Anda di halaman 1dari 20

1.

Definisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang

terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak.

Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,

progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih

atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non

straumatik.

Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan

trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi

hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan

selanjutnya dapat timbul edema sekunder

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 1. Vaskularisasi Otak

Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis Arteri

karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke

rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus,

mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri

serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi pada

regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada
korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri

serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan

temporalis.

Gambar 2. Stenosis pada arteri karotis

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di

arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis

servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-

masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya

bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada

tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri

posterior. Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis

atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior

memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna,

talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak

bagian atas.
3. Etiologi

Menurut Smeltzer stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu:

1. Thrombosis serebral Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah

penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke.

Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.

Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa

mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau

embolisme serebral. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan

kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat

mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari (bekuan cairan di dalam

pembuluh darah otak).

2. Embolisme serebral Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -

cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atauhemiplegia tiba-tiba

dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit

jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral (bekuan darah atau

material lain).

3. Iskemia serebral Iskemia serebral (insufisiensi/penurunan suplai darah ke otak) terutama

karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Haemorhagi serebral

a. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang

memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak

dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam

beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.

b. Patofisiologi Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu

ral, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya
periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.

Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa

menunjukkan tanda atau gejala.

c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi

penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan

malformasi arteri vena kongenital pada otak.

d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak paling umum

pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan

degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah.

Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar,

makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan

abnormalitas pada tanda vital.

4. Patofisiologi

Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,

biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak

terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat

timbul edema sekunder.

Gambar 3. Bekuan darah/Emboli


Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau

embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding

pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi

berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi

infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri

serebral melalui arteri karotis.

Gambar 4. Bekuan darah

Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang

cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh

pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.


5. Pathway

Penyakit yang mendasari stroke (alkohol, hiperkolesteroid,


merokok, stress, depresi, kegemukan

Ateroskderosis (elastisitas
Kepekatan darah Pembentukan thrombus
pembuluh darah
meningkat
menurun)

Obstruksi
throumbus di otak

Penurunan darah ke otak

Hipoksia cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan


Kelemahan pada Perubahan persepsi
motorik di lobus frontals.
nervus V, VII, IX, X sensori
Hemasphare/hemiplagia

Penurunan
kemampuan otot
Gangguan Mobiliytas
mengunyah/menelan
mobilitas fisik menurun

Tirah baring Gangguan Keseimbangan


reflek nutrisi kurang
menelan dari kebutuhan
tubuh
Resiko Defisit perawatan
kerusakan diri
integritas
kulit
6. Faktor Resiko

1. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat

mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila

pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah

otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan

mengalami kematian.

2. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak

yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan

diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu

kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.

3. Penyakit Jantung Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.

Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena

jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran

darah.

4. Hiperkolesterolemi Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density

lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis

(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas

pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density

Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.

5. Infeksi Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah

tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.

6. Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.

7. Merokok Manifestasi Klinis Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya

infark jantung.
8. Kelainan pembuluh darah otak Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan

pecah dan menimbulkan perdarahan.

9. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral) Kontrasepasi oral (khususnya dengan

disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)

10. Penyalahgunaan obat (kokain)

11. Konsumsi alcohol

12. Lain–lain, Lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit darah, asam urat yang

berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.

7. Manifestasi Klinis

1. Gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah

mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah

kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:

2. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan

kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan

kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling

umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak

yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)

3. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah

bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa

dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:

a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang

disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.

b. Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.

c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.


4. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang

paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat

kehilangan penglihata.

5. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.

6. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal,

mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini

dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan

kurang motivasi.

7. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia

urinarius karena kerusakan kontrol motorik.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostic:

1. CT Scan (Computer Tomografi Scan)

Pembidaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan

biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau

menyebar ke permukaan otak.

2. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi

arteri adanya titik okulasi atau raftur.

3. Pungsi Lumbal

Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung

darah menunjukan adanya perdarahan.


4. Magnatik Resonan Imaging (MRI)

Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

5. Ultrasonografi Dopler

Mengidentifikasi penyakit arteriovena.

6. Sinar X Tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.

7. Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang

otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

Pemeriksaan Laboratorium:

1. Lumbal pungsi, pemeriksaan likuor merah biasanya di jumpai pada perdarahan yang

masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu

hari – hari pertama.

2. Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat

mencapai 250 mg didalam serum.

8. Penatalaksaan Medis dan Keperawatan

1. Perawatan umum

a. Jalan nafas dibebaskan dari lendir dan lidah

b. Koreksi kelainan gas darah

c. Tensi dipertahankan pada tingkat optimal

d. Masukan kalori dan keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan

e. Posisi berbaring diubah tiap 2 jam

2. Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi:

a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3- 5

hari setelah infrak serebral.


b. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberat trombosis

atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat

penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi

9. Pengkajian Proses Keperawatan

1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan,

menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap

waktu, tempat dan orang

2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh,

dan posisi kepala.

3. kekakuan atau flaksiditas leher.

4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi

okular.

5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.

6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan

tekanan arteri.

7. kemampuan untuk bicara

8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.

9. Riwayat hipertensi, kebiasaan merokok, kebiasaan makanan dan umur.

Dari pengkajian secara umum tersebut diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Pengkajian Primer

1. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat

kelemahan reflek batuk.


2. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit

dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.

3. Circulation

TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi

jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,

sianosis pada tahap lanjut.

b. Pengkajian Sekunder

1. Aktivitas dan istirahat

Ø Data Subyektif kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau

paralysis. Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).

