Anda di halaman 1dari 8

PERAN DOKTER BEDAH UMUM DALAM DIAGNOSIS DINI DAN TERAPI

CHARCOT’ FOOT

ABSTRAK

Pendahuluan: Charcot Foot (CF) meliputi perburukan progresif tulang dan sendi,
umumnya pada pasien diabetes dengan neuropati tingkat lanjut. Masalah besarnya
adalah hal tersebut dapat dirancukan dengan proses lainnya, memperlambat
diagnosis dan terapi spesifik. Tujuannya adalah untuk menganalisis kasus CF
yang terdiagnosis di rumahsakit Penulis dan khususnya untuk menekankan peran
dokter bedah umum.

Bahan dan Metode: Studi retrospektif dari seluruh kasus dengan diagnosis CF
yang tercatat di populasi diabetes Departemen Kesehatan Penulis. Dilakukan
review literatur.

Hasil: Dari 2008 hingga 2012, terdapat 7 kasus CF yang terdiagnosis (prevalensi
1:710). Dua dari pasien terdiagnosis secara salah sebagai selulitis. Rata-rata waktu
keterlambatan diagnosis adalah 10 minggu (minimum 1, maksimum 24). Terapi
awal adalah imobilisasi ekstremitas. Saat edema telah teratasi, offload orthesis
dipasangkan berdasar klasifikasi anatomi Sanders. Evolusi tampak bermakna pada
lima pasien, satu pasien membutuhkan amputasi, dan satu pasien meninggal
karena patologi akut kardiak.

Kesimpulan: CF merupakan kondisi patologi yang lebih umum daripada yang kita
ketahui. Dokter bedah umum merupakan faktor fundamental dalam diagnosis dan
terapi awal. Sebelum terjadi inflamasi dan edema kaki pasien dengan diabetes dan
neuropati berat, pada saat selulitis, osteomyelitis, dan TVP telah disingkirkan,
Charcot neuroarthropathy sebaiknya dipertimbangkan.

PENDAHULUAN
Charcot Foot (CF) atau Charcot’s neuroarthropathy (CN) meliputi perburukan
progresif tulang dan sendi, umumnya di ankle dan pedis, khususnya pada pasien
dengan neuropati berat. Diabetes mellitus (DM) kini merupakan penyebab umum
dari neuropathic arthropathy. Masalah besarnya adalah hal tersebut dapat
dirancukan dengan proses lainnya, memperlambat diagnosis dan terapi yang tepat.
Hal ini memicu Penulis untuk melakukan studi retrospektif untuk mencatat
seluruh kasus CF yang terdiagnosis di antara populasi diabetes, dan untuk
menekankan pentingnya peran dokter bedah umum dalam deteksi serta
penanganan awal.

BAHAN DAN METODE

Studi retrospektif dari seluruh kasus dengan diagnosis CF yang tercatat di


populasi diabetes Departemen Kesehatan Penulis dan dilakukan review literatur.
Penulis mengumpulkan data berdasar usia, jenis kelamin, riwayat medis, jenis
diabetes, riwayat pembedahan dan riwayat penyakit pada kaki, gejala, rata-rata
waktu evolusi, pemeriksaan fisik, tanda vital, pemeriksaan penunjang, hasil
radiologi, klasifikasi anatomi, terapi yang diberikan, lama waktu rawat inap dan
follow up.

