Dosen Penanggungjawab :
Kelompok 21 Siang :
Dhea Rivinasari B04140057
Rayhan Dika Arfan B04140073
TINJAUAN PUSTAKA
Serbuk terbagi
Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama,
dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas yang lain yang cocok
untuk sekali minum (Tjay 2015). Serbuk tersebut diracik dari satu atau beberapa
bahan aktif, dicampurkan menjadi satu dan dihaluskan, setelah itu dibagi dalam
bagian-bagian yang sama rata dan dibungkus menggunakan kertas perkamen,
biasanya ditujukan untuk pemakaian oral. Serbuk yang harus dibagi tanpa
penimbangan untuk mejamin pembagian yang sama maka pembagian dilakukan
paling banyak hanya 20 bagian. Apabila lebih dari 20 bungkus, maka serbuk dibagi
dalam beberapa bagian. Dengan cara penimbangan dan tiap bagian dibagi paling
banyak menjadi 20 bungkus. Sediaan ini ditentukan antara lain oleh formulasi
sediaan obatnya.Yang tercakup dalam formulasi adalah senyawa aktif (kualitatif
dan kuantitatif), bahan tambahan/penolong (kualitatif dan kuantitatif), metode dan
proses pembuatan dan pengemas (Soebagyo, 2000). Tujuan formulasi, dengan
memperhatikan ketersediaan hayati, adalah untuk menghasilkan penghantar obat
yang dalam setiap unitnya mengandung sejumlah obat (zat aktif) yang sesuai
dengan yang diperlukan, dan dapat melepaskan obatnya untuk menghasilkan onset,
intensitas dan durasi efek obat sesuai yang diharapkan (Wiedyaningsih dan Oetari
2004).
Serbuk terbagi terbungkus dengan kertas perkamen atau dapat juga dengan
memasukannya kedalam cangkang (kapsul) untuk melindungi serbuk dari pengaruh
lingkungan. Serbuk terbagi biasanya dapat dibagi langsung (tanpa penimbangan)
sebelum dibungkus dalam kertas perkamen terpisah dengan cara seteliti mungkin.,
sehingga tiap-tiap bungkus berisi serbuk yang kurang lebih sama jumlahnya. Hal
tersebut bisa dilakukan bila prosentase perbandingan pemakaian terabdosis
maksimal kurang dari 80%. Bila prosentase perbandingan pemakaian terhadap DM
sama dengan atau lebih besar dari 80% maka serbuk harus dibagi berdasarkan
penimbangan satu per satu.
Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam
obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau
wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin lunak atau keras. Kapsul adalah sediaan
padat yang terdiri dari bahan obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut.
Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetatpi dapat juga terbuat dari pati atau bahan
lain yang sesuai (Ditjen POM 1995). Ada dua tipe kapsul, keras dan lunak. Kapsul
lunak terdiri dari cangkang padat lentur yang mengandung serbuk, cairan non-aqueous,
larutan, emulsi, suspensi, atau pasta. Beberapa kapsul mengandung cairan diberikan
dalam bentuk sediaan bentuk padat, contoh minyak ikan cod. Kapsul ini dibentuk, diisi
dan ditutup dalam satu proses produksi. Cangkang kapsul keras digunakan dalam
pengolahan sebagian besar pembuatan kapsul dan peracikan kapsul.
Bahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan kapsul pada industri
farmasi yaitu gelatin. Bahan utama pembuatan cangkang kapsul komersil saat ini
adalah gelatin (Suryani et al. 2009). Kapsul gelatin cangkang keras digunakan
sebagai obat kapsul komersial. Data dari Gelatin Manufacturers of Europe pada
tahun 2005, produksi gelatin dunia terbesar berasal dari bahan baku kulit babi yakni
44,5% (136.000 ton), kedua dari kulit sapi 27,6% (84.000 ton), ketiga dari tulang
26,6% (81.000 ton) dan sisanya berasal dari selainnya 1,3% (4.000 ton) (Harianto
et al. 2008). Data menunjukkan sebagian besar gelatin berasal dari sapi dan babi,
hal tesebut membatasi konsumen vegetarian, Muslim, Yahudi, dan Hindu yang
tidak dapat mengkonsumsinya (Fonkwe et al. 2005). Salah satu alternatif pengganti
gelatin sapi dalam pembuatan cangkang kapsul adalah gelatin ikan. Menurut
Wasswa et al. (2007) gelatin ikan dapat diaplikasikan dalam bidang industri pangan
dan farmasi. Ku et al. (2010) menyatakan bahwa kapsul gelatin memiliki beberapa
kekurangan antara lain memiliki reaktivitas terhadap komponen pengisi, terdapat
interaksi dengan polimer anion dan kation. Kekurangan lain dari kapsul gelatin
yaitu kelarutan gelatin dalam air mengurangi pelepasan obat lambat dari
penghancuran cangkang kapsul.
Keuntungan bentuk sediaan kapsul adalah bentuknya yang menarik dan
praktis ; cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa
dan berbau tidak enak ; mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam perut
sehingga obat cepat diabsorpsi; dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam
obat dan dosis yang berbeda-beda sesuai kebutuhan pasien ; kapsul dapat diisi
dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau penolong seperti
pada pembuatan pil maupun tablet. Kapsul juga mempunyai beberapa kerugian,
antara lain : tidak bisa untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul
tidak dapat menahan penguapan ; tidak bisa untuk zat-zat yang higroskopis
(menyerap lembap); tidak bisa untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang
kapsul ; tidak bisa untuk balita ; tidak bisa dibagi-bagi (Wanamaker dan Massey
2006).
Papaverine HCL
Papaverin adalah opium alkaloid yang berfungsi sebagai relaksasi otot
polos. Papaverin digunakan untuk kejang saluran pencernaan dan ureter, serta
pembuluh darah sehingga meningkatkan aliran darah. Nama kimia dari papaverin
HCl adalah 6,7-dimethoxy-1-veratrylisoquinoline hydrochloride. Menurut
Sudarma (2007), berat molekul dari papaverin HCl adalah 375.9 dengan rumus
kima adalah C20H21NO4HCl.
Gambar. Struktur kimia Papaverin HCl
Papaverin dapat diadministrasikan dalam beberapa bentuk termasuk
diantaranya adalah intraarterial, intravena, orall dan topikal (Moran et al. 2011)
Mekanisme kerja obat ini yaitu menghambat phosphodiesterases dan tindakan
langsung pada saluran kalsium. Papaverin diserap di saluran cerna dan 54% didepo
di lemak dan hati. Sisanya didistribusikan ke seluruh tubuh dan mampu mengikat
90% protein. Obat di metabolisme di hati dan dieliminasi melalui urin. Papaverin
berefek meningkatkan aliran darah pada pembuluh darah arteri koroner dan
menyebabkan dilatasi (pelebaran pembuluh darah arteri dan vena). Menurut Baltaci
et al. (2010), pada kasus angina pectoris (nyeri dada karena tidak cukupnya aliran
darah ke jantung) papaverin memiliki efek yang positif tapi tidak meringankan rasa
sakit. Bentuk parenteral diindikasikan untuk kejang vascular akut yang
berhubungan dengan oklusi koroner, angina pectoris, embolism peripheral dan
pulmonary, vasospastic pada pembuluh darah perifer, angiospastic otak, spasmus
viscera seperti kejang empedu dan kolik. Selain itu obat ini juga bisa diaplikasikan
intracavernosus untuk pengobatan impotensi.
Kontra indikasi obat ini adalah bisa memblok atrioventrikular (AV) jantung.
Obat ini disarankan untuk tidak dikunyah. Papaverin merupakan obat keras
sehingga dapat menyebabkan efek samping seperti berkeringat, sakit kepala,
kelelahan, kulit kemerahan, gangguan perut, hilang nafsu makan, diare, konstipasi,
maupun sakit perut hingga detak jantung irregular (Rath et al. 2006). Penggunaan
dosis tinggi secara parenteral dapat menyebabkan aritmia jantung. Penggunan
secara intravena atau intramuscular harus di injeksikan perlahan. Trombosis dapat
terjadi didaerah penginjeksian. Injeksi intrakavernosal dapat menyebabkan
priapisme yang tergantung dosis dan fibrosis lokal pada penggunaan jangka
panjang (Chadwick et al. 2008).
