Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan ekspansi pada bidang industri di kabupaten
Tangerang berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan tiap harinya. Sampah
berdasarkan kandungan zat kimia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sampah anorganik
yang pada umumnya tidak mengalami pembusukan, seperti plastik, logam. Sedangkan
sampah organik, seperti daun, sisa makanan. Sampah organik adalah sampah yang bisa
mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak
berbau (sering disebut dengan kompos).
Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan bahan buangan, karena
tidak ada proses konversi yang memiliki efisiensi 100%. Sebagian besar bahan buangan yang
dihasilkan oleh organisme yang ada di alam ini bersifat organik. Ditinjau dari kepentingan
kelestarian lingkungan, sampah yang bersifat organik tidak begitu bermasalah karena dengan
mudah dapat dirombak oleh mikrobia menjadi bahan yang mudah menyatu kembali dengan
alam. Terkadang kita tidak menyadari bahwa sampah organik sangat banyak jumlahnya dan
memiliki nilai yang lebih bermanfaat seperti dijadikan biogas dan pupuk dari pada dibakar
yang hanya menghasilkan polutan bagi udara.
II. Tinjauan Pustaka
Pada tahap ini, bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat kompleks; protein dan
lipida menjadi senyawa rantai pendek. Contohnya polisakarida diubah menjadi
monosakarida, sedangkan protein diubah menjadi peptide dan asam amino.
Pada tahap ini, bakteri (Acetobacter aceti) menghasilkan asam untuk mengubah
senyawa rantai pendek hasil proses hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen, dan
karbon dioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan
berkembang dalam keadaan asam. Bakteri memerlukan oksigen dan karbondioksida
yang diperoleh dari oksigen yang terlarut untuk menghasilkan asam asetat.
Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas
metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri tersebut juga
mengubah senyawa berantai pendek menjadi alkohol, asam organik, asam amino,
karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan sedikit gas metana.Tahap ini termasuk reaksi
eksotermis yang menghasilkan energi.
Pada tahap ini, bakteri Methanobacterium omelianski mengubah senyawa hasil proses
asidifikasi menjadi metana dan CO2 dalam kondisi anaerob. Proses pembentukan gas
metana ini termasuk reaksi eksotermis.
Dan berikut adalah bagan proses biologis dan kimia pada fermentasi anaerob pembentukan
biogas :
C. Parameter pada pembuatan Biodigester.
Dalam pembuatan biodigester ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu:
1) Lingkungan Anaerobik
Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerobik (tanpa kontak langsung dengan
Oksigen (O2)). Udara (O2) yang memasuki biodigester menyebabkan penurunan
produksi metana, karena bakteri berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya
anaerob.
2) Temperatur
Secara umum ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri yaitu:
a. Psicrophilic (suhu 4-20oC), biasanya untuk negara-negara subtropis.
c. Thermophilic (40-60 oC), hanya untuk mencerna material, bukan untuk menghasilkan
biogas.
Untuk negara tropis seperti Indonesia digunakan unheated-digester (digester tanpa
pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20 – 30 oC.
3) Derajat keasaman (pH)
Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (pH antara 6,6 – 7,0) dan
pH tidak boleh di bawah 6,2. Oleh sebab itu kunci utama dalam kesuksesan operasional
biodigester adalah dengan menjaga temperatur konstan (tetap) dan input material sesuai.
4) Kandungan Bahan Kering
Perbedaan bahan kering yang dikandung berbagai sampah organik akan membuat
penambahan air yang berlainan.
5) Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan
ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses fermentasi bertujuan mencegah
adanya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur
metanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang
seragam dalam biodigester.
6) Pengaruh Starter
Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses
fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter antara lain:
a. Starter alami yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan
septic-tank, timbunan kotoran dan timbunan sampah organik.
b. Starter semi-buatan yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.
c. Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media buatan
(Erawati, T., 2009).
