Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik secara langsung atau

tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,

fungsi psikososial, baik temporer maupun permanen. 1 Cedera kepala merupakan suatu

kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat suatu rumah sakit. 2

Diperkirakan 1,4 juta cedera kepala terjadi setiap tahun, dengan >1,1 juta yang datang ke

Unit Gawat Darurat. Insiden cedera kepala pada anak usia 0-14 tahun kira-kira 475000 per

tahun. Anak-anak yang bertahan setelah mengalami cedera kepala sedang dan berat berisiko

tinggi menderita sekuele neurologi termasuk gangguan kognitif dan perilaku.3

Pada setiap pasien cedera kepala, adanya peningkatan TIK berkaitan dengan outcome

yang buruk dan terapi agresif terhadap peningkatan TIK ini dapat memperbaiki outcome. 3

Tujuan utama penanganan intensif cedera kepala adalah untuk mencegah dan mengobati

cedera kepala sekunder seperti iskemik serebral menggunakan berbagai strategi

neuroprotektif untuk mempertahankan perfusi serebral untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme otak berupa oksigen dan glukosa. Karena otak terletak di dalam tengkorak,

peningkatan TIK akan mengganggu aliran darah ke otak dan mengakibatkan iskemik

serebral. Peningkatan TIK adalah penyebab penting terjadinya cedera kepala sekunder,

dimana derajat dan lamanya berkaitan dengan outcome setelah cedera kepala. Pemantauan

TIK adalah pemantauan intrakranial yang paling banyak digunakan karena pencegahan dan

kontrol terhadap peningkatan TIK serta mempertahankan tekanan perfusi serebral (Cerebral

Perfusion Pressure/CPP) adalah tujuan dasar penanganan cedera kepala.3 Hal terpenting dari

pengobatan medis termasuk mengontrol ventilasi, osmoterapi, mempertahankan homeostasis

otak, fungsi tubuh, dan sedasi. Osmoterapi adalah faktor penting pada penatalaksanaan

trauma kepala, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid akibat aneurisma, dan stroke

1
iskemik. Saat ini sediaan untuk osmoterapi yaitu manitol, larutan salin hipertonik, dan larutan

natrium laktat hipertonik. Manitol telah dikenal secara luas sebagai terapi utama pada terapi

hipertensi intrakranial, namun larutan salin hipertonik merupakan terapi alternatif yang juga

potensial untuk terapi hipertensi intrakranial.9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Intrakranial

Tekanan intrakranial (TIK) didefinisikan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan

biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak.4

Prinsip TIK diuraikan pertama kali oleh Profesor Monroe dan Kellie pada tahun 1820.

Mereka menyatakan bahwa pada orang dewasa, otak berada dalam tengkorak yang

2
volumenya selalu konstan. Ruang intrakranial terdiri atas parenkim otak sekitar 83%, darah

6%, dan cairan serebrospinal (LCS) 11% . Peningkatan volume salah satu komponen akan

dikompensasi oleh penurunan volume komponen lainnya untuk mempertahankan tekanan

yang konstan (Gambar 2.1).3

Gambar 2.1 Doktrin Monro-Keliie1

Jaringan otak pada dasarnya tidak dapat dimampatkan, jadi peningkatan TIK karena

pembengkakan otak akan mengakibatkan ekstrusi LCS dan darah (terutama vena) dari ruang

intrakranial, fenomena ini disebut kompensasi spasial. LCS memegang peranan pada

kompensasi ini karena LCS dapat dibuang dari ruang intrakranial ke rongga spinalis.3

Hubungan antara TIK dan volume intrakranial digambarkan dalam bentuk kurva (Gambar

2.2) yang terbagi dalam tiga bagian yaitu bagian pertama kurva adalah datar sebab cadangan

kompensasi adekuat dan TIK tetap rendah walaupun volume intraserebral meningkat (A-B).3

3
Gambar 2.2 Hubungan antara TIK dan volume intracranial3

Bila mekanisme kompensasi ini lemah, kurva akan naik secara cepat. Compliance

intrakranial sangat menurun dan sedikit peningkatan volume akan menyebabkan peningkatan

TIK (B-C). Pada TIK yang tinggi, kurva kembali datar akibat hilangnya kapasitas arteriol

otak untuk melebar sebagai respons terhadap penurunan CPP. Tekanan jaringan otak yang

tinggi menyebabkan gagalnya fungsi pembuluh darah sebagai respon serebrovaskular (C-D).

2.1.1 Sirkulasi cairan serebrospinalis

Sebagian besar cairan serebrospinalis dibentuk oleh ventrikel lateral otak dengan

kecepatan 0,3 – 0,4 meningococcus/menit atau 500 meningococcus/hari. Dalam keadaan

normal jumlah cairan serebrospinalis adalah 100 - 150 meningococcus. Cairan kebanyakan

keluar dari setiap ventrikel lateral, melalui foramen Monro menuju ventrikel III, melalui

akuaduktus Sylvi masuk ke ventrikel IV dan mengalir ke ruang subrakhnoid melalui foramen

Luschka dan Magendi. Ruang subarakhnoid mengelilingi otak dan medula spinalis, dan

cairan serebrospinalis bersirkulasi diseluruh ruang tersebut. Kebanyakan absorpsi cairan

serebrospinalis terjadi pada villi arakhnoid. Mekanisme yang pasti kenapa terutama

4
mengambil tempat tersebut tidak diketahui, tetapi perbedaan diantara tekanan hidrostatik

cairan serebrospinalis dan sinus-sinus venosus adalah sangat penting. Kapasitas absorpsi

adalah 2-4 kali lebih besar dari kecepatan normal sirkulasi cairan serebrospinalis. Otak dan

cairan serebrospinalis bersama-sama dengan pembuluh darah otak diliputi oleh tulang yang

kaku. Rongga kranium normal mengandung berat otak ± 1400 gram, 75 ml darah dan 75 ml

cairan serebrospinalis. Otak, volume darah dan cairan serebrospinalis didalam kranium pada

setiap saat harus relatif konstan (hipotesa Monro-Kellie). Yang lebih penting adalah

penekanan pada pembuluh darah otak bila terjadi peninggian tekanan intrakranial.5

2.1.2 Patofisiologi Peningkatan Tekanan Intrakranial

Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan

serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan

tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari

kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat

mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance

otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk

mengurangi tekanan pun dimulai.4

Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume

darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang,

gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering

mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia. Kompensasi tahap akhir dan paling

berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau

melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering

menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai

kompartemen intrakranial. Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari

atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx

5
serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium

serebri. Otak dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada

satu kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah. 4

Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh darah

intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana perfusi serebral.

Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat

menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk

kembali ke batas normal. 4

2.1.3 Tekanan Tinggi Intrakranial

Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat

menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini dapat

dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari rongga tengkorak ke kanalis

spinalis dan disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena

berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal

dengan complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus menerus

meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi

intrakranial. 5

Penyebab terjadinya tekanan tinggi intrakranial antara lain :5

1. Volume intrakranial yang meninggi

Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh:

a. Tumor serebri

b. Infark yang luas

c. Trauma

d. Perdarahan

e. Abses

6
f. Hematoma ekstraserebral

g. Acute brain swelling

2. Dari faktor pembuluh darah

Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi

mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus

duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis.

3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi

hidrosefalus

Gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK :3

1. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi

karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala

yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin.

2. Muntah proyektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK.

3. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang

berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis

yang baik untuk hipertensi intrakranial.

4. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran; gelisah,

iritabilitas, letargi; dan penurunan fungsi motorik.

5. Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan penggeseran

jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s

triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan dapat

membantu melokalisasi level cedera.

Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya karena

perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma; onset yang bertahap karena tumor, hidrosefalus

yang sudah lama, atau abses. Riwayat kanker sebelumnya, berkurangnya berat badan,

7
merokok, penggunaan obat-obatan, koagulopati, trauma, atau penyakit iskemik dapat berguna

dalam mencari etiologi.

2.1.4 Pemantauan TIK

Pemantauan TIK digunakan untuk mencegah terjadinya fase kompensasi ke fase

dekompensasi. Secara obyektif, pemantauan TIK adalah untuk mengikuti kecenderungan TIK

tersebut, karena nilai tekanan menentukan tindakan yang perlu dilakukan agar terhindar dari

cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat ireversibel dan letal. Dengan pemantauan TIK

juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang sangat penting, dimana menunjukkan tercapai

atau tidaknya perfusi otak begitu juga dengan oksigenasi otak.3

2.1.4.1 Indikasi pemantauan TIK

Pedoman BTF (Brain Trauma Foundation) 2007 merekomendasi bahwa TIK harus

dipantau pada semua cedera kepala berat (Glasgow Coma Scale/GCS 3-8 setelah resusitasi)

dan hasil CT scan kepala abnormal (menunjukkan hematoma, kontusio, pembengkakan,

herniasi, dan/atau penekanan sisterna basalis) (Level II), TIK juga sebaiknya dipantau pada

pasien cedera kepala berat dengan CT scan kepala normal jika diikuti dua atau lebih kriteria

antara lain usia>40 tahun, sikap motorik, dan tekanan darah sistolik <90 mmHg (level III).3

Tabel 2.1 Indikasi pemantauan TIK1

8
2.1.4.2 Kontraindikasi pemantauan TIK

Tidak ada kontrindikasi absolut untuk memantau TIK, hanya ada beberapa

kontraindikasi relatif yaitu:3

1. Koagulopati dapat meningkatkan risiko perdarahan pada pemasangan pemantauan

TIK. Bila memungkinkan pemantauan TIK ditunda sampai International Normalized

Ratio (INR), Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT)

terkoreksi ( INR <1,4 dan PT <13,5 detik). Pada kasus emergensi dapat diberikan

Fresh Frozen Plasma (FFP) dan vitamin K.

2. Trombosit < 100.000/mm³

3. Bila pasien menggunakan obat anti platelet, sebaiknya berikan sekantong platelet dan

fungsi platelet dengan menghitung waktu perdarahan.

4. Imunosupresan baik iatrogenik maupun patologis juga merupakan kontraindikasi

relatif pemasangan pemantauan TIK

2.1.4.3 Metode pemantauan TIK

Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara langsung) dan non

invasive (tidak langsung). Metode non invasif (secara tidak langsung) dilakukan pemantauan

status klinis, neuroimaging dan neurosonology (Trancranial Doppler

Ultrasonography/TCD). Sedangkan metode invasif (secara langsung) dapat dilakukan di

beberapa lokasi anatomi yang berbeda yaitu intraventrikular, intraparenkimal,

9
subarakhnoid/subdural, dan epidural. Metode yang umum dipakai yaitu intraventrikular dan

intraparenkimal (microtransducer sensor). Metode subarakhnoid dan epidural sekarang

jarang digunakan karena akurasinya rendah. Pengukuran tekanan LCS lumbal tidak

memberikan estimasi TIK yang cocok dan berbahaya bila dilakukan pada TIK meningkat.

Beberapa metode lain seperti Tympanic Membrane Displacement/TMD, Optic nerve sheath

diameter/ONSD namun akurasinya sangat rendah.3

a. Pemantauan TIK secara tidak langsung

Pemantauan status klinis Beberapa kondisi klinis yang harus dinilai pada peningkatan

TIK yaitu :3

1. Tingkat kesadaran (GCS)

2. Pemeriksaan pupil

3. Pemeriksaan motorik ocular (perhatian khusus pada nervus III dan VI)

4. Pemeriksaan motorik (perhatian khusus pada hemiparesis

5. Adanya mual atau muntah

6. Keluhan nyeri kepala

7. Vital sign saat itu

Oftalmoskopi adalah salah satu penilaian yang bermakna pada peningkatan TIK. Papil

edema ditemukan bila peningkatan TIK telah terjadi lebih dari sehari. Tapi sebaiknya tetap

dinilai pada evaluasi awal, ada atau tidak ada papil edema dapat memberikan informasi

mengenai proses perjalanan penyakit.

Neuroimaging

Pada pasien yang dicurigai peningkatan TIK sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT

scan kepala. Beberapa temuan pada neuroimaging yang dicurigai kondisi patologis yang

menyebabkan peningkatan TIK (tabel 2.2).3

Tabel 2.2 Temuan neuroimaging pada kondisi yang menyebabkan peningkatan TIK

10
Adanya lebih dari satu kelainan ini sangat mungkin suatu peningkatan TIK,

sedangkan adanya salah satu temuan diatas menunjukkan potensi peningkatan TIK. Bila

diperlukan dapat diteruskan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan kontras untuk

menggambarkan patologi intrakranial dengan lebih baik, untuk pengambilan keputusan awal,

meskipun CT scan tanpa kontras pun seringkali cukup. Keputusan penting yang harus

dilakukan pada pasien dengan TIK meningkat adalah apakah perangkat pemantauan TIK

harus dipasang. Neuroimaging digunakan untuk menetapkan diagnosa yang mengakibatkan

TIK meningkat, serta melengkapi informasi yang diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan.

Pencitraan tidak dapat menggantikan pemantauan TIK invasif. Pengulangan CT scan dapat

digunakan ketika status klinis pasien hanya membutuhkan penempatan monitor TIK dalam

waktu singkat. Dalam keadaan ini, pengulangan pencitraan setiap kali perubahan status

pasien dapat mendokumentasikan munculnya temuan baru (misalnya, hematoma cedera

kepala) yang kemudian memerlukan penempatan monitor.3 Pendekatan ini dapat digunakan

untuk menunda atau menghindari penempatan monitor TIK dalam kasus di mana kebutuhan

untuk itu awalnya kurang jelas.3

Neurosonology

TCD telah terbukti merupakan alat klinis noninvasif yang berguna untuk penilaian

aliran darah arteri basal otak. Semua cabang utama arteri intrakranial biasanya dapat

diinsonasi baik arteri kranial anterior, media dan posterior melalui tulang temporal (kecuali

pada 10% pasien, dimana insonasi transtemporal tidak memungkinkan), arteri oftalmika dan

11
carotid siphon melalui orbita, dan arteri vertebral dan arteri basilar melalui foramen magnum.

