Analisis :
Daya Saing Internasional Industri Kayu Lapis Indonesia Ditinjau dari Model Hecksher-
Ohlin (HO).
Strategi Kebijakan Ekonomi Internasional Produk Kayu Lapis Indonesia dalam Menghadapi
Era Globalisasi
Kebijakan pemerintah mengenai pengembangan industri kayu lapis dianggap gagal untuk
mewujudkan daya saing internasional produk kayu lapis Indonesia yang berkelanjutan.
Kebijakan tersebut juga mendorong terjadinya kerusakan hutan dan kebangkrutan industri
kayu lapis. Permasalahan utama yang dialami oleh industri kayu di Indonesia antara lain :
1. Pasokan bahan baku kayu tidak cukup
2. Over kapasitas
3. Inefisiensi industri
4. Daya saing produk yang rendah
5. Pangsa pasar turun
6. Produk kayu olahan bernilai tambah rendah
Daya saing kayu lapis yang kian menurun ini terjadi karena adanya siklus produk. Dimana
ada kalanya siklus tersebut berada di puncak yang meyebabkan pesatnya indutri kayu lapis,
begitupun jika siklus berada dibawah industri kayu lapis akan merosot. Berbagai cara
dilakukan untuk mengembalikan daya saing kayu lapis melalui program revitalisasi belum
juga menunjukkan hasil adanya peningkatan. Oleh kaena itu perlu adanya campur tangan
pemerintah utuk mengangkat keterpurukan industri kayu di Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut maka strategi kebijakan ekonomi internasional produk kayu
lapis dalam menghadapi era globalisasi aadalah sebagi berikut :
1) Menghentikan kebijakan ekspor berbasis komoditas dan menggantikannya dengan
kebijakan ekspor berbasis produk berdasarkan konsep bauran pemasaran.
Pengehentian ekspor berbasis komoditas merupakan kebijakan ekonomi
internasional yang harus ditenpuh untuk menyelamatkan keterpurukan dan kondisi
hutan di Indonesia.
2) Mengurangi secara bertahap kebijakan ekonomi internasional yang cenderung
mengatur dan memanjakan industri kehutanan dalam negeri.
3) Mendorong industri kayu lapis untuk lebih kreatif sehingga mampu menciptakan
produk turunan dari kayu lapis berdasarkan konsep produk dalam bauran
pemasaran.
Kebijakan larangan ekspor kayu bulat telah menyebabkan industri kayu lapis dalam negeri
tidak efisien dan cenderung bergantung pada kebijakan pemerintah. Dengan demikian perlu
juga adanya penghentian larangan ekspor tersebut untuk mendorong terciptanya industri
kehutanan (kayu) dalam negeri, serta mampu menembus pasar internasional tentunya dengan
adanya penciptaan produk turunan baru sesuai bauran pemasaran.
Namun demikian, seiring dengan perjalanan waktu maka daya saing internasional industri
kayu lapis Indonesia cenderung menurun bahkan hingga bergeser tingkat daya saing
internasionalnya ke urutan ke dua di dunia setelah Malaysia. Merujuk studi yang dilakukan
Babool dan Reed (2005), perubahan daya saing internasional industri kayu lapis Indonesia
terjadi karena dua faktor yaitu perubahan kondisi factor endowment seperti dalam model H-O
atau perubahan kebijakan pemerintah terkait dengan ekonomi internasional maupun
kebijakan ekonomi terkait dengan factorendowment. Kedua faktor tersebut merupakan dua
faktor utama sebagai penentu daya saing internasional industri kayu lapis khususnya
Indonesia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa secara konsep daya saing internasional
industri kayu lapis Indonesia akan berubah apabila kondisi factor endowment atau kebijakan
ekonomi internasional (lingkungan bisnis) industri juga mengalami perubahan (Gambar3).
Globalisasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarioleh negara-negara di dunia
mengingat setiap negara tidak dapat hidup secara mandiri tanpa menjalin hubungan dengan
negara lain. Faktor ekonomi sebagai salah satu pendorong terjadinya globalisasi
secara nyata telah menyatukan negara di dunia dan menyebabkan terjadinya
hubungan saling ketergantungan ekonomi (economic interdependence). Indikasi terjadinya
hubungan saling ketergantungan ini adalah terjadinya perdagangan internasional antar negara
didunia.