Anda di halaman 1dari 27

TINJAUAN PUSTAKA

I. EPILEPSI

1.DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.
Sedang yang dimaksud bangkitan epilepsi ( Epileptic Seizure ) adalah
manifestasi klinis yang disebabkan oleh aktifitas listrik otak yang abnormal
dan berlebihn dari sekelompok neuron.

I. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy
( ILAE ) 1981 terdiri dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis
bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.

1. Bangkiatan parsial / fokal


1.1. Bangkiatan parsial sederhana
1.1.1. Dengan gejala motorik
1.1.2. Dengan gejala somato sensorik
1.1.3. Dengan gejala otonom
1.1.4. Dengan gejala psikis
1.2. Bangkitan parsial kompleks
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gagguan
kesadaran
1.2.2. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran sejak
awal bangkitan
1.3. Bangkkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1. Bangkitan sederhana yang menjadi umum.
1.3.2. Parsial kompleks menjadi umum
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi
umum
2. Bangkitan Umum
2.1. Lena ( Absence )
I.1.1 Tipikal Lena
I.1.2 Atipikal Lena
2.2. Mioklonik
2.3. Klonik
2.4. Tonik
2.5. Tonik – Klonik
2.6. Atonik / astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi

1. Fokal / parsial (localized related)

1.1. Idiopatik ( berhubungan dengan usia awitan )


1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
1
(childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal di daerah oksipital
1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)

1.2. Simtomatik
1.2.1 Epilepsi parsial kontinua yg kronik pd anak – anak (Kojenikow's
Syndrome)
1.2.2 Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alkohol, obat obatan, hiperventilasi, epilepsi refleks,
stimulasi fungsi kortikal tinggi).
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5 Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital

1.3. Kriptogenik

2. Epilepsi umum

2.1. ldiopatik (primer)


2.1.1 Kejang neonatus familial benigna
2.1.2 Kejang neonatus benigna
2.1.3 Kejang epilepsi miokionik pada bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dengan bangkitan tonik-kionik pada saat terjaga
2.1.8 Epilepsi umum idiopatik lain yg tak termasuk salah satu di atas
2.1.9 Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik

2.2. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai peningkatan usia


2.2.1 Sindrom West ( spasme infantile dan spasme salam )
2.2.2 Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3 Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4 Epilepsi lena mioklonik

2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
 Ensefalopati mioklonik dini
 Ensefalopati infantil dini dengan burst suppression
 Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di
atas
2.3.2. Etiologi spesifik:
2.3.2 Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain

3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum

2
3.1. Bangkitan umum dan fokal
3.1.1 Bangkitan neonatal
3.1.2 Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3 Eplepsi dengan gelombang paku (spike wave) kontinyu selama tidur dalam
3.1.4 Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
3.1.5 Epilepsi yang tidak terkiasifikasikan selain yang di atas

3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

4. Sindrom khusus

4.1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu


4.1.1. Kejang demam
4.1.2. Bangkitan kejang/ status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated)
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau
toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik
4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)

II. ETIOLOGI EPILEPSI


Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam 3 ( tiga ) kategori, yaitu :
1. Idiopatik : tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit
neurologik. Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan
umumnya berhubungan dengan usia
2. Kriptogenik : dianggap simtomatik terapi penyebabnya belum
diketahui.
3. Simtomatik : bangkiatan epilepsi disebabkan oleh kelainan / lesi
struktural pada otak, misalnya ; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan
kongenital, lesi desak ruang , gangguan peredaran darah otak, toksik
( alkohol, obat ) , metabolik kelainan neurodegeratif.

III. Diagnosis

Pedoman umum

Ada 3 ( tiga ) langkah menuju diagnosis epilepsi, yaitu :

1. Langkah petama : memastika apakah kejadian yang bersifat


paroksismal merupakan bangkitan epilepsi
2. Langkah kedua : apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka
tentukanlah bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana.
3. Langkah ketiga : tentukan etiologi, tentukan sindrom epilepsi apa
yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang
diderita oleh pasien.

Pemerikasaan fisik umum dan neurologik

3
Pemeriksaan fisik umum

Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda –


tanda dari gangguan yang berhubungan denagn epilepsi, seperti trauma
kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol
atau obat terlarang, kelainan pada kulit ( neurofakomatosis ), kanker, dan
defisit neurologi fokal tau difus.