Parasetamol
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen
(parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama
dan telah digunakan sejak 1893. Parasetamol berasal dari kata N-asetil-para-
aminofenol asetominofen (versi amerika) atau para-asetil-amino-fenol parasetamol
(versi inggris), memiliki berat molekul 151,17, rumus empiris obat ini adalah
C8H9NO2. Parasetamol merupakan senyawa metabolit aktif fenasetin, namun tidak
memiliki sifat karsinogenik (menyebabkan kanker).
Gambar. Rumus struktur kimia parasetamol (Sulistia dan Gunawan 2008).
Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal sebagai parasetamol. Parasetamol
bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.
Paracetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang sangat
umum digunakan untuk mengobati sakit kepala, flu dan demam. Parasetamol cukup
efektif menangani sakit musculoskeletal pada anjing. Parasetamol merupakan obat
lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik. Karena
hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol sering dikombinasikan dengan
AINS untuk efek analgesik (Sulistia dan Gunawan 2008). Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Parasetamol merupakan obat analgesik-
antipiretik dengan sedikit efek antiinflamasi yang digunakan secara luas di
kalangan masyarakat. Dalam dunia kedokteran, parasetamol dosis analgesik dinilai
efektif dalam menangani nyeri akut paska operasi derajat ringan sampai sedang
(Graham et al. 2013). Parasetamol bekerja sebagai analgesik dengan cara
menghambat N-methyl-D-aspartat, sintesis nitrit oksida, dan pelepasan
prostaglandin E2 (Madhusudhan 2013).
Sifat farmakologis dan toksikologis dari parasetamol menyangkut inhibisi
sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat, aksi yang sama seperti selektif COX-
2 inhibitor. Parasetamol tidak memberikan efek samping seperti NSAID yang
disebabkan karena inhibisi prostaglandin (Prescoit et al. 1990). Meskipun
demikian, pada sel yang rusak, parasetamol dengan dosis diatas jendela terapi dapat
menghambat sintesis prostaglandin. Parasetamol menghambat sintesis
prostaglandin dari asam arakhidonat dibawah kondisi tertentu, yaitu ketika
peroksidanya rendah. Prostaglandin endoperoksidase sintetase (PGES) merupakan
enzim yang ditemukan di ginjal yang mengaktivasi parasetamol menjadi metabolit
toksik, yaitu NAPQI. Diketahui bahwa enzim yang bekerja pada parasetamol atau
NAPQI, mendeasetilasi senyawanya menjadi p-aminofenol, yang kemudian
dikonversi menjadi radikal bebas yang bisa berikatan dengan protein selular (Mazer
dan Perrone 2008).
Penggunaan parasetamol pada dosis rendah dan jangka waktu yang relatif
singkat memang tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan, tetapi
apabila parasetamol digunakan dalam dosis besar dan jangka waktu lama dapat
meningkatkan risiko hepatotoksik, yaitu mengakibatkan kerusakan hati berupa
nekrosis hati setrilobuler yang dapat berujung pada kematian (Paramita 2007).
Overdosis parasetamol tidak bisa dianggap hal yang wajar karena dapat
menyebabkan. kerusakan hati yang fatal Overdosis bisa menimbulkan mual,
muntah dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu
diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini
mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi (Toms et al. 2012).
Sulfaguanidin
Sulfaguanidin adalah salah satu turunan sulfonamida dan merupakan
sulfonamide pertama yang dirancang untuk mengobati infeksi enterik. Struktur
sulfaguanidin mirip dengan sulfametoksazol yang merupakan turuna sulfonamide
juga (Ghalib et al. 2007). Sulfaguanidin diperoleh dengan kondensasi p-
aminobenzen sulfonilklorida dengan guanidine dan produk yang terbetuk
dihidrolisis dengan NaOH. Sulfaguanidin memiliki berat molekul 232,26, rumus
empiris obat ini adalah C7 H10 N4 O2 S.H2 O. Sulfaguanidin merupakan antibakteri
untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Sulfaguanidin
kompetitif menghambat paraaminobenzoic acid dan mencegah pembentukan asam
folat oleh sel bakteri. Aktifitas bakteriostatik terhadap sejumlah patogen yang
menyebabkan infeksi usus seperti Escherichia coli, Shigella, Salmonella (Tjay dan
Rahardja 2007) .
