Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II GANGGUAN PANIK.......................................................................... 2
2.1 Definisi ....................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi .............................................................................. 3
2.3 Etiologi dan Patogenesis.............................................................. 4
2.4 Gejala Klinik .............................................................................. 5
2.5 Kriteria diagnosis ........................................................................ 6
2.6 Diagnosis Banding ...................................................................... 7
2.7 Perjalanan Penyakit dan Prognosis ............................................. 7
2.8 Penatalaksanaan .......................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17

i
BAB I
PENDAHULUAN

Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut
ditandai oleh ketakutan, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik,
seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu
yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Anxietas
yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu
individu.

Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling lazim terjadi di
masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang terkena gangguan ini di Amerika Serikat,
dengan angka kejadian pada wanita yang dapat terkena hampir dua kali lebih sering
dibanding pria. Gangguan kecemasan yang berhubungan dengan kejadian morbiditas yang
cukup signifikan, sering menjadi kronis dan cenderung resisten terhadap pengobatan.
Gangguan kecemasan dapat dilihat sebagai bagian dari gangguan mental terkait, yang dapat
diklasifikasikan dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV-TR), yaitu : (1) gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, (2) agoraphobia
dengan atau tanpa gangguan panik, (3) fobia spesifik, (4) fobia sosial, (5) obsesif-kompulsif
(OCD), (5) gangguan stres pasca trauma (PTSD), (6 ) gangguan stres akut; dan (7) gangguan
kecemasan umum.

Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas yang ditandai oleh
serangan panik yang berulang dan tak terduga. Frekuensi serangannya bervariasi, mulai dari
beberapa kali serangan dalam setahun hingga beberapa serangan dalam sehari. Serangan
panik dapat pula terjadi pada jenis gangguan cemas yang lain, namun hanya pada gangguan
panik, serangan terjadi meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas. Gangguan panik
dapat timbul bersama gangguan mood, dengan gejala mood secara potensial meningkatkan
onset serangan panik. Gangguan panik juga bisa didiagnosis dengan atau tanpa agoraphobia.

1
BAB II
GANGGUAN PANIK

2.1 DEFINISI
Gangguan panik (panic disorder) adalah suatu kondisi di mana seseorang menderita
serangan panik berulang. Serangan panik terjadi mendadak tanpa disebabkan oleh zat (seperti
kafein), pengobatan, atau kondisi medis (seperti tekanan darah tinggi)
Gangguan panik dapat bermanifestasi sebagai episode kecemasan yang hebat tanpa
disertai faktor pencetus yang adekuat dan biasanya diikuti oleh gejala hiperaktifitas saraf
otonom (takikardia, diaforesis dan takipneu). Kepanikan dapat terjadi dengan atau tanpa
diserta agorafobia.
Terdapat 3 model fenomenologi gangguan panik yaitu :
a. Serangan panik akut
Ditandai oleh timbulnya peningkatan aktifitas sistem saraf otonom secara
mendadak dan spontan disertai perasaan ketakutan. Serangan ini berakhir 10-30 menit
dan dapat kembali normal.
b. Antisipasi kecemasan
Ditandai dengan perasaan takut bahwa serangan akan timbul kembali.
Keadaan ini jarang kembali normal karena sesudah serangan biasanya penderita sudah
dalam kondisi kronis dan selalu mengantisipasi terhadap onset serangan.
c. Menghindari fobia
Adalah kondisi panik yang berkembang menjadi perilaku menghindar atau
fobia. Penderita menjadi ketakutan akan timbulnya serangan panik sehingga penderita
menghindari situasi tersebut.

