Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidik dalam Pendidikan Islam


1. Definisi Guru dalam Pandangan Islam
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa)[1]
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan
memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya
sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas
sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[2]
Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sendiri. Mereka berdua yang
bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya,
karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian,
dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas
kusuksesan orangtua juga. Firman Allah SWT.
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)
Dikutip dari Abudin Nata, pengertian pendidik adalah orang yang
mendidik.Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam
persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara
fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur
pengetahuan, keterampilan. Jika menjelaskan pendidik ini selalu dikaitkan
dengan bidang tugas dan pekejaan, maka fareable yang melekat adalah
lembaga pendidika. Dan ini juga menunjukkan bahwa akhirnya pendidik
merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada diri seseorang
yang tugasnya adalah mendidik atau memberikan pendidikan.

1
2

Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan


murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan
yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini
mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
a. Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya
untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam
sekitarnya.
b. Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu
mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus
melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
c. Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa
depan.
d. Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi
serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan,
dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan
mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat , minat dan
kemampuannya.
e. Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau
sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan
dan konsultan bagi peserta didiknya.
2. Kedudukan Guru dalam Pandangan Islam
Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan
Islam yang sangat tinggi terhadap guru. begitu tingginya penghargaan itu
sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi
dan Rasul. Mengapa demikian? Karena guru selalu terkait dengan ilmu
pengetahuan. Sedangkan Islam amat menghargai ilmu. Pengahargaan Islam
terhadap ilmu tergambar dalam sebuah sebuah hadits:
"Apabila seorang alim meninggal maka terjadilah kekosongan dalam Islam
yang tidak dapat diisi kecuali oleh seorang alim yang lain."
3

Kita menemukan banyak sekali hadits yang mengajarkan betapa tinggi


kedudukan orang berpengetahuan yang biasanya dihubungkan pula dengan
orang yang menuntut ilmu. Al-Ghazali menjelaskan kedudukan sangat tinggi
yang diduduki oleh orang berpengetahuan dengan ucapannya bahwa orang
alim yang bersedia mengamalkan pengetahuannya adalah orang besar di semua
kerajaan langit. Dia seperti matahari yang menerangi alam. Ia mempunyai
cahaya dalam dirinya. Seperti minyak wangi yang mengharumi orang lain
karena ia memang wangi.
Kedudukan orang alim dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu
mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu itu
kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling dihargai oleh Islam.
Mengutip kitab Ihya’ Al-Ghazali yang mengatakan bahwa siapa yang memilih
pekerjaan mengajar maka ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan
penting.
Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi
ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu
didapat dari belajar dan mengajar. Yang belajar adalah calon guru dan yang
mengajar adalah guru. Maka tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan guru.
Tak terbayangkan terjadinya perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang
belajar dan mengajar dan tak terbayangkan pula adanya belajar dan mengajar
tanpa adanya guru. Tingginya keudukan guru dalam islam masih dapat
disaksikan secara nyata pada zaman sekarang. Itu dapat kita lihat terutama di
pesantren-pesantren di Indonesia. Santri bahkan tidak berani menantang sinar
mata kyainya. Sebagian lagi membungkukkan badan tatkala mengahadap
rumah kyainya. Bahkan, konon ada santri yang tidak berani kencing
menghadap rumah kyai sekalipun berada dalam kamar yang tertutup. Betapa
tidak, mea silau oleh tingkah laku kyai yang begitu mulia, sinar matanya yang
‘menembus’, ilmunya yang luas dan dalam, do’anya yang diyakini mujarab.
Ada penyebab khas mengapa orang Islam amat menghargai guru, yaitu
pandangan bahwa ilmu itu semuanya bersumber pada Tuhan. Oleh sebab itu,
Allah azza wa jalla berfirman:
4

.....Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami.... (Al-Baqarah: 32)
Ilmu datang dari Tuhan. Guru pertama adalah Tuhan. Pandangan yang
menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan sikap pada orang Islam
bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah dari guru. Maka
kedudukan guru amat tinggi dalam Islam.
Pandangan ini selanjutnya akan menghasilkan bentuk hubungan antara
guru dan murid. Hubungan guru-murid dalam Islam tidak berdasarkan
hubungan untung-rugi dalam arti ekonomi yang menyebabkan pernah muncul
pendapat di kalangan ulama’ Islam bahwa guru haram mengambil upah (gaji)
dari pekerjaan mengajar. Hubungan murid-murid dalam Islam pada hakekatnya
adalah hubungan keagamaan, suatu hubungan yang mempunyai niali
kelangitan.
Kedudukan guru yang demikian tinggi dalam Islam kelihatannya memang
berbeda dari kedudukan guru di dunia Barat. Perbedaan itu jelas karena di Barat
kedudukan itu tidak memiliki warna kelangitan. Hubungan guru-murid juga
berbeda. Perbedaan itu juga karena hubungan guru-murid di Barat tidak lebih
dari sekedar orang yang pengetahuannya lebih banyak daripada murid.
Hubungan guru-murid juga tidak lebih dari sekedar pemberi dan penerima.
Karenanya maka wajarlah bila di Barat hubungan guru-murid adalah hubungan
kepentingan antara pemberi dan penerima jasa (dalam hal ini pengetahuan).
Karena itu, hubungan juga dilihat oleh pembayaran yang dilakukan
berdasarkan perhitungan ekonomi.
Dalam sejarah, hubungan guru-murid dalam Islam ternyata sedikit demi
sedikit berubah. Nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk. Yang
terjadi sekarang kurang lebih sebagai berikut:
a. Kedudukan guru dalam Islam semakin merosot.
b. Hubungan guru-murid semakin kurang bernilai kelangitan, penghormatan
murid kepada guru semakin turun
c. Harga-harga mengajar semakin tinggi
5