TCD mengukur kecepatan aliran darah, dalam sentimeter per detik, yang biasanya berkisar

40-70. Variabel pemantauan esensial kedua berasal dari rekaman gelombang yang

menggunakan indikator pulsatility index (PI), rasio perbedaan antara kecepatan aliran sistolik

dan diastolik dibagi rata-rata kecepatan aliran, biasanya kurang lebih sama dengan 1.

Penggunaan klinis yang paling umum dari TCD adalah pemantauan untuk vasospasme,

terutama setelah SAH. Penyempitan lumen arteri, peningkatan aliran sistolik dan penurunan

diastolik (aliran sistolik 120 sangat sugestif dan 200 konfirmasi dari penurunan diameter

lumen), mengakibatkan peningkatan PI (nilai di atas 3:1 sangat sugestif terjadi penyempitan

lumen). Penilaian TCD serial dapat mendeteksi perubahan progresif dalam kecepatan aliran

dan PI akibat vasospasme pada SAH. Penyempitan lumen dapat diproduksi oleh penyempitan

arteri intrinsik sendiri seperti dalam autoregulasi dan vasospasme yang benar, atau dengan

hiperplasia intimal seperti dalam "vasospasme" pada SAH.3

Vasospasme juga bisa terjadi karena kompresi ekstrinsik dari arteri terutama

peningkatan difus TIK mengakibatkan penekanan yang menyebabkan penyempitan arteri

basal. Seluruh peningkatan dalam kecepatan aliran dan PI dapat menunjukkan kompresi

ekstrinsik difus arteri karena TIK meningkat. Sayangnya, TCD kurang sensitif dan spesifik

untuk memberikan alternatif pemantauan TIK noninvasif. TCD tidak dapat menggantikan

pemantauan TIK langsung. Para dokter yang menggunakan TCD untuk monitor pasien SAH

harus selalu ingat bahwa perubahan penyempitan lumen yang difus mungkin menunjukkan

peningkatan TIK. Beberapa upaya telah dilakukan memanfaatkan TCD untuk menilai

hilangnya autoregulasi dan menilai adanya MAP kritis yang membahayakan CPP.3

b. Pemantauan TIK secara langsung

Pemantauan TIK secara langsung dapat dilakukan dibeberapa lokasi sesuai dengan

anatomi kepala (Gambar 2.3).

12
2.3 Lokasi anatomi pengukuran tekanan intrakranial3

Subarachnoid Screw

Subarachnoid screw dihubungkan ke tranducer eksternal melalui tabung. Alat ini

ditempatkan ke dalam tengkorak berbatasan dengan dura. Ini adalah sekrup berongga yang

memungkinkan CSF untuk mengisi baut, memungkinkan tekanan untuk menjadi sama.

Keuntungan metode ini adalah infeksi dan risiko perdarahan rendah. Aspek negatif termasuk

kemungkinan kesalahan permantauan TIK, salah penempatan sekrup, dan oklusi oleh debris.

Kateter subdural / epidural

Kateter subdural / epidural adalah metode lain untuk memantau TIK. Metode ini

kurang invasif tetapi juga kurang akurat. Hal ini tidak dapat digunakan untuk mengalirkan

CSF, namun kateter memiliki risiko yang lebih rendah dari infeksi atau perdarahan.

Intraparenkimal (microtransducer sensor)

Pemantauaan TIK intraparenkimal menggunakan microtransducer yang diletakkan di

parenkim otak melalui lubang kecil dan baut tengkorak yang memungkinkan pemantauan

TIK simultan, mikrodialisis serebral dan oksigenasi jaringan otak. Posisi pilihan perangkat

tersebut adalah pada subtansia alba regio frontal nondominan pada cedera otak difus, atau

parenkim perikontusional pada cedera otak fokal. Probe tekanan intraparenkimal ditempatkan

13
pada hemisfer kontralateral dari hematoma intraserebral. Perangkat yang berbeda juga

tersedia, termasuk fiberoptic dan teknologi pneumatik. Monitor TIK pneumatic Spiegelberg

juga memungkinkan kalibrasi in vivo dan pemantauan intrakranial.Monitor TIK Neurovent-P

adalah kateter serbaguna yang menggabungkan TIK, oksigenasi jaringan otak dan

pemantauan temperatur otak. Nilai TIK harus diinterpretasikan dengan hati-hati dan

berhubungan dengan penilaian klinis dan radiologis pasien. Ketika ada perbedaan yang

signifikan antara nilai pemantauan dan gejala klinis, penggantian atau penempatan kembali

probe harus dipertimbangkan.

Kateter intraventrikuler/Ventriculostomy

Tehnik intraventrikular merupakan gold standard pemantauan TIK, yaitu kateter

diinsersikan ke dalam ventrikel lateral biasanya melalui burr hole kecil di frontal kanan.

Tehnik ini juga dapat digunakan untuk mengalirkan LCS dan memberikan obat intratekal

seperti pemberian antibiotika pada kasus ventrikulitis yang kemungkinan disebabkan oleh

pemasangan kateter itu sendiri.Sistem tranduser kateter ventrikular eksternal tradisional

hanya memungkinkan pemantauan TIK intermiten bila saluran ventrikel ditutup. Kateter

ventrikel tersedia secarakomersial memiliki transduser tekanan dalam lumennya, sistem ini

memungkinkan pemantauan TIK dan drainase LCS simultan.3

Beberapa komplikasi bisa terjadi akibat pemasangan kateter ventrikel antara lain

kebocoran LCS, masuknya udara ke ruang subarachnoid dan ventrikel, drainase LCS yang

berlebihan dapat menyebabkan kolaps ventrikel dan herniasi, atau terapi tidak sesuai

berkaitan dengan pembacaan TIK dengan gelombang kecil, kegagalan elektromekanikal, dan

kesalahan operator. Lubang-lubang kecil di ujung kateter dapat tersumbat oleh gumpalan

darah atau deposit fibrin, dan kateter dapat berpindah sehingga sebagian atau seluruh ujung

kateter terletak dalam parenkim otak bukan dalam ventrikel. Dalam kasus tersebut, drainase

LCS akan menghasilkan gradien tekanan signifikan antara lumen kateter ventrikel dan

