efek vasodilator ginjal, sedangkan pada dosis
tinggi menyebabkan vasokonstriktor ginjal yang dapat mempengaruhi terjadinya GGA. Gagal
ginjal akut tersebut biasanya berupa oliguria dengan ekskresi sodium fraksi rendah.
Mekanisme terjadinya gagal ginjal diduga karena efek tubuloglomerular feedback akibat
keluarnya air dan garam setelah penggunaan dosis tinggi manitol. Selain itu, diuresis manitol
mengurangi ATP, yang dapat menyebabkan lebih mudahnya terjadi GGA. Akan tetapi,
komplikasi tersebut jarang terjadi dan umumnya terjadi akibat penggunaan dosis tinggi
Ketika merawat penderita dengan dosis tinggi manitol, penting untuk memantau
secara rutin konsentrasi serum natrium, kalium, kalsium, dan fosfat, osmolalitas dan osmolal
gap, serta output urin per jam. Jika osmolal gap serum melebihi 55 mOsmol / kg H 2O atau
jika konsentrasi serum manitol melebihi 1000 mg / L, maka manitol harus dihentikan.
Dosis tinggi terapi manitol harus digunakan dengan teliti, khususnya dalam
menghadapi insufisiensi ginjal. Pencegahan GGA akibat manitol dapat dilakukan dengan
menghindari dosis yang besar dan terapi terus–menerus pada penderita berisiko. Namun,
ketika toksisitas manitol terjadi dapat ditangani dengan menghentikan manitol dan dengan
mengembalikan volume cairan ekstraselular. Pemulihan dapat terjadi secara spontan. Jika
33
Cairan hipertonis salin 3% efektif dalam menurunkan TIK dan mengurangi intervensi
yang lain (Thiopental dan hiperventilasi) → me↓ TIK dan me↑ CPP. Group dengan
pemberian salin hipertonis memiliki waktu tinggal di ICU lebih singkat, penggunaan ventilasi
mekanik lebih singkat, dan komplikasi yang lebih sedikit dibandingkan penggunaan RL.
Dosis efektif dalam infus kontinyu salin 3% adalah 0,1 ml/kgBB/jam-1,0 ml/kgBB/jam.
Osmolalitas serum dipertahankan pada 320 mOsm/L. Kadar serum sodium meningkat sekitar
dilakukan pada penelitian mengenai resusitasi hipovolume. Pada penelitian tersebut cairan
NaCl hipertonik diberikan pada pasien multitrauma dengan syok perdarahan. Subgrup yang
disertai cedera kepala berat mendapatkan keuntungan yang paling besar dengan pemberian
NaCl hipertonik. Hal tersebut ditandai dengan parameter hemodinamik secara efektif dapat
dipulihkan dan pasien dapat bertahan hidup. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
NaCl hipertonik dapat memberikan keuntungan pada pasien cedera kepala berat dan menjaga
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti
manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih sama dengan manitol,
yaitu dehidrasi osmotik. Larutan hipertonik saline 2,3 dan 7,5 % mengandung sodium
chloride dan sodium acetat yang sama (50 : 50) untuk menghindari terjadinya
hyperchloremic acidosis. Hipertonik saline diberikan melalui kateterisasi vena sentral untuk
mendapatkan euvolemia atau sedikit hipervolemia (1-2 ml/kg/hr). Pemberian 250 ml bolus
hipertonik saline dapat diberikan jika dibutuhkan untuk agresif resusitasi. Tujuan pemberian
hipertonik saline yaitu untuk meningkatkan kadar konsentrasi sodium dengan rentang 145 -
34
155 mEq/l. Level kadar sodium ini dipertahankan selama 48 - 72 jam sampai pasien
menunjukan kemajuan secara klinik atau sampai tidak memberikan respon yang adekuat.10,13
Manitol terbukti menembus membran sel. Hal ini berarti bahwa efek plasma-
expanding manitol tidak bertahan lama dan tidak dapat digunakan untuk meningkatkan
volume plasma yang turun. Lebih lanjut mengenai kemungkinan peningkatan volume akibat
efek rebound transien akibat akumulasi manitol di intraselular seperti yang ditunjukkan
dalam penelitian pada sel glial dan otot rangka kucing. Situasinya mungkin berbeda untuk
salin hipertonik karena efek pompa natrium dalam membran sel akan mencegah akumulasi
natrium dan klorida intraseluler. Efek absorbsi hipertonik salin dapat diperkirakan lebih tahan
lama dibandingkan manitol dengan risiko lebih kecil untuk terjadinya efek rebound. 10,13
memindahkan cairan menembus membran kapiler serebral dimana sawar darah otak (blood
brain barrier/BBB) membatasi permeabilitas zat ini. Ini berarti bahwa akan ada pengurangan
volume ruang interstitial, tetapi juga dari ruang intraseluler akibat peningkatan sekunder dari
larutan salin hipertonik pada 20 pasien dengan tekanan intrakranial >20 mmHg setelah
sebelumnya mengalami trauma kepala. Setelah 60 menit pemberian melalui infus, tekanan