2
Pembagian gangguan anxietas dapat dilihat dari table berikut:

Gangguan Anxietas

Gangguan Anxietas Kontinyu Anxietas Episodik

Gangguan Anxietas Menyeluruh

Pada situasi tertentu Pola campuran Pada


Agorafobia dengan sembarang
Gangguan Fobik panik situasi
Gangguan Panik
Fobia Spesifik Fobia Sosial Agorafobia

Gambar 1: Pembagian Gangguan Anxietas

2.2 EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk gangguan
panik adalah 1,5-5 %. Sebagai contoh, sat u penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang
dewasa yang dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup
adalah 3,8 % untuk gangguan panik, 5,6 % untuk serangan panik, dan 2,2% dengan gejala
yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap.
Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun
kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang
tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit
hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam
perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama.
Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda, usia rata-rata timbulnya adalah kira-
kira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap
usia.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa pada tahun
1996 di Indonesia diperkirakan 6 juta penduduknya mengalami gangguan cemas. Ditemukan,
setiap 20 orang per 1000 anggota keluarga menderita gangguan cemas.

2.3 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


a. Faktor Biologi

3
Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah menghasilkan
berbagai temuan; satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan panik dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam struktur otak dan fungsi otak.
Penelitian tersebut dan penelitian lain telah menghasilkan hipotesis yang melibatkan
disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan panik.
Sistem saraf otonom pada beberapa pasien gangguan panik telah dilaporkan
menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli
yang berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang. Sistem
neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma-
aminobutyric acid (GABA).
Disfungsi neurokimia tampaknya menjadi salah satu penyebab gangguan
panik yang mengakibatkan ketidakseimbagan otonom, penurunan kualitas
GABA(gamma-aminobutyricacid)ergik, polimorfisme alel gen COMT (catechol-O-
methyltransferase), peningkatan fungsireseptor adenosin, peningkatan kortisol,
penurunan fungsi reseptor benzodiazepin, gangguanfungsi serotonin, norepinephrine,
dopamine, cholecystokinin, dan IL-1 beta. Disfungsi neurokimia ini diperkuat oleh
temuan hasil scanning PET yang menunjukkan terjadi peningkatan aliran darah pada
regio parahippocampal dextra dan penurunan ikatan reseptor serotonin tipe 1A pada
cingula anterior dan posterior pasiengangguan panik. Beberapa peneliti juga
memberikan teori yang menyatakan gangguan panik merupakan suatu keadaan yang
diakibatkan oleh hiperventilasi kronik dan hipersensivisitasreseptor karbon dioksida.
Beberapa pasien epilepsi menunjukkan gangguan panik sebagai manifestasi dari
bangkitan mereka.
b. Faktor Genetika
Gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka prevalensi
tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik. Beberapa
penelitian genetis menemukan bahwa regio kromosom 13q, 14q,22q, 4q31-q34, serta
9q31 berkaitan erat dengan heritabilitas fenotip gangguan panik. Berbagai penelitian
telah menemukan adanya peningkatan risiko gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat
pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan panik dibandingkan
dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya.
c. Faktor Psikososial
Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk
menjelaskan patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku
menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku
modeling orang tua atau melalui proses pembiasan klasik. Teori psikoanalitik

4
memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang tidak berhasil dalam
melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan
suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang
melanda,lengkap dengan gejala somatik.
Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panik kemungkinan
melibatkan arti bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis
serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh
reaksi psikologis.

2.4 GEJALA KLINIK


Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relative
singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan menyebabkan
minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut:
1) Palpitasi
2) Berkeringat
3) Gemetar
4) Sesak napas
5) Perasaan tercekik
6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7) Mual dan gangguan perut
8) Pusing, bergoyang. melayang. atau pingsan
9) Derealisasi atau depersonalisasi
10) Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11) Rasa takut mati
12) Parastesi atau mati rasa
13) Menggigil atau perasaan panas.
Serangan panik pertama seringkali sama sekali spontan,walaupun serangan panik
kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik,aktivitas seksual, atau
trauma emosional sedang.Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat
dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu
perasaan ancaman kematian. Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan sumber
ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam
memusatkan perhatian.
Gejala Penyerta
Gejala depresif seringkali ditemukan pada serangan panik dan agoraphobia, dan pada
beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.
Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan
gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.