3. Syarat Guru dalam Pandangan Islam


Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam
yang mengutip pendapat Soedjono (1982: 63-65) menyatakan bahwa syarat
guru adalah sebagai berikut:
a. Tentang umur, harus sudah dewasa
Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut
perkembangan seseorang. Oleh karena itu tugas harus dilakukan secara
bertanggung jawab. Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa,
anak-anak tidak dapat dimintai pertanggung jawaban.
b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang tidak sehat dapat membahayakan anak didik bahkan apabila
mempunyai penyakit yang menular. Dari segi rohani, orang gila atau orang
idiot berbahaya juga bila ia mendidik.
c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
Ini penting sekali bagi pendidik termasuk guru. Dengan pengetahuannya
diharapkan akan lebih mempunyai kemampuan dalam mengajar.
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain
mengajar. Dimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bagi
peserta didiknya. Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik
selain mengajar, dedikasi tinggi diperlukan juga dalam meningkatkan
mutu mengajar (2004: 80).
4. Sifat dan Peran Seorang Pendidik Dalam Pendidikan Islam
a. Sifat Pendidik
Para penulis Muslim ternyata membicarakan panjang lebar sifat
pendidik dan guru.
1) Menyayangi muridnya dan memperlakukan mereka seperti menyayangi
dan memperlakukan anak sendiri.
2) Hendaklah guru memberi nasihat kepada muridnya seperti melarang
mereka menduduki suatu tingkat sebelum berhak mendudukinya.
6

3) Hendaklah guru memperingatkan muridnya bahwa tujuan menuntut


ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan untuk
menjadi pejabat, untuk bermegah-megahan, atau untuk bersaing.
4) Hendaklah guru melarang muridnya berkelakuan tidak baik dengan
cara lemah lembut, bukan dengan cara mencaci maki.
5) Hendaklah guru mengajarkan kepada murid-muridnya mula-mula
bahan bahan pelajaran yang mudah dan banyak terjadi di dalam
masyarakat.
6) Tidak boleh guru merendahkan pelajaran lain yang tidak diajarkannya.
7) Hendaklah guru mengajarkan masalah yang sesuai dengan kemampuan
murid.
8) Hendaklah guru mendidik muridnya supaya berpikir dan berijtihad,
bukan semata-mata menerima apa yang diajarkan guru.
9) Hendaklah guru memberlakukan semua muridnya dengan cara adil,
jangan membedakan murid atas dasar kekayaan atau kedudukan.
10) Hendaklah guru mengamalkan ilmunya, jangan perkataannya berbeda
dari perbuatannya.
b. Peran Pendidik
Peranan guru adalah luas. Guru adalah pendidik, pembimbing dan
pendorong. Dia juga penyampai ilmu, penggerak dan penasihat. Ini
bermaksud, guru atau pendidik mempunyai tugas dan tanggungjawab yang
mencabar, kepentingan peranan guru itu memang tidak dapat dinafikan
kerana boleh dikatakan setiap ahli masyarakat pada zaman ini melalui
pendidikan yang diberikan oleh guru.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran merupakan peranan yang
sangat penting, peranan guru itu belum dapat digantikan oleh tegnologi
seperti radio, tape recorder, internet maupun oleh computer yang paling
modern. Banyak unsure-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai,
perasaan, motivasi, kebiasaan dan keteladanan yang diharapkan dari hasil
proses pembelajaran, yang tidak dicapai kecuali melalui pendidik.
Demikianlah betapa pentingnya peranan guru dan betapa beratnya tugas
dan tanggung jawab guru, terutama tanggungjawab moral untuk digugu dan
7

