Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BUDAYA ORGANISASI

Disusun oleh:
Nama: Alwan Muyassar Zhafran
Kelas: H
Npm: 10090317333
Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Manajemen

PERGURUAN TINGGI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG ANGKATAN 2017/2018


DAFTAR ISI

Table of Contents
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...........................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH .....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 BUDAYA .............................................................................................................................
2.2 ORGANISASI ......................................................................................................................
2.3 PENGERTIAN BUDAYA
ORGANISASI...................................................................................................
2.4 FUNGSI BUDAYA
ORGANISASII........................................................................................................
2.5 LANDASAN PENERAPAN BUDAYA
ORGANISASI................................................................................
2.6 TUJUAN PENERAPAN BUDAYA
ORGANISASI...................................................................................
2.7 BUDAYA ORGANISASI SEBAGAI
INPUT............................................................................................
2.8 TINGKATAN
BUDAYA..........................................................................................................................
2.9 POSISI DAN PERAN PELAKU BUDAYA
ORGANISASI.............................................................................
2.10 TEORI BUDAYA ORGANISASI : JARING LABA-
LABA..........................................................................
2.11 KARAKTERISTIK BUDAYA
ORGANISASI..............................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

1.1 Latar Belakang

Organisasi merupakan hal yang tidak mungkin terlepas dari kehidupan bermasyarakat.
Karena dari semenjak lahir secara langsung kita sudah dikenalkan dengan organisasi yaitu
keluarga. Dalam organisasi tersebut tidak mungkin juga terlepas dari ikatan budaya yang
ada dalam organisasi. Ikatan budaya yang tercipta dalam organisasi tersebut dapat tercipta
dan dibentuk oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam organisasi bangsa, bisnis
maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara
berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota
kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman
berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam
organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas
organisasi secara keseluruhan.
Pada era tahun 1970-an, bidang studi budaya organisai telah dikenal di Amerika Serikat
dan Eropa. Salah satu tokoh yang mengenalkan budaya organisasi adalah Edward H. Schien.
Sejak tahun 80-an, disaat sektor swasta mendapatkan kesempatan mengembangkan usaha
di bidang non migas, kebutuhan akan pembudayaan nilai-nilai baru tetang kewirausahaan dan
manajemen baru mulai terasa. Sejak dasawarsa 90-an orang mulai ramai berbicara tentang
pembudayaan nilai-nilai baru, konflik budaya, dan bagaimana mempertahankan budaya.
Di Indonesia, budaya organisasi mulai diperkenalkan pada era 1990-an ketika pada saat
itu banyak dibicarakan perihal konflik budaya, bagaimana mempertahankan budaya
Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Seiring dengan itu baru mulailah budaya
organisasi dimasukan dalam kurikulum berbagai program pembelajaran.
Dalam era globalisasi, perusahaan yang berpusat disuatu Negara dapat beroprasi dinegara
lain, salah satu yang dapat menjaga eksistensi perusahaan secara berkesinambungan dalam
persaingan global adalah dimilikinya budaya yang kuat. Dengan budaya yang kuat,
perusahaan kecil sampai besar dapat memberikan pelayanan dan menghasilkan produk yang
khas atau unik sesuai dengan budaya yang dikembangkan oleh perusahaan yang
bersangkutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Budaya Organisasi ?
2. Apa Fungsi Budaya Organisasi
3. Apa Landasan dan Tujuan penerapan Budaya Organisasi?
4. Apa dan Bagaimana Tingkatan dalam Budaya Organisasi
5. Siapa dan Bagaimana peran dalam Budaya Organisasi
6.
BAB II

2.1 Budaya
Ada beberapa definisi budaya secara umum yang pertama, Vijay Sathe
mendefinisikan budaya sebagai The set of important Assumption (often unstated) Thar
members of a Community share in common. Assumptions meliputi beliefs, yaitu asumsi
dasar tentang dunia dan bagaimana diamati, dan tidak sebagaimana mereka (member of any
Community) katakan, karena yang satu bisa berbeda dengan yang lain. Definisi budaya yang
bersifat umum namun operasional di berikan oleh Edgar H. Schein dalam Organizational
Culture and Leadership (1992): A pattern of shared basic assumptions that the group learned
as it solved its problems of eternal adaptation and internal integration, that has worked well
enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way
to preceive think, and feel in relation to these problems
Shared basic assumption menurut sathe lebih lanjut meliputi (1) share things,
misalnya pakaian seragam, (2) shared sayings, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, (3)
shared doings, misalnya pertemuan, kerja bakti, dan (4) shared feelings, misalnya turut
belasungkawa, dirgahayu, ucapan selamat, dan lain sebagainya.
Geert Hofstede dalam Culture’s Consequences mendefinisikan budaya sebagai
collective programming of the mind, atau collective mental program. Mental programming
terdapat pada tiga level : (1) universal level of mental programming, yaitu sistem biologikal
operasional manusia termasuk perilakunya yang bersifat universal, seperti senyum dan tangis
yang terjadi dimana-mana sepanjang sejarah, (2) collective level of mental programming,
misalnya bahasa, dan (3) individual level of mental programming, misalnya kepentingan.