14
ventrikel. Jika diduga ada obstruksi kateter, irigasi dengan NaCl 0,9% 2 ml dapat

mengembalikan patensi kateter. Prosedur ini harus dilakukan dengan memperhatikan asepsis,

dimana manipulasi berulang berhubungan dengan tingginya insiden infeksi sistem saraf

pusat. Jadi irigasi rutin tidak dianjurkan. Ventrikulitis dan meningitis adalah komplikasi yang

berpotensi mengancam nyawa, yang disebabkan oleh kontaminasi langsung kateter selama

pemasangan atau secara retrograde oleh kolonisasi bakteri pada kateter. Kejadian infeksi

dilaporkan sekitar 5-20%. Penggunaan sistem drainase tertutup dan sampling LCS aseptik

dan pembilasan kateter dan pengangkatan yang benar kateter yang tidak dibutuhkan dapat

meminimalkan risiko infeksi terkait kateter. LCS dapat mencetuskan infeksi karena

pengulangan akses ke sistem drainase. Sampling LCS lebih diindikasikan karena kriteria

klinis khusus daripada menjadi sampling rutin. 8 Posisi pasien saat pengukuran ditinggikan

30-45 derajat. Tranduser harus sama tinggi dengan titik referensi. Titik referensi yang paling

umum adalah foramen Monro. Titik referensi 0 adalah garis imajiner antara puncak telinga

dan kantus bagian luar mata.3

Lamanya waktu pemakaian kateter ventrikuler bervariasi. Secara umum lama waktu

pemakaian adalah dua minggu atau tergantung kondisi pasien. Risiko infeksi meningkat pada

pemakaian yang lebih lama. Pemberian antibiotik profilaksis dikaitkan dengan tingginya

insiden infeksi LCS yang resisten antibiotika. Sebaliknya, penggunaan antibiotik dapat

menurunkan kejadian infeksi berhubungan dengan kateter. Setelah dicabut, ujung kateter

harus dikirim untuk kultur, dimana pertumbuhan bakteri berkaitan dengan risiko tinggi terjadi

meningitis, dan tes sensitivitas antibiotika berdasarkan atas analisis mikrobiologi dapat

menjadi pedoman terapi.3

Tabel 2.3 Keuntungan dan kerugian metode pemantauan TIK yang invasif.3

15
Tabel 2.4 Perbandingan masing-masing metode pemantauan TIK.3

2.1.4.4 Interpretasi pemantauan TIK

Rekaman TIK memberikan dua macam informasi yaitu level baseline dan variasi

tekanan (gelombang), dengan kata lain peningkatan TIK bisa tetap atau periodik.3

1. Tekanan baseline

TIK normal adalah pulsatil akibat pulsasi arteri intracranial yang mencerminkan

siklus kardiak dan respirasi. TIK normal rata-rata 0-10 mmHg dan abnormal bila >15 mmHg.

Lunberg mengusulkan bahwa TIK >20 mmHg adalah meningkat sedang, dan TIK>40 mmHg

16
adalah meningkat berat. Pada cedera kepala lebih umum melihat peningkatan pada tekanan

baseline daripada gelombang peningkatan TIK.3

2. Gelombang tekanan

Lundberg mengidentifikasi 3 jenis gelombang yang berbeda yaitu gelombang A,B dan

C. Gelombang A (gelombang plateau) secara klinis sangat penting karena mengindikasikan

penurunan compliance intracranial yang berbahaya. Gelombang A meningakat tajam pada

TIK dari baseline sampai puncaknya 50-80 mmHg dan bertahan selama 5-20 menit.

Gelombang ini selalu patologis dan mungkin berkaitan dengan tanda awal terjadinya herniasi

otak, seperti bradikardi dan hipertensi. Hal ini terjadi pada pasien yang autoregulasinya masih

baik dan compliance intrakranial berkurang, vasodilatasi sebagai respon terhadap

menurunnya perfusi serebral. Gelombang B biasanya ritmik, terjadi setiap 1-2 menit, dengan

puncak sekitar 20-30 mmHg diatas baseline. Gelombang ini berhubungan dengan perubahan

tonus vaskuler, kemungkinan disebabkan oleh ketidakstabilan vasomotor saat CPP berada

pada batas terendah autoregulasi. Sedangkan gelombang C terjadi dengan frekuensi4-8/menit

dan amplitudonya sangat kecil, puncaknya pada 20 mmHg. Gelombang ini perubahan pada

sinkron dengan tekanan darah arteri, mencerminkan tonus vasomotor dan tidak bermakna

patologis.3

3. Amplitudo

Bila TIK meningkat di atas level istirahat, amplitudo komponen denyut jantung

meningkat sementara komponen pernapasan menurun. Jadi denyut amplitudo TIK meningkat

linear dengan peningkatan TIK, sebuah observasi yang dibuat oleh Cushing lebih dari 90

tahun yang lalu. Tekanan nadi juga dapat meningkat sebelum TIK meningkat. Hal ini

memiliki kepentingan klinis karena dapat memprediksi kerusakan sebelum kenaikan TIK.

Dengan kata lain, suatu pelebaran amplitudo tanpa adanya suatu peningkatan TIK

menunjukkan adanya perburukan compliance dan cadangan intrakranial.3

17
4. Bentuk gelombang TIK

Gelombang TIK mempunyai dua frekuensi berbeda, satu gelombang sinkron dengan

denyut arteri sementara gelombang lainnya lebih lambat bersamaan waktu bernafas (Gambar

2.4).

Gambar 2.4 Bentuk gelombang TIK3

Gelombang vaskuler disebabkan oleh pulsasi arteri pada pembuluh darah besar di
Bentuk
dalam otak, menghasilkan osilasi volume system ventrikel. gelombang tekanan TIK

mirip dengan tekanan darah sistemik dan mempunyai tiga komponen yaitu percussion wave

(P1), tidal wave (P2), dan dicrotic wave (P3) (Gambar 2.5).

18
Gambar 2.5 Gelombang tekanan TIK3

Gelombang pernapasan sinkron dengan perubahan dalam tekanan vena sentral,

mencerminkan tekanan intrathorakal. Gelombang ini terlihat menonjol pada pasien dengan

ventilator. Biasanya, amplitudo denyut jantung adalah sekitar 1,1 mmHg, dan gabungan

jantung dan pernapasan bervariasi sekitar 3,3 mmHg. 3

2.1.4.5 Komplikasi pemantauan TIK

Komplikasi yang paling umum terjadi berhubungan dengan pemasangan monitor TIK

antara lain perdarahan, infeksi, dan kerusakan peralatan monitor. Insiden komplikasi ini

bervariasi, tergantung pada perangkat yang digunakan, durasi pemantauan, dan teknik

pemasangan, tetapi secara umum, risiko tetap rendah, kurang dari 1% dari pasien mengalami

klinis perdarahan yang signifikan dan 0,3-1,8% mengalami infeksi. Tingkat infeksi dan risiko

perdarahan lebih tinggi dengan pemasangan kateter ventrikel dibandingkan dengan

intraparenkimal, namun masih cukup rendah.3

2.2 Patofisiologi Cedera Kepala

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer

dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung

19
dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras

maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala

dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya

benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang

berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-

deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi

trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi

semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.

Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak

pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).6

Gambar 2.6 Coup dan countrecoup

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang

timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,

kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan

neurokimiawi.7

20
2.3 Edema Serebri

2.3.1 Defenisi Edema serebri

Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi

cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi

peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupun

ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan

intrakranial.8

Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume air dalam

jaringannya. Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri

Substansi grisea Substansi alba Total


Otak normal 80 70 77
Edema serebri 82 76 79

2.3.2 Klasifikasi Edema Serebri

Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :8

a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak

1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba

2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea

b. Berdasarkan patofisiologi8

1). Edema serebri vasogenik

Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier

(sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan

komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga

cairan ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa serotonin memegang peranan

penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel masih memerlukan penelitian

lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak,

21
hipertensi maligna, perdarahan otak dan ber-bagai penyakit yang merusak

pembuluh darah otak.

2). Edema serebri sitotoksik

Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan

endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na

tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan tekanan osmotik intraseluler

yangakan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin lamamakin membengkak

dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit,

iskemia otakmakin hebat karena perfusi darah terganggu.

Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada kulit

seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti trietil tin, dapat

menimbulkan edema sitotoksik.

Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia

(cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat kimia tertentu.

Juga sering bersama-samadengan edema serebri vasogenik, misalnya pada stroke

obstruktif (trombosis, emboli serebri) dan meningitis.

22
3). Edema serebri osmotic

Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic antara plasma

darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).

4). Edema serebri hidrostatik/interstisial

Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan

srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang

ekstraseluler.

23
2.3.3 Patofisiologi edema serebri8

a. Vasogenic edema

Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang

berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic edema ini

disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah dan

aliran darah dan oleh factor osmotic. Ketika protein dan makromolekur lain memasuki

rongga ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium

pada rongga ekstraseluler juga meningkat.7

Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral karena

perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema vasogenic ini juga

disebut edema basah karena pada beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak

cairan edema. Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi

fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.7

b. Edema Sitotoksik

Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang

berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal tetap

mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan

kalium pada membrane sel glia.7

24
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap air dan

membengkak. Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sitotoksik yang berarti

terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat buruk,

edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema sitotoksik terjadi

bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan dengan hipoksia, iskemia,

abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic), intoksikasi (dimetrofenol,

triethylitin, hexachlrophenol, isoniazid) dan pada sindrom reye, hipoksia berat.7

c. Edema Osmotic

Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan

kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air

suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada

kelainan pada pembuluh darah dan membran sel.7

d. Edema Interstitial

Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi pada

substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan serebrospinal melalui dinding

ventrikel ketika tekanan intraventrikuler meningkat.7

2.4 Penggunaan Manitol pada Cedera Kepala

Kegunaan manitol secara teoritis berkenaan dengan penanganan hipertensi

intrakranial pada neurotrauma dan efeknya dalam mengurangi viskositas dan akhirnya

meningkatkan cerebral blood flow (CBF) daripada secara spesifik menurunkan tekanan

intracranial (ICP) akibat dehidrasi osmotik serebral. Penggunaan manitol yang tidak tepat

dapat berakibat keadaan hiperosmolar, hipovolemia dan hiperviskositas yang dapat

menegatifkan semua efek manfaatnya.

Manitol mempunyai sifat osmotic diuretic yang kuat sehingga mampu menarik

molekul air ke dalam pembuluh darah dari impermeable terhadap sawar darah otak (Blood

25
Brain Barrier). Sifat tersebut digunakan untuk menurunkan tekanan tinggi intrakranial pada

cedera kepala. Efek tersebut diperoleh melalui peningkatan volume darah sirkulasi dan

pengenceran viskositas darah.

Jika autoregulasi masih baik, manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial (ICP =

intracranial Pressure) sebesar 27,2 persen tanpa mempengaruhi aliran darah otak (CBF =

Cerebral Blood Flow). Tetapi jika autoregulasi terganggu, penurunan ICP hanya sekitar 4,7

persen dan CBF menigkat.

2.4.1 Rumus Kimia Manitol

Manitol merupakan suatu molekul gula monosa yang memiliki enam karbon dengan

enam ikatan alkohol (C6H14O6). Molekul ini memiliki berat molekul 182, dengan sifat osmotic

diuretic yang kuat sehingga mampu menarik molekul air ke dalam pembuluh darah dari

impermeable terhadap sawar darah otak (Blood Brain Barrier).

Gambar 2.4.1 Rumus Kimia Manitol

2.4.2 Definisi Manitol

Manitol merupakan suatu derivat alkohol dari gula manosa yang pertamakali

ditemukan pada tahun 1961, dan sering diberikan sebagai salah satu pilihan terapi cedera

kepala berat dengan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol digunakan untuk

mengendalikan peningkatan tekanan intrakranial dengan dua keadaan. Penggunaan manitol

pada keadaan yang pertama yaitu dengan pemberian dosis tunggal bertujuan memberikan

26
efek jangka pendek sehingga dapat dilakukan prosedur diagnostik (CT-scan) dan intervensi

(evakuasi masa lesi intrakranial). Pada keadaan kedua manitol digunakan sebagai terapi

jangka panjang kasus peningkatan tekanan intrakranial. Meskipun demikian belum cukup

bukti yang mendukung pemberian manitol secara rutin dan berulang hingga beberapa hari.

Meskipun terdapat data mengenai mekanisme kerja dasar dari manitol namun hanya beberapa

penelitian pada manusia yang dapat memberikan validasi terhadap pemberian manitol dengan

regimen yang beragam.10

2.4.3 Mekanisme Kerja pada Efek Volume dan Tekanan

Manitol dapat menurunkan tekanan intracranial melalui dua mekanisme. Manitol

secara cepat menurunkan tekanan intrakranial dengan mengurangi viskositas darah dan

mengurangi diameter pembuluh darah. Hal tersebut terjadi sebagai kompensasi fungsi

autoregulasi cerebral blood flow (CBF). Kadar CBF dipertahankan melalui refleks

vasokonstriksi, akibatnya terjadi penurunan volume darah serebral dan penurunan tekanan

intrakranial. Pemberian manitol juga mengurangi tekanan intrakranial melalui mekanisme

osmotik, yang terjadi lebih lambat (15–30 menit), berhubungan dengan pergerakan gradual

kandungan air dari parenkim ke sirkulasi darah. Efek manitol tersebut bertahan hingga 6 jam

dan memerlukan sawar darah-otak yang intak.10

Manitol dapat berakumulasi di daerah otak yang mengalami trauma, dimana terjadi

gangguan osmotik dan cairan bergerak dari kompartemen intravaskular ke parenkim otak,

yang kemungkinan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial. Berbagai penelitian

yang dilakukan pada manusia dan hewan diketahui bahwa pemberian manitol memberikan

efek menguntungkan terhadap kondisi peningkatan tekanan intrakranial, CPP, CBF, dan

metabolisme otak. Manitol juga memberikan efek jangka pendek yang menguntungkan

terhadap kondisi neurologis. Meskipun demikian masih belum diketahui mekanisme pasti

bagaimana efek menguntungkan tersebut tercapai dan kemungkinan efek utama manitol

