Bab I-3 Ra He
Bab I-3 Ra He
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah :
1. Mempelajari dan memahami shell and tube heat exchanger.
2. Membandingkan sirkulasi aliran searah (co-current) dan aliran
berlawanan arah (counter-current).
3. Mempelajari pengaruh perubahan laju alir air panas dan laju alir air
dingin.
4. Mempelajari efektifitas dari shell and tube heat exchange
5. Menghitung fouling factor
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
LMTD merupakan perbedaan temperatur yang dipukul rata-rata setiap
bagian Heat Exchanger (HE). Karena perbedaan temperatur di setiap
bagian Heat Exchanger tidak sama.
dT
q = −k . A dx ........................................................................... (2.1)
4
b. Perpindahan kalor secara konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor oleh gerakan ruang
fluida dari bagian fluida yang lebih panas ke bagian fluida yang
lebih dingin. Perpindahan kalor secara konveksi terbagi menjadi
konveksi paksa dan konveksi alamiah. Konveksi paksa
berlangsung bila fluida dipaksa mengalir melalui permukaan
padatan menggunakan pompa, fan dan alat mekanik lain. Konveksi
alamiah berlangsung bila fluida bergerak melalui permukaan
padatan karena perbedaan densitas yang dihasilkan oleh perbedaan
temperatur fluida. Persamaan dasar untuk menghitung laju
perpindahan panas konveksi yaitu:
q = h . A . ∆T ............................................................................ (2.2)
Dimana : q = Laju perpindahan panas (W)
5
Immiscible Fluid Exchangers Heat Exchanger
Tipe ini melibatkan dua fluida dari jenis berbeda untuk
dicampurkan sehingga terjadi perpindahan panas yang diinginkan.
Proses yang terjadi kadang tidak akan mempengaruhi fase dari
fluida, namun bisa juga diikuti dengan proses kondensasi maupun
evaporasi. Salah satu penggunaan heat exchanger ini adalah pada
sebuah alat pembangkit listrik tenaga surya berikut.
6
fluida-fluida tersebut. Tipe ini biasa pula disebut dengan
regenerative heat exchanger.
Fluidized
Heat exchanger tipe ini menggunakan sebuah komponen solid yang
berfungsi sebagai penyimpan panas yang berasal dari fluida panas
yang melewatinya. Fluida panas yang melewati bagian ini akan
sedikit terhalang alirannya sehingga kecepatan aliran fluida panas
ini akan menurun, dan panas yang terkandung di dalamnya dapat
lebih efisien diserap oleh padatan tersebut. Selanjutnya fluida
dingin mengalir melalui saluran pipa-pipa yang dialirkan melewati
padatan penyimpan panas tersebut, dan secara bertahap panas yang
terkandung di dalamnya ditransfer ke fluida dingin. Perbedaan
proses pertukaran kalor secara langsung (direct) dan secara tidak
langsung (indirect) dijelaskan dalam gambar berikut:
7
2.2.3 Jenis Aliran Pada Pertukaran Kalor
Berdasarkan alirannya, pertukaran kalor dapat dibedakan menjadi:
(Hartono, 2008)
1. Pertukaran kalor dengan aliran searah (co-current/parallel flow)
Pertukaran jenis ini, kedua fluida (panas dan dingin) masuk pada
sisi yang sama, mengalir dengan arah yang sama dan keluar pada sisi
yang sama pula.
∆T2 − ∆T1 (𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 ) − (𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 )
LMTD = = … … … … (2.3)
∆T2 (𝑇 − 𝑇 )
ln (∆T ) ln ( ℎ,𝑖𝑛 𝑐,𝑖𝑛
)
1 (𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 )
8
Gambar 2.4 Aliran temperatur pada aliran berlawanan arah
9
Gambar 2.5 Heat exchanger pipa rangkap (double pipe)
b. Penukar kalor cangkang dan buluh (shell and tube heat exchanger)
Alat penukar kalor cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel
pipa yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa
mantel (cangkang ). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa,
sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama,
berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada
penunjang pipa yang menempel pada mantel. Untuk meningkatkan
effisiensi pertukaran kalor, biasanya pada alat penukar panas cangkang
dan buluh dipasang sekat (buffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi
aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun
pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan
menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang
dipertukarkan kalornya harus diatur.
