Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Baku Pembuatan Semen PPC (Portland Pozzoland Cement)

Bahan baku merupakan bahan mentah yang menjadi dasar pembuatan


suatu produk yang mana bahan tersebut dapat diolah melalui proses tertentu
untuk dijadikan wujud yang lain atau menjadi sebuah produk yang diinginkan.
Salah satu faktor yang menentukan dalam prarancangan suatu pabrik adalah
dengan mengetahui sifat – sifat fisika dan kimia serta zat yang ikut berperan
pada proses produksinya. Karena mengetahu sifat – sifat tersebut maka dapat
ditentukan peralatan dan kondisi operasi yang memungkinkan agar proses
produksi dapat berjalan dengan baik.
Semen PPC atau Portland Pozzoland Cement adalah campuran semen
Portland dan bahan-bahan yang bersifat pozzoland. Bahan pozzoland adalah
bahan yang mengandung silica atau senyawanya dan alumina yang tidak
mempunyai sifat mengikat seperti semen. Komposisi bahan baku semen PPC
adalah limestone, clay, gypsum,dan pozzoland. Dengan bahan baku utama
adalah batu kapur (limestone) dan tanah liat (clay), bahan tambahan yaitu
pozzoland dan gypsum.
2.1.1. Batu Kapur (Limestones)
Batu kapur (CaCO3) adalah sebuah batuan sedimen yang terdiri dari
mineral kalsit (Calcium Carbonate). Sumber utama dari kalsit ini adalah
organisme laut. Organisme ini mengeluarkan sel yang keluar ke air dan
terdeposit di lantai samudra sebagai pelagik ooze. Kalsit sekunder juga
terdeposi oleh air meteoric tersupersaturasi (air tanah yang presipitasi material
di goa. Ini menciptakan speleotherrm seperti stalagmit dan stalaktit. Bentuk
yang lebih jauh terbentuk dari oolite (batu kapur oolitic) dan dapat dikenali
dengan penampilannya yang granular. Batu kapur membentuk 10 % dari
seluruh volume batuan sedimen. Pada tahun 1791 dolomit pertama kali
diperkenalkan oleh deodat de dolomite kini dikenal dengan nama dolomite.
Dolomeieu menyatakan bahwa dolomite memiliki jenis sama seperti batu
gamping. Karen pada saat dolomite diteteskan dengan asam, batuan dolomite

20
tidak berbuih.Dolomite ditinjau dari segi fisiknya memiliki ciri-ciri antara lain,
sebagai berikut :
1. Memiliki warna kemerahan atau merah muda, terkadang berwarna kuning,
putih, coklat, kelabu, bahkan hitam apabila mengandung besi.
2. Unsur kekerasannya adalah 3,5 – 4,0 diatas rata-rata specific grafity yang
sebesar 2,4 gr/cm2
3. Berwarna seperti mutiara dan berkilap seperti kaca tumpul dengan warna
lapisan putih
4. Memiliki sifat transparan atau tembus cahaya.
(W.H. Duda, 1985)

Di Indonesia, batu kapur merupakan salah satu potensi batuan yang


paling banyak bisa didapatkan. Pegunungan kapur di Indonesia menyebar dari
barat ke timur mulai dari pegunungan di ujung sumatera hingga di ujung Irian
Jaya. Tingginya potensi batuan kapur dan penambangan yang dilakukan secara
besar-besaran kurang diikuti dengan perhatian yang lebih terhadap dampak
lingkungan sekitar dan juga rendahnya nilai jual batuan kapur yang ditambang
tanpa proses lanjutan seehingga kurang meningkatkan taraf hidup massyarakat
sekitar. Secara umum segala benda yang ada di rumah, di kantor (segala
produk pabrik) membutuhkan batuan kapur dengan fase tertentu, baik langsung
maupun tidak langsung, dan juga baik proses primer maupun sebagai bahan
tambahan. Begitu banyak hasil olahan pabrik yang membutuhkan batuan kapur
menunjukkan bahwasannya peran batu kapur dalam proses industri sangatlah
penting.
Mulai dari bahan campuran cat, semen, kertas, pengeras logam, dan lain-
lain. Ketersedian batuan kapur yang melimpah dapat dikatakan 3,5 - 4 %
elemen di bumi adalah kalsium, dan 2 % terdiri dari magnesium. Dari
keseluruhan ketersediaan, kalsium menempati urutan kelima setelah oksigen,
silikon, alumunium, dan besi. Ketersediaan batan kapur yang melimpah ini
merupakan potensi yang besar terhadap pengembangan industri lebih lanjut.
Batu kapur dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara
mekanik, dan secara kimia. Namun sebagian batu kapur di alam terjadi secara
organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau rumah kerang dan