HASIL

Sejak Januari 2008 hingga Desember 2012, 4965 pasien diterapi di Instalasi
Gawat Darurat dengan diagnosis diabetic foot. Selama periode ini, 7 kasus
didiagnosis dengan CF (Tabel 1), menunjukkan prevalensi 1:710. Usia rata-rata
pasien adalah 61.1 tahun (minimum 48, maksimum 73). Untuk jenis kelamin,
100% pasien adalah pria. Seluruh pasien mengalami DM selama lebih dari 10
tahun, 4 pasien tipe I dan 3 pasien tipe II. Empat pasien mengalami tekanan darah
tinggi, PPOK, penyakit jantung dan dislipidemia. Seluruh kasus melibatkan kaki
kanan, kecuali satu pasien (kaki kiri). Tiga pasien memiliki riwayat operasi
amputasi ibu jari karena gangren, dan enam dari mereka juga mengalami diabetic
foot ulcers (DFU). Seratus persen pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat.
Gejala yang dikeluhkan pasien adalah nyeri ringan dan bengkak pada kaki.
Selama eksplorasi klinis, empat pasien menunjukkan adanya edema dan eritema
pada kaki. Tiga pasien mengalami deformitas kaki atau ibu jari beserta DFU.
Seluruh pasien menunjukkan gejala neuropati berat pada tungkai bawah. Dua dari
pasien tersebut pernah diterapi di Instalasi Gawat Darurat satu bulan ssebelumnya,
dan terdiagnosis secara salah dengan selulitis dan diterapi dengan obat anti-
inflamasi, antibiotik dan imobilitas tungkai. Rata-rata waktu keterlambatan
diagnosis adalah sepuluh minggu (minimum 1, maksimum 24). Di Instalasi Gawat
Darurat, seluruh pasien menjalani foto polos kaki yang dilakukan dengan 2
proyeksi, pemeriksaan darah dan tanda vital. Tidak ada yang mengalami
leukositosis, neeutrofilia, ataupun demam. Saat di rawat inap, magnetic resonance
imaging (MRI) scan dan pemeriksaan darah dilakukan. Tidak ada yang
mengalami perubahan parameter C-reactive protein atau erythrocyte
sedimentation rate. Kadar glycosylated haemoglobin (HbA1c) meningkat pada
100% pasien, dengan nilai rata-rata 10.8% (minimum 7.9%, maksimum 13.2%).
Dilakukan konsultasi pada departemen Endokrinologi untuk pengaturan kadar
gula darah dan departemen Orthopaedi dikonsultasikan untuk persetujuan jenis
orthosis. Bentukan radiologi yang paling umum adalah atropi (5 pasien) dan
hipertrofi (2 pasien). Klasifikasi anatomi dicatat berdasar klasifikasi Sanders: lima
pasien tipe I, satu pasien tipe II dan sebuah kasus melibatkan zona II, III dan IV
secara bersamaan. Terapi awal mencakup tirah baring dengan elevasi tungkai dan
imobilisasi tungkai menggunakan Denis Browne splint. Untuk berdiri, pasien
menggunakan crutches atau kursi roda. Saat edema sudah membaik, sebuah
metode offload digunakan, berdasar jenis anatomi. Pasien dengan Sanders’ CF I
menggunakan sepati orthopaedic dengan offload di kaki bagian depan, dan untuk
sisa pasien (Sanders’ CF tipe II, III atau IV) digunakan sebuah controlled ankle
movement (CAM) Walker orthosis. Untuk kompensasi, dipasangkan sebuah
sepatu yang disesuaikan di kaki sebelahnya dan crutches digunakan untuk
memfasilitasi mobilitas. Rata-rata rawat inap adalah 14.8 hari (minimum 7,
maksimum 33). Rata-rata waktu followup adalah 30 bilan (minimum 3,
maksimum 54). Selama konsultasi, dokter melakukan pemeriksaan fisik dan
mencatat temperatur kaki dengan termometer, X-ray dan MRI scan dilakukan
secara periodik untuk mengkonfirmasi konsolidasi tulang di sendi. Evolusi
tampak signifikan pada lima pasien, dengan konsolidasi sendi dan pemeliharaan
stabilitas kaki dengan sepatu orthopaedic; satu pasien membutuhkan amputasi
trans-metatarsal karena perburukan dan satu pasien lainnya meninggal karena
penyakit jantung akut.