Pemeriksaan neurologi

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat tergantung dari


interval antara saat dilakukan pemeriksaan dengan bangkitan terakhir.

o Jika dilakukan dalam beberapa menit atau jam setelah bangkitan


maka akan tampak tanda pasca-iktal terutama tanda fokal seperti
Todd’s paresis, transient aphasic symptoms, yang tidak jarang
dapat menjadi petunjuk lokalisasi.

o Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir


berlalu, sasaran utama adalah untuk menentukan apakah ada tanda
– tanda disfungsi sitem saraf permanen ( epilepsi simtomatik ) dan
walaupun jarang, apakah ada tanda- tanda peningkatan tekanan
intrakranial.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan apabila keadaan


memungkinkan. Pemeriksaan ini mencakup :

o Pemeriksaan Electro Encephalo Graphy ( EEG )

Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna


pada dugaan suatu bangkitan. Pemeriksaan EEG akan
membantu menunjang diagnosis dan membantu penentuan jenis
bangkitan maupun sindrom epilepsi. Pada keadaan tertentu
dapat membantu menentukan prognosis dan penentuan perlu /
tidaknya pengobatan dengan AED.

Pemeriksaan pencitraan Otak ( Brain Imaging )

o Pemeriksaan CT Scan dan MRI meningkatkan kemampuan kita


dalam mendeteksi lesi epileptogenik di otak.dengan MRI
beresolusi tinggi berbagai macam lesi patologik dapat
terdiagnosis secara non-invasif, misalnya mesial temporal
sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosis, DNET (
Dysembriplastic Neuroepithelial tumor ). Ditemukannya lesi
-lesi ini menambah pilihan terapi pada epilepsi yang refrakter

4
terhadap OAE. Functional brain imaging seperti Positron
Emission Tomography ( PET ), Single Photton Emission
Computed Tomography ( SPECT ) dan Magnetic Resonance
Spectroscopy ( MRS ), bermanfaat dalam menyediakan
informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik
dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan
bangkitan.

Pemeriksaan laboratorium

o Pemeriksaan hematologik

Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, lekosit, hematokrit,


trombosit, apusan darah tepi, elektriolit ( natrium, kalium,
kalsium, magnesium ), kadar gula, fungsi hati, ureum,
keatinin ). Pemeriksaan ini dilakukan pada awal pengobatan,
beberapa bulan kemudian, diulang bila timbul gejala klinik, dan
rutin setiap bulan sekali.

o Pemeriksaan kadar OAE

Pemeriksan ini dilakukan untuk melihat target level setelah


tercapai steady state, pada saat bangkkitan terkontrol baik,
tanpa gejala toksik. Pemeriksaan ini diulang setiap tahun, untuk
memonitor kepatuhan pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula
bila bangkitan timbul kembali, atau bila terdapat gejala
toksisitas, bila dikombinasikan dengan obat lain,atau saat
melepas kombinasi dengan obat lain, bila terdapat perubahan
fisiologi pada tubuh penyandang (klehamilan, luka bakar,
gangguan fungsi ginjal ).

Tabel 2. Contoh beberapa sindrom Epilepsi

Epilepsi lobus Epilepsi lobus Epilepsi lobus Epilepsi lobus


temporalis frontalis parietalis oksipitalis

Karakteristik - Parsial sederhana - Sederhana - Parsial sederhana - Parsial


bangkitan sederhana
- Parsial komplek - Kompleks - Umum sekunder
- Umum sekunder
- Umum sekunder - Umum sekunder

- atau kombinasi - atau kombinasi

Riwayat Kejang demam/


penyakit kejang dalam
keluarga +

5
Gangguan +/ -
memori

Awitan Masa kanak atau


dewasa muda

Manifestasi - Bersifat cluster - Beberapa kali - dapat terlokalisir


bangkitan sehari atau menyebar
secara jacksonal
- Umumnya saat
tidur

- Berlangsung
singkat

Parsial sederhana : - Manifestasi - Kadang ada - Umumnya


motorik berbentuk sensari visual
- Gejala otonomik tonik atau postural intraabdominal
( gangguan epigastrik - Negative :
) dan atau psikik - Otomatisme - Umumnya skotoma,
gestural kompleks sensorik dengan hemianopsia,
- Fenomena sensorik yang sering terjadi fenomena positive amourosis
tertentu olfaktori atau saat awitan ( rasa geli, rasa
auditori termasuk kesetrum ) - Positif :
ilusi - Sering percikan atau
mengalami - Rasa nyeri kilatan yang
Parsial komplek : terjatuh jika “ tebakar superfisial tampak
discharges atau halusinasi dilapangan
- Seringkali berawal
bilateral “ pandang
dengan berhentinya - Ada keinginan kontralateral tau
aktivitas motorik untuk menyebar
yang diikuti menggerakkan
otomatisme, bagian – bagiab
oroalimentary dan tubuh ( tangn,
otomatisme lainnya lengan atau
wajah )
- Durasi > 1 mnt
- Tonus otot dapat
- Pulih secara
hilang
bertahap
- Fenomena
negative : karamp
– kramp, rasa
sebaguan tubuhnya
hilang
( asomatognosia )

