Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan
memaksimalkan peran dan fungsi perawat, khususnya peranan fungsi mandiri
perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui komunikasi yang efektif
antarperawat, maupun dengan tim kesehatan yang lain. Salah satu bentuk
komunikasi yang mesti ditingkatkan keefektivitasannya adalah saat pergantian
sif/timbang terima pasien (Nursalam, 2014).
Timbang terima pasien (hand over) merupakan cara untuk menyampaikan
dan menerima sesuatu laporan yang berkaitan dengan kondisi pasien. Timbang
terima harus dilakukan seoptimal mungkin dengan menjelaskan secara singkat,
jelas, dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang
sudah dilakukan /belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang
disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat
berjalan dengan sempurna (Nursalam, 2014).
Keselamatan pasien telah menjadi isu dunia yang perlu mendapat
perhatian penting bagi sistem pelayanan kesehatan.Keselamatan pasien
merupakan prinsip dasar dari pelayanan kesehatan yang memandang bahwa
keselamatan merupakan hak bagi setiap pasien dalam menerima pelayanan
kesehatan. World Health Organization (WHO) Collaborating Center for Patient
Safety Solutions bekerjasama dengan Joint Commision International(JCI) pada
tahun 2005 telah memasukan masalah keselamatan pasien dengan menerbitkan
enam program kegiatan keselamatan pasien dan sembilan panduan/solusi
keselamatan pasien di rumah sakit pada tahun 2007 (WHO, 2007).
Tahun 2000 Institute of Medicine (IOM) di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang dilakukan di rumah sakit di Utah dan Colorado ditemukan Kejadian
Tidak Diduga (KTD) sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal, sedangkan
di rumah sakit yang ada di New York ditemukan 3,7% kejadian KTD dan 13,6%
diantaranya meninggal. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di
seluruh Amerika Serikat yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000

1
sampai 98.000 dilaporkan meninggal setiap tahunnya dan kesalahan medis
menempati urutan kedelapan penyebab kematian di Amerika Serikat. Publikasi
oleh WHO pada tahun 2004, juga menemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6%
pada rumah sakit diberbagai negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark, dan
Australia (Depkes RI, 2006).
Sasaran keselamatan pasien yang tertuang dalam PMK No.
1691/MENKES/PER/VIII/2011 dibuat dengan mengacu pada sembilan solusi
keselamatan pasien oleh WHO bertujuan untuk mendorong perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien.Timbang terima pasien termasuk pada sasaran yang
kedua yaitu peningkatan komunikasi yang efektif.
Penyebab yang lazim terjadinya cedera pasien yaitu perintah medis yang
tak terbaca dan rancu yang rentan untuk salah terjemahan, prosedur yang
dijalankan pasien yang keliru, pembedahan keliru tempat, kesalahan medis,
penundaan ruang darurat, para perawat yang tak berdaya untuk turun tangan saat
mereka melaporkan perubahan signifikan pasien, ketidakmauan bertindak
sebelum suatu situasi menjadi krisis, ketidakmauan membelanjakan uang untuk
pencegahan, dokumentasi tak memadai dan kurangnya komunikasi (Fabre, 2010).
Program keselamatan pasien (patient safety) adalah untuk menjamin
keselamatan pasien di rumah sakit melalui pencegahan terjadinya kesalahan dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan bersifat kompleks dan
melibatkan berbagai praktisi klinis serta berbagai disiplin ilmu kedokteran dan
ilmu kesehatan. Kerja sama antarpetugas kesehatan sangat menentukan efektivitas
dan efisiensi penyediaan pelayanan kesehatan pada pasien. Rumah sakit sebagai
institusi pelayanan kesehatan harus merespons dan produktif dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu. Mutu pelayanan kesehatan
seharusnya menunjuk pada penampilan dari pelayanan kesehatan. Keselamatan
pasien merupakan upaya yang harus diutamakan dalam penyediaan pelayanan
kesehatan. Pasien harus memperoleh jaminan keselamatan selama mendapatkan
perawatan atau pelayanan di lembaga pelayanan kesehatan, yakni terhindar dari
berbagai kesalahan tindakan medis (medical error) maupun kejadian yang tidak
diharapkan (Koentjoro, 2007).