ditiru.Di selolah seorang guru menjadi ukuran atau pedoman bagi murid-
muridnya, di masyarakat guru dipandang sebagi suri tauladan bagi setoap
warga masyarakat.
Konsep operasional, pendidikan Islam adalah proses transformasi dan
internalisasi nilai-nilai Islam dan pengetahuan dalam rangka
mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik
guna mencapai keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek
kehidupan, maka pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam
pendidikan Islam.
Sehubungan dengan hal tersebut Al-Nahlawi menyatakan bahwa peran
guru hendaklah mencontoh peran yang dilakukan Rasulullah yaitu mengkaji
dan mengembangkanilmu Ilahi.
Peranan guru dalam mendidik masyarakat amatlah besar dan luas.
Antaranya ialah:
(1). Menyampai aqidah dan keimanan yang tulin untuk menghidupkan
hati dan menghubungkan manusia dengan Allah, meyakinkan
pertemuan dengan Allah, mengharapkan rahmatNya dan takutkan
siksaanNya.
(2). Menyampaikan ilmu pengetahuan dan kemahiran meliputi fardhu
ain dan fardhu kifayah yang menjadi asas ubudiyah (pengabdian diri
kepada Allah), hubungan harmoni sesama manusia dan alam.
(3). Membentuk akhlak atau peribadi mulia supaya menjadi contoh
tauladan kepada orang lain.
5. Tugas, Tanggung Jawab, dan Hak Pendidik Menurut Islam
a. Tugas Pendidik
Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian
dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi
contoh, membiasakan, dan lain-lain.
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, serta membawakan manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt. Karena tujuan pendidik islam yang
utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-NYA.
8

Pendidik berfungsi sebagai Spiritual Father (bapak rohani) bagi


peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan
akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu
pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa hadits
disebutkan:
“jadilah engkau sebagian guru, atau pelajar atau pendengar atau
pecinta, dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga
engkau menjadi rusak”
Dalam hadits Nabi Saw yang lain:
“tinta seorang ilmuan (yang menjadi guru) lebih berharga
ketimbang darah para syuhada”
‫َو َم ا ك َا َن ال ْ ُم ْؤ ِم ن ُ و َن ل ِ ي َ ن ْ ف ِ ُر وا ك َا ف َّ ة ً ۚ ف َ ل َ ْو ََل ن َ ف َ َر ِم ْن ك ُ ل ِ ف ِ ْر ق َ ةٍ ِم ن ْ هُ ْم ط َ ا ئ ِ ف َ ة ٌ ل ِ ي َ ت َف َ ق َّ هُ وا ف ِ ي‬
‫ج ع ُ وا إ ِ ل َ ي ْ ِه مْ ل َ ع َ ل َّ هُ مْ ي َ ْح ذ َ ُر و َن‬
َ ‫الد ِ ي ِن َو ل ِ ي ُ ن ْ ذِ ُر وا ق َ ْو َم هُ مْ إ ِ ذ َ ا َر‬
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.”(Qs. At-Taubah:122)
Fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan
menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan
program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun
serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program
dilakukan.
2) Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada
tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan
Allah SWT menciptakannya.
3) Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan
kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait,
terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan,
9

pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas


program pendidikan yang dilakukan.
b. Tanggung Jawab
Tanggung jawab pendidik,berangkat dari uraian diatas maka tanggung
jawab pendidik sebagai mana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-
Nahlawi adalah mendidik individu supaya beriman kePada Allah dan
melaksanakan syari’atNya, mendidik diri beramal saleh dan mendidik
masyarakat untuk saling menasehati untuk melaksanakan kebenaran,
saling menasehati agar tabah dalam beribadah kepada Allah serta
menegakkan kebenaran.tanggung jawab itu bukan hanya sebatas
tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik akan
tetapi lebih iauh dari itu. Pendidik akan mempertanggung jawabkan atas
segala tugas yang dilaksanakannya kepada alloh swt.
Melihat luasnya ruanglingkup tanggung jawab pendidikan islam
yang meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam artian yang luas
sebagaimana uraian diatas maka orang tua tidak dapat memikul sendiri
tanggung jawab pendidikan anaknya secara senpurna lebih-lebih dalam
kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang dengan maju ,orang
tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak mereka ,makanya tugas
dan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya diamanahkan kepada
pendidik baik yang berada disekolah maupun dimasyarakat.
Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus
dilaksanakan oleh guru terutama guru pendidikan agama islam, Al-
Abrasy yang mengutip pendapat Al-Gazali mengemukakan bahwa:
1) Harus memenuhi rasa kasih saying terhadap murid dan
memberlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri
2) Tidak mengharapkan jasa ataupun ucapan terimakasih, tetapi
bermaksud dengan mengajar itu mencari keridhoan Allah dan
mendekatkan diri kepada Tuhan.
3) Berikanlah nasehat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan
gunakanlah kesempatan itu untuk menasehati dan menunjukinya
10

4) Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan
sendirian jika mungkin dan dengan jalan terus terang, dengan jalan
halus dan jangan mencela
5) Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata
dengan perbuatannya
c. Hak Pendidik
Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina,
mengarahkan, dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya
dicurahkanya dalam rangka mentransformasikan dan
menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam
kehidupan peserta didik. Dengan demikian waktu dan kesempatanya
dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga dia tidak
mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Justru itu pendidik berhak mendapatkan :
1) Gaji
Mengenai penerimaan gaji pada awalnya terdapat perselisihan
pendapat. Mengenai gaji ini ahli-ahli pikir dan filosof-filosof berbeda
pendidik dalam hal guru menerima gaji atau menolaknya. Yang paling
terkenal untuk menolak gaji adalah Scorates. Sedangkan Al-Ghazali
menyimpulkan mengaharamkan gaji. Sementara itu, Al-Qabisi (935-
1012) yang memandang gaji itu tidak dapat tidak harus diadakan.
Karena pendidik telah mendapatkan lapangan profesi, tentu
mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan
ekonomi, berupa gaji atau honorarium. Seperti di Negara kita, pendidik
merupakan bagian aparat negara yang negara yang mengabdi untuk
kepentingan negara melalui, sektor pendidikan, diangkat menjadi
pegawai negeri sipil, diberi gaji dan tunjangan tenaga kependidikan.
Namun, kalau dibandingkan dengan negara maju, penhasilannya belum
memuaskan. Akan tetapi karena tugas itu mulia, tidak menjadi halangan
bagi pendidikdalam mendidik peserta didiknya. Bagi pendidik yang
statusnya non PNS maka mereka akan digaji oleh yayasan bahkan
11

mereka tidak sedikit mendapatkannya akan tetapi mereka tetap mengabdi


dalam rangka mencari ridho Allah swt.
2) Mendapatkan penghargaan
Guru adalah abu al-ruh (bapak rohani) bagi peserta didiknya.
Dialah yang memberikan santapan rohani dan memperbaiki tingkah laku
peserta didik. Justru itu profesi guru wajib dimuliakan, mengingat
perannya yang sangat signifikan dalam menyiapkan generasi mendatang
seperti yang diungkapakan oleh Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, yang
dikutip Zainudin dkk.
“Menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita.
Bangsa yang ingin maju perubahannya adalah bangsa yang mampu
memberikan penghormatan dan penghargaan kepada para pendidik ”.
Inilah salah satu rahasia keberhasilan bangsa jepang yang
mengutamakan dan memprioritaskan guru setelah hancurnya Hirosima
dan Nagasaki, pertama sekali yang dicari oleh Kaisar Hirohito adalah
para guru. Dalam waktu yang relatif singkat bangsa jepang kembali
bangkit dari kehancuran sehingga menjadi modern pada masa sekarang.

B. Metode Rasululloh dalam Mendidik


Allah telah menegasakan bahwa Rasululloh merupakan teladan terbaik bafi
umat manusia. Oleh karena itu, sebagai umat islam kita patut menjadikan
Rasululloh sebagai referensi dalam segala hal, termasuk dalam pendidikan anak.
Dari hadits-hadits terpercaya yang telah dikumpulkan para ulama, kita dapat
mengambil pelajaran bagaimana metode pendidikan Rasululloh SAW.
Metode pendidikan Rasululloh SAW masih dapat diterapkan dalam pendidikan
didalam rumah tangga ataupun di sekolah. Secara umum, metode ini menunjang
antara satu dengan yang lainnhya. Oleh karena itu ia tidak bisa dikatakan bahwa
cara yang satu lebih unggul dari pada cara yang lain. Semuanya merupakan satu
kesatuan dalam proses pendidikan dan oleh karenanya harus diterapkan secara
berimbang dan adil sesuai dengan kebutuhan pendidik itu sendiri.
12

1. Menasehati Melalui Perkataan


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkkan bahwa makna
nasehat adalah ajaram yang balk. itu berarti menasehati adalah mengajarkan
kebaikan. Metode menasehati dengan perkatan adalah metode paling dasar
dalam pendidikan. Setiap orangtua dan guru pastilah pernah melakukan cara ini
kepada anak-anak atau murid-muridnya. Dalam hal ini, mendidik dengan cara
menasehati meialui perkataan merupakan metode yang paling sering digunakan
Nabi SAW dalam mengajari sahabat-sahabamya. Jika kita perhatikan,
kandungan ayat-ayat Al-Qur‘an merupakan nasehat langsung kepada
pembacanya. Ajaran Al-Qur‘an dalam pendldikan dapat dilihat dan nasehat
Lukman Al-Hakim.
2. Mendo’akan Anak
Rasulullah Saw adalah orang yang sangat suka berdoa. Doa ini tidak hanya
dilakukan pada waktu ibadah, tetapi dalam keadaan apapun. Beliau mendoakan
siapa sap diantara keluarga, sahabat-sahabamya, dan umat Islam pada umumnya
Bahkan orang yang berbuat buruk kepadanya pun tidak Input dari do’anya.
Suatu ketika Anas bersama ibunyu. Ummu Anas datang menemui Rasulullah.
Ummu Anus kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, ini Anas kecil, anak
kesayanganku. Sengaja aku datang kepadamu untuk menjadi pelayanmu. maka
berdoalah kepada Allah untuknya“.
Rasulullah SAW kemudian berdoa untuknya, “Ya Allah, perbanyaklah
harta dan anaknya dan panjangkanlah umumya".
Dalam riwayat lain disebutkan bahwn beliau juga berrdo’a, “Dan
berkahilah semua pemberisn yang telah Engkau berikan kepadanya kepadanya”.
Do’a Nabi SAW lni betul-betul dikabulkan Allah, sehingga kelak Ana r.a.
dikenal sebagai sahabat Rasulullah SAW yang punya banyak anak. Beliau juga
berusia panjang ( ada yang menyebutkan usianya mencapai 103 tahun) serta
dianugerahi kekayaan yang banyak. Sedangkan dalam hal kekayaan harta
dtaebutkan bahwa Anas memiliki sebuah kebun buah-buahan yang luas. Kebun
ini berbuah dua kali setahun, padahal kebun lain hanya berbuah sekali dalam
satu tahun. Selam itu kebunini terkenal dengan semerbak kasturi m yang sangat
harum.
13