27
terhadap otak yaitu menyebabkan peningkatan volume plasma secara cepat sehingga

viskositas darah menurun, CBF meningkat, perfusi mikrosirkulasi meningkat, dan terjadi

peningkatan penghantaran oksigen ke otak. Peningkatan volume plasma tersebut akan

menyebabkan peningkatan volume darah sistemik, sehingga terjadi peningkatan cardiac

output dan tekanan darah, hal tersebut kemudian diikuti dengan timbulnya efek diuretic yang

kuat yang dapat menyebabkan terjadinya hipovolemia.10

Berdasarkan suatu penelitian manitol diketahui menyebabkan peningkatan tekanan

perfusi serebral sebanyak 18% dan penurunan tekanan intraserebral sebanyak 21% tanpa

mempengaruhi tekanan darah arteri. Pada penelitian tersebut flow velocity pada arteri

serebral medial meningkat sebesar 15,6%. Efek osmotik manitol mulai timbul pada menit ke

15 sampai dengan ke 30, dimana pada jeda waktu tersebut terbentuk gradien antara plasma

dan sel, efek tersebut bertahan selama periode yang bervariasi antara 90 menit hingga 6 jam

atau lebih tergantung pada kondisi klinis. 11

2.4.4 Dosis Manitol

Manitol dapat digunakan dalam bentuk infus kontinyu atau secara bolus berulang.

Pemberian secara bolus lebih efektif dibanding infus kontinyu. Dosis manitol yang

diperlukan sehingga terjadi peningkatan CBF dan penurunan tekanan intrakranial umumnya

sekitar 0,5–1g/ kg berat badan. Meskipun demikian, seringkali dosis kurang dari dosis

anjuran tersebut sudah cukup untuk menyebabkan perbaikan. Pada pasien dewasa, 100 ml

larutan yang mengandung manitol 20g sebanyak 20% umumnya cukup untuk menimbulkan

efek terapi. Dosis yang di rekomendasikan untuk pemberian manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB,

selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class

III, Level of evidence C).12

Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.

Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v. Pemberian dosis

28
berulang harus hati-hati karena manitol dapat berakumulasi pada white matter sehingga

cairan intrasel jadi hiperosmolar dan cairan ekstrasel akan kembali tertarik ke dalam sel dan

menyebabkan tekanan intrakranial akan meningkat (rebound phenomene).10

2.4.5 Indikasi12

a. Manitol dapat diberikan sebelum dilakukan pengukuran ICP, yaitu jika terdapat tanda-tanda

herniasi transtentorial atau adanya perburukan keadaan neurologis yang tidak disebabkan oleh

keadaan sistemik seperti hipovolemia.

b. Pada kasus TTIK akut (lebih dari 25-30 mmHg)

c. Herniasi atau impending herniasi

d. Tekanan intrakranial yang tinggi

e. Bila terjadi kegagalan hiperventilasi dan drainase LCS

f. Menurunkan tekanan intrakranial dari titik kritis yang biasanya diikuti tindakan

operasi untuk menghilangkan penyebabnya seperti pada: hematom, tumor, shunting.

Gambar 2.4.5 Indikasi Manitol

29
2.4.6 Cara Pemberian Manitol

a. Sebelum pemberian manitol harus dilakukan pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, gula

darah dan elektrolit darah. Sebaiknya dilakukan perhitungan osmolaritas darah sebelum

dilakukan pemberian manitol agar terdapat gambaran osmolaritas awal, sehingga dapat

diperkirakan gradient osmolaritas yang dicapai dengan pemberian sejumlah manitol.

Osmolaritas = 2 (Na + K) + Glukosa/18 + BUN /2,8

Formula ini tidak berlaku jika telah diberikan manitol, koloid atau sejenisnya

seperti HES.

b. Harus terpasang foley kateter, untuk mengukur diuresis yang terjadi, sehingga dapat

dilakukan penggantian cairan yang keluar. Sedapat mungkin penderita dalam keadaan

euvolemia, jika dapat dilakukan pemasangan CVP lebih baik. Osmolaritas darah tidak boleh

melebihi 320 mOsm/L karena dapat menyebabkan gagal ginjal akut, sebab manitol

sepenuhnya dieksresi melalui urin.

c. Jika osmolaritas darah terus meningkat, viskositas darah juga meningkat, sehingga CPP akan

menurun. Sebagai kompensasinya, akan terjadi vasodilatasi yang menyebabkan ICP

meningkat. Hal ini akan terjadi jika diuresis yang dicapai tidak diimbangi dengan balance

cairan masuk yang memadai.

d. Manitol dalam darah sebagian akan masuk ke ruang interstitial melewati sawar darah otak

pada saat terjadinya peregangan ‘tight junction’ endotel kapitel di otak akibat ekspansi

volume yang terjadi. Sebagian yang lain akan masuk melewati sawar yang rusak akibat

cedera kepala. Hal inilah menurut Kauffmann dan Carsodo, merupakan penyebab terjadinya

‘phenomena rebound’. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian bolus, dan penghentian

manitol sebaiknya dilakukan secara bertahap.

2.4.7 Efek Samping

Beberapa efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan manitol:12

30
a. gagal ginjal prerenal hiperosmotik. Beberapa hal yang dapat memperberat komplikasi ini

antara lain, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, sepsis, atau penyakit ginjal yang sudah ada.

b. Gangguan elektrolit. Setelah penggunaan manitol selama beberapa hari, dapat terjadi

hypokalemia.

c. Dehidrasi dan hipotensi. Diuresis yang tidak diimbangi dengan balans cairan masuk yang

memadai akan menyebabkan hipotensi dan dehidrasi. Suatu lingkaran setan yang akan

memperberat iskemia otak karena penurunan CPP. Resiko ini terutama dijumpai pada

penderita multiple injury, usia lanjut, dan penyakit jantung.

d. Perdarahan intrakranial menjadi berkembang karena efek tampon yang ada akan berkurang

akibat penciutan otak yang terjadi. Tetapi maneuver ini diperlukan jika kita membutuhkan

efek segera misalnya dalam persiapan operasi, agar terdapat waktu lebih lama sebelum

herniasi menyebabkan kematian.

e. Timbulnya hiperosmolaritas yang hanya terjadi pada “otak normal” dengan sawar darah otak

yang masih utuh, dikhawatirkan dapat menyebabkan peningkatan volume otak pada daerah di

sekitar jaringan yang rusak. Hal tersebut lebih jauhnya akan menyebabkan timbulnya

peningkatan tekanan osmotik pada daerah otak yang rusak, sehingga terjadi peningkatan

kadar air dalam otak, volume otak kembali tinggi, dan terjadi rebound berupa peningkatan

tekanan intrakranial.

