Bab Ii
Bab Ii
PEMBAHASAN
1
2
.....Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami.... (Al-Baqarah: 32)
Ilmu datang dari Tuhan. Guru pertama adalah Tuhan. Pandangan yang
menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan sikap pada orang Islam
bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah dari guru. Maka
kedudukan guru amat tinggi dalam Islam.
Pandangan ini selanjutnya akan menghasilkan bentuk hubungan antara
guru dan murid. Hubungan guru-murid dalam Islam tidak berdasarkan
hubungan untung-rugi dalam arti ekonomi yang menyebabkan pernah muncul
pendapat di kalangan ulama’ Islam bahwa guru haram mengambil upah (gaji)
dari pekerjaan mengajar. Hubungan murid-murid dalam Islam pada hakekatnya
adalah hubungan keagamaan, suatu hubungan yang mempunyai niali
kelangitan.
Kedudukan guru yang demikian tinggi dalam Islam kelihatannya memang
berbeda dari kedudukan guru di dunia Barat. Perbedaan itu jelas karena di Barat
kedudukan itu tidak memiliki warna kelangitan. Hubungan guru-murid juga
berbeda. Perbedaan itu juga karena hubungan guru-murid di Barat tidak lebih
dari sekedar orang yang pengetahuannya lebih banyak daripada murid.
Hubungan guru-murid juga tidak lebih dari sekedar pemberi dan penerima.
Karenanya maka wajarlah bila di Barat hubungan guru-murid adalah hubungan
kepentingan antara pemberi dan penerima jasa (dalam hal ini pengetahuan).
Karena itu, hubungan juga dilihat oleh pembayaran yang dilakukan
berdasarkan perhitungan ekonomi.
Dalam sejarah, hubungan guru-murid dalam Islam ternyata sedikit demi
sedikit berubah. Nilai-nilai ekonomi sedikit demi sedikit mulai masuk. Yang
terjadi sekarang kurang lebih sebagai berikut:
a. Kedudukan guru dalam Islam semakin merosot.
b. Hubungan guru-murid semakin kurang bernilai kelangitan, penghormatan
murid kepada guru semakin turun
c. Harga-harga mengajar semakin tinggi
5
ditiru.Di selolah seorang guru menjadi ukuran atau pedoman bagi murid-
muridnya, di masyarakat guru dipandang sebagi suri tauladan bagi setoap
warga masyarakat.
Konsep operasional, pendidikan Islam adalah proses transformasi dan
internalisasi nilai-nilai Islam dan pengetahuan dalam rangka
mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik
guna mencapai keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek
kehidupan, maka pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam
pendidikan Islam.
Sehubungan dengan hal tersebut Al-Nahlawi menyatakan bahwa peran
guru hendaklah mencontoh peran yang dilakukan Rasulullah yaitu mengkaji
dan mengembangkanilmu Ilahi.
Peranan guru dalam mendidik masyarakat amatlah besar dan luas.
Antaranya ialah:
(1). Menyampai aqidah dan keimanan yang tulin untuk menghidupkan
hati dan menghubungkan manusia dengan Allah, meyakinkan
pertemuan dengan Allah, mengharapkan rahmatNya dan takutkan
siksaanNya.
(2). Menyampaikan ilmu pengetahuan dan kemahiran meliputi fardhu
ain dan fardhu kifayah yang menjadi asas ubudiyah (pengabdian diri
kepada Allah), hubungan harmoni sesama manusia dan alam.
(3). Membentuk akhlak atau peribadi mulia supaya menjadi contoh
tauladan kepada orang lain.
5. Tugas, Tanggung Jawab, dan Hak Pendidik Menurut Islam
a. Tugas Pendidik
Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian
dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi
contoh, membiasakan, dan lain-lain.
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, serta membawakan manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt. Karena tujuan pendidik islam yang
utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-NYA.
8
4) Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan
sendirian jika mungkin dan dengan jalan terus terang, dengan jalan
halus dan jangan mencela
5) Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata
dengan perbuatannya
c. Hak Pendidik
Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina,
mengarahkan, dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya
dicurahkanya dalam rangka mentransformasikan dan
menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam
kehidupan peserta didik. Dengan demikian waktu dan kesempatanya
dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga dia tidak
mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Justru itu pendidik berhak mendapatkan :
1) Gaji
Mengenai penerimaan gaji pada awalnya terdapat perselisihan
pendapat. Mengenai gaji ini ahli-ahli pikir dan filosof-filosof berbeda
pendidik dalam hal guru menerima gaji atau menolaknya. Yang paling
terkenal untuk menolak gaji adalah Scorates. Sedangkan Al-Ghazali
menyimpulkan mengaharamkan gaji. Sementara itu, Al-Qabisi (935-
1012) yang memandang gaji itu tidak dapat tidak harus diadakan.
Karena pendidik telah mendapatkan lapangan profesi, tentu
mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan
ekonomi, berupa gaji atau honorarium. Seperti di Negara kita, pendidik
merupakan bagian aparat negara yang negara yang mengabdi untuk
kepentingan negara melalui, sektor pendidikan, diangkat menjadi
pegawai negeri sipil, diberi gaji dan tunjangan tenaga kependidikan.