Begitu juga sahabat lainnya. ibnu Abbas, pernah didoakan Rasululloh


Ketika Ibnu Abbas kecil. Rasulullah pemah meletakkan tangan beliau diatas
pundak Ibnu Abbas seraya berdoa “Ya Allah, berlkanlah kepadanya pemahaman
tentang agama dan ajarilah la takwil (Al-Qur'an)", Do’a ini diijabah oleh Allah.
Ibnu Abbas pun dikenal sebagai ahli tafsir yang banyak diminta pendapatnya
oleh kaum Mukmin jika terdapat hal-hal yang tidak dimengerti orang mengenal
Al-Qur'an.
Demikianlah Rasulullah mencontohkan doa sebagai salah satu metode
pendidikan anak .Betapapun kerasnya kita mengupayakan keberhasilan anak
maka pada akhirnya Allah juga yang menentukannya. Untuk itu sebagai,
orangtua kita harus senantiasa menggantungkan segala harapan kepada Allah
dengan banyak berdo’a kepada-Nya. Doa ini tidak saja hanya urusan akhirat saja,
tetapi untuk urusan dunia juga, sebagaimana Rasulullah mendoakan Annas agar
mempunyai banyak harta dan anak. Oleh karena itu, boleh saja orang tua
memohon anak lulus ujian, menjadi orang kaya, berhasil dalam pekerjaannya,
mendapat jodoh yang baik, dan sebagainya.
Selain do’a dari orang lain, jangan lupa juga untuk mengajarkan anak-anak
untuk juga berdoa bagi dirinya sendiri, baik di kala ia dalam kesulitan maupun
dalam keadaan lapang. Sebab Allah sangat menyukai hamb a yang suka berdo’a
kepada-Nya. Sebaliknya Allah murka kepada orang yang enggan berdoa kepada-
Nya, seakan-akan orang itu dapat mencukupi keperluan dirinya sendiri, padahal
semua anugerah itu datang dari Allah sebagaimana firmannya-Nya:

۟
‫توا‬َ‫ءا‬
َ ‫ا‬ ٓ‫م‬َ َ‫تو‬
‫ن‬ ُْ
‫يؤ‬ُ َ
‫ِين‬ َّ َ
‫ٱلذ‬ ‫و‬
َ
‫ِلى‬ ْ ُ
‫أنهم إ‬ََّ ٌ
‫لة‬َِ‫َج‬
‫ْ و‬ ُ‫ب‬
‫هم‬ ُُ
ُ‫لو‬ ‫َّق‬
‫و‬
ٰ
َ‫ُو‬
‫ن‬ ‫ٰجِع‬
َ
‫ْ ر‬
‫ِم‬ ‫َب‬
‫ِه‬ ‫ر‬
Artinya: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan
dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya
mereka akan kembali kepada Tuhan mereka”( QS. Al-Mu’minun:60)
14

