Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SOL

1. Pengkajian
Anamnesis
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, (sering terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medik.

b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial dan adanya gangguan vokal, seperti nyeri kepala hebat, muntah-
muntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Kaji bagaimana terjadinya nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dan riwayat penyakit saat ini dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
P : tanyakan kepada klien keadaan apa yang membuat sakit kepala hebat
dan apa saja factor yang membuatnya lebih baik atau lebih buruk.
Q : tanyakan bagaimana gambaran sakit kepala yang dirasakan, apakah
seperti tertusuk jarum (menusuk-nusuk) atau tegang seperti di remas

R : tanyakan kepada klien di bagian kepala mana yang terasa


sakit,apakah hanya bagian depan (forehead),tengah,atau belakang, dan
apakah terlokalisasi atau menyeluruh.
S : jika klien diberikan skala 1-10, sakit kepala yang dirasakan klien
termasuk skala berapa
T : tanyakan kapan klien merasa sakit kepala hebat, apakah secara terus-
menerus atau pada keadaan tertentu saja
c. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya tumor intrakranial pada generasi terdahulu.

d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual.
Pengkajian psikologis klien tumor intrakranial meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
ststus emosi, kognitif dan perilaku klien. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pengkajian pola persepsi
dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, tidak kooperatif. Pada pengkajian pola penaggulangan stres,
klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses pikir dan kesulitan berkomunikasi. Sedangkan pada
pengkajian pola nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

Karena klien harus mengalami rawat inap maka keadaan ini memberi
dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit. Perspektif keperawatan dalam mengkaji,
terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit
neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam
sistem dukungan individu.
( Arif Muttaqin. 2008 : 478 )

Pola Aktivitas

a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah


dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang
mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan
latihan
b. Sirkulasi
Gejala : nyeri kepala pada saat beraktivitas.

Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi


jantung.

c. Integritas Ego
Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian.

Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan


impulsif.

d. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.


e. Makanan / cairan
Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera.

Tanda : muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur keluar,
disfagia )

f. Neurosensori
Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan
baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan
pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan,
wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam
lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
h. Pernapasan
Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
i. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
j. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
k. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar
matahari berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
l. Seksualitas
Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat
kepuasan)
m. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan
(kepuasan rumah tangga, dudkungan), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )

Pemeriksaan fisik

1) B1 (Breathing)
Inspeksi, ada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla
oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan. Pengkajian inspeksi pernapasan
pada klien tanpa kompresi medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan. Palpasi
thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata
didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pengkajian pada klien tanpa kompresi medulla
oblongata didapatkan tidak ada kelainan. Tekanan darah biasanya normal, tidak ada
peningkatan heart rate.
3) B3 (Brain)
Tumor intracranial sering menyebabkan berbagai deficit neurologis bergantung pada
gangguan fokal dan adanya peningkatan intracranial. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya. Trias klasik tumor otak adalah nyeri kepala, muntah, dan pailadema.
a. Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan
dalam kewaspadaan dan kesadaran.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intracranial biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantuan pemberian asuhan keperawatan.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan
kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : with draws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
b. Fungsi serebri
- status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara, dan observasi ekspresi wajah klien, aktivitas klien, aktivitas motorik
pada klien tumor intracranial tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
- Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu kesukaran
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
- Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi.
c. Pemeriksaan saraf cranial
- saraf I
pada klien tumor intracranial yang tidak mengompresi saraf ini tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
- saraf II
gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari lintasan
visual.
- saraf III, IV, dan VI
adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf IV memberikan
manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiforme
- saraf V
pada keadaan tumor intracranial yang tdak mengompresi saraf trigeminus maka
tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang mengganggu
saraf ini akan didapatkan adanya paralisis wajah unilateral.
- saraf VII
persepsi penngecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik
ke bagian sisi yang sehat.
- saraf VIII
Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis
menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran yang mungkin diakibatkan
iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan.
- saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut
- saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoid dan trapezius
- saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan
normal
d. Sistem motorik
Lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan (keseimbangan dan
koordinasi). Gangguan ini bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi spesifik
tumor dalam serebelum. Gangguan yang paling sering dijumpai kurang menyolok
tapi memiliki karakteristik yang sama dengan tumor serebelum yaitu hipotonia
(tidak adanya resistensi normal terhadap regangan atau perpindahan anggota tubuh
dari sikap aslinya) dan hiperekstensibilitas sendi. Gangguan dalam koordinasi
berpakaian merupakan cirri khas pada klien dengan tumor pada lobus temporalis.
4) B4 (bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas
5) B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan
muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akibat rangsangan pusat
muntah pada medulla oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan
berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial disertai pergeseran batang otak.
Muntah dapat terjadi tanpa didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
6) B6 (Bone)
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Pemeriksaan diagnostic