10
Gambar 2.6 Heat exchanger cangkang dan buluh
(Shell and Tube Heat Exchanger)
1) Tubes
Pipa yang digunakan dalam heat exchanger bukanlah pipa – pipa
biasa, tetapi pipa-pipa yang khusus dibuat untuk heat exchanger, dibuat
dari berbagai material. Umumnya digunakan pipa berukutran diameter luar
¾ inch atau 1 inch. Tetapi tersedia juga pipa-pipa dengan dengan diameter
luar1/4; 1,75; 1,50 inch. Jenis-jenis tube pitch adalah :
a. Square pitch
b. Triangular pitch
11
c. Square pitch rotated
d. Triangular pitch with cleaning lanes
12
2.4.2 Perhitungan Koefisien Perpindahan Keseluruhan (U)
Q = U . A . ∆TM ...................................................................................(2.6)
Q
U = A .∆T ..........................................................................................(2.7)
M
Dimana :
∆T2 −∆T1
∆TLM = ∆T2 ............................................................................(2.15)
ln
∆T1
13
2.5 Faktor Koreksi Temperatur Rata-rata Logaritmik
Fluida panas dan fluida dingin di dalam penukar kalor, baik searah maupun
berlawanan arah, menghasilkan selisih temperatur yang bervariasi sehingga harus
digunakan selisih suhu rata-rata logaritmik.
∆T2 − ∆T1
∆TLM = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.16)
∆T2
ln (∆T )
1
Jika aliran dalam penukar kalor lebih dari satu kali lewat (multiple pass),
perhitungan selisih suhu rata-rata harus menggunakan persamaan lain yang
bergantung kepada berapa pass aliran di cangkang dan buluh. Aliran fluida lebih
dingin pertama dalam tube, pada penukar kalor 1-2 cangkang dan buluh,
berlawanan arah dengan aliran fluida lebih panas, sedangkan aliran lebih digin
kedua searah dengan aliran fluida yang lebih panas. Selisih suhu rata-rata
logaritmik perlu dikoreksi dengan suatu faktor yang jika dikalikan meghasilkan
selisih suhu yang benar. Faktor koreksi suhu rata-rata dihitung dengan
menghitung terlebih dahulu dua besaran Y dan Z seperti pada persamaan (2.17)
dan (2.18). Faktor koreksinya dibaca pada Gambar 2.4 a dan b.
(𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 )
𝑌= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.17)
(𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 )
(𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡 )
𝑍= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.18)
(𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 )
Keterangan:
Tc,in : suhu aliran lebih dingin masuk (K)
Tc,out : suhu aliran lebih dingin keluar (K)
Th,in : suhu aliran lebih panas masuk (K)
Th,out : suhu aliran lebih panas keluar (K)
14
Gambar 2.7 Diagram Faktor Koreksi Temperatur Rata-rata Logaritmik [Sumber:
Geankoplis, C.J. 1993. “Transport Processes and Separation
Process Principles”. New Jersey: Prentice-Hall International,
Inc]
15
Sehingga:
Q = Ch (Th,in−Th,out) = Cc (Tc,out−Tc,in) ........................................................... (2.20)
Jika Ch > Cc dan fluida lebih digin mengalami perubahan temperatur lebih besar
daripada perubahan temperatur fluida lebih panas, maka Cc sebagai Cmin.
Cc(Th,in−Th,out) Cmaks(Th,in−Th,out)
ε= = .......................................................(2.21)
Cc(Tc,out−Tc,in) Cmin(Tc,out−Tc,in)
Jika luas perpindahan kalor tak terhingga, maka Tc,out = Th,in dan efektivitas
menjadi:
Cc(Th,in−Th,out) Cmaks(Th,in−Th,out)
ε= = ......................................................(2.22)
Cc(Tc,out−Tc,in) Cmin(Th,in−Tc,in)
Cc(Th,in−Th,out) Cmaks(Tc,out−Tc,in)
ε= = ........................................................(2.23)
Cc(Th,in−Tc,in) Cmin(Th,in−Tc,in)
Untuk mengetahui nilai ε, dapat pula dilakukan dengan cara memplot NTU
𝐶
dengan 𝐶 𝑚𝑖𝑛 pada diagram yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5
𝑚𝑎𝑘𝑠
Gambar 2.8 Efektivitas penukar kalor, (a) auntuk aliran berlawanan, (b) untuk
aliran searah [Sumber: Geankoplis, C.J. 1993. “Transport Processes and
Separation Process Principles”. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc]
16
2.8 Kelayakan Alat Penukar Kalor
Suatu alat penukar kalor yang telah dirancang perlu diuji kelayakannya untuk
mengetahui kinerja alat tersebut dalam melakukan proses perpindahan panas.
Untuk menentukan kelayakan suatu alat penukar kalor dapat dilakukan
melalui 2 cara, yaitu (Kern, 1965) :
1. Faktor Fouling (Rd)
Permukaan pemindah kalor pada prakteknya tidaklah bersih. Berbagai
jenis endapan dapat terbentuk pada kedua sisi permukaan tube penukar
kalor. Endapan tersebut akan menambah tahanan terhadap aliran kalor dan
memperkecil koefisien perpindahan kalor keseluruhan U. Produk korosi
juga dapat terbentuk pada permukaan tube dan dapat mengakibatkan
tahanan yang besar.
Jasad renik seperti alga dalam air pendingin di industri-industri
fermentatif, juga dapat menambah tahanan terhadap perpindahan kalor.
Persoalan fouling dapat diperkecil menggunakan inhibitor kimiawi yang
biasanya digunakan juga sebagai bahan untuk meminimalkan korosi,
pengendapan garam dan pertumbuhan alga. Selisih suhu yang besar dapat
mempercepat pembentukan endapan dan jika sedapat mungkin dihindari.
Pengaruh pengendapan terhadap koefisien perpindahan kalor
keseluruhan disertakan dengan menambahkan suku tahanan fouling di sisi
dalam maupun sisi luar (Geankoplis, 1993).
Uc Ud
Rd (2.25)
U c U d
(hio × ho ) (2.26)
Uc =
(hio + ho )
𝑄
UD = (2.27)
A × ∆T
17
dilakukan service sehingga alat penukar kalor perlu dibersihkan dan di
service.
2. Pressure drop
Kelayakan alat penukar kalor baik apabila memiliki pressure drop
untuk gas < 2 psia dan untuk cair sebesar < 10 psia (Kern,1965).
18
BAB III
METODE PERCOBAAN
(Th,out), temperatur air dingin masuk (Tc,in), serta temperatur air dingin keluar
(Tc,out). Dari data yang diperoleh, dapat dihitung kalor yang diperlukan,
koefisien perpindahan kalor, dan efektivitas alat penukar kalor.
19
3.3 Bahan Percobaan
Bahan yang akan digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Air
2. Es batu
20
3.4.2 Tahap Kalibrasi Laju Alir Air Dingin
Gambar 3.2. Diagram Alir Tahap Kalibrasi Laju Alir Air Dingin
Volumetrik
Gambar 3.3. Diagram Alir Tahap Kalibrasi Laju Alir Air Panas
Volumetrik
21
3.4.4 Tahap Operasi
Menyalakan pompa laju alir air dingin dan pompa laju alir
Melakukan air panas
hal yang
sama untuk Mengatur bukaan kerangan laju alir air dingin dan laju alir
variasi 6:9, air panas sesuai dengan variasi yang diberikan.
6:6 dan 9:6
Mematikan pompa laju alir air panas dan pompa laju alir
air dingin
22
3.5 Gambar Alat Operasi
Adapun gambar alat yang digunakan disajikan pada gambar-gambar
berikut :
Keterangan :
1 = Heat Exchanger
2 = Tangki Penampung Air Panas
3 = Tangki Penampung Air Dingin
4 = Flow meter air dingin
5 = flow meter air panas
6 = control
23
Gambar 3.6. Gambar Alat Percobaan (tampak belakang)
Keterangan :
1 = Heat Exchanger
2 = Tangki Penampung Air Panas
3 = Tangki Penampung Air Dingin
7,8 = Kerangan Laju Alir Air Panas
9,10 = Kerangan Laju Alir Air Dingin
11 = Pompa Air Panas
12 = Pompa Air Dingin
24
Gambar 3.6. Alat Percobaan (tampak kiri)
Keterangan :
CO = Kerangan untuk aliran searah
CC = Kerangan untuk aliran berlawanan arah
25
Keterangan Skema gambar 3.6:
1. V-1 = Kerangan pompa hot water
2. V-2 = Flowmeter hot water
3. V-3 = Flowmeter cold water
4. V-04 = Kerangan aliran Co-Current
5. V-05 = Kerangan aliran Co-Current
6. V-06 = Kerangan aliran Counter-Current
7. V-07 = Kerangan aliran Counter-Current
8. V-08 = Kerangan pompa hot water
9. P-01 = Pompa cold water
10. P-02 = Pompa hot water
11. CW TANK = tangki cold water
12. HW TANK = tangki hot water
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
0.500
0.400
0.300
ɛ
CO
0.200
CC
0.100
0.000
"6:9" "6:6" "9:6"
Laju alir (LPM)
Gambar 4.1 Diagram pengaruh arah aliran terhadap efektivitas pada suhu air panas masuk
62o C
27
0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
0.250
ɛ
CO
0.200
0.150 CC
0.100
0.050
0.000
"6:9" "6:6" "9:6"
Laju alir (LPM)
Gambar 4.2 Diagram pengaruh arah aliran terhadap efektivitas pada suhu air panas masuk
72o C
Dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 nilai efektifitas pada aliran Counter
Current lebih besar dibandingkan dengan aliran Co Current.
Hal ini dikarenakan pada aliran berlawanan (counter current), kedua fluida
cair (air panas dan air dingin) masuk kedalam alat penukar panas dengan arah
berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan dan keluar pada sisi yang
berlawanan. Temperatur air dingin yang keluar dari alat penukar panas mendekati
temperatur air panas yang masuk dari alat penukar panas, sehingga fluida panas
dan fluida dingin saling bertukar panas pada titik-titik yang memiliki perbedaan
suhu yang tinggi. Sehingga perpindahan panas yang terjadi pada aliran
berlawanan lebih efektif.
28
4.3 Pengaruh Laju Alir terhadap Kalor dan Koefisien Perpindahan
Keseluruhan
5
4
qCW (kW)
2 62
72
1
0
"6:9" "6:6" "9:6"
laju alir (LPM)
Gambar 4.3 Diagram pengaruh laju alir terhadap laju perpindahan kalor pada arah aliran
searah
4
qCW (kW)
2 62
72
1
0
"6:9" "6:6" "9:6"
laju alir (LPM)
Gambar 4.4 Diagram pengaruh laju alir terhadap laju perpindahan kalor pada arah aliran
searah
29
yang diserap oleh air dingin (Qcw). QCW menunjukan besar kalor yang diterima
oleh fluida dingin.
9000.000
8000.000
7000.000
U (watt/m2 K )
6000.000
5000.000
4000.000 62
3000.000
72
2000.000
1000.000
0.000
"6:9" "6:6" "9:6"
Laju alir (LPM)
Gambar 4.5 Diagram pengaruh laju alir terhadap koefisien perpindahan keseluruhan pada
arah aliran searah
12000.000
10000.000
U (watt/m2 K )
8000.000
6000.000
62
4000.000
72
2000.000
0.000
"6:9" "6:6" "9:6"
laju alir (LPM)
Gambar 4.6 Diagram pengaruh laju alir terhadap koefisien perpindahan keseluruhan pada
arah aliran berlawanan arah
Pada praktikum ini dilakukan dua variasi yaitu variasi laju alir panas, laju alir
dingin dan temperatur yang bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
kalor yang diserap (Qcw), dan koefisien pertukaran kalor keseluruhan (U).
Semakin tinggi laju alir air panas yang melewati alat penukar kalor, maka
semakin besar panas yang diberikan kepada laju alir air dingin. Hal ini
menyebabkan nilai koefisien pertukaran panas keseluruhan (U) semakin
30
meningkat. Peningkatan nilai koefisien pertukaran panas keseluruhan dapat dilihat
pada gambar 4.5 dan 4.6
31
32