Jangan sekali-kali mendo’akan keburukan bagi anak. Meskipun orang tua


yang normal tidak akan melakukan hal itu, boleh jadi hal itu dilakukannya tanpa
sadar. Terkadang orang tua tidak berhati-hati sehingga mengucapkan sesuatu
yang buruk, padahal itu bisa menjadi do’a yang dikabulkan oleh Alloh.
Misalnya, ketika orang tua memarahi anak dan mengatakan, “Dasar anak
nakal”, maka ucapan tersebut bisa jadi dikabulkan Alloh. sehingga anak tersebut
benar-benar menjadi anak nakal. itu sebab Rasululloh saw mengingatkan,
“Janganlah kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian. janganlah
kalian mendoakan keburukan untuk anak-anak kalian. janganlah kalian
mendoakan keburukan untuk pelayan kalian. dan jangan pula kalian
menduakan keburukan harta benda kalian agar kalian jangan sampai
menjumpai suatu saat di dalam nya Allah memberi semua permintaan.
kemudian mengabulkan (do’a) kalian ". (HR Muslim)
3. Pujian Sebagai Motivasi
Terkadang kita merasa sulit menemukan cara untuk memotivasi anak.
Berulang kali kita menasehati, baik dengan cara halus maupun tegas, tetapi tetap
raja tidak ada perubahan. Mungkin ada juga yang mengiming-imingi dengan
sesuatu, misalnya menjanjikan anak Anda mainan kesenangannya jika sanggup
membaca Al-Qur'an setiap hari selama satu bulan. Namun, kenyataannya tidak
semudah itu, anak kita rajin membaca Al-Our'an selama ratu bulan, namun
ketika hadiahnya ia terima, kebiasaan membaca AlQur'annya kembali berkurang
bahkan hilang sama sekali.
Kita pasti kehilangan akal untuk mengatasi hal ini, mungkin kita dapat
mempraktekan metode memotivasi Rasulullah yang sangat sederhana Dengan
sebaris kalimat yang singkat. Rasulullah mampu memotivasi seorang anak untuk
mengerjakan suatu amal kebajikan sepanjang hidupnya. Inilah yang dirasakan
oleh sahabat beliau, Abdullah bin Umar alis Ibnu Umar.
lbnu Umar bercerita, “Pada masa Rasulullah, ketika aku masih muda dan
belum menikah, aku sering tidur di mesjid. Dalam tidurku aku bermimpi seakan-
akan ada dua malaikat yang membawaku ke neraka". Ibnu Umar menceritakan
mimpinya itu kepada Hafshah, lalu Hafshah menceritakannya kepada Rasulullah
15

SAW. Mendengar cerita itu, Rasulullah bersabda, “Sebalk-baiknya lelaki


Abdullah. seandainya ia mengerjakan shalat malam".
Sejak saat itu Ibnu Umar senantiasa tidur hanya sebentar di malam hari
dan memanfaatkannya untuk mengerjakan shalat malam. Lihatlah, betapa
efektifnya cara Rasulullah motivasi Ibnu Umar. Beliau tidak mengatakan
nasehatnya secara langsung, tetapi memujinya setinggi langit. “Abdullah adalah
sebaik-baiknya lelaki" kemudian menutupnya dengan nasehat, “Jika ia
mengerjakan shalat malam”.
Metode memberikan pujian ini sangat baik untuk diterapkan dalam proses
pendidikan. Sebuah metode memuji yang unik untuk membangkitkan
memotivasi anak-anak. Kita hanya perlu secara kreatif mempraktikkan metode
memuji ini ketika menasheatmya. Tidak salahnya memuji anak dihadapan orang
lain saat anak berada di dekat kita. Sudah menjadi tabiat, manusia suka dipuji,
apalagi anak-anak. Berilah pujian ini secara wajar supaya anak matang mampu
memiliki sifat-slfat terpuji itu dan tidak membuatnnya menjadi sombong. Pujian
ini akan membantu anak untuk mengidentifikasi dirinya.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa untuk bisa memberi efek
perubahan yang kuat kepada anak, kita sebagai orang tua atau guru harus
menjadi pribadi yang mengagumkan dan menjadi teladan bagi anak. Ibnu Umar
dapat berunah karena ada yang dirinya hebat, itu bukan sembarang orang
melainkan orang yang paling mengagumkan, yaitu Rosululloh SAW
4. Kasih Sayang yang Tulus
Rasulullah SAW menyuruh setiap orang tua menunjukkan ekspresi kasih
sayang mereka pada anak, seperti mencium, memeluk, merangkul, mengusap
rambut, dan sebagainya. Hal ini juga dicontokan langsung oleh rosulullah
terhadap cucunya atau anak-anak lainnya.
Abu Hurairah berkata, “Rasulullah mecium al-Hasan, sedangkan
dihadapan beliau saat itu ada al-Aqra bin habis”. Melihat hal itu al Aqra
berkata, “saya punya sepuluh orang anak, tetapi belum pernah mencium
seorang pun diantara mereka”. Rasulullah saw menjawab, “Kalau Allah tidak
memberimu perasaan kasih sayang, apa yang akan diperbuat-Nya untuk kamu?
16