DISKUSI

CF pertama kali dideskripsikan oleh Charcot pada pasien dengan Tabes dorsalis
karena neurosifilis, namun hubungan antara CF dnegan diabetes disimpulkan oleh
Jordan, yang hingga kini merupakan penyebab umum, meskipun proses neurologi
lain dapat muncul juga, seperti siringomielia, lepra, deposit logam berat atau
kerusakan nervus perifer. Diabetic foot, bersama denga komplikasinya, seperti
CF, merupakan penyakit multidisiplin yang harus ditangani oleh spesialis yang
berbeda, namun dokter bedah umum memegang peran penting, karena pasien
akan datang ke Instalasi Gawat Darurat apabila ia mengalami masalah, dan
kemudian, dokter bedah umum menilai dan melakukan diagnosis untuk terapi
awal bagi pasien, sebelum muncul komplikasi ireversibel, yang dapat melibatkan
amputasi tungkai. Terdapat penulis yang mendefinisikan CF sebagai
“kegawatdaruratan medis”. Saat Penulis mereview literatur, Penulis menyadari
bahwa publikasi CF berada dalam jurnal medis diabetes, rheumatology,
rehabilitation, traumatology, bedah vaskuler, dan lain lain, namun tidak ada dalam
jurnal bedah umum. Hal ini memicu Penulis untuk melakukan studi retrospektif
pada seluruh pasien yang terdiagnosis dengan CF di rumahsakit kami dalam lima
tahun terakhir, dan selain itu, untuk menyebarkan kasus ini dalam publikasi bedah
umum.

Di samping fakta bahwa insiden dan prevaleni CF tidak diketahui, karena pasien
terdiagnosis secara salah dan terlambat, diperkirakan bahwa CF melibatkan 0.8-
8% pasien diabetes. Insidennya adalah 3-11.7/1000 pasien dalam satu tahun.
Sejak tahun 2008 hingga 2012, 7 kasus terdiagnosis di pusat kesehatan Penulis,
yang menunjukkan prevalensi 1/710, mendekati dengan literatur. Hingga 25%
kasus adalah bilateral; dalam serial kasus Penulis, 100% adalah unilateral. Lebih
umum pada pasien diabetes tipe I di usia 50 atau 60 yang mengalami DM lebih
dari 10 tahun. Dalam studi Penulis, usia rata-rata pasien adalah 61.1 tahun; empat
mengalami DM tipe I dan tiga mengalami DM tipe II. Patogenesis belum
diketahui namun diperkirakan kombinasi dari faktor trauma dan vaskuler karena
neuropati perifer. Terdapat dua hipotesis: neurovaskuler (Prancis) dan
neurotraumatik (Jerman) dimana, meskipun berbeda dalam hal penyebab awal,
mereka setuju bahwa perubahan di struktur tulang menentukan sebuah anomali
distribusi beban yang mendukung munculnya ulkus, fraktur, dan kalus. Sitokin
inflamasi yang menstimulasi pembentukan osteoclast telah dikelompokkan.
Dalam hal jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan antara pria dan wanita,
meskipun serial kasus Penulis seluruhnya adalah pria. Setelah melakukan review
literatur, Penulis menemukan bahwa beberapa pasien datang ke Instalasi Gawat
Darurat, dan yang lainnya ke praktik untuk alaasan yang lain dan pada sebagian
besar kasus tidak tercantum data. Seluruh pasien Penulis datang ke Instalasi
Gawat Darurat, tidak ada yang datang ke poliklinik, yang menandakan bahwa
seluruh pasien dinilai oleh dokter bedah umum yang bertugas.