5
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4),
kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan adanya serangan panik yang
berkaitan dengan kecemasan persisten berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap: (1)serangan
panik baru (2) konsekuensi serangan, atau (3) terjadi perubahan perilaku yang signifikan
berhubungan dengan serangan.
Serangan panik adalah suatu episode tertentu adanya rasa takut yang hebat atau
perasaan tidak nyaman, dimana 4 atau lebih gejala berikut ini terjadi secara mendadak dan
mencapai puncaknya dalam 10 menit :
a. Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat.
b. Berkeringat.
c. Gemetar atau berguncang
d. Rasa nafas sesak atau tertahan
e. Perasaan tercekik
f. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
g. Mual atau gangguan perut
h. Perasaan pusing, bergoyang, melayang, atau pingsang.
i. Derealisasi (perasaan tidak realitas) atau depersonalisasi (bukan merasa diri sendiri).
j. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
k. Rasa takut mati
l. Parestesia (mati rasa atau sensasi geli)
m. Menggigil atau perasaan panas.

Menurut PPDGJ-III ( Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia


Edisi III)
 Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik.
 Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat
dalam masa kira-kira satu bulan :
a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situation)
c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode
diantara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi
juga ‘anxietas antisipatorik’ yaitu anxietas yang terjadi setelah
membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.

2.6 DIAGNOSIS BANDING

6
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah
gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis misalnya infark miokard,
hipertiroid, hipoglikemi, dan feokromositoma. Sedangkan diagnosis banding psikiatri untuk
gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia sosial dan spesifik, gangguan
stress pasca traumatik, dan gangguan depresi.

2.7 PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS


Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau masa
dewasa awal, walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia pertengahan
dapat terjadi. Biasanya kronik dan bervariasi tiap individu. Frekuensi dan kepasrahan
serangan panik mungkin berfluktuasi. Serangan panik dapat terjadi beberapa kali sehari atau
kurang dari satu kali dalam sebulan. Penelitian follow up jangka panjang gangguan panik
sulit diinterpretasikan. Namun demikian kira-kira 30-40% pasien tampaknya bebas dari
gejala follow up jangka panjang, kira-kira 50% memiliki gejala yang cukup ringan yang tidak
mempengaruhi kehidupannya secara bermakna dan kira-kira 10-21 % terus memiliki gejala
yang bermakna. Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40-80% dari
semua pasien. Pasien dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala singkat cenderung
memiliki prognosis yang baik.

2.8 PENATALAKSANAAN
Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita memahami
bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis.
Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik, sering
berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental dan somatik lain, maka
penatalaksanaan yang tepat serta hemat biaya sangat dibutuhkan oleh pasien untuk
mengurangi beban ekonomi yang bisa ikut menjadi pemicu gangguan mental yang lain lagi
pada pasien.
RANZCP (Royal Australian and New Zealand College of Psychiatrist) menyatakan
bahwa penatalaksanaan yang direkomendasikan untuk menangani gangguan panik adalah
mengedukasi pasien dan keluarga agar dapat mendukung pasien dalam mengatasi
kepanikannya.Terapi medikasi hanya dianjurkan untuk penggunaan jangka pendek.
Saat ini CBT (Cognitive-behaviour therapy) merupakan terapi yang dianggap lebih
efektif dan murah dalam mengatasi gangguan panik jika dibandingkan dengan terapi
medikasi. Untuk terapi medikasi, obat-obatan golongan tricyclic dan Serotonin Selective
Reuptake inhibitors (SSRI) dianggap memiliki efikasi yang setara serta lebih dipilih sebagai

7
medikasi pilihan dibanding golongan benzodiazepin yang sering disalah gunakan serta dapat
menyebabkan berbagai komplikasi pada pasien yang mengalami ketergantungan alkohol.