Sacharum Lactis
Saccharum lactis (sinonim dari laktosa) adalah gula disakarida yang
terdapat dari sekresi susu mamalia. Sediaan ini digunakan untuk susu buatan
(formula), pada pabrik makanan dan pada kepentingan farmasi; dalam dosis besar,
berfungsi sebagai diuretik dan laksativa. Saccharum lactis merupakan bahan
tambahan pada pembuatan obat kering (Anonim). Penggunaan zat ini biasanya
sebelum menggerus zat aktif obat, yakni untuk menutup pori-pori mortar dan
stamper agar konsentrasi zat aktif dalam obat tidak berkurang (Syamsuni 2006).
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan dan anak
timbangan, batu kerikil, mortar dan stemper, kertas perkamen, kapsul, pot plastik
dan etiket.. Bahan yang digunakan adalah Parasetamol, Sulfaguanidin, Papaverin
HCl, dan Sacharum Lactis.
Metode kerja
Timbangan yang digunakan disetarakan dengan penambahan beban pada
bagian kiri dan atau kanan timbangan kemudian timbangan dialas dengan kertas
perkamen kemudian disetarakan lagi. Dilakukan penimbangan bahan-bahan yang
akan digunakan yaitu Parasetamol 2,0 g, Sulfaguanidin 1,0 g, Papaverin HCl 0,2 g
dan Sacharum Lactis 2,0 g. Mortar kering dan bersih disiapkan, kemudian
Sacharum laktis (SL) dimasukkan dan digerus hingga homogen. Penggerusan SL
terlebih dahulu juga untuk menutup pori-pori mortar. Papaverin HCl dimasukkan
dan digerus hingga homogen, kemudian disisihkan. Sulfaguanidin digerus
kemudian ditambahkan 1/3 SL dan dihomogenkan, kemudian tambahkan Papaverin
dan 1/3 SL yang disisihkan tadi dan dihomogenkan kembali. Parasetamol digerus
dan ditambahkan 1/3 sisa SL kemudian dihomogenkan. Setelah homogen
Parasetamol dan SL ditambahkan campuran Papaverin HCl, Sulfaguanidin dan SL
yang telah dihomogenkan tadi. Hasil sediaan tersebut dibagi dua di atas timbangan,
masing-masing bagian dibagi lima diatas kertas perkamen, kemudian masukan
dalam cangkang kapsul dan dimasukkan ke dalam pot plastik. Dinding luar pot
plastik diberi etiket berwarna putih, ditambah tulisan bahwa obat tidak boleh
diulang tanpa resep dokter hewan.
Resep
Perhitungan Dosis
Perhitungan Obat Keras yang digunakan adalah:
Dosis Maksimum (DM) sekali : 250 mg
DM sehari : 1000 mg (1 g)
Rumus = n x DM
n+12
PEMBAHASAN
SIMPULAN
Penggunaan kapsul dinilai sangat menguntungkan sebab selain dapat
menutupi rasa dan bau obat yang tidak enak, sediaan kapsul juga memudahkan
dokter untuk mengombinasikan beberapa macam obat dengan dosis yang berbeda-
beda sesuai kebutuhan pasien. Khasiat dari sediaan obat ini adalah untuk mengatasi
sakit perut yang disertai dengan sakit kepala.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuni H. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC Pr.
Tjay TH dan Raharja K, 2008, Obat-Obat Penting, PT.Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Toms L, McQuay HJ, Derry S, Moore RA. 2012. Single Dose Oral Paracetamol
(Acetaminophen) For Postoperative Pain in Adults. The Cochrane
Collaboration. 36(4): 11-19.