Disusun oleh:
Nama: Alwan Muyassar Zhafran
Kelas: H
Npm: 10090317333
Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Manajemen
Table of Contents
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...........................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH .....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 BUDAYA .............................................................................................................................
2.2 ORGANISASI ......................................................................................................................
2.3 PENGERTIAN BUDAYA
ORGANISASI...................................................................................................
2.4 FUNGSI BUDAYA
ORGANISASII........................................................................................................
2.5 LANDASAN PENERAPAN BUDAYA
ORGANISASI................................................................................
2.6 TUJUAN PENERAPAN BUDAYA
ORGANISASI...................................................................................
2.7 BUDAYA ORGANISASI SEBAGAI
INPUT............................................................................................
2.8 TINGKATAN
BUDAYA..........................................................................................................................
2.9 POSISI DAN PERAN PELAKU BUDAYA
ORGANISASI.............................................................................
2.10 TEORI BUDAYA ORGANISASI : JARING LABA-
LABA..........................................................................
2.11 KARAKTERISTIK BUDAYA
ORGANISASI..............................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Organisasi merupakan hal yang tidak mungkin terlepas dari kehidupan bermasyarakat.
Karena dari semenjak lahir secara langsung kita sudah dikenalkan dengan organisasi yaitu
keluarga. Dalam organisasi tersebut tidak mungkin juga terlepas dari ikatan budaya yang
ada dalam organisasi. Ikatan budaya yang tercipta dalam organisasi tersebut dapat tercipta
dan dibentuk oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam organisasi bangsa, bisnis
maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara
berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota
kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman
berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam
organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas
organisasi secara keseluruhan.
Pada era tahun 1970-an, bidang studi budaya organisai telah dikenal di Amerika Serikat
dan Eropa. Salah satu tokoh yang mengenalkan budaya organisasi adalah Edward H. Schien.
Sejak tahun 80-an, disaat sektor swasta mendapatkan kesempatan mengembangkan usaha
di bidang non migas, kebutuhan akan pembudayaan nilai-nilai baru tetang kewirausahaan dan
manajemen baru mulai terasa. Sejak dasawarsa 90-an orang mulai ramai berbicara tentang
pembudayaan nilai-nilai baru, konflik budaya, dan bagaimana mempertahankan budaya.
Di Indonesia, budaya organisasi mulai diperkenalkan pada era 1990-an ketika pada saat
itu banyak dibicarakan perihal konflik budaya, bagaimana mempertahankan budaya
Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Seiring dengan itu baru mulailah budaya
organisasi dimasukan dalam kurikulum berbagai program pembelajaran.
Dalam era globalisasi, perusahaan yang berpusat disuatu Negara dapat beroprasi dinegara
lain, salah satu yang dapat menjaga eksistensi perusahaan secara berkesinambungan dalam
persaingan global adalah dimilikinya budaya yang kuat. Dengan budaya yang kuat,
perusahaan kecil sampai besar dapat memberikan pelayanan dan menghasilkan produk yang
khas atau unik sesuai dengan budaya yang dikembangkan oleh perusahaan yang
bersangkutan.
2.1 Budaya
Ada beberapa definisi budaya secara umum yang pertama, Vijay Sathe
mendefinisikan budaya sebagai The set of important Assumption (often unstated) Thar
members of a Community share in common. Assumptions meliputi beliefs, yaitu asumsi
dasar tentang dunia dan bagaimana diamati, dan tidak sebagaimana mereka (member of any
Community) katakan, karena yang satu bisa berbeda dengan yang lain. Definisi budaya yang
bersifat umum namun operasional di berikan oleh Edgar H. Schein dalam Organizational
Culture and Leadership (1992): A pattern of shared basic assumptions that the group learned
as it solved its problems of eternal adaptation and internal integration, that has worked well
enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way
to preceive think, and feel in relation to these problems
Shared basic assumption menurut sathe lebih lanjut meliputi (1) share things,
misalnya pakaian seragam, (2) shared sayings, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, (3)
shared doings, misalnya pertemuan, kerja bakti, dan (4) shared feelings, misalnya turut
belasungkawa, dirgahayu, ucapan selamat, dan lain sebagainya.
Geert Hofstede dalam Culture’s Consequences mendefinisikan budaya sebagai
collective programming of the mind, atau collective mental program. Mental programming
terdapat pada tiga level : (1) universal level of mental programming, yaitu sistem biologikal
operasional manusia termasuk perilakunya yang bersifat universal, seperti senyum dan tangis
yang terjadi dimana-mana sepanjang sejarah, (2) collective level of mental programming,
misalnya bahasa, dan (3) individual level of mental programming, misalnya kepentingan.
Chester L. Barnard Organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerjasama dua
orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang sebagian
besar tentang persoalan silaturahmi (Organization is a system of cooperative activities of two
or more person something intangible and impersonal. Largely a matter of relationship).
Dwight Waldo Organisasi adalah sebagai suatu struktur dari kewenangan-kewenangan dan
kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada suatu sistem administrasi
(Organization is the structure of authoritative and habitual personal interrelations in an
administrative system),
Prof Dr. Sondang P. Siagian, organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang
atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu
tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang
yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut dengan bawahan.” dan
masih banyak lagi lainnya.