Cognitive-behavioral therapy (CBT)


CBT dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk gangguan
panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT memiliki efikasi yang lebih
tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah. Selain itu tingkat drop out
dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi farmakologi. Meskipun begitu
hasil yang lebih superior dapat dihasilkan dari kombinasi CBT dan famakoterapi.
Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode
restrukturisasi,terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interocepative.
Inti dari terapi CBT adalah membantu pasien dalam memahami cara kerja pemikiran otomatis
dan keyakinan yang salah dapat menimbulkan respon emosional yang berlebihan, seperti
pada gangguan panik.
 Terapi restrukturisasi
Melalui terapi ini pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya dengan cara mengganti
semua pikiran negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan yang
dapat memicu serangan panik dengan pemikiran-pemikiran positif.
 Terapi relaksasi dan bernapas
Dapat digunakan untuk membantu pasien mengontrol kadar kecemasan dan mencegah
hypocapnia ketika serangan panik terjadi.
Semua jenis CBT seperti di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan dokter.
Namun salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy yang terbukti berhasil pada 87%
pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di suatu lingkungan yang terkontrol. Karena
terapi ini dilakukan dengan memberikan paparan yang dapat menstimulus serangan panik
pasien dengan cara meningkatkannya sedikit demi sedikit hingga pasien mengalami
desensitasi terhadap stimulus tersebut. Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk
mendesensitasi gangguan panik antara lain:
 Hiperventilasi disengaja ± ini dapat mengakibatkan kepala pusing, derealisasi, dan
pandangan menjadi kabur
 Melakukan putaran pada kursi ergonomis ± ini dapat mengakibatkan rasa pusing dan
disorientasi
 Bernapas melalui pipet ± ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi saluran
napas
 Menahan napas - ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman menjelang ajal
 Menegangkan badan ± untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada

8
Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya dari teknik
di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai serangan panik. Latihan-
latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi merasakan kepanikan
terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh waktu hingga beberapa minggu untuk dapat
mencapai hal itu.
Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar melalui
pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti sesak napas, pusing dan
pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika pasien mulai menyadari hal
tersebut maka secara otomatis, hippocampus dan amygdala, yang merupakan pusat
emosi,akan ikut mempelajarinya sebagai hal yang tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistem
simpatik akan ikut berkurang.

Terapi Medikasi
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan
panik,yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor). Sedangkan
golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontoversial dalam terapi gangguan
panik.
1. Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam
rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan
panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu
ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya.
Mekanisme Kerja, SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di
ekstraselular dengan cara menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel
presinaptik sehingga ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat
berikatan dengan reseptor sel post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang
cukup baik terhadap transporter monoamin yang lain,seperti pada transporter
noradrenaline dan dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah terhadap kedua
reseptor tersebut sehingga efek sampingnya lebih sedikit. SSRI merupakan obat
psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain obat rasional, karena cara
kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target biologi tertentu dan memberikan efek
berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI digunakan secara luas dihampir
semua negara sebagai lini pertama pengobatan antipanik.
Semua jenis SSRI yang dikenal saat ini memiliki efektifitas yang baik dalam
menangani gangguan panik. Salah satunya, Fluoxetine dalam salut memiliki masa

9
paruh waktu yang panjang sehingga cocok digunakan untuk pasien yang kurang patuh
minum obat. Selain itu waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek
withdrawl yang dapat terjadi ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan
penggunaan SSRI
Contoh Obat Golongan SSRI
 Fluoxetine (Prozac)
Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik, dengan
efek minimalatau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake norepinephrine
atau dopamine.

 Paroxetine (Paxil, Paxil CR)


Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya
berupakan inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan
memiliki efek yang lemah terhadapreuptake norepinephrine dan dopamine.
 Sertraline (Zoloft)
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang lemah pada
reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal.
 Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)
Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake
serotonin neuronalserta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik,
histamine atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit
dibanding obat-obatan jenis trisiklik.
 Citalopram (Celexa)
Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif reuptake
serotonin pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat ini lebih
sedikit.
 Escitalopram (Lexapro)
Escitalopram merupakan enantiomer citalopram.Mekanisme kerjanya mirip
dengan citalopram.
Efek Samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika tubuh
mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual yang timbul
pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI mencapai 6-8 minggu
ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang menyeluruh. Adapun beberapa efek
samping SSRI antara lain: anhedonia,insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi
urin, perubahan pada perilaku seksual, penurunan berat badan, mual, muntah dan
yang ditakutkan adalah efek samping keinginan bunuh diri dan meningkatkan
perasaan depresi pada awal pengobatan.

