Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(Pajak yang dipungut sehubungan dengan impor dan pembayaran oleh Bendaharawan)
A. Pengertian Umum
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan badan – badan tertentu untuk memungut pajak dari
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
Berdasarkan ketentuan ini yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah :
B. Pemungut Pajak
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah
Pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang bersumber dari APBN dan APBD.
4. Bank Indonesia, Badan Penyesahatan dan Perbankan Nasional, Bulog, PT Telkom,
Pertamina dll yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber APBN
maupun Non APBN
5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan
otomotif yang ditunjuk oleh KPP atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis
premik, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya.
C. Tarif Pajak
1. Atas impor :
1. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor ( API ), sebesar 2,5% dari Nilai
Impor
2. Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari Nilai Impor
3. Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Dirjen Anggaran dan Bendaharawan
Pemerintah serta BUMN/BUMD, sebesar 1,5% dari harga pembelian.
3. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang :
@ Atas penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh badan usaha :
1. Industri Semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ) Pajak Pertambahan
Nilai ( PPN )
2. Industri Rokok sebesar 0,15% dari harga bandrol
3. Industri Kertas sebesar 0,1% dri DPP PPN
4. Industri yang bergerak disektor perhutanan, pertanian dan perikanan atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri sebesar 1,5% dari harga pembelian
5. Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN
6. Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN
@ Atas penjualan hasil produksi pertamina dan badan usaha selain pertamina yang bergerak
dibidang BBM dan Gas kepada penyalur / agen :
1. Premium, Solar, Premix/Super untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dan untuk SPBU
Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan.
2. Minyak tanah, Gas LPG dan Pelumas sebesar 0,3% dari Penjualan.
1.
1. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan
Nilai.
2. Impor untuk sementara waktu yang dimaksudkan untuk diekspor kembali
3. Pembayaran yang jumlahnya dibawah Rp.1.000.000,- dan tidak merupakan
pembayaran yang dipecah-pecah
4. Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, PDAM dan benda-benda pos
5. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor
6. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengamat Sosial (JPS) oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara
7. Impor Kembali ( re impor )
1.
1. Atas impor terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran bea masuk
2. Atas pembelian barang oleh Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah, BUMN
terutang dan dipungut pada setiap dilakukan pembayaran
3. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak di
bidang semen, rokok, kertas, baja, otomotif yang ditunjuk oleh KPP dipungut
pada saat penjualan
4. Atas penjualan hasil produksi oleh pertamina dan badan usaha selain pertamina
yang bergerak di bidang BBM dan Gas harus dilunasi sendiri oleh penyalur, agen
atau pembeli lainnya sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang ( Delivery
Order ) ditebus.
F. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan
1.
1. Atas Impor :
1. SSP disetor oleh Importir ke Bank Devisa ( Impor dilengkapi Laporan Kelengkapan
Pemeriksaan PPh Pasal 22 ), SSP berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak
2. SSP disetor oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai ( Impor tanpa LKP PPh Pasal 22 ), wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan menyetorkan kepada Kantor Pos dan
Bank persepsi sehari setelah dipungut, dan SPT dilaporkan secara mingguan paling
lambat 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak
1.
1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah, memungut dan menyetorkan pada
hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Kantor Pos dan Bank
Persepsi, SSP berlaku sebagai Bukti Pemungutan PPh Pasal 22, SPT paling
lambat 14 hari setelah berakhir masa pajak
2. Badan Usaha Semen, Rokok, Kertas, Baja dan Otomotif, disetor paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya dan SPT paling lambat 20 hari dan menerbitkan
Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
3. Pertamina, Badan usaha Bidang BBM dan Gas, dipungut dengan cara dilunasi
sendiri WP sebelum DO ditebus, SPT paling lambat 20 hari setelah berakhir masa
pajak.
1. Pemda Kabupaten Bungo melakukan kontrak perbaikan jalan dengan PT Andika senilai
Rp. 600.000.000,- :
Perhitungan :
1. PT ABC mengimpor barang dari USA dengan harga US$ 20.000., asuransi yang dibayar
diluar negeri sebesar 5% dari harga dan biaya angkut sebesar 10% dari harga. Bea masuk
tambahan masing-masing 10% dan 20% ( US$1 = 10.000).