Budaya memiliki unsur-unsur sebagai berikut:


Unsur-unsur Budaya:
1. Ilmu Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Seni
4. Moral
5. Hukum
6. Adat-istiadat
7. Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat
8. Asumsi dasar
9. Sistem Nilai
10. Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
2.1 Organisasi
Arti Kata Organisasi Secara Etimologis Tubuh atau alat tubuh, aturan, susunan,
perkumpulan dari kelompok tertentu dengan dasar ideologi yang sama.
Arti Kata Organisasi Secara Terminologis, Organisasi adalah kesatuan (Entity) sosial
yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat
diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang relative terus-menerus untuk mencapai suatu
tujuan bersama atau sekelompok tujuan.

Definisi organisasi Menurut Stphen P. Robbins dalam Organization Theory: Structure


Designs and Applications (1990, 4), organisasi adalah a consciously coordinated social entity,
with a relatively identifiable boundary, that functions on a relatively, continous basis to
achieve a common goal or set of goals. Definisi ini mirip definisi organisasi menurut Warren
B. Brown dan Dennis J. Moberg dalam Organization THeory and Managemen : A Macro
Approach (1980,6 ): Organizations are relatively permanent social entities characterized by
goal-oriented behavior. Sepcialization and structure.

James D. Mooney memberikan pengertian Organisasi adalah sebagai bentuk setiap


perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama (Organization is the form of
every human association for the attainment of common purpose).

Chester L. Barnard Organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerjasama dua
orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang sebagian
besar tentang persoalan silaturahmi (Organization is a system of cooperative activities of two
or more person something intangible and impersonal. Largely a matter of relationship).

Dwight Waldo Organisasi adalah sebagai suatu struktur dari kewenangan-kewenangan dan
kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada suatu sistem administrasi
(Organization is the structure of authoritative and habitual personal interrelations in an
administrative system),

Prof Dr. Sondang P. Siagian, organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang
atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu
tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang
yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut dengan bawahan.” dan
masih banyak lagi lainnya.

Organisasi Mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :


Unsur-unsur organisasi
1. Kumpulan orang
2. Kerjasama
3. Tujuan Bersama
4. Sistem Koordinasi
5. Pembagian tugas dan tanggung jawab
6. Sumber daya organisasi
2.3 PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI
Keith Davis dan John W. Newstrom (1989: 60) mengemukakan bahwa
‘organizational culture is The set of Assumption, beliefs, values, Ana norms Thar is shared
among Ita Jember”. Lebih lanjut John R. Schermerhorn dan James G. Hunt (1991: 340)
mengemukakan bahwa “organizational culture is The System of shared beliefs and value
Thar developer within na Organization and guides the behavior of its members..” Sedangkan
Edgar H. Schein (1992: 21) berpendapat bahwa: “An organization’s culture is a pattern of
basi Assumption invented, discovered for developer by a given Group as it learns top copet
with its problem of External adaptation and internal integratif Thar has worked Wells
enough to be considered valid and to be taught to new members as The correct way to
perceive, think and feel in relation to these problems.”

Berdasarkan pendapat itu dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi


adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan
dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk
mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

Menurut Susanto Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman sember
daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke
dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai
yang ada dan bagaimana mereka harus bertingkah laku atau berprilaku.
Menurut Robbins Budaya organisasi adalah suatu system makna bersama yang dianut oelh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan yang lain.
Menurut Gareth R. Jones Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi, suatu system dari makna bersama.
Jadi budaya organisasi itu adalah suatu budaya yang dianut oleh suatu organisasi dan
itu menjadi pembeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di
sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya
dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada
sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.

Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal
organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi
sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan
pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya
terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan
yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan
menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri
sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri
dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut.
Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu
utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam
budaya organisasi.

2.4 FUNGSI BUDAYA ORGANISASI


Fungsi budaya organisasi dapat membantu mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
integrasi koperasi. Hal ini sesuai dengan pendapat John R. Schermerhorn dan James G. Hunt
(1991: 344) bahwa: “The culture of an organization can help it deal with problems of both
esternal adaption and internal integration”.