10
2. Golongan Tricyclic/Trisiklik
Zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk mengatasi depresi. Pada
awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan pilihan pertama untuk terapi
depresi.
Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang tinggi, namun saat ini
penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan antidepresan lain yang
terbaru. Golongan trisiklik beberapa memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya
cukup1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan makanan.
Namun 35% penggunanya langsung menghentikan pengobatan karena efek samping
yang tidak menyenangkan. Golongan trisiklik harus dimulai dengan dosis kecil untuk
menghindari amphetamine like stimulation. Biasanya pengobatan dengan
menggunakan trisiklik membtuhkan waktu sekitar 8-12 minggu untuk mencapai
respon terapi.
Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau
panik yang resisten terhadap obat anti panik terbaru. Selain itu golongan trisiklik tidak
menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama. Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya biasanya
mendahului efek terapi sehingga banyak pasien yang justru segera menghentikan
pengobatan meskipun efek terapinya belum tercapai.
Mekanisme Kerja Trisiklik menyerupai cara kerja SNRI (serotonin-
norepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok transporter serotonin dan
norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter ekstraseluler yang dapat
bereaksi dalam proses neurotransmisi. TCA sama sekali tidak bereaksi terhadap
transporter dopamin sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin seperti
halusinasi dapat berkurang. Trisiklik juga dikenal sebagai antihistamin dan
antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan reseptor histamine dan asetilkolin
muskarinik. Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium,
sehingga dapat bekerja seperti obat-obatan natrium channel blocker dan calcium
channel blocker. Karena itu penggunanaan berlebih trisiklik dapat menyebabkan
kardiotoksik.
Contoh Obat Trisiklik
 Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM)
Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan srotonin pada neuron
presinaptikin.

11
 Desipramine (Norpramin)
Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada celah
sinaptik SSP dengan cara menghambat reuptakenya di membran presinaptik.
Hal ini dapat menyebabkan efek desensitasi pada adenyl cyclase, menurunkan
regulasi reseptor beta-adrenergik, dan regulasi reseptor serotonin.
 Clomipramine (Anafranil)
Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada efeknya
uptake norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi metabolitnya,
desmethylclomipramine.
Efek Samping Trisiklik
Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang berkaitan
dengan antimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut kering, hidung
kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan memori dan peningkatan
temperatur tubuh.
Efek samping lainnya adalah pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur,akathisia,
hipersensitivitas, hipotensi, aritmia serta kadang-kadang rhabdomiolisis.

3. MAO Inhibitor (Monoamine oxidase inhibitors)


Merupakan salah satu jenis antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi
gangguan panik. Pada masa lalu golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan
panik dan depresi yang sudah resisten terhadap golongan trisiklik.
MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai agoraphobia.Selain
itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi migraine dan penyakit parkinson
karena target dari obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam timbulnya nyeri
kepala dan gejala parkinson.
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan efek
antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.
Cara Kerja MAOI
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase,
sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan
meningkatkan avaibilitasnya.Terdapat 2 jenis monoamine oxidase,MAO-A dan MAO-
B.
MAO-A berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine and
norepinephrine. Sedangkan MAO-B mendeaminasi phenylethylamine and trace
amines. Dopamine dideaminasi oleh keduanya.
Contoh Obat MAOI
 Phenelzine (Nardil)

12
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam
mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui superioritas yang
jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk mengatasi
gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon
terhadap obat golongan trisiklik atau obat antidepresi golongan kedua.
 Tranylcypromine (Parnate)
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara
ireversibel pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan
meningkatkan avaibilitas sinaptik.