barang siapa yang tidak mempunyai kasih sayang kepada orang lain, dia tidak
akan mendapat kasih sayang dari Allah Swt”. (HR. Bukhari)
Usamah bin Zaid berkata, “Nabi Saw pernah mengambil dan
menundukkanku diatas satu paha beliau dan mendudukkan al Hasan bin Ali di
atas paha beliau yang lain. Kemudian beliau memeluk kami berdua dan berdo’a,
“Ya Allah sayangilah keduanya karena aku sungguh menyayangi keduanya”.
(HR. Bukhari)
Sesungguhnya ciuman kepada seorang anak tidak hanya sekedar tanda
kecintaan orang tua terhadap anaknya, tetapi juga bisa bernilai ibadah yang dapat
mengantarkan orang tua sebagai ahli surga, sebagaimana yang pernah
disabdakan oleh Rasulullah saw.
“Perbanyaklah kamu mencium anak cucumu karena imbalan setiap ciuman
adalah syurga”. (HR. Bukhari)
Dari sini, kitadapat melihat sentuhan kasih sayang itu demikian penting.
Ada banyak kebaikan yang dapat diperoleh dari sentuhan kasih sayang ini,
diantaranya:
a. Sentuhan kasih sayang dapat mendekatkan jiwa orang tua dengan anak.
Orang tua dan anak yang sedikit melakukan sentuhan fisik menunjukkan
renggangnya ikatan batin antara keduanya. Hal ini menunjukkan rendahnya
kepercayaan satu dengan lainnya. Akibatnya, keluarga yang anggota di
dalamnya tidak memiliki kedekatan satu dengan yang lainnya akan
cenderng mudah mengalami konflik, sehingga sulit mencapai suasana yang
harmonis.
b. Adanya kepercayaan yang timbul dari ekspresi kasih sayang ini menjadikan
anak selalu terbuka kepada orang tuanya. Ia akan menjadikan orang tuanya
sebagai tempat bercerita pengalaman dan perasaannya, baik disaat anak
merasa senang maupun saat sedih atau dalam masalah. Ungkapan perasaan
ini akan memberikan informasi yang sempurna bagi orang tua dalam upaya
menilai perkembangan anak-anaknya. Bila anak dalam keadaan kesulitan,
orang tua bisa membantu memberi jalan keluarnya, dan jika anak dalam
keadaan sedih orangtua dapat menghiburnya. Sebaliknya, anak yang kurang
kasih sayang, cenderung tertutup dengan orang tuanya. Bila ada masalah,
17

mereka lebih memilih bercerita kepada orang lain yang dirasa memberi
perhatian yang lebih baik dibandingkan orang taunya.
c. Sentuhan kasih sayang ini memberikan dampak positif terhadap
perkembangan emosi anak. Anak akan merasa berharga dan memiliki
martabat, sehingga menumbuhkan kepercayaan diri. Sebaliknya, bila anak
kurang kasih sayang dari orang tua, ia akan mencarinya dengan caranya
sendiri. Misalnya, bertindak nakal atau membuat onar dengan tujuan
mencari perhatian orang tuanya.
5. Mendidik dengan Keteladanan
a. Keteladanan sebagai Ruh Pendidikan
Keteladanan adalah ruh dari pendidikan. Dengan keteladanan
pendidikan menjadi bermakna, tanpa keteladanan pendidikan hanyalah suatu
indoktrinasi dan kemunafikan. Keteladanan merupakan kekuatan kunci dari
pendidikan Rasulullah saw. Apa-apa yang beliau perintahkan kepada umat,
maka beliau adalah orang yang pertama dan paling sempurna dalam
menerapkan keteladanan. Oleh karena itu, anka-anak perlu diarahkan untuk
mengidolakan atau meneladani Rasulullah Saw serta orang-orang terbaik
yang mengikuti teladannya seperti para ulama dan mujahidin. Allah
berfirman:
َْ
‫د‬ ‫ن َلق‬
َ‫َا‬‫ْ ك‬ ‫ِي َلك‬
‫ُم‬ ‫ِ ف‬ ‫َسُول‬ َّ ‫ة‬
‫اّللِ ر‬ ‫ُسْو‬
ٌَ ‫ة أ‬ ٌَ ‫ْ ح‬
‫َسَن‬ ‫َن‬‫لم‬ ِ
َ‫َا‬
‫ن‬ ‫ُو ك‬ ‫ْج‬
‫ير‬َ َ‫اّلل‬
َّ َ ‫َو‬
‫ْم‬ ْ َ
‫الي‬ ‫َ و‬ ْ َ
‫اْلخِر‬ ‫َر‬‫َك‬
‫َذ‬‫اّللَ و‬
َّ
‫ًا‬‫َثير‬ ‫ك‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-
Ahzab: 21)
Keteladaan merupakan metode pendidikan yang sangat efektif. Hanya
dengan bekal keteladanan, tanpa harus banyak berbicara banyak orang
bergerak untuk melakukan sesuatu. Keteladanan tidak hanya berlaku dalam
hal kebaikan. Dalah hal keburukan pun ada proses peneladanan. Teladan ini
bias datang dari pergauln, buku-buku, film, dan sebagainya. Apa yang terjadi
disekeliling anak bukanlah proses pendidikan yang direncanakan, tetapi
18