Permasalahan yang berhubungan dengan adapatasi eksternal dapat dilakukan melalui


pengembangan pemahaman tentang strategi dan misi koperasi, tujuan utama organisasi dan
pengukuran kinerja. Sedangkan permasalahan yang berhubungan dengan integrasi internal
dapat dilakukan antara lain komunikasi, kriteria karyawan, penentuan standar bagi insentif
dan sanksi serta melakukan pengawasan internal organisasi. Adapun fungsi budaya yang
lainnya sebagai berikut:
1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat. Identitas ini terbentuk oleh berbagai
faktor seperti sejarah, kondisi dan posisi geografis, sistem-sistem sosial, politik dan
ekonomi, dan perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat (Charles Hampden-Turner
(1994, 14).
2. Sebagai pengikat suatu masyarakat. Kebersamaan (sharing) adalah faktor pengikat
anggota masyarakat yang kuat.
3. Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggaan, dan sumber daya.
Budaya dapat menghasilkan komoditi ekonomi, misalnya wisata budaya, benda
budaya, produk budaya (kebudayaan).
4. Sebagai kekuatan penggerak dan pengubah. Karena budaya terbentuk melalui proses
belajar-mengajar (learning process) maka budaya itu dinamis, resilient, tidak statis,
tidak kaku.
5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah.
6. Sebagai pola perilaku. Budaya berisi norma tingkah laku dan menggariskan batas-
batas toleransi sosial
7. Sebagai warisan. Budaya disosialisasikan dan di ajarkan kepada generasi berikutnya.
Isu ini dijadikan tema sentral International Conference on Tourism and Heritage
Management di Yogyakart.a
8. Sebagai subtitusi (pengganti) formalisasi. Hal ini dikemukakan oleh Stephen P.
Robbins dalam Organization Theory ( 1990), 443): strong cultures increase behavioral
consistency
9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan. Dilihat dari sudut ini, pembangunan
seharusnya merupakan proses budaya. Teori ini digunakan sebagai dasar pendekatan
institution building dalam pembangunan sebagai perubahan sosial yang berencana.
10. Sebagai proses yang mempersatukan. Melalui proses value sharing masyarakat
dipersatukan.
11. Sebagai produk proses usaha mencapai tujuan bersama dan sejarah yang sama
12. Sebagai program mental sebuah masyarakat
2.5 Landasan penerapan Budaya Organisasi
Pelaksanaan perusahaan di indonesia sangat memprihatinkan karena masih banyak
pimpinan dan manajer yang melupakan moral. Tampaknya, mereka terpengaruh oleh budaya
barat yang kapitalis, mereka lupa bahwa bekerja itu beribadah dan tanggung jawabnya tidak
hanya di dunia saja, tetapi di akhirat nanti. Begitu pula banyak pimpinan dan manajer yang
hanya memperalat karyawan dan mereka memperkaya dirinya sendiri. Tepatlah apa yang di
kemukakan oleh Herman Soewardi (1995: 128) bahwa :”Manusia yang melupakan Tuhannya
akan menjadi manusia pelayan hawa nafsunya, sedangkan menurut ajaran Islam, hawa nafsu
manusia harus di kendalikan”. Sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW bahwa: “ orang
dilarang berlebih-lebihan”. Begitu pula dalam AL Qur’an ( At-Taubah: 41 dan 111)
dikemukakan bahwa: “Fungsi harta hanya sebagai alat saja dalam beribadah atau bekal untuk
beribadah”.
Berdasarkan pendapat Herman Soewardi dan ajaran Al Qur’an maupun A Hadist
tersebut, jelas lah bahwa budaya organisasi berlandaskan kepada moral.
2.6 Tujuan Penerapan Budaya Organisasi
Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam perusahaan
atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan nroma-norma
yang berlaku dalam perusahaan

2.7 Budaya Organisasi sebagai input


Taliziduhu Ndraha (1997: 65) mengemukakan bahwa: “budaya organisasi sebagai input
terdiri dari pendiri organisasi, pemilik organisasi, sumber daya mansuai, pihak yang
berkepentingan dan masyarakat”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat di uraikan bahwa
budaya organisasi sebagai input adalah sebagai berikut :
1) Pendiri Organisasi
Pendiri organisasi sangat mewarnai budaya organisasi, yaitu bagaimana visi mereka
terhadap organisasi yang telah didirikan sangat berpengaruh pada iklim organisasi
perusahaan. Para pendiri organisasi yang memiliki visi dan aksi sangat penting dalam
memantapkan budaya organisasi yang konsisten dan sesuai dengan kondisi lingkungan
internal. Hal ini sejalan dengan pendapat Andy Kirana (1997: 570) yang menyatakan
sebagai berikut:
“Tidak ada visi, manusia lenyap. Oleh karena itu, pemimpin harus mampu
menyumbangkan wawasan yang jauh ke depan untuk mengantarkan perusahaanya kepada
tahap-tahap kemajuan sesuai perubahan zaman dan dinamika lingkungannya”.
Begitu pula Hammel dan Prahaland (1994: 17) mengemukakan bahwa “ menetapkan
visi saja sebenernya tidak cukup, karena visi merupakan seuatu hal yang abstrak. Oleh
karena itu, perlu melakukannya.”