- Vertigo berat atau


disorientasi ruang

Post ictal -(+) - ( - ) atau minimal


confusion
- Amnesia

Metabolik PET :
imaging
6
Hipometabolisme

Gambaran EEG - Dapat normal - Dapat normal - Abnormal - Fokal spke atau
epileptiform spike and waves
- Asimetris ringan - Asimetris
sampai jelas -Bilateral
dibanding aktivitas - Frontal soike
dasar atau sharp waves
atau slow waves
- Spike, sharp waves
dan atau slow waves - Unilateral atau
bilateral
- Unilateral atau
bilateral

- Sinkron atau
asinkron

Jenis – jenis Amygdalohipocampal - Supplementary


bagkitan ( Mesiobasal limbic motor seizures
or Rhinencephalic )
seizure - Cingulate

- Anterior
frontopolar region

- Orbitofrontal

- dorsolateral

- Opercular

- Motor cortec

Kojewnikow’s
syndrome

EPILEPSI LOBUS TEMPORALIS

DEFINISI

Kejang berulang tanpa profokasi yang berasal dari medial atau lateral lobus
temporal biasanya berupa kejang parsial sederhana tanpa gangguan kesadaran, dengan
atau tanpa aura dan dapat berupa kejang parsial komplek dengan gangguan kesadaran
( ILAE 1985 )

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya akibat perbedaan


potensial listrik pada membrane pre dan post sianapnya.Potensial listrik tersebut

7
kemudian diteruskan ke dendrit dan disalurkan melalui akson yang bersinap dengan
dendrit neuron lain dan seterusnya. Pada epilepsi terdapat gangguan dalam aliran listrik
ini, diamana sering kali terjadi perbedaan – perbedaan potensial listrik yang
menyebabkan dilepaskannya muatan listrik patologis yang menyebabkan kejang,
gangguan modalitas emosi dan sebagainya. Pada suatu penelitian dikatakan bahwa
pelepasan muatan listrik pada neuron berhubungan dengan asetilkolin tertentu, sehingga
pada epilepsi diperkirakan berhubungan dengan pelepasan dan penimbunan asetilkolin
yang tidak normal. Episode kejang terjadi secara berkala dimana jumlah asetilkolin
setempat harus mencapai jumlah tertentu agar dapat memicu neuron untuk melepaskan
muatan listriknya.

Pada epilepsi lobus temporalis juga sering didapatkan sklerosi pada daerah
hipokampus. Sklerosis ini akan menyebabkan kematian sel daerah hipokampus pada
region CA1, CA3 dan hilus dentatus

Penyebab lain yang sering dikaitkan denga lobus temporalis ini adalah :

Post infeksi SSP ( ensefalitis herpes simpleks dan meningitis bakteri ).

Trauma kepala yang menimbulkan ensefalomalasia dan sikatrik korteks

Glioma

AVM

Hamatoma

Genetik

Kejang demam kompleks

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Anamnesis :

Aura dijumpai pada 80 % penderita ELT. Aura yang timbul dapat berupa gejala
penciuman, ilusi, rasa pusing, halusinasi penglihatan dan halusinasi pendengaran.
Kadang ditemukan adanya distorsi menilai ukuran benda dan jarak penderita terhadap
objek. Fenomena psikis yang dapat timbul adalah dejavu, depersonalisasi dan derealisasi.
Juga dapat disertai dengan perasaan cemas dan takut. Adanya kehilangan kesadaran
8
selama fase epileptic ini berlangsung, dimana terjadi suatu kejadian yang disebut
fenomena iktal. Fenomena iktal dapat berupa serangan automatisme, dimana penderita
melakukan gerakan yang nampaknya bertujuan, tetapi dilakukan dalam keadaan tidak
sadar. Adanya gerakan tangan yang meraba - raba, nafas yang menjadi cepat , gerakan
memindahkan barang, dan sebagainya yang semuanya dilakukan dengan tidak sadar.
Mioklonia kadang ditemukan kadang tidak. Selain itu juga dapat ditemukan perangai
emosional afektif antara lain penderita dapat menagis, tertawa, marah dan sebagainya
secara tidak sadar selama episode ini berlangsung.