21
siput, foraminifera atau ganggang, dan juga dari kerangka binatang koral. Batu
kapur dapat berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, bahkan
hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang
umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonite (CaCO3),
yang merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat
berubah menjadi kalsit (CaCO3).
(Kurt E. Peray, 2005)
Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur
atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit
(Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Kalsium karbonat dengan
kemurnian dan kehaalusan yang tinggi banyak diperlukan dalam industri tapal
gigi, cat, farmasi, kosmetik, karet, kertas, dan lain-lain, baik sebagai bahan
dasar maupun bahan tambahan. Batu kapur dan dolomit merupakan batuan
karbonat utama yang banyak digunakan di industi Aragonit yang berkomposisi
kimia sama dengan Kalsit (CaCO3) tetapi berbeda dengan struktur kristalnya,
merupakan mineral metas table karena pada kurun waktu tertentu dapat
beerubah menjadi Kalsit. Karena sifat fisika mineral-mineral karbonat hampir
sama satu sama lain, maka tidak mudah untuk mengidentifikasinya.
Berdasarkan identifikasinya batu kapur merupakan salah satu golongan bahan
sedimen yang paling banyak jumlahnya.
Batu kapur ini terdiri dari batu kapur non klastik dan batu kapur klastik.
Batu kapur non klastik merupakan koloni dari binatang laut, antara lain dari
Coelentrata, Moluska, Protozoa, dan Foraminifera atau batu gamping ini sering
disebut juga batu kapur koral karena penyusun utamanya adalah Koral. Batu
kapur klastik merupakan hasil rombakan jenis batu kapur non klastik melalui
proses erosi oleh air, tarnsportasi, sortasi, dan terakhir sedimentasi. Selama
proses tersebut banyak mineral-mineral lain yang terikut dan merupakan
pengotor, sehingga sering dijumpai adanya variasi warna dari batu kapur
tersebut. Beberapa contoh warnanya, yaitu : putih susu, abu-abu tua, abu-abu
muda, coklat, merah, bahkan hitam. Secara kimia batu kapur sebagian besar
terdiri atas kalsium karbonat (CaCO3).Di alam tidak jarang pula dijumpai batu

22
kapur magnesium. Kadar magnesium yang tinggi mengubah batu kapur
dolomitan, dengan komposisi kimia (CaCO3MgCO3).
Di beberapa daerah, endapan batu kapur sering kali ditemukan di gua dan
sungai bawah tanah. Hal ini terjadi sebagai akibat reaksi tanah. Air hujan yang
mengandung CO3 dari udara maupun dari hasil pembusukkan zat-zat organik
dipermukaan, setelah meresap ke dalam tanah dapat melarutkan batu gamping
yang dilaluinya. Reaksi kimia dari proses tersebut, yaitu sebagai berikut :
CaCO3 + 2 CO2 + H2O Ca(HCO3)2 + CO2
Ca(HCO3)2 larut dalam air, sehingga lambat laun terjadi rongga di dalam tubuh
batu kapur tersebut. Secara geologi, batu gamping erat sekali hubungannya
dengan dolomite. Karena pengaruh pelindian atau peresapan unsur magnesium
dari air laut ke dalam batu kapur, maka batu kapur dapt berubah menjadi
dolomitan atau menjadi dolomite.
Kadar dolomite atau MgO dalam batu kapur yang berbeda akan
memberikan klasifikasi yang berlainan pula pada jenis batu kapur tersebut.
Batuan kapur ini pada dasarnya berasal dari sisa-sisa organisme laut, seperti
: kerang, siput laut, radiolarit, tumbuhan ataupun binatang karang (koral), dan
sebagainya yang telah mati. Berdasarkan hal tersebut, maka batuan kapur
adalah batuan sedimen yang berbasis dari laut. Karena hal itu, batuan kapur
berdasarkan tenaga alam yang mengangkutnya dan tempat batuan kapur itu di
endapkan termasuk klasifikasi batuan sedimen marin. Berdasarkan proses
pengendapannya, batu gamping radiolarit dan batu karang merupakan batuan
sedimen organik. Disamping hal tersebut, batuan kapur (termasuk didalamnya
stalaktit dan stalakmit yang banyak dijumpai di gua-gua kapur) menurut proses
pengendapannya juga termasuk batuan sedimen kimiawi (sedimen khemis).
(Philip A. Alsop, 2003)

A. Klasifikasi Batu Kapur

Batuan kapur atau batuan gamping (limestone) termasuk batuan sedimen.