Berdasarkan pendapat para ahli, pendiri organisasi atau perusahaan perlu merumuskan
dan memiliki visi yang jelas terhadap organisasi atau perusahaan yang didirikan mereka
2) Pemilik Organisasi
Pemilik organisasi harus mampu mematuhi sistem nilai dan norma-norma yang berlaku
dalam organisasi. Konsistensi dalam mematuhi sistem nilai dan norma-norma yang berlaku
tersebut akan menjadikan organisasi memiliki sistem nilai
Pelaksanaan operasional kegiatan usaha, pimpinan mengakat karyawan (manajer dan staf)
dan mereka bertanggung jawab kepada pemilik (pemegang saham), Oleh karena itu, seluruh
individu dalam organisasi berkewajiban mematuhi seperangkat sistem nilai dan norma-norma
yang berlaku di dalam organisasi, serta sistem nilai tersebut dijadikan pedoman dalam
bertingkah laku di organisasi
3) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia organisasi terdiri dari 2 sumber yaitu internal organisasi dan
eksternal organisasi. Sumberdaya manusia internal organisasi adalah pimpinan, manajer, dan
karyawan; sedangkan yang bersangkutan yang ikut andil dalam pembinaan pengembangan.
Mereka adalah konsultan perusahaan
4) Pihak yang Berkepentingan
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi, selain pimpinan, manajer,
karyawan adalah pihak pemerintah, bank-bank dan mitra usaha.

5) Masyarakat
Masyarakat sebagai pelanggan merupakan sumber nilai yang dapat menyumbangkan
budaya sebagai input melalui berbagai media massa dengan menggunakan teknologi
informasi. Hubungan timbal balik antara organisasi dengan masyarakat dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi kepentingan masyarakat maupun roganisasi
yang bersangkutan

2.8 Tingkatan Budaya


Budaya organisasi mempunyai tiga tingkatan yaitu:

1. Artefak(Artifacts)

Pada tingkat ini budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan, misalnya
lingkungan fisik organisasi, teknologi, dan cara berpakaian. Analisis pada tingkat ini cukup rumit
karena mudah diperoleh tetapi sulit ditafsirkan.

2. Nilai (Espoused Values)

Nilai memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artefak. Nilai ini sulit diamati
secara langsung sehingga untuk menyimpulkannya seringkali diperlukan wawancara dengan anggota
organisasi yang mempunyai posisi kunci atau dengan menganalisis kandungan artefak seperti dokumen.
3. Asumsi dasar (basic underlay)
Merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Pada tingkat ini budaya diterima begitu saja,
tidak kasat mata dan tidak disadari. Asumsi ini merupakan reaksi yang bermula dari nilai-nilai yang
didukung. Bila asumsi telah diterima maka kesadaran akan menjadi tersisih. Dengan kata lain perbedaan
antara asumsi dengan nilai artefak terletak pada apakah nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan dan
diterima apa adanya atau tidak.

2.9 Posisi dan Peran Pelaku Budaya


Budaya eksis karena ada pelakunya, yang disebut pelaku budaya. Kebudayaan adalah
fenomena sosial. Orang tidak bisa bertepuk sebelah tangan. “Korupsi” di jalan terjadi, tidak
semata-mata karna polisi lalu lintas itu korup, tetapi lebih-lebih karena kadar tanggung jawab
penggunan jalan umum yang melanggar peraturan lalu lintas, sangat rendah. Sudah barang
tentu, dalam pernyataan di atas birokrasi kepolisian dan dinas perhubungan, belum
dipertimbangkan. Posisi dan peran manusia berkisar antara manusia sebagai objek dengan
manusia sebagai subjek. Sejarah kebudayaan menunjukkan posisi manusia tanpa peran,
sampai pada posisi padat peran bahkan mengendalikan sejarah dunia sebagai berikut:

1. Sebagai mainan. Pada zaman dahulu terjadi perbudakan oleh penguasa sehingga
manusia diperlakukan sebagai mainan.
2. Sebagai alat. Manusia diperlakukan sebagai alat semata-mata. Habis manis, sepah dibuang
3. Sebagai tenaga. Dalam hal ini manusia dianggap sama seperti tenaga.
4. Sebagai tenaga pengolah atau konstruktor dengan menggunakan cara dan alat tertentu.
5. Sebagai pengguna produk orang lain.
6. Sebagai peniru (imitator). Sudah barang tentu, nilai barang tiruan jauh di bawah nilai
barang yang ditiru.
7. Sebagai penemu (inventor, discoverer)
8. Sebagai pembaru (innovator, engineer, designer)
9. Sebagai pencipta atau pemikir
10. Sebagai “pemimpi”, perenung, seorang visionary (yang mempunyai visi tentang masa
depan)