Episode ini biasanya berlangsung selama 30 detik samapai 5 menit.

Pemeriksaan fisik

 Penderita menjadi diam

 Mata melebar, pupil dilatasi

 Otomatisasi gerak bibir, gerakan mengecap, mengunyah atau menelan


berulang.

 Postur distonik unilateral tungkai

Pemeriksaan radiologi

MRI : dijumpai atropi hipokampus pada 87 % penderita

Pemeriksaan EEG :

Gelombang paku dan gelombang tajam yang diikuti gelombang lambat pada
region temporal anterior ( F7/ F8, dan T3 / T4 ) atau regio temporal basal F9/ F10 dan
T9/ T10 )

Diagnosis banding

Epilepsi lobus frontal

Narkolepsi

Penatalaksanaan :

9
1. Lini pertama : Carbamazepin, Lamotrigin, Leviracetam, Okscarbamazepin,
Sodium Valproat. Carbamazepin dosis awal 5 mg/ kgBB/ hari PO. Kemudian
dilanjutkan dengan dosis rumatan 15 - 20 mg/ kgBB/ hari PO atau Phenytoin
dosis awal 5 – 7 mg/ kgBB/ hari

2. Lini Kedua : Clobazam, Gabapentin, Topiramat

3. Lini Ketiga : Esilkarbamazepin asetat, Lakosamid, fenobarbital, fenitoin,


Fenobarbital, Pregabalin, Tiagabin, Vigabatrin, Zonisamid

4. Bila tidak ada respon dapat dilakukan lobektomi temporal anterior.

Sebuah penelitian dengan random trial saat ini oleh Wiebe dkk
menunjukkan keunggulan temporal lobectomy sebagai pengobtan medis yang
bekelanjutan atau terus – menerus, dengan sekitar 60 % bebas kejang
dibandingkan 8 % dengan pengobatan anti epilepsy secara terus menerus

Prognosis

Penderita ELT cenderung mengalami kematian mendadak 50x lebih tinggi daripada
populasi normal

Jika selama 2 tahun tidak mengalami kejang kembali dapat dikatakan memiliki prognosis
yang baik

Penderita dapat mengalami gangguan bicara dan deficit fungsi memori

10
PRESENTASI KASUS POLI

EPILEPSI LOBUS TEMPORALIS

Dengan Manifestasi Klinis Bangkitan Epilepsi Parsial Komplek Menjadi Umum


Sekunder

Oleh : Meyvita Silviana

Moderator : dr. Dani Rahmawati, SpS(K)

I. Identitas penderita
Nama : Nn.DW
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kawin / tidak Kawin : Belum Menikah
Pendidikan : Tidak tamat SD
Alamat : Ds Jagan Rt 02/Rw 01,Kel Sukorejo, Kec.
Margorejo, Pati
Tanggal periksa : 05 Jan 2017
No CM : C559560
II. Daftar Masalah

11
No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Non Tanggal
Aktif
1 Kejang 3 10 Des 2014
2 Kejang parsial 17 Nov 2016
komplek menjadi
general tonik
klonik3
3 Epilepsi lobus 5 Jan 2017
temporal

III. Data Subyektif

Anamnesis ( Auto dan Alloanamnesis)

1. Riwayat Penyakit sekarang


Keluhan Utama : kejang
Lokasi : wajah kiri diikuti tangan kanan lalu seluruh tubuh
Onset : Sejak ± 3 tahun yang lalu
Kualitas : kejang seluruh tubuh kaku lalu kelojotan dan saat kejang
tidak sadar
Kuantitas : ADL mandiri di luar kejang

Kronologis :
± sejak 3 tahun yang lalu os pertama kali kejang, kejang hampir setiap hari sebanyak 1
kali, kejang sebelumnya diawali dengan rasa mual seperti akan muntah, cemas disangkal,
gerakan meremas-remas atau mengecap-ngecap disangkal, sebelum kejang pasien sadar.
Bentuk kejang selalu diawali dengan wajah kiri bergerak-gerak sendiri, mata melirik ke
kiri kemudian tangan kanan kaku dan terangkat ke atas, diikuti kaki kanan bergerak-
gerak lalu 10-15 detik kemudian tidak lama anggota gerak sisi kiri juga mengikuti
gerakan kaku lalu seluruh tubuh kelonjotan. Saat awal kejang os tidak sadarkan diri
hingga kejang berakhir os lalu tertidur dan merasa lemas setelah terbangun, lemah
anggota gerak setelah kejang disangkal. Kejang berlangsung 2-3 menit.