Pada suatu penelitian meta-analisis diketahui bahwa pada pemberian manitol, rebound

effect tersebut dapat terjadi. Manitol yang diekskresikan melalui membran gromelorus tanpa

diubah dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal yang diduga berhubungan dengan

tingginya osmolaritas pada tubulus, sehingga terjadi nekrosis tubuler akut. Pada suatu

penelitian didapatkan bahwa manitol merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya

gagal ginjal akut pada pasien cedera kepala berat dalam terapi. Hipotensi arteri, sepsis, obat

nefrotoksik, atau adanya penyakit ginjal sebelumnya dapat meningkatkan risiko pasien

mengalami gagal ginjal akibat terapi hiperosmotik. 10 Setelah pemberian manitol dapat timbul

penurunan volume cairan intravascular yang berlebihan dan gagal ginjal sehingga apabila

31
terdapat kekhawatiran terjadinya hal tersebut maka dapat dipilih NaCl hipertonik sebagai

pilihan terapi alternatif.10

Gambar 2.4.8 Efek samping penggunaan manitol

2.4.8 Evaluasi pemberian Manitol pada Cedera Kepala

Komplikasi yang paling umum dari terapi manitol adalah ketidakseimbangan cairan

dan elektrolit, edema kardiopulmoner, dan rebound edema serebral. Manitol juga dapat

menyebabkan gagal ginjal dalam dosis terapi, dan reaksi hipersensitivitas juga dapat terjadi.

Mekanisme patogenesa manitol terkait cedera ginjal akut melibatkan dehidrasi,

tubuloglomerular feedback, cedera osmotik dan vasokonstriksi.9

32
Penggunaan manitol di bawah dosis 200 g / hari jarang menyebabkan terjadinya

GGA. Pada dosis rendah manitol memberikan efek vasodilator ginjal, sedangkan pada dosis

tinggi menyebabkan vasokonstriktor ginjal yang dapat mempengaruhi terjadinya GGA. Gagal

ginjal akut tersebut biasanya berupa oliguria dengan ekskresi sodium fraksi rendah.

Mekanisme terjadinya gagal ginjal diduga karena efek tubuloglomerular feedback akibat

keluarnya air dan garam setelah penggunaan dosis tinggi manitol. Selain itu, diuresis manitol

juga dapat meningkatkan penggunaan energi di ginjal untuk reabsorpsi Na + sehingga

mengurangi ATP, yang dapat menyebabkan lebih mudahnya terjadi GGA. Akan tetapi,

komplikasi tersebut jarang terjadi dan umumnya terjadi akibat penggunaan dosis tinggi

manitol 400 hingga 900 g / hari.9

Ketika merawat penderita dengan dosis tinggi manitol, penting untuk memantau

secara rutin konsentrasi serum natrium, kalium, kalsium, dan fosfat, osmolalitas dan osmolal

gap, serta output urin per jam. Jika osmolal gap serum melebihi 55 mOsmol / kg H 2O atau

jika konsentrasi serum manitol melebihi 1000 mg / L, maka manitol harus dihentikan.

Konsentrasi serum manitol dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus: 9

[Mannitol] = Osmolal gap X 182 / 10

(182 merupakan berat molekul manitol)

Dosis tinggi terapi manitol harus digunakan dengan teliti, khususnya dalam

menghadapi insufisiensi ginjal. Pencegahan GGA akibat manitol dapat dilakukan dengan

menghindari dosis yang besar dan terapi terus–menerus pada penderita berisiko. Namun,

ketika toksisitas manitol terjadi dapat ditangani dengan menghentikan manitol dan dengan

mengembalikan volume cairan ekstraselular. Pemulihan dapat terjadi secara spontan. Jika

diuresis tidak terjadi, hemodialisis mungkin diperlukan.9

2.5 Perbandingan Manitol dengan Hipertonik Salin

33
Cairan hipertonis salin 3% efektif dalam menurunkan TIK dan mengurangi intervensi

yang lain (Thiopental dan hiperventilasi) → me↓ TIK dan me↑ CPP. Group dengan

pemberian salin hipertonis memiliki waktu tinggal di ICU lebih singkat, penggunaan ventilasi

mekanik lebih singkat, dan komplikasi yang lebih sedikit dibandingkan penggunaan RL.

Dosis efektif dalam infus kontinyu salin 3% adalah 0,1 ml/kgBB/jam-1,0 ml/kgBB/jam.

Osmolalitas serum dipertahankan pada 320 mOsm/L. Kadar serum sodium meningkat sekitar

7 mEq/L setelah pemberian salin 3%.Timbulnya hipernatremia dan hiperosmolar dapat

ditoleransi secara aman pada pasien anak-anak.15

Penggunaan NaCl hipertonik untuk mengendalikan tekanan intrakranial pertama kali

dilakukan pada penelitian mengenai resusitasi hipovolume. Pada penelitian tersebut cairan

NaCl hipertonik diberikan pada pasien multitrauma dengan syok perdarahan. Subgrup yang

disertai cedera kepala berat mendapatkan keuntungan yang paling besar dengan pemberian

NaCl hipertonik. Hal tersebut ditandai dengan parameter hemodinamik secara efektif dapat

dipulihkan dan pasien dapat bertahan hidup. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa

NaCl hipertonik dapat memberikan keuntungan pada pasien cedera kepala berat dan menjaga

atau bahkan memulihkan parameter hemodinamik, memicu untuk dilakukannya penelitian

lebih lanjut. 10,13

Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti

manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih sama dengan manitol,

yaitu dehidrasi osmotik. Larutan hipertonik saline 2,3 dan 7,5 % mengandung sodium

chloride dan sodium acetat yang sama (50 : 50) untuk menghindari terjadinya

hyperchloremic acidosis. Hipertonik saline diberikan melalui kateterisasi vena sentral untuk

mendapatkan euvolemia atau sedikit hipervolemia (1-2 ml/kg/hr). Pemberian 250 ml bolus

hipertonik saline dapat diberikan jika dibutuhkan untuk agresif resusitasi. Tujuan pemberian

hipertonik saline yaitu untuk meningkatkan kadar konsentrasi sodium dengan rentang 145 -

34
155 mEq/l. Level kadar sodium ini dipertahankan selama 48 - 72 jam sampai pasien

menunjukan kemajuan secara klinik atau sampai tidak memberikan respon yang adekuat.10,13

Manitol terbukti menembus membran sel. Hal ini berarti bahwa efek plasma-

expanding manitol tidak bertahan lama dan tidak dapat digunakan untuk meningkatkan

volume plasma yang turun. Lebih lanjut mengenai kemungkinan peningkatan volume akibat

efek rebound transien akibat akumulasi manitol di intraselular seperti yang ditunjukkan

dalam penelitian pada sel glial dan otot rangka kucing. Situasinya mungkin berbeda untuk

salin hipertonik karena efek pompa natrium dalam membran sel akan mencegah akumulasi

natrium dan klorida intraseluler. Efek absorbsi hipertonik salin dapat diperkirakan lebih tahan

lama dibandingkan manitol dengan risiko lebih kecil untuk terjadinya efek rebound. 10,13