2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan kami bahas pada makalah
ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana definisi timbang terima menurut para ahli?
2. Bagaimana dan apa saja metode yang dapat digunakan dalam timbang
terima?
3. Apakah tujuan timbang terima?
4. Apakah manfaat timbang terima?
5. Bagaimana tahapan dan bentuk pelaksanaan timbang terima?
6. Bagaimana pendokumentasian dalam timbang terima?
7. Bagaimana alur dilakukannya timbang terima?

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana teori
timbang terima yang dapat diterapkan dalam dunia kerja. Sehingga pasien dapat
memperoleh asuhan keperawatan secara optimal. Adapun tujuan-tujuan lainnya
adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui definisi timbang terima menurut para ahli.
2. Mengetahui metode – metode yang dapat digunakan dalam timbang terima.
3. Mengetahui tujuan timbang terima.
4. Mengetahui manfaat timbang terima.
5. Mengetahui tahapan dan bentuk pelaksanaan timbang terima.
6. Mengetahui pendokumentasian dalam timbang terima.
7. Mengetahui alur dilakukannya timbang terima.

1.4 Manfaat Penulisan


Makalah ini ditulis sebagai acuan belajar mahasiswa program studi sarjana
1 ilmu keperawatan dalam mata kuliah management keperawatan. Penulisan
makalah ini akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai bekal dalam
mengemban tugas perawat professional, baik dalam praktik laboratorium klinik
keperawatan maupun dalam dunia kerja.

3
BAB II
TIMBANG TERIMA

2.1 Definisi Timbang Terima


Menurut Australian Medical Association/AMA (2006), timbang terima
merupakan pengalihan tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk
beberapa atau semua aspek perawatan pasien, atau kelompok pasien, kepada
orang lain atau kelompok profesional secara sementara atau permanen. Timbang
terima merupakan komunikasi yang terjadi pada saat perawat melakukan
pergantian dinas, dan memiliki tujuan yang spesifik yaitu mengomunikasikan
informasi tentang keadaan pasien pada asuhan keperawatan sebelumnya.
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu
diantaranya handover, handoffs, shift report, signout, signover dan cross
coverage. Handover adalah komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang
dilakukan oleh perawat pada pergantian shift jaga. Timbang terima adalah transfer
tentang informasi (termasuk tanggung jawab dan tanggung gugat) selama
perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang tentang
pertanyaan, klasifikasi, konfirmasi tentang pasien, tanggung jawab utama dan
kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang akan melanjutkan
perawatan (Rushton, 2010).
Timbang terima merupakan komunikasi yang dilakukan perawat yang
berisi tentang informasi apa saja tentang pasien. Apabila saat komunikasi dalam
timbang terima pasien tidak dilakukan dengan benar maka dapat
menimbulkanketerlambatan dalam diagnosis dan peningkatan kemungkinan efek
samping juga konsekuensi lain termasuk biaya yang lebih tinggi perawatan
kesehatan, penyedia yang lebih besar dan ketidakpuasan pasien (Permenkes,
2011).

4
Nursalam (2016) menjelaskan bahwa timbang terima atau handover
adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu laporan yang
berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima harus dilakukan seefektif
mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan
mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dan yang belum dilakukan serta
perkembangan pasien saat itu.

2.2 Metode Dalam Timbang Terima


Menurut Joint Commission Hospital Patient Safety, menyusun pedoman
implementasi untuk timbang terima, selengkapnya sebagai berikut.
1. Interaksi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk adanya
pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi pasien.
2. Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date meliputi terapi,
pelayanan, kodisi dan kondisi saat ini serta yang harus diantipasi.
3. Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh perawat
penerima dengan melakukan pengecekan dengan membaca, mengulang atau
mengklarifikasi.
4. Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit, termasuk
perawatan dan terapi sebelumnya.
5. Timbang terima tidak disela dengan tindakan lain untuk meminimalkan
kegagalan informasi atau terlupa.