Selama ini os sudah berobat ke spesialis saraf dan mendaptkan terapi phenitoin 1 x 200
mg, namun sampai saat ini kejang masih kambuh – kambuhan, kemudian os periksa ke
RSDK pada bulan Nov 2015, setelah dilakukan pemeriksaan EEG ulang dan diberi
tambahan terapi depakote 250 2x1 kejang menjadi lebih jarang(2-3 kali per tahun).
Kemudian os kembali kontrol di daerahnya, akan tetapi 2 bulan ini kejang kembali

12
sering(2-3 kali perbulan) dengan pola yang sama, kejang berulang di waktu saat akan
haid sehingga os kembali kontrol ke RSDK.

Faktor memperberat :(-)

Faktor memperingan :(-)

Gejala Penyerta :(-)

2. Riwayat Penyakit dahulu :


- Riwayat Prenatal Care
o Periksa kehamilan di bidan,kehamilan dikatakan normal
o Riwayat ibu penyakit kehamilan disangkal
o Riwayat trauma lahir disangkal
o Riwayat perdarahan disangkal
o Riwayat Demam saat hamil disangkal
o Riwayat makan makanan mentah saat hamil diakui

 Riwayat Antenatal Care : Bayi lahir dengan berat 3,2 kg, lahir langsung
menangis, dibantu bidan, tidak ada sesak, Riwayat trauma kepala disangkal
 Riwayat Postnatl Care : Saat bayi tidak ada riwayat sakit kuning, atau
kebiruan.
- Riwayat kejang demam diakui
- Sering kejang mulai usia 8 bulan dan balita, setiap kejang diawali demam,
kejang biasanya berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam, sebelum dan
sesudah kejang anak sadar, saat kejang tidak sadar, durasi kejang kurang
lebih 5 menit, kejang berupa kaku seluruh tubuh.
 Riwayat tumbuh kembang
Perkembangan
Motorik Kasar
Duduk 3 bulan
Berdiri 9 bulan
Berjalan 12 bulan
Motorik halus
Memegang icik-icik 4 bulan
Mencoret-coret ibu tidak ingat
Bahasa
Tertawa ibu tidak ingat
Bapak/Ibu spesifik ibu tidak ingat
2 kata 2,5 tahun
6 kata 3 tahun
Personal Sosial
Tersenyum spontan 4 bulan
Tepuk tangan 1,5 tahun
Main bola berdua ibu tidak ingat

13
Memakai baju 3,5 tahun
Gosok gigi sendiri 6 tahun
Saat ini anak tidak tamat SD, masih bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
anak sebaya, orang tua dan tetangga.
Kesan : Riwayat keterlambatan perkembangan sektor bahasan dan personal
sosial, tidak ada kesan regresi perkembangan. Curiga retardasi mental.

3. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

Ayah
Ibu

Kakak ekonomi
4. Riwayat Sosial :
pasie
Os adalahlaki2
seorang ibu rumahn tangga, suami pekerja swasta,memiliki dua org
anak, laki2 umur 20 tahun, dan wanita usia 16 th, sumber pembiayaan Jamkeskot, kesan
sosial ekonomi kurang