Namun, kalau dibandingkan dengan negara maju, penhasilannya belum
memuaskan. Akan tetapi karena tugas itu mulia, tidak menjadi halangan
bagi pendidikdalam mendidik peserta didiknya. Bagi pendidik yang
statusnya non PNS maka mereka akan digaji oleh yayasan bahkan
11
۟
تواَءا
َ ا ٓمَ َتو
ن ُْ
يؤُ َ
ِين َّ َ
ٱلذ و
َ
ِلى ْ ُ
أنهم إََّ ٌ
لةََِج
ْ و ُب
هم ُُ
ُلو َّق
و
ٰ
َُو
ن ٰجِع
َ
ْ ر
ِم َب
ِه ر
Artinya: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan
dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya
mereka akan kembali kepada Tuhan mereka”( QS. Al-Mu’minun:60)
14
barang siapa yang tidak mempunyai kasih sayang kepada orang lain, dia tidak
akan mendapat kasih sayang dari Allah Swt”. (HR. Bukhari)
Usamah bin Zaid berkata, “Nabi Saw pernah mengambil dan
menundukkanku diatas satu paha beliau dan mendudukkan al Hasan bin Ali di
atas paha beliau yang lain. Kemudian beliau memeluk kami berdua dan berdo’a,
“Ya Allah sayangilah keduanya karena aku sungguh menyayangi keduanya”.
(HR. Bukhari)
Sesungguhnya ciuman kepada seorang anak tidak hanya sekedar tanda
kecintaan orang tua terhadap anaknya, tetapi juga bisa bernilai ibadah yang dapat
mengantarkan orang tua sebagai ahli surga, sebagaimana yang pernah
disabdakan oleh Rasulullah saw.
“Perbanyaklah kamu mencium anak cucumu karena imbalan setiap ciuman
adalah syurga”. (HR. Bukhari)
Dari sini, kitadapat melihat sentuhan kasih sayang itu demikian penting.
Ada banyak kebaikan yang dapat diperoleh dari sentuhan kasih sayang ini,
diantaranya:
a. Sentuhan kasih sayang dapat mendekatkan jiwa orang tua dengan anak.
Orang tua dan anak yang sedikit melakukan sentuhan fisik menunjukkan
renggangnya ikatan batin antara keduanya. Hal ini menunjukkan rendahnya
kepercayaan satu dengan lainnya. Akibatnya, keluarga yang anggota di
dalamnya tidak memiliki kedekatan satu dengan yang lainnya akan
cenderng mudah mengalami konflik, sehingga sulit mencapai suasana yang
harmonis.
b. Adanya kepercayaan yang timbul dari ekspresi kasih sayang ini menjadikan
anak selalu terbuka kepada orang tuanya. Ia akan menjadikan orang tuanya
sebagai tempat bercerita pengalaman dan perasaannya, baik disaat anak
merasa senang maupun saat sedih atau dalam masalah. Ungkapan perasaan
ini akan memberikan informasi yang sempurna bagi orang tua dalam upaya
menilai perkembangan anak-anaknya. Bila anak dalam keadaan kesulitan,
orang tua bisa membantu memberi jalan keluarnya, dan jika anak dalam
keadaan sedih orangtua dapat menghiburnya. Sebaliknya, anak yang kurang
kasih sayang, cenderung tertutup dengan orang tuanya. Bila ada masalah,
17
mereka lebih memilih bercerita kepada orang lain yang dirasa memberi
perhatian yang lebih baik dibandingkan orang taunya.
c. Sentuhan kasih sayang ini memberikan dampak positif terhadap
perkembangan emosi anak. Anak akan merasa berharga dan memiliki
martabat, sehingga menumbuhkan kepercayaan diri. Sebaliknya, bila anak
kurang kasih sayang dari orang tua, ia akan mencarinya dengan caranya
sendiri. Misalnya, bertindak nakal atau membuat onar dengan tujuan
mencari perhatian orang tuanya.
5. Mendidik dengan Keteladanan
a. Keteladanan sebagai Ruh Pendidikan
Keteladanan adalah ruh dari pendidikan. Dengan keteladanan
pendidikan menjadi bermakna, tanpa keteladanan pendidikan hanyalah suatu
indoktrinasi dan kemunafikan. Keteladanan merupakan kekuatan kunci dari
pendidikan Rasulullah saw. Apa-apa yang beliau perintahkan kepada umat,
maka beliau adalah orang yang pertama dan paling sempurna dalam
menerapkan keteladanan. Oleh karena itu, anka-anak perlu diarahkan untuk
mengidolakan atau meneladani Rasulullah Saw serta orang-orang terbaik
yang mengikuti teladannya seperti para ulama dan mujahidin. Allah
berfirman:
َْ
د ن َلق
ََاْ ك ِي َلك
ُم ِ ف َسُول َّ ة
اّللِ ر ُسْو
ٌَ ة أ ٌَ ْ ح
َسَن َنلم ِ
ََا
ن ُو ك ْج
يرَ َاّلل
َّ َ َو
ْم ْ َ
الي َ و ْ َ
اْلخِر َرَك
َذاّللَ و
َّ
ًاَثير ك
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-
Ahzab: 21)
Keteladaan merupakan metode pendidikan yang sangat efektif. Hanya
dengan bekal keteladanan, tanpa harus banyak berbicara banyak orang
bergerak untuk melakukan sesuatu. Keteladanan tidak hanya berlaku dalam
hal kebaikan. Dalah hal keburukan pun ada proses peneladanan. Teladan ini
bias datang dari pergauln, buku-buku, film, dan sebagainya. Apa yang terjadi
disekeliling anak bukanlah proses pendidikan yang direncanakan, tetapi
18