Di otak, manitol dan hipertonik salin menimbulkan perbedaan osmolaritas untuk

memindahkan cairan menembus membran kapiler serebral dimana sawar darah otak (blood

brain barrier/BBB) membatasi permeabilitas zat ini. Ini berarti bahwa akan ada pengurangan

volume ruang interstitial, tetapi juga dari ruang intraseluler akibat peningkatan sekunder dari

osmolalitas interstitial. Terdapat penelitian RCT yang membandingkan manitol dengan

larutan salin hipertonik pada 20 pasien dengan tekanan intrakranial >20 mmHg setelah

sebelumnya mengalami trauma kepala. Setelah 60 menit pemberian melalui infus, tekanan

intracranial berkurang menjadi 14 mmHg pada kelompok dengan pemberian manitol dan 10

mmHg pada kelompok salin hipertonik. Penelitian lain menemukan bahwa larutan salin

hipertonik lebih efektif dalam menurunkan tekanan intracranial jika manitol tidak berhasil

menurunkan tekanan intrakranial.10

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk membandingkan

penggunaan manitol dengan NaCl hipertonik yang memberikan hasil bervariasi. Sebagian

besar hasil penelitian menunjukkan bahwa NaCl hipertonik memberikan efek mengendalikan

tekanan intrakranial yang lebih baik dibanding manitol. Pada beberapa penelitian didapatkan

35
hasil berupa penurunan tekanan intrakranial yang lebih baik pada beberapa menit hingga jam

pertama setelah pemberian NaCl hipertonik dibanding manitol.10

Meskipun demikian, pada beberapa penelitian lainnya tidak didapatkan perbedaan

antara efek pemberian NaCl hipertonik dengan manitol. Baik pada pemberian manitol

maupun NaCl hipertonik, tidak didapatkan risiko hipotensi yang signifikan. Berikut hasil

beberapa penelitian mengenai perbandingan efek pemberian manitol dengan NaCl hipertonik

pada peningkatan tekanan intrakranial akibat cedera kepala. 10

2.6 Perbandingan Manitol dengan Natrium Laktat Hipertonik

Merupakan larutan hipertonik yang berisi natrium laktat, kalium klorida, dan kalsium

klorida dalam konsentrasi fisiologis. Laktat digunakan sebagai metabolit interselular kunci

antara glikolisis dan fosforilasi oksidatif yang keduanya dapat diproduksi dan digunakan oleh

otak dibawah kondisi patologis. Studi terhadap hewan dan manusia menunjukkan bahwa

laktat dapat mencegah efek neurologis yang merugikan dari hipoglikemia, mengindikasikan

bahwa laktat sistemik dapat dimetabolisme oleh otak. 10,11

Natrium laktat hipertonik saat ini merupakan alternatif yang menarik baik sebagai

cairan resusitasi maupun osmoterapi. Sebuah studi membandingkan efikasi dari natrium

laktat hipertonik dan manitol pada penurunan tekanan intrakanial menunjukkan bahwa

natrium laktat hipertonik menghasilkan penurunan tekanan intrakranial yang nyata dan

signifikan dibanding manitol. Namun studi yang sama juga menunjukkan penurunan kadar

gula darah yang signifikan pada pasien yang mendapatkan natrium laktat hipertonik.

peningkatan kadar gula darah hingga batas tertentu berhubungan dengan efek merugikan

pada hasil akhir neurologis.10,11

Penelitian tentang efek manitol dan natrium laktat hipertonik pada tekanan

intrakranial pun telah dilakukan dan memberikan hasil natrium laktat hipertonik dilaporkan

lebih efektif dalam menurunkan tekanan intra kranial dan memiliki efek lebih panjang dari

36
manitol. Pemberian bolus natrium laktat hipertonik 3% 5 ml/kg dengan manitol, tidak

menemukan perbedaan dalam relaksasi otak pada kedua grup tersebut. Efek infus natrium

laktat hipertonik 3% 160 ml dan manitol 20% 150 ml terhadap relaksasi otak, menunjukkan

hasil bahwa salin hipertonis lebih baik dibandingkan manitol 20%, yang mana tidak sesuai

dengan temuan kami (natrium laktat hipertonik memiliki konsentrasi Na yang sama dengan

salin hipertonik. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan volume pada cairan

hiperosmotik yang diberikan pada pasien dan populasi yang diteliti. 10,11

37
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peningkatan TIK adalah penyebab penting terjadinya cedera kepala sekunder, dimana

derajat dan lamanya berkaitan dengan outcome setelah cedera kepala. Pemantauan TIK

adalah pemantauan intrakranial yang paling banyak digunakan karena pencegahan dan

kontrol terhadap peningkatan TIK serta mempertahankan tekanan perfusi serebral (Cerebral

Perfusion Pressure/CBF) adalah tujuan dasar penanganan cedera kepala. Pemantauan TIK

penting bagi pengelolaan cedera kepala baik pada orang dewasa dan anak-anak.3

TIK pada cedera kepala adalah kompleks dan merupakan tantangan untuk para dokter

dalam pengelolaan pasien Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara

langsung) dan non invasive (tidak langsung). Metode non invasif (secara tidak langsung)

dilakukan pemantauan status klinis, neuroimaging dan neurosonology (Trancranial Doppler

Ultrasonography/TCD).3

Berdasarkan The Brain Trauma Foundation mannitol tetap digunakan sebagai terapi

utama dalam pengelolaan hipertensi intrakranial, tetapi salin hipertonik dapat digunakan

sebagai obat pilihan atau alternatif pada hipertensi intracranial yang menetap setelah

pemberian mannitol. Hampir 83% RS pusat di US menggunakan osmotik diuretik pada

lebih dari 50% pasien dengan cedera kepala berat. Satu penelitian di UK menunjukkan bahwa

semua pusat bedah saraf menggunakan mannitol untuk pasien dengan kenaikkan TIK.

Sejumlah penelitian gagal menunjukkan efektifitas mannitol dalam menurunkan mortalitas

pada cedera kepala. Akan tetapi, efektifitas mannitol untuk cedera kepala pada kondisi kritis

sudah pasti tanpa membutuhkan penelitian RCT lagi.

Kegunaan mannitol berkenaan dengan penanganan hipertensi intrakranial pada

neurotrauma dan efeknya dalam mengurangi viskositas dan akhirnya meningkatkan cerebral

38
blood flow (CBF) daripada secara spesifik menurunkan tekanan intracranial (ICP) akibat

dehidrasi osmotik serebral. Komplikasi dari pemberian manitol dapat berupa gagal ginjal

praprenal hiperosmotik, gangguan elektrolit, dehidrasi dan hipotensi, serta perdarahan

intrakranial yang meluas akibat penciutan otak yang terjadi.

39

Anda mungkin juga menyukai