PENGGARAMAN
hidroskopis yang berarti mudah menyerap air, tingkat kepadatan sebesar 0,8 – 0,9
dan titik lebur pada tingkat suhu 801oC (Subiyantoro dalam herman dan joetra
2015).
penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan
dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat
dengan keluarnya cairan daridalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki
tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan
semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan
dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses
dilakukan orang. Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garam akan
yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun
tumbuh dengan cepat dengan adanya garam. Garam juga mempengaruhi aktivitas
Beberapa mikroorganisme seperti bakteri halofilik (bakteri yang tahan hidup pada
konsentrasi garam yang tinggi) dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir
jenuh, tetapi membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan
merupakan cara yang paling banyak dilakukan untuk mengawetkan ikan, yaitu :
paling murah
4) Produk ikan asin harganya murah, sehingga dapat terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat
masa awet dan daya simpan ikan. Ikan yang digarami dapat menghambat atau
rasanya yang khas. Ditinjau dari segi gizi, makanan olahan tradisional memiliki
sebagai proses pengolahan produk yang diolah secara sederhana dan umumnya
dilakukan secara turun temurun pada skala industri rumah tangga. Jenis olahan
yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah ikan kering atau ikan asin
kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk fermentasi yaitu kecap, peda, terasi,
ikan fermentasi.
A. Ikan Asin
garam adalah industri ikan asin. Metode yang digunakan biasa disebut sebagai
pengasinan. Cara ini telah umum dilakukan dengan tujuan agar ikan lebih awet
atau tahan lama. Menurut Huss (1994), pengasinan adalah suatu proses
garam sangat tinggi yang kemudian dikeringkan dengan hasil produk berupa ikan
asin. Pembuatan ikan asin umumnya dilakukan dengan cara yang sederhana. Ikan
yang memenuhi syarat disiangi dan dicuci sampai bersih. Proses ini kemudian
faktor, seperti ketebalan dan kesegaran ikan, kondisi akhir produk ikan asin yang
diinginkan, spesies ikan yang diasinkan, kandungan lemak pada daging ikan,
serta suhu penyimpanan pasca pengeringan ikan asin (Rahmawaty et al, 2008;
Irianto & Giyatmi, 2009). Tingkat kesegaran ikan dan kadar lemak yang tinggi
serta kondisi dagi ng ikan yang tebal akan menghambat laju penggaraman.
Adapun tingkat Kepekatan dan kemurnian garam yang tinggi, kondisi garam
yang halus, serta suhu penggaraman yang tinggi akan mempercepat proses
menarik air dari tubuh ikan yang disebabkan oleh pengaruh tekanan osmosis.
Penggunaan garam yang berkualitas baik akan menghasilkan ikan asin yang baik
serta tidak menyerap uap air selama penyimpanan. Hal ini karena garam kasar
yang mengandung banyak kotoran akan cepat meleleh karena menyerap uap air
(Suparno, 1988; Irianto & Giyatmi, 2009). Proses pengasinan dapat mengawetkan
ikan selama 3-4 bulan tergantung dari kadar air produk serta kondisi
penyimpanan.
B. Ikan Pindang
dibandingkan dengan ikan asin kering. Hal ini disebabkan karena, ikan pindang
mempunyai cita rasa yang lebih enak dan tidak terlalu asin serta merupakan
Meskipun tidak terlalu asin, proses pemindangan juga memerlukan garam. Garam
sering ditambahkan sebelum, selama, atau setelah pengolahan (Irianto & Giyatmi,
2009). Ada dua metode pemindangan yang umum dil akukan, yaitu pemi ndangan
Garam dan pemindangan air garam. Pada pemindangan garam, ikan dan garam
disusun berselang-seling pada wadah yang kedap air yang telah berisi air dalam
jumlah sedikit, kemudian dipanaskan di atas nyala api selama jangka waktu
tertentu. Sedangkan pada pemindangan air garam. Ikan disusun di atas naya,
keranjang bamboo atau besek sambil ditaburi garam. Beberapa buah naya atau
besek kemudian digabung menjadi satu dan direbus dalam bak perebus yang berisi
larutan garam jenuh yang mendidih. Kadar garam pada produk akhir ikan pindang
dapat memperpanjang umur simpan ikan pindang (Irianto & Giyatmi, 2009).