Berikut beberapa contoh model timbang terima :


1. Timbang Terima dengan Menggunakan SBAR
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang
memerlukan perhatian atau tindakan segera (Nursalam, 2014).
S: Situation
Kondisi terkini yang terjadi pada pasien.
a. Sebutkan nama pasien, umur, tanggal masuk, dan hari perawatan,
serta dokter yang merawat.
b. Sebutkan diagnosis medis dan masalah keperawtan yang belum atau
sudah teratasi/keluhan utama.

5
B: Background
Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini.
a. Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respons pasien dari
setiap diagnosis keperawatan.
b. Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat
invasive, dan obat-obatan termasuk cairan infuse yang digunakan.
c. Jelaskan engetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosisi medis.
A: Assessment
Hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini.
a. Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti tanda
vital, skor nyeri, tingkat kesadaran, braden score,status
restrain,risiko jatuh, pivas score, status nutrisi, kemampuan
eliminasi dan lain-lain.
b. Jelaskan informasi klinik lain yang mendukung.
R: Recommendation
Merekomendasikan intervensi keperawatan yang telah dan perlu
dilanjutkan (refer to nursing care plan) termasuk discharge planning
dan edukasi pasien dan keluarga.

2. Timbang Terima dengan Metode Tradisional


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo (2005) di
sebutkan bahwa overan jaga (handover) yang masih tradisional adalah:
a. Dilakukan hanya di meja perawat.
b. Menggunakan satu arah komunikasi sehingga tidak memungkinkan
munculnya pertanyaan atau diskusi.
c. Jika ada pengecekan ke pasien hanya sekedar memastikan kondisi
secara umum.
d. Tidak ada kontribusi atau feedback dari pasien dan keluarga, sehingga
proses informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status kesehatannya
tidak up to date.

6
3. Timbang Terima dengan Metode Bedside Handover
Menurut Kassean dan Jagoo (2005) handover yang dilakukan sekarang
sudah menggunakan model bedside handover yaitu timbang terima yang
dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien atau
keluarga pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback. Secara umum
materi yang disampaikan dalam proses overan jaga baik secara tradisional
maupun bedside handover tidak jauh berbeda, hanya pada handover
memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
1. Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait
kondisi penyakitnya secara up to date.
2. Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien dengan
perawat.
3. Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi
pasien secara khusus.

2.3 Tujuan Timbang Terima


Tujuan dari handover adalah menyediakan waktu, informasi yang akurat
tentang rencana perawatan pasien, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang
akan terjadi dan antisipasinya. Menurut Nursalam (2014) Tujuan umum timbang
terima adalah mengkomunikasi-kan kondisi pasien dan menyampaikan informasi
yang penting dan tujuan khususnya adalah :
1. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).
2. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada klien.
3. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas
berikutnya.
4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Timbang terima memiliki 2 fungsi utama, yaitu :
1. Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan mengekspresikan
perasaan perawat
2. Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan
keputusan dan tindakan keperawatan.

7
2.4 Manfaat Timbang Terima
Menurut AHHA (2009) :
1. Peningkatan kualitas asuhan keperawatan yang berkelanjutan. Misalnya,
penyediaan informasi yang tidak akurat atau adanya kesalahan yang
dapat membahayakan kondisi pasien.
2. Selain mentransfer informasi pasien, timbang terima juga merupakan
sebuah kebudayaan atau kebiasaan yang dilakukan oleh perawat.
Timbang terima mengandung unsur-unsur kebudayaan, tradisi, dan
kebiasaan. Selain itu, timbang terima juga sebagai dukungan terhadap
teman sejawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan
selanjutnya.
3. Timbang terima juga memberikan “manfaat katarsis” (upaya untuk
melepaskan beban emosional yang terpendam), karena perawat yang
mengalami kelelahan emosional akibat asuhan keperawatan yang
dilakukan bisa diberikan kepada perawat berikutnya pada pergantian
dinas Universitas Sumatera Utara dan tidak dibawa pulang. Dengan kata
lain, proses timbang terima dapat mengurangi kecemasan yang terjadi
pada perawat.
4. Timbang terima memiliki dampak yang positif bagi perawat, yaitu
memberikan motivasi, menggunakan pengalaman dan informasi untuk
membantu perencanaan pada tahap asuhan keperawatan selanjutnya
(pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang
berkesinambungan), meningkatkan kemampuan komunikasi antar
perawat, menjalin suatu hubungan kerja sama dan bertanggung jawab
antar perawat, serta perawat dapat mengikuti perkembangan pasien
secara komprehensif.
5. Selain itu, timbang terima memiliki manfaat bagi pasien diantaranya,
pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, dan dapat
menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap.
Bagi rumah sakit, timbang terima dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan kepada pasien secara komprehensif.