- Radiogram tengkorak: memberikan informasi yang sangat berharga mengenai


struktur, penebalan, dan kalsifikasi (posisi kelenjar pineal yang mengapur), dan posisi
seta tursika.
- Elektroensefalogram: memberikan informasi mengenai perubahan kepekaan neuron:
pergeseran kandungan intraserebri dapat dilihat pada ekoensefalogram. Sidik otak
radioaktif memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif.
Tumor intracranial maupun oklusio vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan
kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.

2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DO : SOL Gangguan perfusi
perubahan tanda- Mendesak ruang IK serebral
tanda vital, TIK berhubungan dengan
perubahan tingkat Menekan pembuluh darah peningkatan tekanan
kesadaran, Kebutuhan akan O2 semakin intrakranial
kehilangan memori, gg. perfusi serebral
deficit sensori,
bahasa, intelektual,
dan emosi.
DS :
klien mengeluh
gelisah.
DO : SOL Resiko tinggi gagal
RR Mendesak ruang TIK nafas berhubungan
menurun,tekanan TIK meningkat dengan penekanan
drah sistemik Menekan batang otak dan pons batang otak dan pons
meningkat, respon varolin (pusat pernafasan) varoli.
chussing, bradikardi Resti gangguan gagal nafas
DS:
Sianosis
DO : SOL Gangguan rasa
RR meningkat, TD Mendesak ruang TIK nyaman: nyeri
meningkat TIK meningkat berhubungan dengan
DS : Kompensasi akibat peningkatan TIK
Klien mengeluh peningkatan TIK
nyeri pada skala 3 Menekan saraf bebas
Nyeri
DO : SOL Gangguan
status Menekan bagian otak frontal pemenuhan
hipermetabolik: BB Diensefalon kebutuhan nutrisi
turrun, turgor buruk, mual muntah (proyektil) berhubungan dengan
muntah gg. pemenuhan kebutuhan mual muntah
DS : nutrisi
lemas, anoreksia,
mual muntah
DO : Massa semakin bertambah Gangguan persepsi
Terdapat papil Mendesak ruang TIK sensori : penglihatan
edema TIK berhubungan dengan
DS : Menekan lobus oksipital penekanan oksipital
Klien mengeluh Gangguan persepsi sensori
pandangan kabur penglihatan

DO : SOL Defisit perawatan


kerusakan Mendesak ruang TIK diri
kemampuan TIK
melakukan aktivitas, Herniasi serebrum atau
kelemahan otot, serebelum
penurunan Menekan mesensefalon dan
kesadaran. GCS menekan saraf otak
kurang dari 13. Penurunan kesadaran
DS : Resiko deficit perawatan diri
merasa tidak bisa
melakukan aktivitas
dengan kemampuan
sendiri.

1. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
b. Resiko tinggi gagal nafas berhubungan dengan penekanan batang otak dan pons
varoli
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
e. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penekanan
oksipital
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai oleh
ketidakmampuan klien merawat diri dan melakukan aktivitas
4. Intervensi
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan perfusi jaringan kembali normal

KH :

a. TTV normal
b. Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
c. Gelisah hilang
d. Ingatanya kembali seperti sebelum sakit

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau status neurologis dengan 1. Pengkajian kecenderungan adanya
teratur dan bandingkan dengan perubahan tingkat kesadaran dan
keadaan normalnya seperti GCS potensi TIK adalah sangat berguna
dalam menentukan lokasi, penyebaran,
luas,dan perkembangan dari kerusakan
2. Perubahan pada frekuensi dan
2. Pantau frekuensi dan irama jantung disritmia dapat terjadi yang
mencerminkan trauma atau tekanan
batang otak tentang ada tidaknya
penyakit
3. Pantau suhu juga atur suhu lingkungan 3. Demam biasanya berhubungan dengan
sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan proses inflamasi tetapi mungkin
selimut dan lakukan kompres hangat merupakan komplikasi dari kerusakan
jika terjadi demam pada hipotalamus
4. Pantau masukan dan pengeluaran,
catat karakteristik urin, tugor kulit dan 4. Hipertermi meningkatkan kehilangan
keadaan membrane mukosa air dan meningkatkan resiko dehidrasi,
terutama jika tingkat kesadaran
5. Gunakan selimut hipotermia menurun
5. Membantu dalam mengontrol
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai peningkatan suhu
indikasi seperti steroid, klorpomasin, 6. Dapat menurunkan permebilitas
asetaminofen kapiler untuk membatasi pembentukan
edema, mengatasi menggigil yang
dapat meningkatkan TIK, menurunkan
metabolisme seluler/ menurunkan
konsumsioksigen

2. Resiko tinggi gagal nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan batang otak
dan spons varoli

Tujuan :

a. Pergerakan udara kedalam dan keluar dari paru-paru


b. Ventilasi tidak terganggu ditandai dengan ekspansi dada simetris, tidak ada
pengguanaan otot bantu, tidak ada nafas pendek.
Kriteria hasil :

Klien akan memiliki tingkat kesadaran stabil atau terdapat perbaikan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau frekuensi, irama, kdalaman 1. Perubahan dapat menandakan
pernafasan. Catat ketidakteraturan awitan komplikasi pulmonal atau
pernafasan. menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak. Pernafasan lambat,
periode apneu dapat menandakan
perlunya ventilasi mekanis.
2. Dapat meningkatkan
2. Pantau penggunaan dari obat-obat gangguan/komplikasi pernafasan
depresan pernafasan, seperti
sedativ. 3. Menentukan kecukupan pernafasan,
3. Pantau atau gambarkan analisa gas keseimbangan asam basa dan
darah, tekanan oksimetri kebutuhan akan terapi
4. Memaksimalkan oksigen pada darah
4. Berikan oksigen arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia, jika pusat
pernafasan tertekan, mungkin di
perlukan ventilasi mekanik.
5. Pengetahuan apa yang di harapkan
5. Jelaskan pada klien tentang dapat mengembangkan kepatuhan
etiologi/faktor pencetus adanya klien terhadap rencana terapeutik.
sesak.

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan nyeri hilang.

KH :

a. Nyeri hilang
b. Pasien tenang
c. Tidak terjadi mual muntah
d. Pasien dapat beristirahat dengan tenang

INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan lingkungan yang tenang 1. Menurunkan reaksi terhadap
stimulus dari luar dan
meningkatkan istirahat
2. Tingkatkan tirah baring, bantu 2. Menurunkan gerakan yang dapat
perawatan diri pasien meningkatkan nyeri
3. Letakkan kantung es pada kepala, 3. Meningkatkan vasokontriksi,
pakaian dingin diatas mata penumpukan resepsi sensori akan
menurunkan nyeri
4. Dukung pasien untuk menemukan 4. Menurunkan iritasi meningeal,
posisi yang nyaman resultan ketidaknyamanan lebih
lanjut
5. Berikan ROM aktif/pasif 5. Membantu merelaksasi ketegangan
otot yang meningkatkan reduksi
nyeri
6. Gunakan pelembab yang agak 6. Meningkatkan relaksasi otot dan
hangat pada nyeri leher/punggung menurunkan rasa sakit
yang tidak ada demam
7. Kolaborasi pemberian obat 7. Untuk menghilangkan nyeri yang
analgetik seperti asetaminofen, hebat
kodein sesuai indikasi