IV. Data obyektif


1. Status Praesens
Keadaan Umum : Compos mentis, status gizi baik
Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15
Tekanan darah : 110/ 80 mmHg
Nadi : 80 x /menit
Pernafasan : 16 x / menit
Suhu : 36,6 C
Tinggi Badan : 158 cm, Berat Badan 67 kg
BMI : 26,90 (Overweight)
Kepala : mesosefal
Leher : simetris, kaku kuduk ( - ), pembesaran limfonodi ( - )
Dada :
- Jantung : Suara Jantung I – II murni, bising ( - )
- Paru : Simetris, suara dasar bronchial, ronchi ( - ), wheezing ( - )
Perut : Datar, supel, nyeri tekan ( - ), Hepar/ Lien tak teraba
Ekstremitas : edema ( - ), capillary refill < 2 detik
2. Status Psikikus :
Cara berpikir : realistis
Perasaan hati : hipothym
Tingkah laku : aktif
Ingatan : baik
Kecerdasan : menurun
3. Status Neurologi :
A. Kepala
Bentuk : mesosefal
Nyeri tekan :(-)
Simetris : simetris
Pulsasi :(-)
Mata ( Pupil ) : bentuk bulat isokor, ukuran 3mm/ 3 mm
14
Reflek cahaya :+N/+N
Reflek konsensual : + / +
Reflek Konvergensi : + / +
B. Leher :
Sikap : tegak, lurus
Pergerakan : bebas
Kaku kuduk :(-)
C. Nervi Kranialis : dalam batas normal
D. Motorik Superior Inferior
Pergerakan : +/+ +/+
Kekuatan : 5-5-5/5-5-5 5-5-5/ 5-5-5
Tonus : N/N N/N
Trofi : E/E E/E
Reflek fisiologis : ++ / ++ ++ / ++
Reflek patologis : -/- -/-
Klonus : -/-
E. Sensibilitas : dalam batas normal
F. Vegetatif : dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

HASIL MSCT Dengan Kontras 6 Nov 2015

15
KESAN : Atrofi cerebri hemisfer kiri
Tak tampak gambaran SOL

HASIL EEG RUTIN TGL 17 Nov 2015

16
Klasifikasi : Abnormal II(tidur-bangun), Asimetri amplitudo hemisfer kiri lebih kecil
dibanding kanan.
KESAN : hasil perekaman EEG rutin saat ini tidak didapatkan gelombang epileptogenik.
Terdapat gangguan elektrofisiologis difus pada hemisfer kiri.

V. Ringkasan

17
SUBYEKTIF:

± sejak 3 tahun yang lalu os pertama kali kejang, kejang hampir setiap hari sebanyak 1
kali, kejang sebelumnya diawali dengan rasa mual seperti akan muntah, cemas disangkal,
gerakan meremas-remas atau mengecap-ngecap disangkal, sebelum kejang pasien sadar.
Bentuk kejang selalu diawali dengan wajah kiri bergerak-gerak sendiri, mata melirik ke
kiri kemudian tangan kanan kaku dan terangkat ke atas, diikuti kaki kanan bergerak-
gerak lalu 10-15 detik kemudian tidak lama anggota gerak sisi kiri juga mengikuti
gerakan kaku lalu seluruh tubuh kelonjotan. Saat awal kejang os tidak sadarkan diri
hingga kejang berakhir os lalu tertidur dan merasa lemas setelah terbangun, lemah
anggota gerak setelah kejang disangkal. Kejang berlangsung 2-3 menit.

Selama ini os sudah berobat ke spesialis saraf dan mendaptkan terapi phenitoin 1 x 200
mg, namun sampai saat ini kejang masih kambuh – kambuhan, kemudian os periksa ke
RSDK pada bulan Nov 2015, setelah dilakukan pemeriksaan EEG ulang dan diberi
tambahan terapi depakote 250 2x1 kejang menjadi lebih jarang(2-3 kali per tahun).
Kemudian os kembali kontrol di daerahnya, akan tetapi 2 bulan ini kejang kembali
sering(2-3 kali perbulan) dengan pola yang sama, kejang berulang di waktu saat akan
haid sehingga os kembali kontrol ke RSDK.

OBYEKTIF

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Compos mentis, status gizi baik


Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15
Tekanan darah : 110/ 80 mmHg
Nadi : 80 x /menit
Pernafasan : 16 x / menit
Suhu : 36,6 C
Tinggi Badan : 158 cm, Berat Badan 67 kg
BMI : 26,90 (Overweight)

Kepala : mesosefal
Leher : simetris, kaku kuduk (-), pembesaran limfonodi (-)
Status Neurologi
Mata : Pupil Bulat Isokor, 3 mm/ 3 mm, RC + / +
Leher : kaku kuduk ( - )
Nn. Cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior
Pergerakan : +/+ +/+
Kekuatan : 5-5-5/5-5-5 5-5-5/ 5-5-5
18
Tonus : N/N N/N
Trofi : E/E E/E
Reflek fisiologis : ++ / ++ ++ / ++
Reflek patologis : -/- -/-
Klonus : -/-
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal

Hasil CT SCAN : atrofi cerebri hemisfer kiri

Hasil EEG Rutin :


Klasifikasi : Abnormal II(tidur-bangun), Asimetri amplitudo hemisfer kiri lebih
kuat dibanding kanan.
KESAN : hasil perekaman EEG rutin saat ini tidak didapatkan gelombang
epileptogenik. Terdapat gangguan elektrofisiologis difus pada hemisfer kiri.