Menurut Junaedi (2002) jenis konstruksi unit pengolah (digester) biogas yang dapat dibangun
di daerah tropis seperti di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 model yaitu:
1. Digester permanen (fixed dome digester)
2. Digester dengan tampungan gas mengapung (floating dome digester)
3. Digester dengan tutup plastik.
Prinsip pembuatan instalasi biogas adalah menampung limbah organik baik berupa kotoran
ternak, limbah tanaman maupun limbah industri pertanian, kemudian memproses limbah
tersebut dan mengambil gasnya untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi serta menampung
sisa hasil pemrosesan yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik.
III. Perancangan Biodigester
Kabupaten tangerang menghasilkan 750 Ton sampah organik per hari yang terdiri dari
sampah sisa makanan, tumbuhan, kayu, kertas dan kotoran hewan. Sampah organik tersebut
dapat diolah menjadi bahan bakar gas alternatif dan pupuk kompos serta pupuk cair melalui
proses biodigester. Apabila kapasitas sampah organik yang diolah dibagi menjadi 50 Ton per
hari maka diperlukan 15 unit biodigester di Kabupaten Tangerang.
Perancangan reaktor dengan system batch dilakukan pengisian reaktor dengan sampah
dalam bentuk campuran padat – cair (slurry), kemudian membiarkan proses reaksi
berlangsung dalam reaktor sampai dengan selesai, kemudian memindahkan sebagian atau
seluruh isi dari reactor untuk proses selanjutnya. Prosedur seperti ini kemudian diulangi terus
menerus, dan terdapat opsi untuk mengaduk sampah tersebut dalam proses pengoperasian
Batch reactor.
Kelebihan Batch reactor ini antara lain : mudah dioperasikan, tidak membutuhkan campuran
mekanis, dan memiliki efisiensi tinggi dalam hal pemisahan dan pembuangan kontaminan
individual. Sampah organik padat dari satu batch dapat digunakan untuk menyemai bakteri
mikroba pada proses batch selanjutnya.
Seperti halnya proses anaerobic digestion, lumpur organic pekat dan pembentukan cairan
limbah proses biodigester (supernatant) terjadi dalam ruangan batch reactor secara simultan
dan berkelanjutan, tanpa adanya pencampuran, kecuali dalam aliran sampah masuk dan
keluar reactor dan pembentukan gelembung gas pada bagian dasar reactor yang kemudian
naik keatas dialirkan ke tanki penampungan gas (biogas).
Dengan data yang diperoleh diatas maka dapat dilakukan perancangan biodigester sebagai
berikut :
a) Kalkulasi Volume :
Volume sampah organik : 750 Ton per hari / 15 unit biodigester = 50 Ton/ hari pada
satu unit biodigester plant.
Nilai Dry Matter (DM) 30%, maka diperoleh volume 15 Ton/hari (DM)
Nilai Organic Dry Matter 90 %, maka diperoleh volume 13.5 Ton/hari (ODM)
Nilai Organic Matter Reduction 66.7 %, maka diperoleh volume 9 Ton/hari (ODMR)
Secara teori produksi biogas setara dengan volume pengurangan limbah organik
kering (ODMR), maka hasil biogas pehari sebanyak 9 ton.
Volume Digester (Vd) = Sampah organik perhari X HRT = 50 ton x 60 hari = 3.000
m3.
Laju Penambahan bahan organik spesifik ( Specific Loading Rate) = ODM / Vd =
9000 kg / 3000 m3 = 3 kg/m3 perhari.
Hydraulic Retention Time (HRT) = Vd / rata-rata sampah organik per hari = 3.000
m3/ 50 m3 per hari = 60 hari.
Active Slurry Volume (Vs) = HRT X 2 ODM/1000= 60 x 27 = 1620 m3
Specific Biogas Production (SBP) = produksi biogas / Vd = 9000 kg / 3000 m3= 3
kg/m3.
Specific Methane Production = vol % CH4 / OM loading rate = (60% x 9.000 kg) /
13.500 = 0.40 m3/kg, jadi secara teori produksi biogas 9 ton setara dengan 0.40
m3/kg.
Apabila beroperasi penuh dalah waktu 1 tahun (365 hari) maka akan memperoleh
pendapatan sebesar Rp.62.765.049.600,-