2.10 Teori Budaya Organisasi: Jaring laba-laba

Pacanowsky dan trujillo menggunakan prinsip-prinsip ilmu etnografi dalam


membangun teorinya secara khusus mereka mengadopsi pendekatan simbolik interpretatif
yang dikemukakan clifford Geertz (1973) kedalam model teori mereka. Menurut Geertz
manusia adalah hewan yang tergantung pada jaring kepentingan (people are animals
suspended in nwebs of significanse). Ia menambahkan bahwa manusia membuat sendiri
jaringannya sebagaiman laba-laba yang membangun sendirii sarangnya. Geertz percaya
bahwa budaya organisasi adalah perumpamaan (metafor) laba-laba yang membuat sarang
yang berupa jaring dengan desain atau bentuk yang rumit dan setiap jaring yang dibuat tidak
sama dengan yang lain.
Menurut Pacanowsky dan trujillo jaring-jaring budaya organisasi tidak muncul begitu
saja tetapi dibangun melalui berbagai kegiatan komunikasi. Manusia sebagai anggota
organisasi adalah seperti laba-laba yang tergantung pada jaring yang mereka ciptakan melalui
pekerjaan mereka karyawan dan para menejer serta bersama-sama membuat jaring dalam
organisasi perusahaan mereka. Budaya organisasi terdiri atas simbol simbol bersama yang
mana masing-masing simbol memiliki makna yang unik. Cerita-cerita atau pengalaman yang
disampaikan, berbagai kegiatan acara atau upacara yang digelar semuanya adalah bagian dari
budaya organisasi. Dalam hal ini mereka yang meneliti budaya organisasi harus
mengfokuskan perhatiannya pada makna bersama yang dimiliki para anggota budaya
bersangkutan untuk memahami budaya mereka, dengan kata lain kita harus melihat budaya
dari cara pandang anggota budaya bersangkutan.
Organisasi memiliki kehidupan yang komplek dan beragam, dalam hal ini Richard West dan
ynn H.turner (2007) mengemukakan 3 asumsi dasar yang memandu gagasan Pacanowsky dan
Trujillo dalam mengembangkan teori budaya organisasi.
Anggota organisasi menciptakan dan memelihara rasa bersama terhadap realitas organisasi
yang menghasilkan pengertian yang lebih baik terhadap nilai-nilai organisasi.
Penggunaan dan interpretasi terhadap simbol berperan penting terhadap budaya organisasi.
Berbagai organisasi memiliki budaya yang berbeda dan interpretasi terhadap berbagai
tindakan dalam suatu budaya tertentu berbeda dengan budaya lainya.
Asumsi-asumsi teori jaring laba-laba:
1) Anggota menciptakan dan memelihara rasa bersama realitas organisasi.
Asumsi pertama menunjukkan pentingnya manusia dalam kehidupan organisasi, khususnya
peran individu yang mencakup, antara karyawan, penyelia dan atasan dalam menciptakan dan
mempertahankan realitas mereka. Inti dari asumsi ini adalah adanya nilai-nilai organisasi.
Nilai merupakan standar atau patokan dan prinsip dalam suatu budaya yang memiliki nilai
intrinsik terhadap budaya bersangkutan. Nilai berfungsi memberi tahu anggota organisasi
mengenai apa yang penting dan apa yang tidak penting. Pacanowsky mengemukakan bahwa
nilai berasal dari pengetahuan moral dan orang menunjukkan pengetahuan moralnya melalui
percakapan atau cerita.
Berbagai cerita yang disampaikan dan didengar akan menghasilkan pengertian terhadap nilai-
nilai organisasi. Anggota organisasi saling berbagi dalam proses menemukan nilai-nilai
organisasi. Menjadi anggota organisasi memerlukan partisipasi aktif dalam organisasi. Makna
bebagai simbol tertentu dikomunikasikan baik oleh karyawan maupun pihak menejemen.
Karyawan memberikan kontribusi terhadap pembentukan budaya organisasi. Perilaku mereka
sangat penting dalam menciptakan dan pada akhirnya mempertahankan realitas organisasi.
2) Penggunaan dan interpretasi simbol berperan penting
Asumsi kedua teori budaya organisasi menyatakan bahwa realitas dan budaya suatu
organisasi juga ditentukan sebagian oleh simbol yang merupakan presentasi makna. Anggota
organisasi menciptakan, menggunakan dan menafsirkan simbol setiap hari setiap hari.
Berbagai simbol menjadi hal penting bagi budaya perusahaan. Imbol mencakup komunikasi
verbal dan nonverbal. Sering kali simbol menyampaikan nilai-nilai organisasi. Simbol dapat
menggunakan bentuk slogan yang memiliki makna. Misalnya, beberapa perusahaan memiliki
slogan yang menjadi simbol dari nilai-nilai perusahaan bersangkutan. Seberapa jauh berbagai
simbol atau slogan menjadi efektif bergantung tidak hanya pada media, tetapi juga pada
bagaimana karyawan perusahaan memberlakukan slogan perusahaan. Misalnya perusahaan
arena permainan raksasa Disneyland memiliki slogan THE HAPPIEST PLACE ON EARTH
(tempat paling menyenangkan dibumi). Slogan tersebut tentu akan menjadi terdengar aneh
jika pengunjung melihat para karyawan Disneyland tidak menunjukkan senyuman mereka
kepada pengunjung atau bahkan bersikap tidak ramah.