Batuan sedimen sering pula disebut dengan batuan endapan. Batuan ini
berwarna putih, kelabu, atau warna lain yang terdiri dari kalsium karbonat
(CaCO3). Batuan kapur ini pada dasarnya berasal dari sisa-sisa organisme laut

23
seperti kerang, siput laut, radiolarit, tumbuhan/binatang karang (koral), dsb
yang telah mati. Berdasarkan hal tersebut, maka batuan kapur adalah batuan
sedimen yang berbasis dari laut. Karena hal itu, batuan kapur berdasarkan
tenaga alam yang mengangkutnya dan tempat batuan kapur itu diendapkan
termasuk klasifikasi batuan sedimen marin. Berdasarkan proses
pengendapannya, batu gamping radiolarit dan batu karang merupakan batuan
sedimen organik. Disamping hal tersebut, batuan kapur (termasuk di dalamnya
stalaktit dan stalakmit yang banyak dijumpai di gua-gua kapur) menurut proses
pengendapannya juga termasuk batuan sedimen kimiawi (sedimen khemis).
Beberapa klasifkasi batu kapur diantaranya :

1.) Klasifikasi Dunham

Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur deposisi dari batu gamping,


karena menurut Dunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan
aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham
berbeda dengan Folk . Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan,
misal mud supported atau grain supported bila dibandingkan dengan komposisi
batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada perbandingan
kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi
Dunham. Nama nama tersebut dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan
mineraloginya. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di
dalam matriks lumpur karbonat disebut mudstone dan bila mudstone tersebut
mengandung butiran yang tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain
halnya apabila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone /
grainstone.

Packstone mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks mud.


Dunham punya istilah Boundstone untuk batu gamping dengan fabrik yang
mengindikasikan asal-usul komponen-komponennya yang direkatkan bersama
selama proses deposisi. Klasifikasi Dunham ini punya kemudahan dan
kesulitan. Kemudahannya tidak perlu menentukan jenis butiran dengan detail
karena tidak menentukan dasar nama batuan. Kesulitannya adalah di dalam
sayatan petrografi, fabrik yang jadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu terlihat

24
jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan 2 dimensi, oleh
karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk 3 dimensi batuannya agar
tidak salah tafsir. Pada klasifikasi Dunham istilah-istilah yang muncul adalah
grain dan mud. Nama-nama yang dipakai oleh Dunham berdasarkan atas
hubungan antara butir seperti mudstone, packstone, grainstone, wackestone dan
sebagainya. Istilah sparit digunakan dalam Folk dan Dunham memiliki arti
yang sama yaitu sebagai semen dan sama-sama berasal dari presipitasi kimia
tetapi arti waktu pembentukannya berbeda.

2.) Klasifikasi Folk

Sparit pada klasifikasi Folk terbentuk bersamaan dengan proses deposisi


sebagai pengisi pori-pori. Sparit (semen) menurut Dunham hadir setelah
butiran ternedapkan. Bila kehadiran sparit memiliki selang waktu, maka
butiran akan ikut tersolusi sehingga dapat mengisi grain. Peristiwa ini disebut
post early diagenesis. Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan
tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supported
diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan
lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan berarus tenang. Sebaliknya
grain supported hanya terbentuk pada lingkungan dengan energi gelombang
kuat sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap.

Batu kapur mengandung sebagian besar mineral kalsium karbonat yaitu


sekitar 95%. Kandungan kalsium karbonat ini dapat diubah menjadi kalsium
oksida dengan kalsinasi sehingga lebih mudah dimurnikan untuk mendapatkan
kalsiumnya. Batu kapur murni digunakan sebagai bahan baku dalam
pengolahan kaca, kalsinasi dan beberapa kapur digunakan dalam pengolahan
dari campuran struktural semen.

