Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

JIWA PUSKESMAS BANTUR


Untuk Memenuhi Tugas Cinical Study 2

Disusun Oleh:
Hanifah Irma Ritmadiani (1350702071130
Hardika Aurum Pratiwi (135070207113013)
Desy Rachma Putri (135070218113012)
Maryanti (1350702181130

Kelompok 10
REGULER 1 2013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. DEFINISI
Defisit Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia didalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya,kesehatannya dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya.Klien dinyatakan terganggu
perawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan dirinya. (Aziz R., 2003)
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan BAB atau
BAK (toileting) (Fitria, 2009). Pengertian yang hampir sama diungkapkan oleh Wilkinson,
(2006) defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang mengalami
gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berganti
pakaian, makan dan toileting.
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses piker sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun.Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri
diantaranya mandi,makan dan minum secara mandiri,berhias secara mandiri, dan
toileting.

B. KOMPONEN DEFICIT PERAWATAN DIRI


1. Mandi / hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
Gangguan kebersihan ini ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan
bau, kuku panjang dan kotor.
2. Berpakaian / berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan pakaian,
menanggalkan pakaian serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian menggunakan
alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepasakan pakaian, menggunakan
kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil
pakaian dan mengenakan sepatu. Ketidakmampuan ini ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3. Makan
Klien tidak mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan,
mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya kedalam mulut, melengkapi
makan, mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarkat, mengambil
cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman. Makanan
berceceran dan makan tidak pada tempatnya.
4. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau
kamar kecil, duduk atau berdiri dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting ,
membersihkan diri setelah BAB / BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
kecil. Pasien BAB / BAK tidak pada tempatnya.

C. PENYEBAB
Menurut Depkes (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan, Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun : klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Wartonah (2006) ada beberapa faktor persipitasi yang dapat
menyebabkan seseorang kurang perawatan diri. Faktor-faktor tersebut dapat
berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik social : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosio-ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus dia harus menjaga kebersihan kakinya. Yang
merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, hambatan lingkungan, cemas,
lelah atau lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri (Nanda, 2006).
3. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene menurut Wartonah
(2006) yaitu :
a. Dampak fisik : banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial : masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

D. POHON MASALAH
Causa Harga diri rendah kronis

Core problem Defisit perawatan diri

Effect Risiko tinggi isolasi social

E. TANDA DAN GEJALA


Menurut Mukhripah (2008) kurang perawatan diri sering ditemukan adanya tanda dan
gejala sebagai berikut:
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan
bau, kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berhias atau berdandan, ditandai dengan rambut acakacakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
d. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB atau BAK
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB atau BAK.
Adapun jenis dan karakteristik kurang perawatan diri tanda dan gejala menurut Nanda
(2006) meliputi :
a. Kurang perawatan diri mandi atau hygiene
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas mandi atau kebersihan diri
secara mandiri, dengan batasan karakteristik ketidakmampuan klien dalam
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar
kamar mandi.
b. Kurang perawatan diri berpakaian atau berhias
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas berpakaian dan berhias
untuk diri sendiri, dengan batasan karakteristik ketidakmampuan klien dalam
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan,
menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian
dan mengenakan sepatu.
c. Kurang perawatan diri makan
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas makan, dengan batasan
karakteristik ketidakmampuan klien dalam mempersiapkan makanan, menangani
perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil
makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna
makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas,
serta mencerna cukup makanan dengan aman.
d. Kurang perawatan diri toileting
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas toileting, dengan batasan
karakteristik ketidakmampuan klien dalam pergi ke toilet atau menggunakan pispot,
duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB atau BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau
kamar kecil.

ASUHAN KEPERAWATAN pd DEFISIT PERAWATAN DIRI


A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
a) Nama
b) Jenis kelamin
c) Umur
d) Tinggal
e) Status
2. Riwayat kesehatan
a) RKS (riwayat kesehatan saat ini) :lelah,badan bau,rambut kotor dan pemalas
b) RKD (riwayat kesehatan dahulu) : apakah pernah sebelumnya mengalami deficit
perawatan diri,dan apa-apa saja cara yang digunakan untuk mengatasi masalah
ini.
c) RKK (riwayat kesehatan keluarga) : adakah keluarga mengalami deficit
perawatan diri sebelumnya.
3. Keluhan utama
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri, Defisit perawatan diri dan Isolasi
Sosial