degradasi terkendali senyawa organik pada ikan berupa bahan berprotein menjadi
autolisis oleh bakteri anaerob yang dapat memberikan cita rasa yang khas pada
mikroorganisme tertentu yang tahan terhadap kadar garam tinggi (Müller et al.,
degradasi terhadap ikan. Beberapa contoh produk ikan fermentasi yaitu bekasam,
Ikan peda, jambal roti, bekasang, terasi, dan kecap ikan (Irianto & Giyatmi, 2009).
pada pemanfaatan garam dalam rangka memperbaiki cita rasa dan penampilan
produk serta tekstur daging ikan (Winarno, 1997). Adapun fungsi pengawetan
pada industri pengolahan modern umumnya dilakukan dengan menggunakan
pemanasan, sterilisasi, dan pasteurisasi pada suhu tinggi maupun pendinginan dan
pembekuan pada suhu rendah (Yankah et al., 1996). Penambah Cita Rasa dan
Cita rasa suatu produk biasanya merupakan gabungan dari tiga komponen,
yaitu aroma, rasa, dan rangsangan mulut (Zuhra, 2006). Garam sebagai
pembangkit aroma dan cita rasa serta penstabil warna daging ikan mempunyai
fungsi dan peranan penting dalam proses preparasi dan pengolahan pangan
(Yankah et al., 1996; Pszczola, 1997). Garam nitrit biasanya ditambahkan untuk
Kata surimi berasal dari Jepang yang telah diterima secara internasional untuk
yang telah distabilkan dan diproduksi melalui tahapan proses secara kontinyu
membentuk gel dan mengikat air. Surimi merupakan produk antara yang dapat
diolah menjadi berbagai macam produk lanjutan (fish jelly products) seperti
dapat mengikat protein miofibril. Protein ini merupakan protein larut garam.
berbentuk gel dan dapat mengubah tekstur daging menjadi lebih kenyal. Kekuatan
gel merupakan atribut utama dari surimi. Kekuatan gel berbanding lurus dengan
kandungan protein larut garam. Kekuatan gel dapat menjadi variabel yang tetap
dan besarnya sangat bergantung pada spesies ikan, kondisi saat penangkapan,
Penelitian yang telah dilakukan oleh Hossain et al. (2004) menunjukkan bahwa
penggunaan garam pada pencucian daging lumat ikan patin dengan konsentrasi
0,1% mampu memberikan kekuatan gel surimi yang lebih baik bila dibandingkan
pencucian tanpa garam maupun pencucian dengan konsentrasi garam yang lebih
rendah.
Garam dapur yang mempunyai nama kimia sodium klorida (rumus kimia:
NaCl) adalah senyawa kimia yang tersusun dari sodium (Na) dan klorida (Cl).
Sodium (Na) adalah salah satu elemen penting dalam tubuh untuk proses
metabolisme sel, dan merupakan mineral dalam darah dan cairan limpa. Sodium
(Na) juga diperlukan tubuh untuk menjaga fungsi saraf dan otot. Kebutuhan tubuh
terhadap sodium bisa didapatkan dari asupan makanan. Sumber sodium yang
murah meriah adalah garam dapur. Jelasnya, garam dapur yang kita gunakan
untuk memasak tidak hanya sebagai pelengkap rasa, tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan sodium dalam menjaga keseimbangan fungsi tubuh. Garam dapur atau
sodium klorida (rumus kimia: NaCl). tidak hanya diproduksi dari air laut saja.
Bahan kimia ini bisa juga ditambang dari dalam bumi, yaitu dari endapan mineral
sodium klorida yang terbentuk lama dan tertutup lapisan bumi (Martini, 2010).