Efek Samping MAOI


Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine. Sehingga
ketika makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat menderita
krisis hipertensi. Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan juga, maka hal ini
dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah makanan yang dibutuhkan hingga
menimbulkan reaksi berbeda- beda pada tiap individu.
Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis hipertensi
pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan tiramin menggantikan
norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam hal ini norepinefrin terdepak
oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran pengeluaran norepinefrin sehingga dapat
menyebabkan krisis hipertensi.
Teori lain menyatakan bahwa proliferasi dan akumulasi katekolamin yang
menyebabkan krisis hipertensi.Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara
lain hati, makanan yang difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa
seperti kacang-kacangan. Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari pengguna
MAOI.
4. Golongan Benzodiazepin
Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat pilihan yang digunakan
untuk mengatasi serangan panik akut.
Cara Kerja Benzodiazepin
Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter
GABA (gamma- butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga
dapat menimbulkan kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang, melemaskan otot dan
dapat mengakibatkan amnesia. Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting,
intermediate acting dan long acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting
digunakan untuk mengatasi insomnia sedangkan yang golongan long-acting
digunakan untuk mengatasi gangguan panik.

13
Contoh Obat Benzodiazepin
 Lorazepam (Ativan)
Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset
singkat dan paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan
aksi GABA, yang merupakan inhibitor utama di otak, lorazepam dapat
menekan semua kerja SSP, termasuk sistem limbik dan formasi retikuler.
 Clonazepam (Klonopin)
Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik lainnya.
Selain itu, obat ini memiliki waktu paruh yang relatif panjang sekitar 36 jam.
 Alprazolam (Xanax, Xanax XR)
Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan panik. Obat
ini dapat terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian otak, termasuk
sistem limbik dan RES
 Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol)
Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang potensinya rendah.
Efek ssamping Benzodiazepine
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin biasanya
berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di antaranya adalah
mengantuk, pusing,dan penurunan konsentrasi dan kewaspadaan. Kurangnya
koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan kecelakaan, terutama pada orang tua. Akibat
lain dari benzodiazepin adalah penurunan kemampuan menyetir sehingga dapat
berakibat pada tingginya angka kecelakaan.
Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat pernapasan
terutama pada penggunaan intravena. Beberapa efek samping lain yang dapat timbul
pada penggunaan benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera makan,
pandangan kabur, bingung,euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa kasus
juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat hepatotoksik.

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan panik adalah gangguan yang ditandai dengan serangan panik yang spontan
dan tidak diperkirakan, atau periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relative singkat
(biasanya kurang dari 1 tahun) yang disertai dengan gejala somatik.
Wanita 2-3 kali lebih sering terkena daripada laki-laki, gangguan paling sering berkembang
pada dewasa muda.
Faktor yang berperan dalam etiologi dan patofisiologi terjadinya gangguan panik,
diantaranya faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial.

14
Adapun penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk menanganinya adalah terapi
CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai terapi lini pertama dan golongan
benzodiazepin potensi tinggi, MAOI dan obat anti-panik jenis lain menjadi terapi lini kedua.
CBT saja mungkin efektif digunakan untuk terapi jangka panjang,namun efikasi terapi dapat
bertambah serta tingkat relaps dapat berkurang jika CBT dikombniasikan dengan terapi
medikasi.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders


Fourth Edition Text Revision, DSM-IV-TR. Arlington, VA: American Psychiatric
Association; 2000.

Kusumawardhani. Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Jakarta: Badan Penerbit FK UI ; 2010.

15
Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of Treatment-Resistance in Panic
Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1, 2011. Vol IX ; No. 3. Diunduh tanggal 18
Juli 2014.

Marina Katz. Panic Disorder. Anxiety & Panic Disorders Health Center. WebMD
Medical Reference. Update on February 20, 2012. http://www.webmd.com/anxiety-
panic/guide/mental-health-panic-disorder?page=2. .

Mayoclinic staff. Panic attacks and Panic Disorder.


http://www.mayoclinic.com/health/panic-attacks/DS00338..

Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ III.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001

National Institute of Mental Health. Panic Disorder.


http://www.nimh.nih.gov/health/topics/panic-disorder/index.shtml.

Saddock BJ & Saddock VA. Panic disorder and agoraphobia. In: Kaplan &
Sadock'sSynopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

World Health Organization. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di


Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik; 1993

16

Anda mungkin juga menyukai