CF pada saat fase akut ditandai dengan “hot foot”, dengan eritema, edem dan
nyeri ringan dengan dasar neuropati. Suhu kulit meningkat 2-6 derajat bila
dibandingkan dengan kulit di kaki sebelahnya. Pada fase kronis, eritema dan
peningkatan suhu menghilang dan muncul deformitas. Dalam serial kasus Penulis,
pasien terdiagnosis pada fase akut. CF harus dicurigai pada pasien diabetes
dengan riwayat edema yang lama, suhu yang hangat serta kemerahan unilateral
pada kaki, tidak adanya rasa nyeri atau nyeri ringan dengan deformitas serta
instabilitas sendi (Gambar 1). Dua dari pasien Penulis terdiagnosis secara salah
dengan selulitis. Rata-rata waktu keterlambatan diagnosis dalam serial kasus
Penulis adalah 10 minggu (minimun 1, maksimum 24). Dalam sebuah studi yang
dilakukan oleh Pakarinen, rata-rata waktu keterlambatan diagnosis adalah 29
minggu.
Diagnosis CF pada dasarnya bersifat klinis; diagnosis banding sebaiknya
dipertimbangkan, khususnya selulitis, osteomyelitis, DVT, gout dan arthritis.
Brodsky menjabarkan sebuah prosedur yang melibatkan elevasi tungkai yang
sakit selama 10 menit dengan pasien berada dalam posisi pronasi; dalam kasus
CF, edema dan eritema akan menghilang, dan bila pada infeksi kedua hal tersebut
akan tetap ada. Analisis laboratorium bukan merupakan diagnostik untuk CF
namun dapat membantu untuk membedakan dari infeksi yang lain. Dalam studi
Penulis, seluruh pasien memiliki kadar sel darah putih yang normal, C-reactive
protein dan erythrocyte sedimentation rate yang normal. Seiring berkembangnya
penyakit, temuan radiologi muncul. Perubahan tulang yang berhubungan dengan
neuroarthropathy digolongkan secara radiografi ke dalam atrofi atau hipertrofi.
Bentuk hipertrofi paling umum dijumpai: muncul pada kaki bagian tengah, kaki
bagian belakang, dan ankle, serta ditandai dengan fragmentasi, destruksi sendi,
bone luxation, fraktur dan bone spurs. Bentuk atrofi tidak umum dijumpai;
terletak pada kaki bagian depan dan ditandai dengan resorpsi tulang serta garis
fraktur kecil. Metatarsal memiliki gambaran radiografi yang menyerupai “pencil
point” atau “skinny sugar cane”. Pada pasien Penulis, bentuk atrofi merupakan
bentuk yang paling umum (5 kasus) dan hipertrofi muncul pada 2 pasien. MRI
dapat mendeteksi perubahan pada stadium awal dan merupakan pemeriksaan yang
paling umum digunakan; pemeriksaan ini juga mampu membedakan dari
osteomyelitis. Pada kasus CF, lesi tulang umumnya multipel, korteks tidak terlalu
mengalami gangguan dan lesi bersifat self-limited. Disisi lain, pada kasus
osteomyelitis, umumnya unik, korteks terlibat dan lesi tidak self-limited. Tidak
terdapat pemeriksaan definitif yang dapat membedakan CF dari osteomyelitis;
namun 3-phase bone scan dengan Tc-99m, diikuti dengan In-111 dengan marked
leukocytes, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. MRI scan tersedia
di pusat kesehatan Penulis; pemeriksaan lain harus dilakukan dengan bantuan
rujukan rumah sakit pusat dan sulit untuk dilakukan.

Evolusi CF umumnya diikuti dengan pola klinis-radiologis yang dijabarkan oleh


Eichenholtz dalam tiga tahapan: fragmentasi, peleburan dan rekonstruksi.
Terdapat tahapan sebelumnya (stadium 0) yang dijabarkan oleh penulis lain,
ditandai dengan “hot foot” dengan temuan radiologi yang normal, dimana menjadi
rancu dengan infeksi. “Hot foot” juga terjadi pada stadium I, namun X-ray
menunjukkan osteopenia, subluksasi, fraktur, dan fragmentasi peri artikuler.
Stadium II ditandai dengan penurunan edema dan temperatur hangat; secara
radiografi tampak resorpsi tulang, fusi fragmen tulang dan sclerosis. Stadium III
tidak terdapat inflamasi dan kaki menjadi lebih stabil, meskipun mengalami
deformitas; secara radiologi tampak osteophytes, sklerosis subkondral dan
penurunan space joint. Seluruh pasien dalam serial kasus Penulis terdiagnosis di
stadium I. Sanders dan Frikberg membuat klasifikasi CF berdasar pada area
anatomi; tipe I melibatkan kaki bagian depan, khususnya sendi metatarsal-
phalangeal dan interpphalangeal, dan dapat sulit dibedakan dengan osteomuelitis
atau osteoarthritis (Gambar 2A). Tipe II melibatkan sendi Lisfranc, dimana sendi
ini paling umum terlibat pada sebagian besar kasus (Gambar 2B). Tipe III
melibatkan sendi Chopart dan “rrocking-chair foot” tipikal dapat tampak, seperti
tipe II, karena kaki bagian tengah yang mengalami sinking, yang menyebabkan
predisposisi ulkus (Gambar 3 dan 4). Tipe IV melibatkan ankle dan tipe V
melibatkan tulang tumit. Seperti pasien Penulis, tipe yang paling umum adalah
tipe I (5 pasien). Seorang pasien menunjukkan gejala tipe II dan pasien lain
mengalami keterlibatan beberapa area secara bersamaan (tipe II-IV).