3) Berbagai organisasi memiliki budaya yang berbeda


Asumsi ketiga mengenai teori budaya organisasi adalah berkenaan dengan perbedaan budaya
antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya. Singkatnya, budaya organisasi
sangatlah beragam diantara berbagai organisasi persepsi terhadap tindakan dan kegiatan
didalam berbagai budaya organisasi sangatlah berbeda sebagai mana keragaman itu sendiri.
West dan turner, dalam hal ini memberikan contoh pada diri seorang karyawan wanita
bernama fran callahan yang bekerja pada perusahaan Grace’s jewelers yang bergerak pada
usaha penjualan perhiasan bagi kalangan remaja wanita.[1]Perusahaan memiliki 26 toko yang
tersebar diberbagai lokasi dan mempekerjakan 150 karyawan. Fran menikmati pekerjaannya
sebagai tenaga penjual disalah satu toko milik perusahaan itu. Fran memiliki atasan yang
ramah dan memberikan cukup perhatian kepada karyawan ia juga menerima gaji dan komisi
yang cukup menarik serta tunjangan kesehatan yang cukup memadai. Selain itu tidak seperti
perusahaan sejenis lainnya, perusahaan dimana fran bekerja tidak mewajibkan karyawanya
untuk memakai seragam, hal tersebut menyebabkan fran betah bekerja disana selama 9 tahun
sampai pemilik saham menjual seluruh sahamnya kepada perusahaan lain, jewelry plus
dengan harga tinggi.
Perubahan kepemilikan perusahaan menyebabkan perubahan pada cara kerja fran. Ia
dianggap sebagai karyawan baru dan harus mengikuti kegiatan oroentasi bagi karyawan baru
ia juga harus menjelaskan mengapa ia ingin bekerja diperusahaan tersebut. fran kini harus
mengenakan seragam dengan sepatu hitam bertumit rendah. Selain itu tunjangan kesehatan
yang diterimanya dikuangi. Perusahaan baru tidak lagi mengandung pengobatan gigi dan
mata, namun diatas semua itu fran mendapatkan atasan yang tidak menyenangkan. Para
karyawan menjulukinya “si bayangan” karena dia selalu berada didekat karyawan untuk
mengawasi pekerjaan mereka. Hal hal tersebut menyebabkan sebagian karyawan tidak tahan
dan mengundurkan diri namun fran tetap bertahan setidaknya sampai ia mendapatkan
pekerjaan baru ditempat lain karena sebagai orang tua tunggal ia harus menghidupi dirinya
dan anaknya yang masih kecil.
Terlepas dari persoalan terebut fran berkesempatan untuk ikut serta pada kegiatan
piknik karyawan keluar kota diaman ia bertemu dan berbincang-bincang denagn sejumlah
karyawan para karyawan lama bercerita mengenai pengalaman mereka dibawah menejemen
lama dan kisah itu didengar dengan antusias oleh karyawan baru. Karyawan lama
menceritakan berbagai cerita masa lalu yang menarik dan lucu yang menimbulkan gerak tawa
diantara mereka. Pertemuan dan perbincangan itu menimbulkan kesan berbeda bagi fran
karena dia mnendapat teman-teman baru dengan siapa ia bisa menceritakan pengalaman masa
lalunya dan ia pun mulai merasa nyaman dengan masa depanya dibawah perusahaan baru.
Walupun ia memiliki bos yang tidak menyenangkan namun fran memutuskan untuk
melakuakn yang terbaik bagi dirinya dan perusahaan itu.
Kisah ini merupakan contoh mengenai perbedaan budaya antara satu organisasi
dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi adalah sesuatu yang dibuat melalaui interaksi
setiap hari didalam organisasi, tidak hanya interaksi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan
yang dilakukan anggota organisasi tetapi juga interaksi yang terkait dengan seluruh jenis
komunikasi baik yang dilakukan didalam organisasi maupun diluar organisasi ataupun yang
bersifat formil maupun non formil.

2.11 Karakteristik Budaya Organisasi


Untuk memberikan pengertian yang lebih mudah, terdapat 10(sepuluh) karakteristik penting
menurut Robbins, yang dapat dipakai sebagai acuan esensial dalam memahami serta mengukur
keberadaan budaya organisasi tersebut, yaitu: (dalam Pabundu Tika 2006:10)

1. Inisiatif Individual

Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau
independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu
tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut
ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi.