intracranial berkurang menjadi 14 mmHg pada kelompok dengan pemberian manitol dan 10
mmHg pada kelompok salin hipertonik. Penelitian lain menemukan bahwa larutan salin
hipertonik lebih efektif dalam menurunkan tekanan intracranial jika manitol tidak berhasil
penggunaan manitol dengan NaCl hipertonik yang memberikan hasil bervariasi. Sebagian
besar hasil penelitian menunjukkan bahwa NaCl hipertonik memberikan efek mengendalikan
tekanan intrakranial yang lebih baik dibanding manitol. Pada beberapa penelitian didapatkan
35
hasil berupa penurunan tekanan intrakranial yang lebih baik pada beberapa menit hingga jam
antara efek pemberian NaCl hipertonik dengan manitol. Baik pada pemberian manitol
maupun NaCl hipertonik, tidak didapatkan risiko hipotensi yang signifikan. Berikut hasil
beberapa penelitian mengenai perbandingan efek pemberian manitol dengan NaCl hipertonik
Merupakan larutan hipertonik yang berisi natrium laktat, kalium klorida, dan kalsium
klorida dalam konsentrasi fisiologis. Laktat digunakan sebagai metabolit interselular kunci
antara glikolisis dan fosforilasi oksidatif yang keduanya dapat diproduksi dan digunakan oleh
otak dibawah kondisi patologis. Studi terhadap hewan dan manusia menunjukkan bahwa
laktat dapat mencegah efek neurologis yang merugikan dari hipoglikemia, mengindikasikan
Natrium laktat hipertonik saat ini merupakan alternatif yang menarik baik sebagai
cairan resusitasi maupun osmoterapi. Sebuah studi membandingkan efikasi dari natrium
laktat hipertonik dan manitol pada penurunan tekanan intrakanial menunjukkan bahwa
natrium laktat hipertonik menghasilkan penurunan tekanan intrakranial yang nyata dan
signifikan dibanding manitol. Namun studi yang sama juga menunjukkan penurunan kadar
gula darah yang signifikan pada pasien yang mendapatkan natrium laktat hipertonik.
peningkatan kadar gula darah hingga batas tertentu berhubungan dengan efek merugikan
Penelitian tentang efek manitol dan natrium laktat hipertonik pada tekanan
intrakranial pun telah dilakukan dan memberikan hasil natrium laktat hipertonik dilaporkan
lebih efektif dalam menurunkan tekanan intra kranial dan memiliki efek lebih panjang dari
36
manitol. Pemberian bolus natrium laktat hipertonik 3% 5 ml/kg dengan manitol, tidak
menemukan perbedaan dalam relaksasi otak pada kedua grup tersebut. Efek infus natrium
laktat hipertonik 3% 160 ml dan manitol 20% 150 ml terhadap relaksasi otak, menunjukkan
hasil bahwa salin hipertonis lebih baik dibandingkan manitol 20%, yang mana tidak sesuai
dengan temuan kami (natrium laktat hipertonik memiliki konsentrasi Na yang sama dengan
salin hipertonik. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan volume pada cairan
hiperosmotik yang diberikan pada pasien dan populasi yang diteliti. 10,11
37
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peningkatan TIK adalah penyebab penting terjadinya cedera kepala sekunder, dimana
derajat dan lamanya berkaitan dengan outcome setelah cedera kepala. Pemantauan TIK
adalah pemantauan intrakranial yang paling banyak digunakan karena pencegahan dan
kontrol terhadap peningkatan TIK serta mempertahankan tekanan perfusi serebral (Cerebral
Perfusion Pressure/CBF) adalah tujuan dasar penanganan cedera kepala. Pemantauan TIK
penting bagi pengelolaan cedera kepala baik pada orang dewasa dan anak-anak.3
TIK pada cedera kepala adalah kompleks dan merupakan tantangan untuk para dokter
dalam pengelolaan pasien Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara
langsung) dan non invasive (tidak langsung). Metode non invasif (secara tidak langsung)
Ultrasonography/TCD).3
Berdasarkan The Brain Trauma Foundation mannitol tetap digunakan sebagai terapi
utama dalam pengelolaan hipertensi intrakranial, tetapi salin hipertonik dapat digunakan
sebagai obat pilihan atau alternatif pada hipertensi intracranial yang menetap setelah
lebih dari 50% pasien dengan cedera kepala berat. Satu penelitian di UK menunjukkan bahwa
semua pusat bedah saraf menggunakan mannitol untuk pasien dengan kenaikkan TIK.
pada cedera kepala. Akan tetapi, efektifitas mannitol untuk cedera kepala pada kondisi kritis
neurotrauma dan efeknya dalam mengurangi viskositas dan akhirnya meningkatkan cerebral
38
blood flow (CBF) daripada secara spesifik menurunkan tekanan intracranial (ICP) akibat
dehidrasi osmotik serebral. Komplikasi dari pemberian manitol dapat berupa gagal ginjal
39