Garam meja merupakan olahan dari garam laut, butirannya lebih halus, dan
kandungan iodium lebih sedikit. Garam meja merupakan olahan dari garam laut,
butirannya lebih halus, dan biasanya diberi tambahan mineral lainnya. Namun,
garam meja mempunyai kandungan iodium lebih sedikit. Garam meja diproses
dengan cara yang sangat murni. Sehingga membentuk butiran yang halus dan
lembut. Meskipun garam bukan sumber yodium yang utama, tapi di dalamnya
terkandung zat yang sangat penting untuk kesehatan tiroid. Nutrisi tersebut,
pertama kali ditambahkan ke dalam garam pada tahun 1920. Bertujuan untuk
selama proses penggaraman. Selain itu produk ikan asin yang dihasilkan
bersifat higroskopis
pahit
4. Garam yang mengandung besi dan tembaga menyebabkan warna coklat, kotor
dan kuning
5. Garam mengandung CaCl2 menyebabkan ikan asin berwarna putih, keras dan
mudah pecah .
proses pengendapan garam. Tetepi cara ini sulit dilakukan untuk menghasilkan
garam berkualitas baik. Sehingga kristal garam hasil endapan biasanya diolah lagi
garam dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis (Mayasari & Lukman, 2010)
yaitu: 1). K-1, yaitu kualitas terbaik yang memenuhi syarat untuk bahan industri
maupun untuk konsumsi. Dengan komposisi Gambar 3. Kristal garam (Broto &
0,04%; H2O 0,63%; Pengotor 0,65%; 2). K-2, yaitu kualitas dibawah K-1. Secara
fisik garam K-2 berwarna agak kecoklatan dan agak lembap; 3). K-3, merupakan
garam kualitas terendah, dengan tampilan fisik berwarna coklat dan bercampur
lumpur.
Kandungan (%)
Unsur
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
NaCl 95 0,9 0,5 0,5
96 91
sangat sedikit
CaCl2 1 3,1 0,4
MgSO4 0,2 1
MgCl2 0,2 1,2
Bahan tak larut -2,6 0,2
Air 0,2
Secara umum kandungan garam terdiri dari 39,39% Na dan 60,69% Cl,
bentuk Kristal seperti kubus dan berwarna putih. Dalam proses penggaraman,
penggunaan garam bertujuan sebagai bahan pengawet dan pemberi cita rasa.
pengeringan bertujuan untuk menarik air dari permukaan badan ikan dan
ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi.
Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan
larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel
garam pun masuk ke dalam tubuh ikan. Ikan yang telah mengalami proses
penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan
autolisis danmembunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja
cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga
Semakin segar ikan, maka proses penyerapan garam kedalam tubuh ikan akan
semakin lambat
2. Kandungan lemak.
yang lambat.
Garam yang halus akan lebih cepat larut dan meresap kedalam tubuh ikan.
cepat mengeras (Salt burn) dan ini akan menghambat keluarnya kandungan
5. Suhu.
Semakin tinggi suhu larutan, maka viskositas larutan garam semakin kecil
dengan ikan. Pada umumnya,ikan yang berukuran besar dibuang isi perutdan
wadah yang kedap air. Ikan disusun rapi dalam wadah selapis demiselapis dengan
setiap lapisan ikan ditaburi garam. Lapisan paling atas dan palingbawah wadah
bersentuhan dengan kulit atau daging ikan (yang basah/berair),garam itu mula-
mula akan membentuk larutan pekat. Larutan ini kemudian akanmeresap kedalam
daging ikan melalui proses osmosa. Jadi, kristal garam tidaklangsung menyerap
air, tetapi terlebih dahulu berubah jadi larutan. Semakin lamalarutan akan semakin
banyak dan ini berarti kandungan air dalam tubuh ikansemakin berkurang
(Budiman, 2008).
Sediakan kristal garam sesuai dengan jumlah ikan yang akan diproses. Untuk
ikan besar sediakan garam 20 – 30 % dari berat ikan, ikan ukuran sedang 15 –
diolah. Lapisan ini berfungsi sebagai alas ikan pada saat proses penggaraman
Susunlah ikan dengan rapi diatas lapisan garam tadi. Usahakan bagian perut
tertampung didalam wadah, setiap lapisan ikan selalu diselingi oleh lapisan
dihinggapi lalat.