Perhitungan :
c. Impor melalui PT XYZ ( punya API ) dengan handling fee 1,5% dri Nilai Impor :
Perhitungan :
https://usdeldi.wordpress.com/2009/05/17/materi-pph-pasal-22-adm-perpajakan/.
Menurut situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang
dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Umumnya penghasilan jenis ini terjadi saat adanya transaksi antara dua pihak. Pihak yang
menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa akan dikenakan PPh pasal 23. Pihak
pemberi penghasilan atau pembeli atau penerima jasa akan memotong dan melaporkan PPh pasal
23 tersebut kepada kantor pajak.
Objek PPh Pasal 23 telah ditambahkan oleh pemerintah hingga menjadi 62 jenis jasa lainnya
seperti yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.
Pembayaran, Pelaporan dan Bukti Potong PPh Pasal 23
Berikut ini ketentuan pembayaran, pelaporan dan bukti potong PPh Pasal 23.
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara membuat ID billing terlebih dahulu,
lalu membayarnya melalui Bank Persepsi (ATM, teller bank, fitur bayar pajak online di
OnlinePajak, dll) yang telah disetujui oleh Kementerian Keuangan. Jatuh tempo pembayaran
adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti
potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak tersebut dan
bukti potong (rangkap ke-2) pada saat melakukan e-Filing pajak PPh 23 di OnlinePajak.
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu
bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online atau efiling gratis di OnlinePajak. Jatuh
tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Jika sebelumnya perhitungan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara
terpisah-pisah, kini ketiga hal tersebut bisa dilakukan dengan satu aplikasi OnlinePajak yang
terintegrasi, mudah, otomatis dan lebih cepat. Baik Anda membuat laporan PPh 23 di
OnlinePajak atau menggunakan file CSV PPh 23 dari aplikasi e-SPT, lalu mengimpornya untuk
efiling pajak gratis di OnlinePajak. Sangat memudahkan akuntan yang ingin menyelesaikan
pelaporan dan pembayarannya tepat waktu.
Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%,
tergantung dari objek PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan objek PPh
Pasal 23 :
1. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
2. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus
2015. Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut:
1. Penilai (appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7. Perancang (design);
8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang
dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan
gas bumi (migas);
11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan hutan;
13. Pengolahan limbah;
14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara dan/atau keagenan;
16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral
Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Mixing film;
20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan
folder;
21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Internet termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV
kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan dan keamanan;
30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian hama;
33. Kebersihan atau cleaning service;
34. Sedot septic tank;
35. Pemeliharaan kolam;
36. Katering atau tata boga;
37. Freight forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
42. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan
dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan parkir;
44. Penyondiran tanah;
45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak
Penghasilan;
54. Pelayanan pelabuhan;
55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan penitipan anak;
57. Pelatihan dan/atau kursus;
58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
4. Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
23.
5. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur
pembelian);
Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah
yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan
faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Lihat penjelasan lebih lanjut di tautan berikut ini mengenai jasa lain objek PPh 23.
Jika Anda kesulitan menghitung dan mengingat besarnya tarif pajak tersebut, gunakan saja
aplikasi OnlinePajak. Di aplikasi ini, tarif-tarif PPh Pasal 23 tersebut dapat dihitung otomatis
dan cepat, tanpa perlu mengingat berapa besar tarifnya. Sehingga laporan PPh Pasal 23 Anda pun
dapat dibuat lebih cepat dan mudah.
Tidak semua pihak dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-pihak tersebut
hanya mereka yang masuk pada kelompok berikut ini:
Badan pemerintah;
Subjek pajak badan dalam negeri;
Penyelenggara kegiatan;
Bentuk Usaha Tetap (BUT);
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
Setelah menghitung PPh Pasal 23 dan membayar pajak, biasanya Anda akan mendapatkan
Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Masukan NTPN tersebut ke
aplikasi OnlinePajak, maka Anda akan mendapatkan bukti potong secara otomatis. Setelah itu,
Anda pun bisa langsung melaporkan SPT PPh Pasal 23 langsung ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) dengan menggunakan fitur e-Filing dari aplikasi OnlinePajak.
Pengecualian PPh 23
https://www.online-pajak.com/id/pph-pajak-penghasilan-pasal-23