Batu kapur digunakan dalam pembuatan dari bubuk pemucat dimana


digunakan dalam bidang tekstil dan kertas gulung. Kini batu kapur banyak
digunakan sebagai bahan baku semen Portland . Batu kapur dengan kadar
kapur tinggi disebut lime component (komponen kapur). Batu kapur merupakan
sumber CaO yang utama dalam reaksi sintering yang terjadi di kiln membentuk

25
mineral kristal yang terdapat dalam semen yaitu C3S, C2S, C3A dan C4AF.
Berdasarkan kandungan CaCO3 nya batu kapur dapat dibagi menjadi 4
kelompok antara lain :

a. Batu Kapur Kadar Tinggi (High Grade Limestone)


Kadar CaCO3 96 – 98%, bersifat rapuh
b. Batu Kapur Kadar Menengah (Medium Grade Limestone)
Kadar CaCO3 91 – 95%, bersifat kurang keras
c. Batu Kapur Kadar Rendah (Low Grade Lime stone)
Kadar CaCO3 89 – 90%, bersifat keras
d. Peddle
Kadar CaCO3<89%
(Dunham, 1962)
Batu kapur memiliki sifat fisika dan kimia, diantaranya :
1. Sifat fisika batu kapur (limestone) adalah sebagai berikut :
a) Fase : Padat
b) Warna : Putih Kekuningan
c) Kandungan CaCO3 : 85-93%
d) Low line : 40-44%
e) High Line : 51-53%%
f) Specific gravity : 2,4 g/cm3
g) Bulk density : 1,3 ton/m3
h) Titik lebur : 1339°C
i) Titik leleh : 825 oC
j) Kadar air : 7 – 10%
k) Kuat tekan : 31,6 N/mm
l) Bidang belahan : Tidak teratur
m) Jenis Pecahan : Uneven
n) Kekerasan : 2,7 – 3,4 skala mohs
o) Tenacity : Keras, kompak, dan sebagian berongga
2. Sifat kimia batu kapur (limestone) adalah sebagai berikut :
a. Batu kapur dapat mengalami kalsinasi pada suhu 600 - 900°C,
reaksi :

26
b. CaCO3 CaO + CO2
Panas
c. Warna batu kapur adalah putih dan akan berubah menjadi agak
kecoklatan jika terkontaminasi senyawa besi dengan sedikit
pengaruh panas, reaksi :
CaCO3 + 3 Fe + 2 O2 Fe3O4 + CaO + CO2
Panas
d. Komponen terbanyak pada batu kapur adalah CaCO3, Al2O3,
SiO2, dan mineral lain dengan konsentrasi kecil
e. Memiliki Heat Fusion sebesar 12.700 Cal/Mol
f. Memiliki kelarutan sebesar 65 mg/L (30 oC)
(Kirk and Othmer, 1979)

2.1.2. Tanah Liat


Lempung atau tanah liat adalah partikel mineral berkerangka dasar silika
yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung terbentuk dari proses
pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari
aktivitas panas bumi. Lempung atau tanah liat adalah suatu silika
hidraaluminium yang kompleks dengan rumus kimia Al2O3.nSiO2.kH2O
dimana n dan k merupakan nilai numerik molekul yang terikat dan bervariasi
untuk masa yang sama. Mineral lempung mempunyai daya tarik menarik
individual yang mampu menyerap 100 kali volume partikelnya, ada atau
tidaknya air (selama pengeringan) dapat menghasilkan perubahan volume dan
kekuatan yang besar. Partikel-pertikel lempung juga mempunyai tenaga tarik
antar partikel yang sangat kuat yang untuk sebagian menyebabkan kekuatan
yang sangat tinggi pada suatu bongkahan kering (batu lempung).
Tanah Liat atau tanah lempung memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tanahnya sulit menyerap air sehingga tidak cocok untuk dijadikan lahan
pertanian.
2. Tekstur tanahnya cenderung lengket bila dalam keadaan basah dan kuat
menyatu antara butiran tanah yang satu dengan lainnya.
3. Dalam keadaan kering tanah cenderung sangat keras dengan ukuran
butiran tanahnya terpecah-pecah secara halus.

27
4. Merupakan bahan baku pembuatan tembikar dan kerajinan tangan lainnya
yang dalam pembuatannya harus dibakar dengan suhu di atas 10000C.
(Philip A. Alsop, 2003)
Jenis-Jenis Tanah Liat
a. Tanah Liat Primer
Tanah liat primer (residu) adalah jenis tanah liat yang dihasilkan dari
pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari
batuan induk (batuan asalnya), karena tanah liat tidak berpindah tempat
sehingga sifatnya lebih murni dibandingkan dengan tanah liat sekunder. Selain
tenaga air, tenaga uap panas yang keluar dari dalam bumi mempunyai peran
dalam pembentukan tanah liat primer. Karena tidak terbawa arus air dan tidak
tercampur dengan bahan organik seperti humus, ranting, atau daun busuk dan
sebagainya, maka tanah liat berwarna putih atau putih kusam. Suhu matang
berkisar antara 13000C–14000C, bahkan ada yang mencapai 17500C yang
termasuk tanah liat primer antara lain seperti kaolin, bentonite, feldspatik,
kwarsa, dan dolomite yang biasanya terdapat di tempat-tempat yang lebih
tinggi dari pada letak tanah sekunder.
Pada umumnya batuan keras seperti basalt dan andesit akan memberikan
warna merah alami pada lempung sedangkan granit akan memberikan warna
putih alami pada lempung. Mineral kwarsa dan alumina dapat digolongkan
sebagai jenis dari tanah liat primer karena merupakan hasil samping tanah liat
kaolinit yang terbentuk dari pelapukan batuan feldspatik. Dalam keadaan
kering, tanah liat primer sangat rapuh sehingga mudah ditumbuk menjadi
tepung. Hal ini disebabkan karena ukuran partikelnya yang terbentuk tidak
simetris dan bersudut-sudut tidak seperti partikel tanah liat sekunder yang
berupa lempengan sejajar. Secara sederhana dapat dijelaskan melalui Gambar
penampang irisan partikel kwarsa yang telah dibesarkan beberapa ribu kali.
b. Tanah Liat Sekunder
Tanah liat sekunder atau tanah sedimen (endapan) adalah jenis tanah liat
hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya
karena adanya tenaga eksogen yang menyebabkan butiranbutiran tanah liat
lepas dan mengendap pada daerah rendah seperti lembah sungai, tanah rawa,

28
tanah marine, dan tanah danau. Akibat dari perpindahan tanah liat oleh air dan
angin menyebabkan tanah liat bercampur dengan bahan-bahan organik maupun
anorganik sehingga berubah sifat-sifat kimia maupun fisika tanah liat
diantaranya seperi ukuran partikel-partikel yang lebih halus dan lebih plastis
dari pada tanah liat primer. Pergerakan air memiliki pengaruh yang besar
terhadap tanah liat, salah satunya ialah gerakan arus air cenderung menggerus
mineral tanah liat sehingga partikel-partikelnya semakin menipis dan
berkurang.
Pada saat kecepatan arus melambat, partikel yang lebih berat akan
mengendap dan menyisakan partikel yang halus dalam larutan. Pada saat arus
tenang seperti di danau atau di laut, partikel – partikel yang halus akan
mengendap di dasarnya. Tanah liat sekunder biasanya terbentuk dari beberapa
macam jenis tanah liat dan berasal dari beberapa Sumber. Dalam setiap sungai,
endapan tanah liat dari beberapa situs cenderung bercampur. Dari sudut ilmu
keramik mengganggap bahan organik seperti humus dan daun busuk, oksida
logam seperti besi, nikel, titan, mangan dan sebagainya adalah bahan pengotor.
Karena pembentukannya melalui proses yang panjang dan bercampur dengan
bahan pengotor, maka tanah liat memiliki ukuran butiran yang halus. Tanah liat
sekunder mimiliki warna krem, abu-abu, coklat, merah jambu, kuning dengan
suhu matang antara 9000C - 14000C.
Pada umumnya tanah liat sekunder lebih plastis dan mempunyai daya
susut yang lebih besar dari pada tanah liat primer. Semakin tinggi suhu
bakarnya maka semakin keras dan semakin kecil porositasnya, sehingga
produk benda keramik menjadi kedap air. Dibanding dengan tanah liat primer
tanah liat sekunder mempunyai ciri tidak murni, warna lebih gelap, berbutir
lebih halus dan mempunyai titik lebur yang relatif lebih rendah. Setelah
dibakar tanah liat sekunder biasanya berwarna krem, abu-abu muda sampai
coklat tua. Tanah liat yang dibakar kurang dari 6000C belum memiliki
kematangan yang tepat walaupun sudah mengalami perubahan keramik,
kematangan tanah liat atau vitrifikasi adalah kondisi keramik yang telah
mencapai suhu kematangan secara tepat tanpa mengalami perubahan bentuk.
Pada pembakaran di bawah suhu 80000C, mineral silika bebas (seperti mineral