DIAGNOSIS
Diagnosa Klinik : Kejang parsial komplek menjadi umum sekunder
Diagnosa Topik : Lobus Temporoparietal sinistra
Diagnosa Etiologi : Epilepsi Lobus Temporal

VI. Rencana Awal


Program :
- Laboratorium ( darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin, GDS)
- EEG Longterm
- MRI
Terapi :
- Phenitoin 1 x 200 mg ( po )
- Clobazam 1 x 10 mg ( po )
Monitoring :
Tanda vital, deficit neurologis
Edukasi :
- Menjelakan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan pengelolaan
lebih lanjut
VII. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal 4 Jan 2017 ( kontrol I )


S : kejang (+) 2 kali 1 minggu lalu saat akan haid, tepatnya 3 hari sebelum
haid, kejang dengan bentuk yang sama,kejang diawali dengan rasa mual seperti akan
muntah. Bentuk kejang yakni wajah kiri bergerak-gerak sendiri, kemudian tangan kanan
kaku dan terangkat ke atas, diikuti kaki kanan bergerak-gerak kemudian beberapa detik
tidak lama anggota gerak sisi kiri juga mengikuti gerakan kaku lalu seluruh tubuh
kelonjotan. Saat awal kejang os tidak sadarkan diri hingga kejang berakhir os lalu tertidur
dan merasa lemas setelah terbangun. Kejang berlangsung 2-3 menit.
19
O : Kesadaran GCS = E4M6V5 = 15, KU baik
T = 110/ 80 mmHg, N = 80x/ mnt, RR = 16x/ mnt, t = 36,7 C

Status Neurologi
Mata : Pupil Bulat Isokor, 3 mm/ 3 mm, RC + / +
Leher : kaku kuduk ( - )
Nn. Cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior
Pergerakan : +/+ +/+
Kekuatan : 5-5-5/5-5-5 5-5-5/ 5-5-5
Tonus : N/N N/N
Trofi : E/E E/E
Reflek fisiologis : ++ / ++ ++ / ++
Reflek patologis : -/- -/-
Klonus : -/-
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal

Laboratorium tanggal 8 Jan 2017

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL

HEMATOLOGI PAKET

Hemoglobin 13,15 gr % 13.00 – 16.00

Hematokrit 38.0 % 40.0 – 54.0

Eritrocit 4.64 Juta / mmk 4.50 – 6.50

MCH 28.32 Pg 27.00 – 32.00

MCV 81.88 fL 76.00 – 96.00

MCHC 34.58 g /DL 29.00 – 36.00

Leikosit 4.95 Ribu / mmk 4.00 – 11.00

Trombosit 163.9 Ribu / mmk 150.00 – 400.00

RDW 13.85 % 11.60 – 14.80

MPV 8.51 fL 4.00 – 11.00

KIMIA KLINIK

Glucosa Darah Sewaktu 118 mg / dl 74 – 126

Ureum 18 mg / dl 15 – 39

Kreatinin 0.85 mg / dl 0.60 – 1.30

ELEKTROLIT

Natrium 139 mmol/ L 136 – 145

20
Kalium 3.8 mmol / L 3.5 – 5.1

Clorida 102 mmol / L 98 – 107

Calcium 2,12 mmol/L 2,12-2,52

Magnesium 0,8 Mmol/L 0,7-0,9

A : 1. Diagnosis Klinik : Kejang parsial komplek menjadi umum sekunder


Diagnosa Topis : Lobus Temporoparietal Sinistra
Diagnosa Etiologi : Epilepsi Lobus temporal
P :
Dx : EEG Rutin ulang

Tx: Phenitoin 2 x200 mg ( po )


Clobazam 1 x 10 mg ( po )
Mx : Keadaan umum, deficit neurologis
Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang hasil Lab dan rencana
EEG ulang
EEG Rutin Ulang 10 Jan 2017

21
Tanggal 10 Jan 2017( Kontrol ke 2 ) )
S : Kejang (- ).
O : Kesadaran GCS = E4M6V5 = 15, KU baik
T = 120/ 80 mmHg, N = 80x/ mnt, RR = 16x/ mnt, t = 36,7 C