Menurut Susanto Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman sember
daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke
dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai
yang ada dan bagaimana mereka harus bertingkah laku atau berprilaku.
Menurut Robbins Budaya organisasi adalah suatu system makna bersama yang dianut oelh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan yang lain.
Menurut Gareth R. Jones Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi, suatu system dari makna bersama.
Jadi budaya organisasi itu adalah suatu budaya yang dianut oleh suatu organisasi dan
itu menjadi pembeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di
sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya
dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada
sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal
organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi
sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan
pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya
terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan
yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan
menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri
sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri
dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut.
Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu
utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam
budaya organisasi.
Berdasarkan pendapat para ahli, pendiri organisasi atau perusahaan perlu merumuskan
dan memiliki visi yang jelas terhadap organisasi atau perusahaan yang didirikan mereka
2) Pemilik Organisasi
Pemilik organisasi harus mampu mematuhi sistem nilai dan norma-norma yang berlaku
dalam organisasi. Konsistensi dalam mematuhi sistem nilai dan norma-norma yang berlaku
tersebut akan menjadikan organisasi memiliki sistem nilai
Pelaksanaan operasional kegiatan usaha, pimpinan mengakat karyawan (manajer dan staf)
dan mereka bertanggung jawab kepada pemilik (pemegang saham), Oleh karena itu, seluruh
individu dalam organisasi berkewajiban mematuhi seperangkat sistem nilai dan norma-norma
yang berlaku di dalam organisasi, serta sistem nilai tersebut dijadikan pedoman dalam
bertingkah laku di organisasi
3) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia organisasi terdiri dari 2 sumber yaitu internal organisasi dan
eksternal organisasi. Sumberdaya manusia internal organisasi adalah pimpinan, manajer, dan
karyawan; sedangkan yang bersangkutan yang ikut andil dalam pembinaan pengembangan.
Mereka adalah konsultan perusahaan
4) Pihak yang Berkepentingan
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi, selain pimpinan, manajer,
karyawan adalah pihak pemerintah, bank-bank dan mitra usaha.
5) Masyarakat
Masyarakat sebagai pelanggan merupakan sumber nilai yang dapat menyumbangkan
budaya sebagai input melalui berbagai media massa dengan menggunakan teknologi
informasi. Hubungan timbal balik antara organisasi dengan masyarakat dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi kepentingan masyarakat maupun roganisasi
yang bersangkutan
1. Artefak(Artifacts)
Pada tingkat ini budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan, misalnya
lingkungan fisik organisasi, teknologi, dan cara berpakaian. Analisis pada tingkat ini cukup rumit
karena mudah diperoleh tetapi sulit ditafsirkan.
Nilai memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artefak. Nilai ini sulit diamati
secara langsung sehingga untuk menyimpulkannya seringkali diperlukan wawancara dengan anggota
organisasi yang mempunyai posisi kunci atau dengan menganalisis kandungan artefak seperti dokumen.
3. Asumsi dasar (basic underlay)
Merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Pada tingkat ini budaya diterima begitu saja,
tidak kasat mata dan tidak disadari. Asumsi ini merupakan reaksi yang bermula dari nilai-nilai yang
didukung. Bila asumsi telah diterima maka kesadaran akan menjadi tersisih. Dengan kata lain perbedaan
antara asumsi dengan nilai artefak terletak pada apakah nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan dan
diterima apa adanya atau tidak.
1. Sebagai mainan. Pada zaman dahulu terjadi perbudakan oleh penguasa sehingga
manusia diperlakukan sebagai mainan.
2. Sebagai alat. Manusia diperlakukan sebagai alat semata-mata. Habis manis, sepah dibuang
3. Sebagai tenaga. Dalam hal ini manusia dianggap sama seperti tenaga.
4. Sebagai tenaga pengolah atau konstruktor dengan menggunakan cara dan alat tertentu.
5. Sebagai pengguna produk orang lain.
6. Sebagai peniru (imitator). Sudah barang tentu, nilai barang tiruan jauh di bawah nilai
barang yang ditiru.
7. Sebagai penemu (inventor, discoverer)
8. Sebagai pembaru (innovator, engineer, designer)
9. Sebagai pencipta atau pemikir
10. Sebagai “pemimpi”, perenung, seorang visionary (yang mempunyai visi tentang masa
depan)
1. Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau
independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu
tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut
ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.
Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk
dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya organisasi dikatakan
baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai untuk dapat bertindak
agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi serta berani mengambil resiko terhadap apa
yang dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas
sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi,
misi dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi
untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja
dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan Manajemen
6. KontrolAlat
kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku
dalam suatu organisasi. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas
(atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku
pegawai dalam suatu organisasi.
7. Identitas
Identitas dimaksudkan sejauh mana para pegawai dalam suatu organisasi dapat
mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dan bukan sebagai kelompok kerja
tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan sangat membantu manajemen dalam mencapai
tujuan dan sasaran organisasi.