dampaknya tidak kalah hebat dibandingkan dengan pendidikan di rumah atau


sekolah.
1) Prinsip peneladanan
Ada beberapa prinsip yang perlu dipahami mengenai keteladanan
ini agar dapat efektif diterapkan dalam pendidikan anak. Yakni:
a) Seseorang yang memberikan teladan adalah orang yang memiliki
kepribadian yang kuat, sehingga pantas untuk diteladani
b) Anak harus mengenal baik pribadi yang diteladaninya.
c) Keteladanan harus dilakukan secara alamiah
d) Keteladanan harus dikerjakan secara terus-menerus (konsisten)
2) Tidak berlebihan dalam menasehati
Segala sesuatu akan lebih indah jika dilakukan sesuai dengan
kadarnya. Demikian juga menasehati anak. Hendaknya tidak
memberikan nasehat yang berebihan. Bentuk nasehat yang berlebihan ini
adalah tidak terlalu sering menasehati.
Hal inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah sebagaimana
diceritakan oleh Abu Wail alias Syaqiq bin Salamah. Ia bercerita:
“Setiap hari Ibnu Mas’ud r.a berkata, “Wahai Abu ‘Abdurrahman,
saya lebih senang jika anda mau menasehati kami setiap hari”. Ibnu
Mas’ud menjawab, “Sebenarnya aku bisa saja menyampaikan nasehat
kepada kalian setiap hari, hanya aku khawatir kalian bosan. Aku sengaja
membiasakan memberi nasehat kepada kalian semuanya sebagaimana
Rasululah saw biasa menasehati kami, tetapi beliau juga khawatir jika
kami bosan ”. (HR. Muttaqaf’alaih)
Bentuk lain dari tidak berlebihan adalah dalam menasehati dengan
cara menasehati anak secara singkat. Rasulullah orang yang singkat dan
jelas dalam menyampaikan nasehat. Hal ini bias kita lihat dari redaksi
hadist-hadis beliau. Semua nasehat disampaikan secara singkat dan jelas.
b. Pembiasaan Secara Bertahap
1) Pentingnya Kebertahapan
Hal yang disampaikan dalam proses pembiasaan ini adalah
pentingnya kebertahapan. Metode ini sebenarnya telah dicontohkan yang
19

menetapkan hukum-hukum syariat ditegakkan secara bertahap. Salah


satunya pada proses pengharama khamr (minuman keras) bagi kaum
muslim. Pada tahap pertama Allah tidak mempermasalahkan umat islam
mengkonsumsi khamr, ini dapat dilihat dalam QS. An-Nahl: 67. Pada
tahap kedua, Allah sudah mulai mempermasalhkan keburukan khamr,
dapat dilihat dalam QS. Al-Baqarah: 219. Tahap ketiga, Allah telah
memberikan sinyal yang lebih kuat tentang tercelanya minuman khamr,
dapat dilihat dalam QS. An-Nisa: 43. Tahap ke empat, khamr diharamkan
secara mutlak dan Allah menyebutnya sebagai perbuatan setan dan
memerintahkan umat islam untuk menjauhinya, hal ini tercantum dalam
QS. Al-Maidaah: 90. Demikianlah Al-Qur’an mengajarkan kebertahapan.
Hal ini dapat juga kita terapkan dalam membuat kebiasaan baru pada anak.
2) Pemahaman yang Mengokohkan Kebiasaan
Metode pembiasan ini merupakan metode yang baik dalam
membentuk karakter. Salah satu keunggulan metode ini adalah dapat
bertampak lebih panjang, namun perlu diingat meskipun kebiasaan-
kebiasaan ini cenderung bertahan lama, itu bukan berarti ia kebal terhadap
perubahan. Sebab terdapat dorongan lain dari luar maka kebiasaan itu
dapat juga berubah. Agar kebiasaan-kebiasaan baik dapat terjaga, kita
harus memberikan makna untuk anak tentang mengapa kebiasaan itu perlu
dilakukan. Semakin dalam makna yang dipahami oleh seseorang, maka
semakin kuat kebiasaan itu melekat pada dirinya. Bila sekali waktu ia
melalaikan kebiasaan itu, maka dengan cepat ia akan menyadarinya dan
tidak akan terseret pada kelalaian itu.
3) Antara Menghukum dan Memberi Penghargaan
Pemberian metode hukuman dan penghargaan merupakan metode
pendidikan yang berangkat dari dua prinsip dasar. Pertama, bahwa
manusia itu tidak suka terhadap ancaman, kesulitan dan kerugian, sehingga
ia akan berusaha menghindarinya. Dari sinilah lahirah konsep hukuman.
Kedua, manusia itu menyukai kesenangan, kenikmatan, dan keinginannya
terpenuhi, sehingga ia akan berupaya meraihnya. Kemudian dari sinilah
lahirnya konsep penghargaan. Dalam konteks pendidikan, rosulullah
20

jarang memberikan hukuman dan cenderung lebih memberi penghargaan,


beliau sagat suka memuji, memeberi hadiah, dan mendoakan para sahabat
untuk memotivasinya.
Untuk itu ada prinsip yang harus diketahui dalam memberi
hukuman. Beberapa prinsip dalam memberi hukuman tersebut adalah
a) Beritahu kesalahannya
b) Hukuman secara bertahap
c) Tidak boleh memakai kata kasar
d) Orang tua ikut adil dalam kesalahan anak
e) Hukuman atas dasar perilaku
f) Adil dalam menghukum
g) Konsisten dalam menghukum
h) Hukuman bertujuan untuk memperbaiki.

Anda mungkin juga menyukai