8
Menurut Nursalam (2011) timbang terima memberikan manfaat bagi
perawat dan bagi pasien. Bagi perawat manfaat timbang terima adalah
meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin hubungan
kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat, pelaksanaan asuhan keperawatan
terhadap pasien yang berkesinambungan, perawat dapat mengikuti perkembangan
pasien secara paripurna. Sedangkan bagi pasien, saat timbang terima pasien dapat
menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap.

2.5 Tahapan dan Bentuk Pelaksanaan Timbang Terima


Menurut Lardner (1996) proses timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:
1. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan
tanggung jawab meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh
perawat jaga sebelumnya.
2. Pertukaran dinas jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan
datang melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya timbang
terima itu sendiri yang berupa pertukaran informasi yang
memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara perawat yang dinas
sebelumnya kepada perawat yang datang.
3. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang
tanggung jawab dan tugas yang dilimpahkan merupakan aktivitas dari
perawat yang menerima timbang terima untuk melakukan pengecekan
dan informasi pada medical record dan pada pasien langsung.

2.6 Dokumentasi Dalam Timbang Terima


Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam
komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk memvalidasi asuhan
keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan merupakan dokumen
pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Ketrampilan dokumentasi yang
efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga
kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan
oleh perawat.Yang perlu di dokumentasikan dalam timbang terima antara lain:
identitas pasien, diagnosa medis pesien, dokter yang menangani, kondisi umum

9
pasien saat ini, masalah keperawatan, intervensi yang sudah dilakukan, intervensi
yang belum dilakukan, tindakan kolaborasi, rencana umum dan persiapan lain
serta tanda tangan dan nama terang.
Manfaat pendokumentasian adalah dapat digunakan lagi untuk keperluan
yang bermanfaat, mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga
kesehatan lainnya tentang apa yang sudah dan akan dilakukan kepada pasien serta
bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai informasi
mengenai pasien telah dicatat (Suarli & Yayan, 2009).

2.7 Alur Timbang Terima

Situation

data demografi diagnosis medis Diagnosis keperawatan (data)

Background

Riwayat keperawatan

Assessment: KU, TTV, GCS,


Skala nyeri, Jesiko Jatuh, ROS

Recomendation: tingkatkan
yang sudah, dilanjutkan, stop,
modifikasi, strategi baru

(Nursalam, 2014)

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Friesen, A. M., et al. (2008). Handsoff: Implications for Nurses. Ed: Hughes R.G.
Diakses pada: 15 Maret 2018.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2649/?report=printable

Kassean HK, Jaggo ZB. 2005. Managing Change in The Nursing Handover From
Traditional to Bedside Handover—A Case Study From Mauritius. BMC
Nursing. Diakses pada : 15 Maret 2018. www.biomedcentral.com/1472-
6955/4/1

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Saksono, A. 1991. Perlindungan Tenaga Kerja Wanita, Modul Kursus Tertulis


Bagi Dokter Hiperkes, Pusat Pelayanan Ergonomi, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Depnaker RI. Jakarta.

Suarli S dan Bahtiar Yayan. 2009. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Erlangga

11

Anda mungkin juga menyukai