B. ANALISA DATA
Data Masalah
DS: Defisit Perawatan Diri
- Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya
dingin atau di RS tidak tersedia alat mandi.
- Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
- Klien mengatakan ingin di suapi makan.
- Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya
setelah BAK atau BAB.
- Pasien merasa lemah
- Malas untuk beraktivitas
- Merasa tidak berdaya.
DO:
- Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai
dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, dan
berbau, serta kuku panjang dan kotor.
- Ketidakmampuan berapakaian/berhias ditandai dengan
rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi,
pakaian tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (wanita).
- Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri
- Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai
BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri
dengan baik setelah BAB/BAK
- Rambut kotor, acak – acakan
- Badan dan pakaian kotor dan bau
- Mulut dan gigi bau.
- Kulit kusam dan kotor
- Kuku panjang dan tidak terawat

Diagnosa lain yang mungkin muncul (Fitria, 2009):


1. Harga diri rendah
2. Risiko tinggi isolasi sosial

NOC: Self care : activities of daily living (ADL)


INDIKATOR 1 2 3 4 5
Klien terbebas dari bau badan
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk
melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NOC lain yang bisa diambil:


 Self care : bathing
 Self care : hygiene
 Self care : dressing
 Self care : eating
 Self care : toileting

NIC: Self Care assistane : ADLs


 Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
 Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.
 Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
 Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

HALUSINASI

A. DEFINISI
Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori : keadaan dimana individu
atau kelompok beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau
interpretasi stimulus yang datang.
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentifisikasikan dengan skizofrenia.
Dari seluruh klien skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan
jiwa lain yang disertai dengan gejala halusinasi adalah gejala panik defensif dan
delirium. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah
terhadap stimulus, salah satu persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus internal dipersepsikan sebagai suatu yang nyata pada klien-klien.

B. PENYEBAB
Penyebab dari halusinasi ada beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain:
1. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan
yang berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam
pencapaian tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan
menyebabkan seseorang berperilku menarik diri.
2. Faktor biologik
Penilaian pencitraan otak sudah mulai menuunjukan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia:lesi pada area frontal
temporal dan limbic paling berhubunggan dengan perilaku psikotik,
beberapa kimia otak dikaitkan dengan gejala skizofrenia antara lain: dopain,
neurotransmitter dan lain lain.
3. Faktor sosiokultural.
Teori sosial budaya atau lingkungan meyakini bahwa oang yang berasal
dari sosial ekonomi rendah atau kondisi orang tua tunggal dan tidak
mempunyai kesempatan mendaptkan penghargaan dari orang lain yang
dapt mempengaruhi gangguan orientasi realita sehingga memberikan reaksi
yang salah dan tidak mampu berespon terhdap stimulus dari luar.isolasi
sosial merupakan factor dalam gangguan berhubungan.akibat dari dari
norma yanfg tuidak mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tiak produktif seperti lansia,orang
cacat dan berpenyakit kronis.
4. Faktor keluarga.
System keluarga yang terganggu dan Norma keluarga yang tidak
mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga dengan
pihak lain diluar keluarga dapat mengembangkan perilaku menarik diri.
faktor genetic dapat mendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial sehingga menimbulkan perilaku menarik diri sampai dengan
halusinasi.
5. Faktor presipitasi:
a. Stressor sosio kuktural
1) Menurunnya stabilitasi unit keluarga.
2) Berpisah dari orang yang berarti dalam keluarga dalam
kehidupannya misalnya karena dirawat di rumah sakit, perceraian.
b. Stresor psikologik.
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
c. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologist yang
mal adaptif.
d. Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi.

C. TAHAPAN HALUSINASI
Halusinasi dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (Dalami, et al, 2009), yaitu:
a. Fase Pertama Disebut sleep disorder adalah fase awal seseorang sebelum
muncul halusinasi. Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
Masalah semakin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi,
misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih, utang, drop out,
dll. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support
system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung secara terus-menerus sehingga terbiasa mengkhayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan
masalah.
b. Fase Kedua Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik: klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara. Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
c. Fase Ketiga Disebut juga fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik: pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun, dan berpikir sendiri menjadi dominan. Mulai dirasakan
ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap
dapat mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda system
syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asyik dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.
d. Fase Keempat Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisiskan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
e. Fase Kelima Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya
berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien
menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan
secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien: perilaku terror
akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah
sebagai berikut:
a. Berbicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa
sesuatu yang tidak nyata
c. Menggerakkan bibir tanpa suara
d. Pergerakan mata cepat
e. Respon verbal lambat
f. Menarik diri dari orang lain
g. Berusaha untuk menghindari orang lain dan sulit berhubungan dengan orang
lain
h. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
i. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata
j. Tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri seperti mandi, sikat
gigi, memakai pakaian dan berias dengan rapi
k. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan,
ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah
tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal dan banyak keringat
l. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
m. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
n. Biasa terdapat orientasi waktu, tempat dan orang

Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998), seseorang yang


mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Diam
c. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang menyakitkan
d. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, peningkatan
nadi, pernafasan, dan tekanan darah
e. Penyempitan kemampuan konsentrasi
f. Dipenuhi dengan pengalaman sensori
g. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
h. Tremor
i. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
j. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk atau agitasi
k. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
l. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b. Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
c. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda.
b) Tidak ada komunikasi.
c) Tidak ada kehangatan.
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan.
e) Komunikasi tertutup.
f) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang
otoritas dan komplik orang tua.
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya
sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua
orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
d. Faktor presipitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
e. Faktor Pemicu
1) Kesehatan: Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-
hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social,
kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam
bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan
ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap: Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya
diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri),
kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual),
bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan,
rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan,
ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan
gejala.
4) Perilaku: Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren,
bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda-
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.
f. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
1) Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika
halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.
2) Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan
pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
3) Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan
klien.
4) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien
bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
g. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan
darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
h. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1. Penampilan : tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2. Pembicaraan : terorganisir atau berbelit-belit.
3. Aktivitas motorik : meningkat atau menurun.
4. Alam perasaan : suasana hati dan emosi.
5. Afek : sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6. Interaksi selama wawancara : respon verbal dan nonverbal.
7. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada
sesuai dengan Informasi.
8. Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan
baik dan dapat mempengaruhi proses pikir.
9. Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10. Tingkat kesadaran : orientasi waktu, tempat dan orang.
11. Memori
a) Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun
berlalu.
b) Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan
pada saat dikaji.
12. Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan
tugas dan berhitung sederhana.
13. Kemampuan penilaian: apakah terdapat masalah ringan sampai berat.
14. Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.

i. Kebutuhan persiapan pulang, yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan


dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.
j. Mekanisme koping
1. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi : menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan
berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
k. Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,
pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
l. Aspek medik : diagnosa medik dan terapi medik.

B. ANALISA DATA
Jenis Data objektif Data subjektif
halusinasi
Halusinasi 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara atau
dengar sendiri kegaduhan
2. Marah-marah tanpa 2. Mendengar suara yang
sebab bercakap-cakap
3. Menyedengkan telinga 3. Mendengar suara menyuruh
kearah tertentu melakukan sesuatu yang
4. Menutup telinga berbahaya
Halusinasi 1. Menunjuk-nunjuk - Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan kearah tertentu bentuk geometris, bentuk
2. Ketakutan pada sesuatu kartoon, melihat hantu atau
3. Yang tidak jelas monster
Halusinasi 1. Menghidu seperti - Membaui bau-bauan sperti bau
penghidu sedang membaui bau- darah, urin, feces, kadang-
bauan tertentu kadang bau itu menyenangkan
2. Menutup hidung
Halusinasi 1. Sering meludah - Merasakan rasa seprti darah,
pengecapan 2. Muntah urin atau feces
Halusinasi - Menggaruk-garuk permukaan 1. Mengatakan ada serangga
Perabaan kulit dipermukaan kulit
2. Merasa seperti tersengat
listrik