2. Toleransi terhadap Tindakan Beresiko

Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk
dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya organisasi dikatakan
baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai untuk dapat bertindak
agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi serta berani mengambil resiko terhadap apa
yang dilakukannya.

3. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas
sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi,
misi dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

4. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi
untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja
dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan Manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan


komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. Perhatian
manajemen terhadap pegawai sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi.

6. KontrolAlat

kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku
dalam suatu organisasi. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas
(atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku
pegawai dalam suatu organisasi.

7. Identitas

Identitas dimaksudkan sejauh mana para pegawai dalam suatu organisasi dapat
mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dan bukan sebagai kelompok kerja
tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan sangat membantu manajemen dalam mencapai
tujuan dan sasaran organisasi.

8. Sistem Imbalan

Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji,
promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan senioritas atau pilih
kasih.

9. Toleransi terhadap Konflik

Sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara
terbuka. Perbedaan pendapat atau kritik merupakan fenomena yang sering terjadi namun bisa
dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai
tujuan suatu organisasi.

10. Pola Komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang-
kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan
dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

Beberapa kultur organisasi dapat dikatakan kuat sedangkan yang lainnya dikatakan lemah.
Menurut Muchlas (2005:534) untuk mengetahui apakah kultur suatu organisasi sudah kuat, ada
beberapa karakteristik yang perlu dinilai yaitu:

1. Kebersamaan

Kebersamaan dapat ditunjukkan dengan besarnya derajat kebersamaa yang


dimiliki oleh para anggota organisasi tentang nilai-nilai inti. Derajat kebersamaan
dipengaruhi oleh faktor orientasi dan penghargaan. Supaya orang-orang tersebut mau
berbagi nilai-nilai kultural yang sama, mereka harus mengetahui apakah nilai- nilai ini.
Banyak organisasi memulai proses ini dengan program orientasi. Para pegawai baru
diberitahu tentang filosofi organisasi dan cara untuk mengoperasikannya. Orientasi ini
berlanjut dalam pekerjaan manakala atasan dan teman sekerja mereka berbagi nilai-
nilai ini melalui kebiasan-kebiasaan, kata-kata, contoh-contoh atau kerja sehari-hari.

Kebersamaan juga dapat dilihat dari keteraturan perilaku anggota-anggota


organisasi yang dapat diamati. Selain iu kebersamaan juga dipengaruhi oleh
penghagaan. Organisasi-organisasi memberikan promosi, pangkat atau jabatan,
pengakuan dan bentuk-bentuk penghargaan yang lain kepada mereka yang setia dengan
nilai-nilai ini.

2. Peran Pemimpin

Pemimpin yang kuat adalah seorang pemimpin yang dapat menetapkan arah organisasi
yang dipimpinnya artinya dapat melahirkan perubahan untuk mencapai tujuan organisasi,
mengarahkan orang-orang untuk menciptakan kesatuan tindakan, dan juga dapat
memotivasi dan memberi inspirasi kepada bawahannya. Sehingga tercipta budaya yang
terbuka dalam organisasi.

3. Intensitas

Derajat intensitas di sini adalah hasil dari struktur penghargaan. Ketika para karyawan
menyadari bahwa mereka akan diberi penghargaan untuk melakukan sesuatu dengan cara
yang ditetapkan organisasi, keinginan mereka untuk melakukannya dengan cara tersebut
akan meningkat. Sebaliknya, ketika mereka tidak diberi penghargaan atau merasa lebih
menguntungkan kalau tidak mengerjakan sesuatu dengan cara yang ditetapkan organisasi,
komitmen mereka terhadap nilai-nilai inti akan menghilang. Meskipun pengakuan dan
penghargaan- penghargaan financial lainnya juga termasuk penting, uang ternyata masih
memegang peranan penting.

Budaya organisasi yang berlaku dalam dunia birokrat, bentuk dan sumber
daya yang ada dalam organisasi pada umumnya sama dengan apa yang ada dalam organisasi
perusahaan dan sosial. Namun berbeda dalam visi, misi dan karakteristik yang dimilikinya. Organisasi
publik atau birokrasi publik tidak berorientasi langsung pada tujuan akumulasi keuntungan, namun
memberikan layanan publik dan menjadi katalisator dalam penyelenggaraan pembangunan maupun
penyelenggaraan tugas negara.
Luthans dan Kreitner (dalam Hessel Nogi 2005:16) berpendapat bahwa ada beberapa
karakteristik budaya organisasi yang perlu diketahui dalam mempelajari perilaku yang ada
dalam suatu organisasi publik:

1. Budaya organisasi merupakan proses belajar (learned).


2. Budaya organisasi merupakan milik bersama kelompok (shared), bukan milik individu.
3. Budaya organisasi diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya
(transgenerational).
4. Budaya organisasi mengekspresikan sesuatu dengan menggunakan simbol (symbolic).
5. Budaya organisasi merupakan suatu pola yang terintegrasi, jadi setiap perubahan akan
mempengaruhi komponen lainnya (patterned).
6. Budaya organisasi terbentuk berdasarkan kemampuan orang untuk beradaptasi
dengannya (adaptive).