Terapi awal untuk CF pada fase akut (stadium 0-I) adalah imobilisasi dan offload
pada tungkai yang terlibat, untuk mencegah progresivitas penyakit dan munculnya
deformitas. Total contact cast (TCC) merupakan standar baku untuk terapi awal
foot offload. Intervensi ini akan membuat edema kaki berkurang hingga hilang
serta tampak perubahan radiologi berupa peleburan (coalescence). Kerugiannya
adalah bahwa dibutuhkan personil khusus untuk membuat dan memasangkannya,
sehingga alternatif kini sedang dicari, seperti pneumatic offload orthoses yang
memungkinkan mobilitas lebih tinggi, hygiene dan dapat dilepas pada malah hari.
Tidak ada pengalaman mengenai TCC di pusat kesehatan Penulis, sehingga dokter
memilih untuk melakukan imobilitas tungkai di ranjang dengan Denis Browne
splint dan, pada saat edema menghilang, offload orthosis dipasang berdasar jenis
anatomi. Pada CF tipe I (5 pasien), sepatu orthopaedic dipasang dengan offload di
kaki belakang (Gambar 5A) dan untuk sisa pasien dengan CF tipe II, III atau IV (2
pasien) sebuah CAM (controlled ankle movement) dipasangkan walker orthosis.
Tungkai lain harus dilindungi dengan sebuah crutch atau adapted shoe, sehingga
tungkai sehat tidak tersiksa. Pemeriksaan dilakukan menggunakan
biophosphonate intravena pada fase akut: meskipun terdapat perbaikan di fase
klinis, tidak terdapat keuntungan dari imobilisasi total pada saat ini. Pada saat
passien berada dalam stadium II, TCC digantikan dengan Charcot restraint
orthotic walker (CROW) orthosis atau alat serupa selama periode satu bulan, yang
bergantung pada lokasi dan luas destruksi. Pada stadium III, pasien akan
menggunakan sepatu orthopaedik untuk mobilitas. Terapi pembedahan
diindikasikan bila terdapat keterlibatan jaringan lunak, bila kaki tidak stabil, atau
bila sepatu tidak dapat digunakan. Teradapat berbagai pilihan, seperti
exostectomy, Arthrodesis dan Achilles tendon section. Saat seluruh pilihan terapi
gagal atau bila terdapat komplikasi, pilihan sebaiknya adalah below-knee
amputation.

KESIMPULAN

GF merupakan penyakit yang lebih umum daripada yang kita ketahui, dan kita
sebaiknya waspada untuk mendiagnosisnya di stadium awal serta mencegah
stadium ireversibel. Dengan manajemen GF yang multidisiplin, dokter bedah
umum merupakan pilar untuk diagnosis dan terapi awal, karena ia adalah orang
yang menghadapi pasien di sebagian besar kesempatan. Dengan adanya inflamasi
dan edema kaki pada pasien dengan diabetes serta neuropati berat, saat selulitis,
osteomyelitis, dan DVT dapat disingkirkan, CN dapat dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai