PENATALAKSANAAN KERACUNAN
ASETAMENOFENA
DISUSUN OLEH :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa, mencegah mengurangkan,
badaniah atau rokhaniah pada manusia atau pada hewan, memperelok badan atau bagian
badan manusia.Meskipun obat dapat menyembuhkan, tetap saja memiliki banyak efek
Banyak kasus yang terjadi bahwa seseorang telah menderita akibat keracuna nobat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat
sebagai obat apabila digunakan secara tepat dalam pengobatan suatu penyakit dengan
dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila penggunaan obat tersebut salah dalam proses
pengobatannya, misalnya dosis yang diberikan lebih dari ketenuan maka akan
menimbulkan keracunan. Namun bila dosisnya lebih kecil kita tidak memperoleh
penyembuhan. Oleh karena itu, penggunaan obat harus tepat sesuai dengan dosis atau
kematian akibat toksisitas ini tidak begitu tinggi. Salah satu penyebab dari toksisitas ini
adalah pemakaian dalam jangka waktu yang lama atau overdosis dari suatu obat seperti
Parasetamol. Dilaporkan juga bahwa pemakaian parasetamol dengan dosis yang tinggi
atau penggunaan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati berupa nekrosis dan dapat juga terjadi nekrosis pada tubulus ginjal. Melalui berbagai
kasus keracunan yang terjadi akibat penggunaan obat Parasetamol, maka di dalam
1.3. Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Parasetamol
Parasetamol adalah para aminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah
digunakan sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995). Parasetamol (asetaminofen) mempunyai
daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak
menyebabkan iritasi serta peradangan lambung (Sartono,1993).
Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid
sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek
anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang,
seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011)
Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal,
meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Parasetamol tidak
mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung.
Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol.
Diantara ketiga obat tersebut, Parasetamol mempunyai efek samping yang paling
ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya
digunakan Parasetamol, kecuali ada pertimbangan khusus lainnya dari dokter. Dari
penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahawa kombinasi Asetosal dengan Parasetamol
bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika diberikan sendirisendiri. (Sartono 1996).
2.2. Sifat Fisika Kimia Parasetamol
Sinonim : 4-Hidroksiasetanilida
BeratMolekul : 151.16
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalam etanol.
2.3.1 Farmakodinamik
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu
tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek
anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan
yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,
demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa. (Farmakologi UI)
2.3.2. Farmakokinetik
tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam
plasma, 25% parasetamol terikat oleh protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim
mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan
sebagian kecil laiinya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami
hemolisis eritrosit. Obat ini dieksresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagian parasetamol
2.4. Dosis
2.5. Komposisi
Paracetamol Tablet.
Setiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg.
Paracetamol Sirup 125 mg/5 ml
Setiap 5 ml (1 sendok takar) mengandung Parasetamol 125 mg.
Paracetamol Sirup 160 mg/5 ml
Setiap 5 ml (1 sendok takar) mengandung Parasetamol 160 mg.
Paracetamol Sirup Forte 250 mg/5 ml
Setiap 5 ml (1 sendok takar) mengandung Parasetamol 250 mg. 2.6.
2.6 Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai
antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang ringan sampai
sedang.(Cranswick 2000).
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap obat ini.
(Yulida 2009).
berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada
Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan masalah pada dosis terapi, karena hanya kirakira 1-
lajak. Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan penggunaan Fenasetin. Tetapi
karena Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat sukar
disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih
mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis
besar secara menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati analgetik.
2.9. Mekanisme Obat Parasetamol
teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), dengan cara menghambat suatu enzim yang
namanya COX-3 (siklooksigenase) yang ada di otak. Berbeda dengan obat-obat analgesik
yang lain seperti aspirin, ibuprofen, metampiron atau golongan NSAID mereka menghambat
Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara
spesifik belum diketahui. Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol
diperantarai oleh aktivitas tak langsung reseptor canabinoidCB1. Di dalam otak dan sumsum
cababinoid.
berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang
terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada
kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini
menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun
malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana
sistem syaraf pusat yang tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan
dengan peroksida tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak
inilah yang membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat
lainnya
Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
paracetamol melebihi dosis yang dianjurkan dapat menyebabkan efek samping yang
Parasetamol bisa diberikan bila manfaatnya lebih besar dari pada risiko janin atau
bayi. Parasetamol dapat dikeluarkan melalui ASI namun efek pada bayi belum
diketahui pasti.
BAB III
PEMBAHASAN
pereda nyeri seperti sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.
Cynthia Shearer (68 tahun) dirawat karena mengalami patah tulang pinggul. Ia
harus berbaring di rumah sakit dan dokter meyakinkan akan melakukan apa saja untuk
meringankan rasa sakitnya. Keluarga berharap operasi ringan bisa membuatnya segera
pulang ke rumah. Tapi Cynthia tidak pernah pulang lagi. Setelah 20 hari di rumah
sakit, nenek ini pun harus meninggal dunia di usia 68 tahun. Bukan karena tulang
pinggul yang patah atau operasi yang gagal, Cynthia meninggal karena diberikan
lebih dari 85 persen dosis aman parasetamol selama 48 jam pertama di rumah sakit.
kegagalan multi organ. Dengan berat badan hanya 34,9 kg, Cynthia seharusnya hanya
diberikan parasetamol dosis anak. Perlu diketahui bahwa dosis intravena harus
didasarkan pada berat badan pasien, bukan usia. "Ini karena kurangnya kesadaran dari
dokter junior, perawat, dokter senior dan apoteker, termasuk apoteker kepala," jelas
Koroner John Ellery, seperti dilansirMirror.co.uk, Senin (19/3/2012). Penyelidikan
paling banyak digunakan di antara dokter senior dan apoteker di Royal Shrewsbury
Hospital.
3. 1 Mekanisme Toksisitas
(NAPQI)
Proses ini disebut aktivasi metabolik, dan NAPQI berperan sebagai radikal bebas
yang memiliki lama hidup yang sangat singkat. Meskipun metabolisme parasetamol
melalui ginjal tidak begitu berperan, jalur aktivasi metabolik ini terdapat pada ginjal dan
penting secara toksikologi. Dalam keadaan normal, NAPQI akan didetoksikasi secara
cepat oleh enzim glutation dari hati. Glutation mengandung gugus sulfhidril yang akan
Sebagiannya lagi akan diasetilasi menjadi konjugat asam merkapturat, yang kemudian
dimana pada dosis berlebih (over dosis) produksi metabolit hepatotoksik meningkat
bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis sentro-lobuler. Oleh karena itu pada
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa
berpotensi hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15g pada dewasa dapat
jumlah 10 – 15g (20-30 tablet) dapat menyebabkan kerusakan serius pada hati dan
ginjal. Kerusakan fungsi hati juga bisa terjadi pada peminum alkohol kronik yang
mengkonsumsi parasetamol dengan dosis 2g/hari atau bahkan kurang dari itu.Pada
hati, kerusakan hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit
meningkat.
Fase 1 :
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, perasaan tak menentu pada tubuh yang
aferen vagal (saraf kranial IX dan X) atau dengan pelepasan serotonin dari sel-sel
frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks
muntah.
Fase 2
hepatik, waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan darah menjadi bertambah lama
dan kadang-kadang terjadi penurunan volume urin. Kerusakan akan organ hati
dapat menganggu kemampuan tubuh manusia untuk memecah sel darah merah dari
toksin atau racun yang terkandung didalamnya. Bilirubin pada darah serta racun
lain yang ada pada darah pun tidak akan mampu dikeluarkan tubuh sehingga tetap
mengendap dan menetap dalam hati, sehingga hati mengalami kerusakan dan hati
Fase 3 :
Berulangnya kejadian pada fase 1 (biasanya 3-5 hari setelah munculnya gejala
awal) serta terlihat gejala awal gagal hati seperti pasien tampak kuning karena
pada otak (encephalopathy). Pada fase ini juga mungkin terjadi gagal ginjal dan
Fase 4 :
Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas dan progresif dapat
terjadi sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan kematian.
3.2.Penegakan Diagnosa
riwayat/anamnesa yang jelas dari korban maupun saksi (keluarga atau penolong). Saat
melakukan anamnesa, tenaga medis harus menanyakan apakah korban sedang menjalani
fenobarbital dan rifampisin). Selain itu harus diketahui juga apakah pasien mempunyai
riwayat mengkonsumsi alkohol secara kronik serta periksa kondisi pasien, apakah pasien
mendapatkan hasil konsentrasi parasetamol dalam plasma pada pasien maksimal 4 jam
3.3. Penatalaksanaan
1. Berikan arang aktif (norit) dengan dosis 100 gram dalam 200 ml air untuk orang
dewasa dan larutan 1 g/kg bb untuk anak-anak untuk mengikat obat yang tersisa di
saluran pencernaan.
mengosongkan perut. Hal ini dapat dicapai dengan menginduksi muntah atau
dengan
menempatkan sebuah tabung besar melalui mulut seseorang dan masuk ke perut,
Nkonjugasi
sulfat pada parasetamol. Methionin per oral, juga bisa asetilsistein bekerja
digunakan
sebagai antidotum yang efektif, tetapi absorbsi lebih lambat dibandingkan dengan
Nasetilsistein.
Dengan pemberian NAC maka sistein dalam tubuh akan meningkat dan
demikian pula pembentukan Glutathione (GSH). Jika GSH ada banyak dan
b) NAC punya atom S dalam gugus tiolnya (S-H), sehingga NAC dapat
parasetamol sulfatasi. Dengan adanya sulfat dari NAC maka sulfatasi akan
akan menurun
c) NAC dapat menggandeng NAPQI karena dia juga punya nukleofil, hal ini
Berdasarkan grafik diatas dapat ditentukan tentang pemberian NAC. Apabila titik
tersebut berada di bawah kedua garis (daerah low risk) maka tidak perlu diberikan
NAC karena kemungkinan hepatotoksik rendah, namun apabila di atas kedua garis
Terapi asetilsistein paling efektif bila diberikan dalam waktu 8-10 jam pasca
asthma bronkiale.
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan timbulah nekrosis
sentro-lobuler.
metionin.
4.2. Saran
Dalam pemberian dosis hendaknya diberikan sesuai dengan luas permukaan tubuh
pasien. Jangan hanya sekedar melihat umur dari si pasien.
Dalam melakukan praktik kesehatan seharusnya melakukan prinsip pharmaceutical
care. Jadi dengan menggunakan system ini komunikasi dan kerja antara dokter,
farmasis, dan perawat bisa melakukan pekerjaan dengan baik. Dan dapat
meminimalisir miss komunikasi.
Jangan sekali-kali menyalahgunakan parasetamol. Karena efeknya bisa sangat fatal.
Jika terjadi keracunan segera dilakukan penanganan yang tepat sedini mungkin.
Untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Departemen Kesehatan Dirjen POM. 1995. Farmakologi Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.