Ø Data obyektif Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau

spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan.

2. Sirkulasi

Ø Data Subyektif Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal

jantung, endokarditis bacterial), polisitemia.

Ø Data obyektif Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG, Pulsasi: kemungkinan

bervariasi Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

3. Integritas ego

Ø Data Subyektif Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.

ØData obyektif Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan,

kegembiraan, kesulitan berekspresi diri.

4. Eliminasi

Ø Data Subyektif Inkontinensia, anuria, distensi abdomen (kandung kemih sangat

penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)


5. Makan/ minum

Ø Data Subyektif Nafsu makan hilang, nausea/vomitus menandakan adanya PTIK,

kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia. Riwayat DM, peningkatan lemak

dalam darah.

Ø Data obyektif: Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

Obesitas (faktor resiko).

6. Sensori Neural

Ø Data Subyektif Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama TIA). v Nyeri

kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid, kelemahan,

kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati, penglihatan

berkurang. v Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan

pada muka ipsilateral (sisi yang sama). v Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Ø Data obyektif v Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan,

gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi

kognitif. v Ekstremitas: kelemahan/paraliysis (kontralateral) pada semua jenis stroke,

genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral). v

Wajah: paralisis/parese (ipsilateral). v Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi

bahasa), kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata

komprehensif, global/kombinasi dari keduanya. v Kehilangan kemampuan mengenal

atau melihat, pendengaran, stimuli taktil. v Apraksia: kehilangan kemampuan

menggunakan motorik. v Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi

pada sisi ipsi lateral.

7. Nyeri/kenyamanan

Ø Data Subyektif Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya. Data obyektif Tingkah

laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.


8. Respirasi

Ø Data Subyektif Perokok (factor resiko).

9. Keamanan

Ø Data obyektif Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi

terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian

tubuh yang sakit. idak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah

dikenali, gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh,

gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang

kesadaran diri.

10. Interaksi social

Ø Data obyektif: Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.


10. Analisa data

No Data Etiologi Masalah

1 Batasan Karakteristik : Gangguan aliran darah sekunder, Gangguan perfusi


adanya perdarahan, edema atau jaringan cerebral
- Hipertensi
oklusi pembuluh darah
- Embolisme

- Kardiomiapati dilastasi

- Penyalahgunaan zat

- Hiperkolesterolemia

2 Batasan Karakteristik : Perubahan system saraf pusat Gangguan komunikasi


(defek anatomis, perubahan verbal
- Tidak dapat bicara
neuromuscular pada system
- Tidak ada kontak mata
penglihatan, pendengaran dan
- Dipsnea apparatus fonatori)

- Disorientasi orang, waktu,

ruang.

- Defisit penglihatan total

3 Batasan Karakteristik : Gangguan neuromuscular Hambatan mobilitas


bergerak/berpindah
- Pergerakan tidak

terkoordinasi

- Pergerakan lamabt

- Tremor akibat pergerakan

- Ketidakstabilan postur

- Kesulitan membolak-balik

posisi
11. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder,

adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat (defek

anatomis, perubahan neuromuscular pada system penglihatan, pendengaran dan apparatus

fonatori)

3. Hambatan mobilitas bergerak/berpindah berhubungan dengan gangguan neuromuscular

12. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder,

adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah

Ø Tujuan Keperawatan:

a. Klien tidak gelisah

b. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.

c. GCS 456 d. Pupil isokor, reflek cahaya

d. Tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, Pernafasan 16-

20 kali permenit)

Ø Intervensi:

a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan

akibatnya

b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua Jam

d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)

e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng


g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat (defek

anatomis, perubahan neuromuscular pada system penglihatan, pendengaran dan apparatus

fonatori)

Ø Tujuan keperawatan:

a. Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa

isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).

b. Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.

c. Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.

d. Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.

e. Mampu berbicara yang koheren

f. Mampu menyusun kata – kata/ kalimat

Ø Intervensi:

a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau

mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.

b. Bedakan antara afasia dengan disartria

c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik

d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,” “tunjuk ke

pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana

e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut

f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau “Pus”

g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat

menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek


h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang

adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu

i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar.

Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan,

demonstrasi)

j. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan

pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada

pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien

k. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang

merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien

l. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara

3. Hambatan mobilitas bergerak/berpindah berhubungan dengan gangguan neuromuscular

Ø Tujuan keperawatan:

a. Pertahankan posisi optimal

b. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang

hemiparesis dan hemiplagia.

c. Mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas

Ø Intervensi

a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang

teratur

b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika

memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu

c. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat

mentoleransinya
d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat

masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola

karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak

e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board)

seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral

f. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan

g. Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu jari saling

berhadapan

h. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi

i. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian

kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien

menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat

untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan

dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah

pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu

menggunakan alat pegangan paralel dan walker)

j. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan

ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang

mengalami kelemahan

k. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien

l. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi m. Berikan obat

relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan trolen


DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi

Subekti, Egi Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009.

Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United

States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2014.

Gejala, Diagnosa & Terapi Stroke Non Hemoragik. Diambil dari

http://www.scribd.com/doc/28329428/Laporan-Pendahuluan-Asuhan-Keperawatan-Klien-

Dengan-Stroke. Diakses di internet 13 April 2012

Mansjoer, arief, dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama.

Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Price, Sylvia A. 2015.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit.

Jakarta. EGC

NANDA (North American Nursing Diagnosis Association), Edisi Revisi, Mediaction,

Yogyakarta, 2013.

Anda mungkin juga menyukai