INTERVENSI
Diagnosa NOC NIC
Gangguan Distorted Thought Bina Hubungan Terapeutik Dan Saling
persepsi Control Percaya (Complex Relationship
sensori: Setelah dilakukan Building)
penglihatan, interaksi selama 3 x 1. Perkenalkan diri dengan sopan
pendengaran, 24 jam, klien mampu 2. Tanyakan nama lengkap klien dan
pengecap, mengendalikan nama panggilan yang disukai klien.
penghidu b/d halusinasi dengan 3. Buat kontrak/persetujuan tentang
stres psikologis indikator/kriteria hasil: tujuan dan cara prtemuan yang saling
1. Klien mampu dapat diterima dengan cara yang
mengenal tepat.
terjadinya 4. Pelihara postur tubuh terbuka.
halusinasi. 5. Ciptakan iklim yang hangat dan
2. Klien mampu menerima secara tepat.
mengungkapkan 6. Berespon pada pesan non verbal
isi halusinasi. klien dengan cara yang tepat.
3. Klien 7. Tunjukkan ketertarikan pada klien
mengungkapkan dengan mempertahankan kontak
frekuensi mata, berhadapan, posisi mata
halusinasi. sejajar, saat berbicara perawat
sedikit membungkuk jika diperlukan.
4. Klien mampu Manajemen Halusinasi (Halusination
mengungkapkan Management)
perasaan terkait a. Observasi tingkah laku yang
dengan halusinasi. berhubungan dengan halusinasi.
5. Menjauhkan diri b. Bantu klien mengenal halusinasi:
dari hadirnya i. Jika dari hasil observasi
untuk halusinasi ditemukan tampak klien
atau delusi mengalami halusinasi, tanyakan
6. Melaporkan apakah klien mengalami
penurunan halusinasi.
halusinasi atau ii. Jika jawaban klien ada, tanyakan
delusi apa yang didengar, dilihat, atau
7. Berinteraksi dirasakan.
dengan orang lain iii. Katakana bahwa perawat
8. Berpikir secara percaya apa yang dialami klien
realita tetapi perawat sendiri tidak
mendengar/ melihat/merasakan.
iv. Katakana klien lain juga ada
yang mengalami hal yang sama.
v. Katakan bahwa perawat akan
membantu klien.
c. Diskusikan dengan klien waktu, isi,
frekuensi, dan situasi pencetus
munculnya halusinasi.
d. Diskusikan dengan klien apa yang
dirasakan jika halusinasi muncul.
e. Beri klien kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya.
f. Identifikasi dan diskusikan dengan
klien perilaku yang dilakukan saat
halusinasi muncul.
g. Diskusikan manfaat dan akibat dari
cara atau perilaku yang dilakukan
klien.

EVALUASI
a. Pasien
1. Pasien mampu mengidentifikas imunculnya halusinasi terkait dengan isi,
frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, dan respon.
2. Pasien memahami dan mampu mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik saat terjadi halusinasi untuk mengalihkan kondisi halusinasi yang
terjadi.
3. Pasien memahami dan mampu mengontrol halusinasi dengan obat dengan
menerapkan (6 benar: jenis, guna, dosis, frekuensi dan cara
4. Pasien memahami mampu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
saat terjadi halusinasi untuk mengalihkan kondisi halusinasi yang terjadi.
5. Pasien memahami mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan harian (mulai dari 2 kegiatan) untuk mengalihkan kondisi halusinasi
yang terjadi.
6. Pasien memahami mampu mengontrol halusinasi secara mandiri
b. Keluarga
1) Keluarga memahami dan mampu cara merawat pasien
2) Keluarga memahami dan mampu menjelaskan pengertian, tanda dan gejala,
dan proses terjadinya halusinasi.
3) Keluarga mampu melatih dan membimbing pasien cara meghardik halusinasi.
4) Keluarga mampu melatih dan membimbing pasien minum obat.(6 benar: jenis,
guna, dosis, frekuensi dancara)
5) Keluarga mampu melatih dan membimbing pasien cara bercakap-cakap
untuk mengalihkan kondisi halusinasi yang terjadi.
6) Keluarga mampu melatih dan membimbing pasien untuk melakukan kegiatan
untuk mengontrol halusinasi.
7) Keluarga memahami cara mem-follow up ke PKM, tanda kambuh yang
muncul dan rujukan.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K, R. & Lestari, W. 2009. Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Penerbit: Trans
Media,Jakarta.

Hamid, Achir Yani. 2000. Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa 1.


Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta. Depkes RI

Keliata.B.A. dkk. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, Budi, et al. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (basic
course). Jakarta : EGC

Kusumawati, F & Hartono, Y. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Salemba Medika

Rawlins & Beck, C.K. (1993). Mental Health Psychitric Nursing 3rd Ed. St. Louis :
Mosby Year

Riadi, Muchlisin. 2013. Pengertian, jenis dan tahapan halusinasi. Online :


http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-jenis-dan-tahapan-
halusinasi.html. diakses pada 5 April 2016

Stuart, G.W &Laraia, M.T. (2005).Principles and Practice of psychiatric nursing.(7th


edition). St Louis : Mosby

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan JIwa. Jakarta. EGC

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung. PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai