Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu proses industri terutama industri kimia Heat Exchanger
merupakan alat yang sangat diperlukan sebagai kendali pada sistem perpindahan
panas yang merupakan faktor yang menentukan operasional suatu pabrik kimia.
Heat exchanger adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas
antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur.
Perpindahan panas berlangsung dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida
yang bertemperatur rendah. Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar
perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien.
Aplikasi dari perpindahan kalor di industri yaitu perminyakan, pangan,
farmasi dan lain-lain. Unit penukar panas adalah suatu alat untuk
memindahkan panas dari suatu fluida ke fluida yang lain (Holman, 1986).
Sebagian besar dari industri-industri yang berkaitan dengan pemrosesan selalu
menggunakan alat ini, karena alat penukar kalor ini mempunyai peran yang
penting dalam suatu proses produksi atau operasi. Alat-alat penukar panas
tersebut antara lain: double pipe, shell and tube, plate-frame, spiral, dll.
Percobaan dalam skala laboratorium ini dimaksudkan agar praktikan lebih
memahami tentang koefisien pertukaran panas, keefektifan, jenis dan berbagai
macam hal yang menyangkut heat exchanger agar ilmu pengetahuan ini dapat
diterapkan pada skala yang lebih besar, yaitu skala industri. Di mana pada
percobaan ini digunakan shell and tube heat exchanger.

1
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah :
1. Mempelajari dan memahami shell and tube heat exchanger.
2. Membandingkan sirkulasi aliran searah (co-current) dan aliran
berlawanan arah (counter-current).
3. Mempelajari pengaruh perubahan laju alir air panas dan laju alir air
dingin.
4. Mempelajari efektifitas dari shell and tube heat exchange
5. Menghitung fouling factor

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Penukar Kalor


Alat penukar kalor merupakan suatu peralatan dimana terjadi perpindahan
panas dari suatu fluida yang temperaturnya lebih tinggi kepada fluida lain yang
temperaturnya lebih rendah. Proses perpindahan panas tersebut dapat terjadi
secara langsung maupun secara tidak langsung maksudnya adalah :
1. Pada alat penukar kalor yang langsung, fluida yang panas akan bercampur
secara langsung dengan fluida dingin (tanpa adanya pemisah) dalam suatu
bejana atau ruangan tertentu.
2. Pada alat penukar kalor yang tidak langsung, fluida panas tidak berhubungan
langsung dengan fluida dingin.jadi proses perpindahan panas itu mempunyai
media perantara, seperti pipa,plat atau peralatan jenis lainnya.(Buchory, 2004)

2.2 Perpindahan Kalor


Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan temperatur. Kalor
mengalir dari bagian yang bertemperatur lebih tinggi ke bagian yang
bertemperatur lebih rendah. Perpindahan kalor biasanya berlangsung bersamaan
dengan satuan operasi teknik kimia lain, seperti pengeringan, distilasi,
pembakaran, penguapan dan sebagainya. Perpindahan kalor dapat berlangsung
mengikuti satu atau lebih mekanisme perpindahan.
Kemampuan untuk menerima kalor dipengaruhi oleh 3 hal
(Holman,1995):
1. Koefisien overall perpindahan panas (U)
Menyatakan mudah atau tidaknya panas berpindah dari fluida panas ke
fluida dingin dan juga menyatakan aliran panas menyeluruh sebagai
gabungan mekanisme proses konduksi dan konveksi.
2. Luas bidang yang tegak lurus terhadap arah perpindahan panas
Karena luas perpindahan panas tidak konstan, sehingga dalam praktek
dipilih luas perpindahan panas berdasarkan luas dinding bagian luar.
3. Selisih temperatur rata-rata logaritmik (∆T LMTD)

3
LMTD merupakan perbedaan temperatur yang dipukul rata-rata setiap
bagian Heat Exchanger (HE). Karena perbedaan temperatur di setiap
bagian Heat Exchanger tidak sama.

2.2.1 Jenis Perpindahan Kalor Pada Heat Exchanger


Perpindahan kalor yang terjadi pada heat exchanger yaitu perpindahan
secara konveksi, secara konduksi, dan secara konveksi yang ditunjukan oleh
gambar 2.1

Gambar 2.1 Perpindahan kalor pada Heat Exchanger

a. Perpindahan kalor secara konduksi


Konduksi adalah perpindahan kalor dengan cara transfer
energi gerakan antar molekul yang berdekatan. Molekul yang lebih
panas memiliki energi lebih besar dan gerakannya lebih cepat akan
memberikan energinya ke molekul berdekatan yang tingkat
energinya lebih kecil. Perpindahan kalor konduksi satu dimensi
melalui padatan diatur oleh hukum Fourier, yang dalam bentuk
satu dimensi dapat dinyatakan sebagai :

dT
q = −k . A dx ........................................................................... (2.1)

4
b. Perpindahan kalor secara konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor oleh gerakan ruang
fluida dari bagian fluida yang lebih panas ke bagian fluida yang
lebih dingin. Perpindahan kalor secara konveksi terbagi menjadi
konveksi paksa dan konveksi alamiah. Konveksi paksa
berlangsung bila fluida dipaksa mengalir melalui permukaan
padatan menggunakan pompa, fan dan alat mekanik lain. Konveksi
alamiah berlangsung bila fluida bergerak melalui permukaan
padatan karena perbedaan densitas yang dihasilkan oleh perbedaan
temperatur fluida. Persamaan dasar untuk menghitung laju
perpindahan panas konveksi yaitu:

q = h . A . ∆T ............................................................................ (2.2)
Dimana : q = Laju perpindahan panas (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/ m2.°C)

A = Luas permukaan (m2)

∆T = Perbedaan temperatur (°C)

2.2.2 Proses Perpindahan Kalor Pada Heat Exchanger


Pada dasarnya proses alat penukar kalor memindahkan panas
secara langsung ataupun tidak langsung, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Secara kontak langsung
Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui
permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua
fluida. Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase /
penghubung antara kedua fluida. Contoh : aliran steam pada kontak
langsung yaitu 2 zat cair yang immiscible (tidak dapat bercampur),
gas-liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida.
Macam-macam dari heat exchanger tipe ini antara lain adalah:

5
 Immiscible Fluid Exchangers Heat Exchanger
Tipe ini melibatkan dua fluida dari jenis berbeda untuk
dicampurkan sehingga terjadi perpindahan panas yang diinginkan.
Proses yang terjadi kadang tidak akan mempengaruhi fase dari
fluida, namun bisa juga diikuti dengan proses kondensasi maupun
evaporasi. Salah satu penggunaan heat exchanger ini adalah pada
sebuah alat pembangkit listrik tenaga surya berikut.

b.Secara kontak tak langsung


Perpindahan kalor terjadi antara fluida melalui dinding pemisah.
Dalam sistem ini kedua fluida akan mengalir.

Pertukaran panas yang terjadi adalah pertukaran secara tidak


langsung.
Heat exchanger jenis ini masih dibagi menjadi beberapa jenis lagi,
yaitu:
 Direct-Transfer
Pada heat exchanger tipe ini, fluida-fluida kerja mengalir secara
terus-menerus dan saling bertukar panas dari fluida panas ke fluida
yang lebih dingin dengan melewati dinding pemisah. Yang
membedakan heat exchanger tipe ini dengan tipe kontak tak
langsung lainnya adalah aliran fluida-fluida kerja yang terus-
menerus mengalir tanpa terhenti sama sekali. Heat exchanger tipe
ini sering disebut juga dengan heat exchanger recuperator.
 Storage
Heat exchanger tipe ini memindahkan panas dari fluida panas ke
fluida dingin secara intermittent (bertahap) melalui dinding
pemisah. Sehingga pada jenis ini, aliran fluida tidak secara terus-
menerus terjadi, ada proses penyimpanan sesaat sehingga energi
panas lebih lama tersimpan di dinding-dinding pemisah antara

6
fluida-fluida tersebut. Tipe ini biasa pula disebut dengan
regenerative heat exchanger.
 Fluidized
Heat exchanger tipe ini menggunakan sebuah komponen solid yang
berfungsi sebagai penyimpan panas yang berasal dari fluida panas
yang melewatinya. Fluida panas yang melewati bagian ini akan
sedikit terhalang alirannya sehingga kecepatan aliran fluida panas
ini akan menurun, dan panas yang terkandung di dalamnya dapat
lebih efisien diserap oleh padatan tersebut. Selanjutnya fluida
dingin mengalir melalui saluran pipa-pipa yang dialirkan melewati
padatan penyimpan panas tersebut, dan secara bertahap panas yang
terkandung di dalamnya ditransfer ke fluida dingin. Perbedaan
proses pertukaran kalor secara langsung (direct) dan secara tidak
langsung (indirect) dijelaskan dalam gambar berikut:

Gambar 2.2 Perbandingan proses perpindahan kalor


kontak secara langsung dan tak langsung

7
2.2.3 Jenis Aliran Pada Pertukaran Kalor
Berdasarkan alirannya, pertukaran kalor dapat dibedakan menjadi:
(Hartono, 2008)
1. Pertukaran kalor dengan aliran searah (co-current/parallel flow)
Pertukaran jenis ini, kedua fluida (panas dan dingin) masuk pada
sisi yang sama, mengalir dengan arah yang sama dan keluar pada sisi
yang sama pula.
∆T2 − ∆T1 (𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 ) − (𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 )
LMTD = = … … … … (2.3)
∆T2 (𝑇 − 𝑇 )
ln (∆T ) ln ( ℎ,𝑖𝑛 𝑐,𝑖𝑛
)
1 (𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 )

Gambar 2.3 Aliran temperatur dengan aliran searah

2. Pertukaran kalor dengan aliran berlawanan arah (counter flow)


Pertukaran kalor pada sistem ini yaitu kedua fluida (panas dan
dingin) masuk penukar kalor dengan arah berlawanan dan keluar pada
sisi yang berlawanan (Hartono, 2008).
∆T2 − ∆T1 (𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 ) − (𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 )
LMTD = = … … … . . (2.4)
∆T2 (𝑇 − 𝑇 )
ln (∆T ) ln ( ℎ,𝑜𝑢𝑡 𝑐,𝑖𝑛
)
1 (𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 )

8
Gambar 2.4 Aliran temperatur pada aliran berlawanan arah

2.3 Jenis-jenis Heat Exchanger


a. Penukar kalor pipa rangkap (double pipe heat exchanger)
Salah satu jenis penukar kalor adalah susunan pipa ganda. Dalam
jenis penukar kalor dapat digunakan berlawanan arah aliran atau arah
aliran, baik dengan cairan panas atau dingin cairan yang terkandung dalam
ruang annular dan cairan lainnya dalam pipa.
Alat penukar kalor pipa rangkap terdiri dari dua pipa logam standar
yang dikedua ujungnya dilas menjadi satu atau dihubungkan dengan kotak
penyekat. Fluida yang satu mengalir di dalam pipa, sedangkan fluida
kedua mengalir di dalam ruang anulus antara pipa luar dengan pipa dalam.
Alat penukar panas jenis ini dapat digunakan pada laju alir fluida yang
kecil dan tekanan operasi yang tinggi. Sedangkan untuk kapasitas yang
lebih besar digunakan penukar kalor jenis selongsong dan buluh (shell and
tube heat exchanger).

9
Gambar 2.5 Heat exchanger pipa rangkap (double pipe)

b. Penukar kalor cangkang dan buluh (shell and tube heat exchanger)
Alat penukar kalor cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel
pipa yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa
mantel (cangkang ). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa,
sedangkan fluida yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama,
berlawanan, atau bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada
penunjang pipa yang menempel pada mantel. Untuk meningkatkan
effisiensi pertukaran kalor, biasanya pada alat penukar panas cangkang
dan buluh dipasang sekat (buffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi
aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun
pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan
menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang
dipertukarkan kalornya harus diatur.

10
Gambar 2.6 Heat exchanger cangkang dan buluh
(Shell and Tube Heat Exchanger)

Dengan heat exchanger jenis ini dapat diperoleh luas bidang


perpindahan panas yang besar dengan volume alat yang relative lebih
kecil. Untuk pipa bisa dibuat dari berbagai jenis bahan kontruksi,
disesuaikan dengan sifat korosif fluida yang ditangani. Heat exchanger
ini dapat digunakan untuk pemanasan/penguapan dan pendinginan atau
kondensasi segala macam fluida.

1) Tubes
Pipa yang digunakan dalam heat exchanger bukanlah pipa – pipa
biasa, tetapi pipa-pipa yang khusus dibuat untuk heat exchanger, dibuat
dari berbagai material. Umumnya digunakan pipa berukutran diameter luar
¾ inch atau 1 inch. Tetapi tersedia juga pipa-pipa dengan dengan diameter
luar1/4; 1,75; 1,50 inch. Jenis-jenis tube pitch adalah :
a. Square pitch
b. Triangular pitch

11
c. Square pitch rotated
d. Triangular pitch with cleaning lanes

Gambar 2.5. Jenis tube pitch[Sumber: Kern, D. Q. 1985.


“Process Heat Transfer, International Student
Edition”. Tokyo: McGraw-Hill Book Company.]
2) Shell
Biasanya digunakan baja karbon untuk ukuran kecil dapat digunakan
pada standar baja karbon. Untuk ukuran besar dibuat dari pelat yang di
roll atau di- las.
3) Baffle
Dipasang dengan tujuan untuk mengarahkan aliran didalam shell,
sehingga seluruh bagian terkena aliran. Adanya baffle juga memperbesar
dan membuat turbulen aliran sehingga didapatkan koefisien perpindahan
panas yang besar. Luas baffle lebih kurang 75% penampang shell. Spasi
antar baffle tidak lebih dekat dari 1/5 diameter shell, bila terlalu dekat
akan didapat kehilangan tekanan yang besar.

2.4 Perhitungan – Perhitungan yang Digunakan Heat Exchanger


2.4.1 Perhitungan Kalor
Dengan asumsi nilai kapasitas panas spesifik (Cp) fluida dingin dan
panas konstan, tidak ada kehilangan panas pada lingkungan serta
keadaan steady state, maka besarnya kalor yang dipindahkan:
Q = U . A . ∆TM .................................................................................... (2.5)
Dimana:
U : Koefisien perpindahan panas keseluruhan (W/m2 K)
A : Luas perpindahan panas (m2)
ΔTM : Log mean temperature differential (K)

12
2.4.2 Perhitungan Koefisien Perpindahan Keseluruhan (U)

Menghitung Koefisien Pindah Panas Keseluruhan (U)

Q = U . A . ∆TM ...................................................................................(2.6)

Q
U = A .∆T ..........................................................................................(2.7)
M

Dimana :

Q : Laju Alir Kalor (Watt)


A : Luas Permukaan (m2)
U : Koefisien Pindah panas Keseluruhan (W/m2.K)
ΔTLM : Perbedaan Suhu logaritmik (K)

Harga Q dapat dihitung dari :

Kalor yang dilepaskan fluida panas

Q = ṁ . Cp (Th1 − Th2 ) ............................,.....................................(2.8)

Kalor yang diterima fluida dingin

Q = ṁ . Cp (Tco − Tci ) ...................................................................(2.9)

Untuk Aliran Co-Current


T1 = Tho – Tco .............................................................................(2.10)
T2 = Thi – Tci ...............................................................................(2.11)
Untuk Aliran Counter-Current
T1 = Thi – Tco ..............................................................................(2.12)
T2 = Tho – Tci ..............................................................................(2.13)
∆TM = FT . ∆TLM ...........................................................................(2.14)

∆T2 −∆T1
∆TLM = ∆T2 ............................................................................(2.15)
ln
∆T1

13
2.5 Faktor Koreksi Temperatur Rata-rata Logaritmik
Fluida panas dan fluida dingin di dalam penukar kalor, baik searah maupun
berlawanan arah, menghasilkan selisih temperatur yang bervariasi sehingga harus
digunakan selisih suhu rata-rata logaritmik.
∆T2 − ∆T1
∆TLM = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.16)
∆T2
ln (∆T )
1

Jika aliran dalam penukar kalor lebih dari satu kali lewat (multiple pass),
perhitungan selisih suhu rata-rata harus menggunakan persamaan lain yang
bergantung kepada berapa pass aliran di cangkang dan buluh. Aliran fluida lebih
dingin pertama dalam tube, pada penukar kalor 1-2 cangkang dan buluh,
berlawanan arah dengan aliran fluida lebih panas, sedangkan aliran lebih digin
kedua searah dengan aliran fluida yang lebih panas. Selisih suhu rata-rata
logaritmik perlu dikoreksi dengan suatu faktor yang jika dikalikan meghasilkan
selisih suhu yang benar. Faktor koreksi suhu rata-rata dihitung dengan
menghitung terlebih dahulu dua besaran Y dan Z seperti pada persamaan (2.17)
dan (2.18). Faktor koreksinya dibaca pada Gambar 2.4 a dan b.
(𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 )
𝑌= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.17)
(𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 )
(𝑇ℎ,𝑖𝑛 − 𝑇ℎ,𝑜𝑢𝑡 )
𝑍= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.18)
(𝑇𝑐,𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑐,𝑖𝑛 )

Keterangan:
Tc,in : suhu aliran lebih dingin masuk (K)
Tc,out : suhu aliran lebih dingin keluar (K)
Th,in : suhu aliran lebih panas masuk (K)
Th,out : suhu aliran lebih panas keluar (K)

14
Gambar 2.7 Diagram Faktor Koreksi Temperatur Rata-rata Logaritmik [Sumber:
Geankoplis, C.J. 1993. “Transport Processes and Separation
Process Principles”. New Jersey: Prentice-Hall International,
Inc]

Pemilihan jenis penukar kalor direkomendasikan yang menghasilkan faktor


koreksi suhu FT ≥ 0,75. Jika FT < 0,75, maka harus dipilih kembali jenis penukar
kalornya.

2.6 Efektivitas Alat Penukar Kalor


Perhitungan laju perpindahan kalor menggunakan selisih suhu rata-rata
logaritmik dapat dihitung jika suhu keluar sudah diketahui atau dapat dihitung
menggunakan neraca kalor. Luas permukaan selanjutnya dapat dihitung jika nilai
U telah diketahui. Jika suhu kedua aliran keluar tidak diketahui harus digunakan
prosedur iteratif. Cara yang dapat ditempuh adalah menggunakan efektivitas
penukar kalor ε yang tidak memerlukan suhu aliran keluar dari penukar kalor.
Efektivitas penukar kalor didefinisikan sebagai rasio laju perpindahan kalor aktual
terhadap laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin jika digunakan luas
permukaan perpindahan kalor tak berhingga.
Neraca kalor untuk aliran fluida lebih panas (h) dan lebih dingin (c):

q=(ṁ .cp)h (Th,in−Th,out)=(ṁ .cp)c (Tc,out−Tc,in) .............................................. (2.19)


Didefinisikan: (ṁ .cp)h = Ch dan (ṁ .cp)c = Cc

15
Sehingga:
Q = Ch (Th,in−Th,out) = Cc (Tc,out−Tc,in) ........................................................... (2.20)
Jika Ch > Cc dan fluida lebih digin mengalami perubahan temperatur lebih besar
daripada perubahan temperatur fluida lebih panas, maka Cc sebagai Cmin.
Cc(Th,in−Th,out) Cmaks(Th,in−Th,out)
ε= = .......................................................(2.21)
Cc(Tc,out−Tc,in) Cmin(Tc,out−Tc,in)

Jika luas perpindahan kalor tak terhingga, maka Tc,out = Th,in dan efektivitas
menjadi:
Cc(Th,in−Th,out) Cmaks(Th,in−Th,out)
ε= = ......................................................(2.22)
Cc(Tc,out−Tc,in) Cmin(Th,in−Tc,in)

Jika fluida lebih panas yang minimum:

Cc(Th,in−Th,out) Cmaks(Tc,out−Tc,in)
ε= = ........................................................(2.23)
Cc(Th,in−Tc,in) Cmin(Th,in−Tc,in)

Untuk mengetahui nilai ε, dapat pula dilakukan dengan cara memplot NTU
𝐶
dengan 𝐶 𝑚𝑖𝑛 pada diagram yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5
𝑚𝑎𝑘𝑠

Menentukan NTU (number of transfer units):


𝑈𝐴
𝑁𝑇𝑈 = 𝐶 .....................................................................................................(2.24)
𝑚𝑖𝑛

Gambar 2.8 Efektivitas penukar kalor, (a) auntuk aliran berlawanan, (b) untuk
aliran searah [Sumber: Geankoplis, C.J. 1993. “Transport Processes and
Separation Process Principles”. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc]

16
2.8 Kelayakan Alat Penukar Kalor
Suatu alat penukar kalor yang telah dirancang perlu diuji kelayakannya untuk
mengetahui kinerja alat tersebut dalam melakukan proses perpindahan panas.
Untuk menentukan kelayakan suatu alat penukar kalor dapat dilakukan
melalui 2 cara, yaitu (Kern, 1965) :
1. Faktor Fouling (Rd)
Permukaan pemindah kalor pada prakteknya tidaklah bersih. Berbagai
jenis endapan dapat terbentuk pada kedua sisi permukaan tube penukar
kalor. Endapan tersebut akan menambah tahanan terhadap aliran kalor dan
memperkecil koefisien perpindahan kalor keseluruhan U. Produk korosi
juga dapat terbentuk pada permukaan tube dan dapat mengakibatkan
tahanan yang besar.
Jasad renik seperti alga dalam air pendingin di industri-industri
fermentatif, juga dapat menambah tahanan terhadap perpindahan kalor.
Persoalan fouling dapat diperkecil menggunakan inhibitor kimiawi yang
biasanya digunakan juga sebagai bahan untuk meminimalkan korosi,
pengendapan garam dan pertumbuhan alga. Selisih suhu yang besar dapat
mempercepat pembentukan endapan dan jika sedapat mungkin dihindari.
Pengaruh pengendapan terhadap koefisien perpindahan kalor
keseluruhan disertakan dengan menambahkan suku tahanan fouling di sisi
dalam maupun sisi luar (Geankoplis, 1993).

Uc Ud
Rd  (2.25)
U c U d
(hio × ho ) (2.26)
Uc =
(hio + ho )
𝑄
UD = (2.27)
A × ∆T

Semakin besar harga Rd hasil kalkulasi dari harga Rd yang dibutuhkan


makan alat penukar kalor dapat dikatakan layak digunakan apabila telah

17
dilakukan service sehingga alat penukar kalor perlu dibersihkan dan di
service.
2. Pressure drop
Kelayakan alat penukar kalor baik apabila memiliki pressure drop
untuk gas < 2 psia dan untuk cair sebesar < 10 psia (Kern,1965).

18
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Kerangka Percobaan


Percobaan heat exchanger diawali dengan kajian pustaka, yaitu
mempelajari pengertian perpindahan kalor, jenis alat penukar kalor, jenis aliran
fluida di dalam alat penukar kalor, faktor koreksi suhu rata-rata logaritmik, dan
efektivitas perpindahan kalor.

Di dalam percobaan ini digunakan air sebagai bahan untuk dimasukkan


ke dalam heat exchanger, dengan beberapa variasi temperatur dan laju alir
operasi. Pada percobaan ini, hal yang pertama kali dilakukan yaitu mengisi air
ke dalam tangki air panas dan tangki air dingin, kemudian dilakukan kalibrasi
laju alir volumetrik menggunakan gelas kimia 1000 mL.

Langkah berikutnya adalah memulai operasi berdasarkan variasi


temperatur, laju alir, serta arah aliran yang telah ditentukan. Kemudian
mencatat temperatur air panas masuk (Th,in), temperatur air panas keluar

(Th,out), temperatur air dingin masuk (Tc,in), serta temperatur air dingin keluar

(Tc,out). Dari data yang diperoleh, dapat dihitung kalor yang diperlukan,
koefisien perpindahan kalor, dan efektivitas alat penukar kalor.

3.2 Alat Percobaan


Alat yang akan digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Shell and Tube Heat Exchanger
2. Gelas ukur 1000 mL
3. Stopwatch
4. Termometer

19
3.3 Bahan Percobaan
Bahan yang akan digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Air
2. Es batu

3.4 Diagram Alir Percobaan


3.4.1 Tahap Preparasi

Menutup semua kerangan yang berada pada sistem

Mengalirkan air kedalam tangki penampung air panas dan tangki


penampung air dingin

Menghentikan suply air pada saat ketinggian air telah menutupi


konduktor didalam tangki penampung air panas

Menghentikan suply air tawar pada tangki penampung air dingin


saat ketinggian air telah sejajar dengan tinggi air di tangki
penampung air panas

Menghidupkan sistem dengan menghubungkan cord power ke stop


kontak listrik dan lampu indikator power on menyala

Memasukkan Es Batu kedalam tangki penampung air dingin

Mengaktifkan saklar main switch dengan memutar searah jarum


jam

Gambar 3.1. Diagram alir tahap preparasi

20
3.4.2 Tahap Kalibrasi Laju Alir Air Dingin

Menyalakan pompa laju alir air dingin

Mengatur kerangan laju alir sesuai variasi yang diberikan yaitu 6


LPM dan 9 LPM, membuka kerangan CO (Co-Current) untuk
aliran searah

Mengukur volume air keluaran dalam satu menit. Dilakukan secara


triplo.

Mengolah data yang didapat

Gambar 3.2. Diagram Alir Tahap Kalibrasi Laju Alir Air Dingin
Volumetrik

3.4.3 Tahap Kalibrasi Laju Alir Air Panas

Menyalakan pompa laju alir air panas

Mengatur kerangan laju alir sesuai variasi yang diberikan

Mengukur volume air keluaran dalam satu menit. Dilakukan secara


triplo.

Mengolah data yang didapat

Gambar 3.3. Diagram Alir Tahap Kalibrasi Laju Alir Air Panas
Volumetrik

21
3.4.4 Tahap Operasi

Memanaskan heater hingga temperatur air sesuai dengan


temperature yang berada di set point

Menyalakan pompa laju alir air dingin dan pompa laju alir
Melakukan air panas
hal yang
sama untuk Mengatur bukaan kerangan laju alir air dingin dan laju alir
variasi 6:9, air panas sesuai dengan variasi yang diberikan.
6:6 dan 9:6

Mengatur bukaan kerangan sesuai variasi arah aliran.

Mencatat temperatur air panas masuk dan keluar serta


temperatur air dingin masuk dan keluar setiap selang
waktu tertentu hingga keadaan temperatur input air dingin
dan temperatur input air panas steady state.

Menutup seluruh kerangan

Mematikan pompa laju alir air panas dan pompa laju alir
air dingin

Menonaktifkan saklar main switch dengan memutarnya


berlawanan arah jarum jam

Melepaskan cord power dari sumber arus listrik

Gambar 3.4 Diagram Alir Tahap Operasi

22
3.5 Gambar Alat Operasi
Adapun gambar alat yang digunakan disajikan pada gambar-gambar
berikut :

Gambar 3.5. Gambar Alat Percobaan (tampak depan)

Keterangan :
1 = Heat Exchanger
2 = Tangki Penampung Air Panas
3 = Tangki Penampung Air Dingin
4 = Flow meter air dingin
5 = flow meter air panas
6 = control

23
Gambar 3.6. Gambar Alat Percobaan (tampak belakang)

Keterangan :
1 = Heat Exchanger
2 = Tangki Penampung Air Panas
3 = Tangki Penampung Air Dingin
7,8 = Kerangan Laju Alir Air Panas
9,10 = Kerangan Laju Alir Air Dingin
11 = Pompa Air Panas
12 = Pompa Air Dingin

24
Gambar 3.6. Alat Percobaan (tampak kiri)

Keterangan :
CO = Kerangan untuk aliran searah
CC = Kerangan untuk aliran berlawanan arah

3.5 Skema Alat Heat Exchanger


Adapun skema alat yang digunakan disajikan pada gambar berikut:

Gambar 3.7. Skema Alat Heat exchanger

25
Keterangan Skema gambar 3.6:
1. V-1 = Kerangan pompa hot water
2. V-2 = Flowmeter hot water
3. V-3 = Flowmeter cold water
4. V-04 = Kerangan aliran Co-Current
5. V-05 = Kerangan aliran Co-Current
6. V-06 = Kerangan aliran Counter-Current
7. V-07 = Kerangan aliran Counter-Current
8. V-08 = Kerangan pompa hot water
9. P-01 = Pompa cold water
10. P-02 = Pompa hot water
11. CW TANK = tangki cold water
12. HW TANK = tangki hot water

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Heat Exchanger


Pada praktikum ini perpindahan panas pada heat exchanger terjadi secara tidak
langsung, karena fluida panas tidak berhubungan langsung dengan fluida dingin
jadi proses perpindahan panas itu mempunyai media perantara, seperti pipa, plat
atau peralatan jenis lainnya.(Buchory, 2004)
Ditinjau dari mekanisme perpindahan panas yang terjadi heat exchanger yang
digunakan adalah tipe pemanas. Dimana air dingin dialirkan melalui tube
sementara air panas dialirkan melalui shell. Heat exchanger ini adalah jenis 1 shell
pass – 2 tube pass, yang berarti fluida yang mengalir didalam shell memiliki 1
arah aliran sementara fluida yang mengalir dalam tube memiliki 2 arah aliran. Di
dalam shell terdapat buffle yang berfungsi untuk meningkatkan effisiensi
pertukaran kalor. Sebab buffle mampu membuat turbulensi aliran fluida dan
menambah waktu tinggal (residence time),

4.2 Pengaruh Arah Aliran terhadap Efisiensi


Efektivitas penukar kalor didefinisikan sebagai rasio laju perpindahan kalor
aktual (Q aktual) terhadap laju perpindahan kalor maksimum (Q maksimum).
0.600

0.500

0.400

0.300
ɛ

CO
0.200
CC
0.100

0.000
"6:9" "6:6" "9:6"
Laju alir (LPM)

Gambar 4.1 Diagram pengaruh arah aliran terhadap efektivitas pada suhu air panas masuk
62o C

27
0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
0.250
ɛ
CO
0.200
0.150 CC
0.100
0.050
0.000
"6:9" "6:6" "9:6"
Laju alir (LPM)

Gambar 4.2 Diagram pengaruh arah aliran terhadap efektivitas pada suhu air panas masuk
72o C

Dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 nilai efektifitas pada aliran Counter
Current lebih besar dibandingkan dengan aliran Co Current.
Hal ini dikarenakan pada aliran berlawanan (counter current), kedua fluida
cair (air panas dan air dingin) masuk kedalam alat penukar panas dengan arah
berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan dan keluar pada sisi yang
berlawanan. Temperatur air dingin yang keluar dari alat penukar panas mendekati
temperatur air panas yang masuk dari alat penukar panas, sehingga fluida panas
dan fluida dingin saling bertukar panas pada titik-titik yang memiliki perbedaan
suhu yang tinggi. Sehingga perpindahan panas yang terjadi pada aliran
berlawanan lebih efektif.

28
4.3 Pengaruh Laju Alir terhadap Kalor dan Koefisien Perpindahan
Keseluruhan
5

4
qCW (kW)

2 62
72
1

0
"6:9" "6:6" "9:6"
laju alir (LPM)

Gambar 4.3 Diagram pengaruh laju alir terhadap laju perpindahan kalor pada arah aliran
searah

4
qCW (kW)

2 62
72
1

0
"6:9" "6:6" "9:6"
laju alir (LPM)

Gambar 4.4 Diagram pengaruh laju alir terhadap laju perpindahan kalor pada arah aliran
searah

Laju perpindahan kalor dipengaruhi oleh laju perpindahan massa, sesuai


persamaan 2.8. Dimana semakin besar laju perpindahan massa maka semakin
besar pula laju perpindahan kalornya.
Berdasarkan gambar 4.3 dan 4.4 semakin besar rasio laju alir air panas
terhadap laju alir air dingin maka nilai Qcw akan semakin tinggi. Semakin tinggi
laju alir air panas yang melewati alat penukar kalor, maka semakin besar panas

29
yang diserap oleh air dingin (Qcw). QCW menunjukan besar kalor yang diterima
oleh fluida dingin.

9000.000
8000.000
7000.000
U (watt/m2 K )

6000.000
5000.000
4000.000 62
3000.000
72
2000.000
1000.000
0.000
"6:9" "6:6" "9:6"
Laju alir (LPM)

Gambar 4.5 Diagram pengaruh laju alir terhadap koefisien perpindahan keseluruhan pada
arah aliran searah

12000.000

10000.000
U (watt/m2 K )

8000.000

6000.000
62
4000.000
72
2000.000

0.000
"6:9" "6:6" "9:6"
laju alir (LPM)

Gambar 4.6 Diagram pengaruh laju alir terhadap koefisien perpindahan keseluruhan pada
arah aliran berlawanan arah

Pada praktikum ini dilakukan dua variasi yaitu variasi laju alir panas, laju alir
dingin dan temperatur yang bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
kalor yang diserap (Qcw), dan koefisien pertukaran kalor keseluruhan (U).
Semakin tinggi laju alir air panas yang melewati alat penukar kalor, maka
semakin besar panas yang diberikan kepada laju alir air dingin. Hal ini
menyebabkan nilai koefisien pertukaran panas keseluruhan (U) semakin

30
meningkat. Peningkatan nilai koefisien pertukaran panas keseluruhan dapat dilihat
pada gambar 4.5 dan 4.6

4.4 Fouling Factor (Rd) dan Pressure Drop


Salah satu yang mempengaruhi kelayakan sebuah heat exchanger adalah
fouling factor (Rd) dan Pressure drop (Kern,1965) . Akibat adanya fouling factor
ini akan menambah tahanan terhadap aliran kalor dan memperkecil koefisien
perpindahan kalor keseluruhan (U). Fouling factor terjadi akibat adanya
pengendapan kotoran dan karat. Dari hasil perhitungan nilai Rd yang didapat
adalah 0.157 Btu/jam.ft2 oF.
Kelayakan alat penukar kalor juga dipengaruhi dari pressure drop. Alat heat
exchanger dikatakan baik apabila memiliki pressure drop untuk gas < 2 psia dan
untuk cair sebesar < 10 psia (Kern,1965). Dari hasil perhitungan nilai pressure
drop yang didapat adalah 0,0805527 psia

31
32

Anda mungkin juga menyukai