2.12 PENTINGNYA BUDAYA ORGANISASI


Budaya organisasi pada dasarnya merupakan nilai-nilai dan norma yang dianut dan
dijalankan oleh sebuah organisasi terkait dengan lingkungan dimana organisasi tersebut
menjalankan kegiatannya. Budaya organisasi penting sekali untuk dipahami karena banyak
pengalaman menunjukkan bahwa ternyata budaya organisasi ini tidak saja berbicara mengenai
bagaimana sebuah organisasi bisnis menjalankan kegiatannya sehari-hari, tetapi juga sangat
mempengaruhi bagimana kinerja yang dicapai oleh sebuah organisasi bisnis. Sebagai contoh,
perusahaan Levis Stauss menganggap bahwa salah satu kesuksesan bisnisnya adalah
disebabkan oleh budaya organisasi yang telah dibangun disebuah bangunan selama kurang lebi
68 tahun. Disebabkan perkembangan bisnis yang pesat, para eksekutif di Levis Stauss berfikir
untuk memindahkan perusahaanya kebangun yang lebih luas dan besar. Apa yang kemudian
terjadi? Setelah mereka pindah ke bangunan 12 lantai, para eksekutif justru menemukan bahwa
para anggota perusahaan tidak menikmati kepindahan kegiaatan di bangunan yang baru, dan
kinerja perusahaan justru menurun. Akhirnya, eksekutif di Levis Stauss memindahkan kembali
kegiatannya ke gedung yang lama. Para anggota perusahaan mengganggap bahwa gedung yang
lama lebih membuat mereka merasa nyaman dalam bekerja, karena kesannya yang informal,
dan dapat melakukan interaksi secara lebih mudah. Ternyata budaya informal yang dibangun
diperusahaan Levis Stauss memegang kunci kesuksesaan bisnisnya.

Budaya organisasi pada dasarnya merupakan “apa yang dirasakan, diyakini, dan dijalani”
oleh sebuah organisasi. Bank Amerika misalnya, memiliki budaya organisasi untuk bekerja
secara formal, ketat, bahkan cenderung kaku dalam menjalankan peraturan. Para pegawai di
perusahaan ini harus memakai pakaian yang sangat formal seperti kemeja, dasi, dan jas.
Berbeda dengan perusahaan Texsas Instrumens yang menerapkan budaya organisasi dimana
penggunaan “dasi” merupakan sesuatu yang dihindari saat bekerja, dan mereka cenderung
untuk berbusana secara informal dan casual, seperti T-shirt, kaos, dan sebagian pekerjanya
mengguakan jaket.
Budaya oranisasi akan sangat berbeda dari satu perusahaan dengan perusahaan lain.
Namun, pada intinya apa yang dianut oleh sebuah perusahaan akan menentukan bagaimana
kesuksesan dapat mereka raih. Namun demikian, budaya organisasi berbeda tidak saja antar
perusahaan, namun juga antar bagian di sebuah perusahaan. Bagian pemasaran dan SDM
barang kali memiliki budaya organisasi yang lebih fleksibel dibandingkan dengan bagian
keuangan dan produksi. Oleh karena itu kecenderungan ini ada di setiap organisasi, maka
budaya organisasi merupakan faktor yang akan menentukan bagaimana tujuan dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian di atas, pada bab ini dapat dikemukakan beberapa pokok kesimpulan sebagai
berikut:

• Budaya organisasi tidak muncul dengan sendirinya di kalangan anggota organisasi, tetapi perlu
dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah sekumpulan nilai dan pola
perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama, oleh semua anggota organisasi dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
• Budaya organisasi sangat penting peranannya dalam mendukung terciptanya suatu organisasi atau
perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya organisasi dapat berperan dalam menciptakan
jati diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan pedoman perilaku
kerja bagi karyawan.
• Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai.
Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki
organisasi. Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya
paling cocok dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.
DAFTAR PUSTAKA

Http://blok.Poltek.Malang ac.id//20090526// Budaya Organisasi

Adam Ibrahim Indrawijaya, Teori, Prilaku dan Budaya Organisasi, Refika Aditama, Bandung, 2010
Ndraha Taliziduhu, Teori Budaya Organisasi, Rineka Cipta, Bandung 2005

Mangkunegara Anwar Prabu, Perilaku Budaya Organisasi, Refika Aditama, Bandung 2005

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-budaya-organisasi-definisi

Torang, Syamsir. 2016. Organisasi & Manajemen. Bandung; ALFABETA.

Anda mungkin juga menyukai