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan diharapkan kebutuhan pasien menjadi adekuat

KH :

a. Mual muntah hilang


b. Nafsu makan meningkat
c. BB kembali sepertisebelum sakit

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan pasien untuk 1. Menentukan pemilihan terhadapjenis
mengunyah, menelan makanan sehingga pasien terlindungi
dari aspirasi
2. Beri makanan dalam jumlah kecil 2. Meningkatkan proses pencernaan
dan sering dan kontraksi pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama pasien saat
makan
3. Timbang berat badan 3. Mengevaluasi keefektifan/
kebutuhan mengubah pemberian
4. Kolaborasi dengan ahli gizi nutrisi
4. Merupakan sumber yang efektif
untuk mengidentifikasi kebutuhan
kalori \nutrisi

5. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penekanan oksipital

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan diharapkan penglihatan pasien kembali normal

KH : Pasien dapat melihat dengan jelas


INTERVENSI RASIONAL
1. Pastikan atau validasi persepsi pasien 1. Membantu pasien untuk memisahkan
dan berikan umpan balik, orientasikan pada realitas dari perubahan persepsi,
kembali pasien secara teratur pada gangguan fungsi kognitif dan atau
lingkungan, dan tindakan yang akan penurunan penglihatan dapat menjadi
dilakukan terutama jika potensi timbulnya disorientasi dan
penglihatannya terganggu ansietas
2. Buat jadwal istirahat yang
adekuat/periode tidur tanpa ada 2. Mengurangi kelelahan, mencegah
gangguan kejenuhan, memberikan kesempatan
untuk tidur REM (ketidakadaan tidur
REM ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi sensori
3. Berikan kesempatan yang lebih 3. Menurunkan fruktasi yang
banyak untuk berkomunikasi dam berhubungan dengan perubahan
melakikan aktivitas kemampuan /pola respon yang
memanjang
4. Rujuk pada ahli fisioterapi 4. Pendekatan antardisiplin dapat
menciptakan rencana penatalaksanaan
berintegrasi yang didasarkan atas
kombinasi kemampuan
/ketidakmampuan secara individu yang
unik dengan berfokus pada
peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik,
kognitif, dan perseptual

6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai oleh


ketidakmampuan klien merawat diri dan melakukan aktivitas
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan klien dapat melakukan aktivitas dan kegiatan
perawatan diri serta melakukan pergerakan terhadap ekstremitas dan klien
menunjukkan status kesadaran membaik.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan dan tingkat 1. Membantu dalam
keterbatasan untuk melakukan mengantisipasi/merencanakan
kebutuhan sehari-hari: mandi, pemenuhan kebutuhan secara
makan, eliminasi, dan mobilitas individual
2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
2. Meningkatkan pemulihan dan agar
3. Sadari aktivitas impulsive karena pasien mandiri
gangguan mengambil keputusan 3. Menunjukkan kebutuhan intervensi
dan pengawasan tambahan untuk
4. Beri pasien waktu yang cukup meningkatkan keamanan pasien
untuk melakukan tugasnya 4. Pasien memerlukan empati dan
membantu pasien secara konsisten
5. Berikan umpan balik yang positif
untuk setiap usaha yang dilakukan 5. Meningkatkan perasaan makna diri,
kemandirian, dan mendorng klien
6. Ambulasi sebagai mana yang untuk berusaha secara kontinu
ditoleransi: bantu sesuai kebutuhan
dengan kursi roda, wheelchair atau 6. Memudahkan klien untuk memenuhi
tongkat kebutuhan aktivitasnya
7. Lakukan latihan pergerakan sendi
aktif atau pasif terhadap seluruh
ekstremitas setiap 4-5 jam
Kolaborasi: 7. Melatih sendi agar tidak terjadi
8. Konsultasi dengan ahli fisioterapi kerusakan neuromuscular

8. Memberikan dukungan yang mantap


untuk mengembangkan rencana
terapi
Intervensi Pre dan Pasca Operatif

A. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
Persiapan di unit perawatan , persiapan di ruang operas, berbagai persiapan fisik yang harus
dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :

1. Status kesehatan fisik secara umum


Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan
masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang
cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami
stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya
haid lebih awal.

2. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan,
lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi
(terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.

3. Keseimbangan cairan dan elektrolit


Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal.
Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar
natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5
mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 - 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan
elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur
mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal
baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.

4. Kebersihan lambung dan kolon


Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa
berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus
pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan
lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan
NGT (naso gastric tube).

5. Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi
pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu
yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi
pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.

6. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh
yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada
daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi
sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka
perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene

7. Pengosongan kandung kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.
B. Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room

petunjuk perawatan / observasi diruang pemulihan :


1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan
pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi
fowler.
2. Pasang pengaman pada tempat tidur.
3. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
5. Beri O2 2,3 liter sesuai program.
6. Observasi adanya muntah.
7. Catat intake dan out put cairan.
Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis

a. Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50
mmHg atau > dari 90 mmHg.
b. HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
c. Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
d. Meningkatnya kegelisahan pasien
e. Tidak BAK + 8 jam post operasi.

C. Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room


Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :

1. Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.

2. Tanda-tanda vital harus stabil.

3. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.

4. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.

5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.
6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan
dilaporkan.

7. Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.

8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk


kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit
dimana pasien akan dipindahkan.

9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk
menyiapkan dan menerima pasien tersebut.

Pengangkutan Pasien keruangan. Hal-hal yang harus diperhatikan selama


membawa pasien ke ruangan antara lain :

a. Keadaan penderita serta order dokter.


b. Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
c. Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila
muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada
perubahan sewaktu-waktu terlihat.

D. Perawatan Pasca Pembedahan


1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda Vital, CVP, Intake dan output
b. Observasi dan catat sifat drin (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hai, jangan sampai
drain tercabut
d. Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan pada pasien pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan. Makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyebuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh pencegahan infeksi. Pembatasan Diet yang dilakukan
adalah NPO (Nothing Peroral ) biasanya makanan baru diberikan jika :
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltic usus normal
c. Flatus Positif
d. Bowel movement positif
3. Mobilisasi biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjdi dekubitus.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi system perkemihan.
a. Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6-8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal .
Pencegahan : inspeksi, palpasi, perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).
Dower catheter: kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/ jam. Komplikasi
ginjal.
b. Sistem Gastointestinal
i. Mual muntah, 40% klien dengn GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan ritasi luka GI dan dapat meningktkan TIK
pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
ii. Kaji fungsi gastro inestinl dengan auskultasi suara usus.
iii. Kaji paralitic ileus , sura usus (-), distnsi abdomen, tidak flatus.
iv. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6-8 jam.
v. Insersi NG tube intra operatif mencegah kompliksi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung dengan cara : Meningktkan
istirahat
Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah, memonitor
perdarahan, mecegah obstruksi usus, irigasi atau pemberian obat.

5. Proses penyembuhan luka


a. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang leukoit banyak yang
rusak/rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh
dimana serabut-serabut bening diguakan sebagai kerangka.
b. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru
tumbuh dengan kuat dan kemerahan
c. Fase ketiga
Sekitar 2- 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan – jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
d. Fase keempat
Fase terakhir penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

6. Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka:


a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitaman C.
b. Menghindari obat-obatan anti radang seperti steroid.
c. Pencegahan infeksi
d. Pengembalian fungsi fisik. Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera
setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan
mobilisasi dini.
7. Kriteria Evaluasi
Hasil yng diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi :
a. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan
b. Luka insisi normal tanpa infeksi
c. Tidak timbul komplikasi
d. Pola eliinasi lancer
e. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
f. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal
g. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang pengobatan lanjutan,
jenis obat yang diberikan, diet, batas kegiatan dan rencana kegiatan
rumah.

Anda mungkin juga menyukai