8. Sistem Imbalan
Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji,
promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan senioritas atau pilih
kasih.
Sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara
terbuka. Perbedaan pendapat atau kritik merupakan fenomena yang sering terjadi namun bisa
dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai
tujuan suatu organisasi.
Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang-
kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan
dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
Beberapa kultur organisasi dapat dikatakan kuat sedangkan yang lainnya dikatakan lemah.
Menurut Muchlas (2005:534) untuk mengetahui apakah kultur suatu organisasi sudah kuat, ada
beberapa karakteristik yang perlu dinilai yaitu:
1. Kebersamaan
2. Peran Pemimpin
Pemimpin yang kuat adalah seorang pemimpin yang dapat menetapkan arah organisasi
yang dipimpinnya artinya dapat melahirkan perubahan untuk mencapai tujuan organisasi,
mengarahkan orang-orang untuk menciptakan kesatuan tindakan, dan juga dapat
memotivasi dan memberi inspirasi kepada bawahannya. Sehingga tercipta budaya yang
terbuka dalam organisasi.
3. Intensitas
Derajat intensitas di sini adalah hasil dari struktur penghargaan. Ketika para karyawan
menyadari bahwa mereka akan diberi penghargaan untuk melakukan sesuatu dengan cara
yang ditetapkan organisasi, keinginan mereka untuk melakukannya dengan cara tersebut
akan meningkat. Sebaliknya, ketika mereka tidak diberi penghargaan atau merasa lebih
menguntungkan kalau tidak mengerjakan sesuatu dengan cara yang ditetapkan organisasi,
komitmen mereka terhadap nilai-nilai inti akan menghilang. Meskipun pengakuan dan
penghargaan- penghargaan financial lainnya juga termasuk penting, uang ternyata masih
memegang peranan penting.
Budaya organisasi yang berlaku dalam dunia birokrat, bentuk dan sumber
daya yang ada dalam organisasi pada umumnya sama dengan apa yang ada dalam organisasi
perusahaan dan sosial. Namun berbeda dalam visi, misi dan karakteristik yang dimilikinya. Organisasi
publik atau birokrasi publik tidak berorientasi langsung pada tujuan akumulasi keuntungan, namun
memberikan layanan publik dan menjadi katalisator dalam penyelenggaraan pembangunan maupun
penyelenggaraan tugas negara.
Luthans dan Kreitner (dalam Hessel Nogi 2005:16) berpendapat bahwa ada beberapa
karakteristik budaya organisasi yang perlu diketahui dalam mempelajari perilaku yang ada
dalam suatu organisasi publik:
Budaya organisasi pada dasarnya merupakan “apa yang dirasakan, diyakini, dan dijalani”
oleh sebuah organisasi. Bank Amerika misalnya, memiliki budaya organisasi untuk bekerja
secara formal, ketat, bahkan cenderung kaku dalam menjalankan peraturan. Para pegawai di
perusahaan ini harus memakai pakaian yang sangat formal seperti kemeja, dasi, dan jas.
Berbeda dengan perusahaan Texsas Instrumens yang menerapkan budaya organisasi dimana
penggunaan “dasi” merupakan sesuatu yang dihindari saat bekerja, dan mereka cenderung
untuk berbusana secara informal dan casual, seperti T-shirt, kaos, dan sebagian pekerjanya
mengguakan jaket.
Budaya oranisasi akan sangat berbeda dari satu perusahaan dengan perusahaan lain.
Namun, pada intinya apa yang dianut oleh sebuah perusahaan akan menentukan bagaimana
kesuksesan dapat mereka raih. Namun demikian, budaya organisasi berbeda tidak saja antar
perusahaan, namun juga antar bagian di sebuah perusahaan. Bagian pemasaran dan SDM
barang kali memiliki budaya organisasi yang lebih fleksibel dibandingkan dengan bagian
keuangan dan produksi. Oleh karena itu kecenderungan ini ada di setiap organisasi, maka
budaya organisasi merupakan faktor yang akan menentukan bagaimana tujuan dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian di atas, pada bab ini dapat dikemukakan beberapa pokok kesimpulan sebagai
berikut:
• Budaya organisasi tidak muncul dengan sendirinya di kalangan anggota organisasi, tetapi perlu
dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah sekumpulan nilai dan pola
perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama, oleh semua anggota organisasi dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
• Budaya organisasi sangat penting peranannya dalam mendukung terciptanya suatu organisasi atau
perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya organisasi dapat berperan dalam menciptakan
jati diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku
kerja bagi karyawan.
• Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai.
Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki
organisasi. Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya
paling cocok dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.
DAFTAR PUSTAKA
Adam Ibrahim Indrawijaya, Teori, Prilaku dan Budaya Organisasi, Refika Aditama, Bandung, 2010
Ndraha Taliziduhu, Teori Budaya Organisasi, Rineka Cipta, Bandung 2005
Mangkunegara Anwar Prabu, Perilaku Budaya Organisasi, Refika Aditama, Bandung 2005
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-budaya-organisasi-definisi