Tutuplah bak atau wadah dengan papan yang telah diberi pemberat agar
jenis, ukuran dan tingkat kesegaran ikan. Walau demikian, umumnya proses
jam untuk ikan ukuran sedang dan 6 – 12 jam untuk ikan ukuran kecil
disiapkan
larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukan kedalam larutan itu dan
diberi pemberat agar semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan
direndam dalam jangka waktu tertentu tergantung pada ukuran dan tebal ikan serta
erajat keasinan yang diinginkan. Didalam proses osmosis, kepekaan makin lama
makin berkurang, karena air dari dalam daging ikan secara berangsur-angsur
garam itu, maka prosesosmosis akan semakin lambat dan pada akhirnya berhenti.
Larutan garam yanglewat jenuh adalah jumlah garam lebih banyak dari jumlah
dibuat lebih dulu sehingga konsentrasi larutan ini disesuaikan dengan seleradan
keperluan. Umumya larutan garam yang digunakan 30% - 50% (setiap 100liter
mengalirkeluar dari wadah. Wadah yang digunakan tidak kedap air tetapi
gunakan larutan garam yang lewat jenuh agar kemapuan menarik cairan
dalam tubuh ikan menjadi lebih besar dan cepat. Dengan menggunakan
larutan lewat jenuh, maka tidak diperlukan lagi penambahan garam pada
Untuk mengetahui larutan sudah jenuh atau belum, bisa dilakukan dengan
memasukka biji kemiri matang kedalam larutan yang sudah dibuat. Bila biji
kemiri tenggelam berarti larutan belum jenuh, bila biji kemiri mengapung
Susunlah ikan dengan rapi secara berlapis didalam wadah yang telah disediakan.
Tambahkan larutan garam yang sudah dibuat sampai semua ikan terendam .
Tutuplan bak dengan papan dan diberi pemberat supaya semua ikan tetap
Bila konsentrasi cairan didalam dan di luar tubuh ikan sudah sama, maka proses
Ikan diangkat dari bak penggaraman, kemudian dicuci dan ditiriskan. Setelah
dengan garam dan dibiarkan diatas lantai atau geladak kapal, larutanair yang
Seperti metode sebelumnya, ikan dipisahkan sesuai jenis, ukuran dan tingkat
kesegaran
Karena tidak menggunakan wadah, ikan ditumpuk pada suatu bidang datar lau
oleh garam. Tumpukan ikan tersebut ditutup dengan plastik agar tidak
dihinggapi lalat
Proses penggaraman dianggap selesai bila telah terjadi perubahan tekstur pada
Herman dan Joetra W . 2015. Pengaruh Garam Dapur (Nacl) Terhadap Kembang
Susut Tanah Lempung .Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN :
1693-752X3
Heruwati, E.S. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek dan peluang
pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian 21 (3): 92–99.
Hossain, M.I., Kamal, M.M., Shikha, F.H., and Hoque, M.S. 2004. Effect Of
Washing And Salt Concentration On The Gel Forming Ability Of Two
Tropical Fish Species.International Journal Agriculture and Biology. 6 (5):
762–766.
Huss, H.H. 1994. Assurance aof sea food quality: FAO Fisheries Technical
Paper. FAO, Rome. 169 pp. Irianto, H.E. dan Giyatmi, S. 2009. Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta. p. 7.
1– 7.51.
Ishikawa, K.1988. Macam-Macam Garam. IPB Press. Bogor.
Pendidikan Nasional.
Suparno. 1988. Pengolahan ikan asin. Di dalam Nasran, S., Utomo, B.S.B., dan
Purnomo, A. (eds.). Kumpulan Hasil Penelitian Teknologi Pasca Panen.
Balai Penelitian Teknologi Perikanan, Jakarta. p. 25–28.
Suryanto, 2003. Penggaraman dan Pengeringan. Departemen Pendidikan. Jakarta
Swadaya. Jakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
253 pp.
Yankah, V.V., Ohshima, T., Ushio, H., Fujii, T., and Koizumi,C. 1996. Study of
the differences between two salt qualities on microbiology, lipid, and water-
extractable components of momoni, a ghanaian fermented fish product.
Journal of the Science of Food and Agriculture. 71 (1): 33–40.
Zuhra, C.F. 2006. Flavor (Citarasa). Departemen Kimia,Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. 32 pp.