Status Neurologi
Mata : Pupil Bulat Isokor, 3 mm/ 3 mm, RC + / +
Leher : kaku kuduk ( - )
Nn. Cranialis : dalam batas normal
Motorik Superior Inferior
Pergerakan : +/+ +/+
Kekuatan : 5-5-5/5-5-5 5-5-5/ 5-5-5

22
Tonus : N/N N/N
Trofi : E/E E/E
Reflek fisiologis : +/+ +/+
Reflek patologis : -/- -/-
Klonus : -/-
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal

A Diagnosis Klinik : Kejang parsial komplek menjadi umum sekunder


Diagnosa Topis : Lobus Temporoparietal Sinistra
Diagnosa Etiologi : Epilepsi Lobus temporal
P :
Dx : MRI
EEG Longterm
Cek Kadar Progesteron

Tx : Phenitoin 2 x200 mg ( po )
Clobazam 1 x 10 mg ( po )
Mx : Keadaan umum, deficit neurologis
Ex : Menjelas kepada pasien dan keluarga tentang hasil EEG ulang, penyakit
dan rencana pengobatan

BAGAN ALUR

Kontrol I (4 Jan 2017 )


Berulang makiin sering, 1-2 kali sebelum
Periksa ( 10 -11-15 )
haid
S
Nyeri kepala kadang2
Kejang diawali sisi kanan tidak
sadarkan diri lalu diikuti seluruh tubuh E4M6V5 15
O TD = 130/80 mmHg; N = 72x/menit RR =
GCS E4M6V5 15 16x/mnt; T = 36,4ºC.
TTV 1-2
TD=110/80, HR=88x/m Motorik dbn
RR=18x/m, t=36.4 ºC Nn Kontrol
cranialisIIdbn
I ( 10-01-2017 )
VAS 0 10 Jan 2017 Lobus Temporal
Eo Epilepsi
Status neurologis Laboratorium
Kejang (-) ( darah lengkap, elektrolit,
Motorik dbn ureum,
E4M6V5 15 kreatinin, GDS, )
Nn cranialis dbn - EEG
TD = 120/80 mmHg; ulang N=
A -
72x/menit; MRI= 18x/mnt; T = 36,4ºC.
RR
Epilepsi Lobus Temporal 3 Phenitoin 2 x 200mg
P Clobazam
Motorik dbn 1x 10 mg
Phenitoin 1 x 200mg NnParacetamol
cranialis dbn2 x500mg
Depakote ER 2 x 250mg Mx : ttvLobus
Epilepsi , def,Temporal
Phenitoin
Ex : menjelaskan
2 x 200mgpeny dan rencana tx
Clobazam 1x 10 mg
Dx : EEG Longterm, MRI
Cek Kadar Progesteron 23
Ex : menjelaskan peny dan rencana tx
DECISION

24
MAKING

Decision Making In Adult neurology 1987

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Osborn AG, salzman KL,barkovich AJ, katzman GL, provenzale ZM,et


al.Diagnostic Imaging brain 2 nd ed.canada:Amirsys.2010
2. Satyanegara.Ilmu Bedah Saraf edisi IV, 2010:Hal 83, 108, 278,280, 378, 415,472.
3. Tarqib M, Epilepsi Lobus Temporalis , 26 Agustus 2012 URL:
http://www.Pediatrik.com
4. Baehr M, Frotscher M, Diagnosa Topis Neurologis DUUS,edisi 4,2010
5. Greenberg MS.handbook of neurosurgery.6th ed.newYork: thieme.2006:474-6
6. Lindsay KW,Bone I,Callender R,Neurology and Neurosurgery Illustrated,3th
ed,1997
7. S. Priguna, Anamnesa kasus Epilepsi, Tata pemeriksaan klinis dalam Neurologi,
Jakarta, 2008,134 -147
8. Harsono ,K. Endang, Definisi, Klasifikasi dan etiologi epilepsi, Pedoman
Tataksana Epilepsi, Jakarta 2011,3 – 7
9. Mary ann Werz,Temporal Lobe Epilepsy, Epilepsy Syndromes,2011, 73 – 89
10. Samuels MA, Samuel’s of Neurologic Theurapeutics 8 th ed Philadelphia 2010 :
36 – 53
11. K. Kurnia, G.Suryani, K.Endang, Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Perdossi, 2014
Ed 5. 13-17

26

Anda mungkin juga menyukai