29
carbonat) akan berubah pula. Hal ini merupakan akibat dari terbakarnya semua
unsur karbon (proses kalsinasi).
Perubahan fisika terjadi di atas suhu 80000C yaitu pada saat bahan -
bahan alkali bertindak sebagai ‘Flux’ atas silika dan alumina yang membentuk
sebuah jaringan kristal (mulia) dan gelas yang mengikat bahan-bahan yang
tidak dapat dilarutkan menjadi suatu massa yang kuat (pembakaran biskuit).
Saat tanah liat dibakar pada suhu ± 130000C beberapa perubahan akan terjadi,
misalnya badan menjadi lebih keras ketika mendingin dan menjadi kedap air.
Tanah liat tersebut telah mengalami proses ‘Vitrifikasi’ artinya sebagian besar
material, khususnya silika telah menggelas, memasuki pori-pori dan mengikat
semua partikel tanah liat dengan membentuk ikatan yng dikenal sebagai ikatan
‘Alumina Silika Hidroksida’. Proses vitrifikasi ini disertai dengan penyusutan
volume, dimana semakin tinggi suhu bak semakin besar penyusutan tetapi
semakin rendah porositasnya atau dengan kata lain benda semakin padat dan
kedap air.
Tanah liat yang tidak vitrifikasi pada suhu tinggi (± 130000C) dapat
digolongkan ke dalam jenis tanah liat tahan api (refractory clay). Setiap tanah
liat dapat dilebur bila suhu bakarnya cukup. Idealnya setiap jenis tanah liat
mempunyai titik vitrifikasi tanpa terjadi perubahan bentuk (deformasi). Dalam
praktek, vitrifikasi seringkali diikuti dengan perubahan bentuk. Hal ini terjadi
karena adanya tegangan-tegangan bagian benda yang terlemah akibat dari
meleburnya mineral-mineral tanah liat.
(W.H. Duda, 1985)
Karakteristik Fisik Tanah Liat
Mineral-mineral pada tanah liat umumnya memiliki sifat-sifat:
1. Hidrasi
Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel
lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-
lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada
umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan
difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang
dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang

30
pada temperatur yang lebih tinggi dari 6000C sampai 10000C dan akan
mengurangi plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat hilang cukup
dengan pengeringan udara saja.
2. Aktivitas
Aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas
(IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm. Hasil pengujian
index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif.
3. Flokulasi dan Dispersi
Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang
bergerak secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari
larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen. Flokulasi adalah peristiwa
penggumpalan partikel lempung dibawah larutan air akibat dari mineral
lempung umumnya mempunyai pH > 7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir
dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+),
sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk
menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.
4. Pengaruh Zat cair
Fase air yang berada dibawah struktur tanah lempung adalah air yang
tidak murni secara kimiawi. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat
membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di
lapangan dengan air yang telah terkontaminasi. Air berfungsi sebagai penentu
sifat plastisitas dari lempung. Fenomena hanya terjadi pada air yang
molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti
karbon tetrakolrida (CCl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi
apapun.
5. Sifat kembang susut (swelling potensial)
Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan sistem tanah
dengan air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan tenaga-tenaga
dibawah struktur tanah. Tenaga tarik yang bekerja pada partikel yang
berdekatan yang terdiri dari tenaga elektrostatis yang bergantung pada
komposisi mineral, serta bergantung pada jarak antar permukaan partikel.
(B. Kohlhaas, 1983)

31
Spesifikasi sifat fisika dan kimia tanah liat (clay)
Sifat fisika tanah liat (clay) adalah sebagai berikut :
a. Kekerasan : 1 - 3 Mohs
b. Densitas : 2,9 g/ml
c. Titik leleh : Terurai pada 1450oC
d. Warna : Coklat kemerah – merahan
e. Kelarutan : tidak larut dalam air, asam dan pelarut lainnya

Sifat kimia tanah liat (clay) adalah sebagai berikut :


a. Tanah liat akan mengalami pelepasan air hidratnya pada suhu 400 oC,
reaksi: Al2O3.2SiO2.2H2O Al2O3 + 2SiO2 + 2H2O
b. Sifat “keliatan” tanah liat akan hilang apabila dipanaskan atau dibakar
c. Apabila ditambahkan air akan mengalami proses pengerasan.
(Kirk and Othmer, 1979)
2.2. Bahan Baku Tambahan
Bahan yang tambahan pada bahan baku utama apabila pada pencampuran
komposisi oksida-oksida pada bahan baku utama belum memenuhi persyaratan
secara kualitatif dan kuantitatif.

2.2.1. Pozzolan
Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika dan alumina,
yang tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam bentuk halusnya dan
dengan adanya air dapat menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air,
maka senyawa- senyawa tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida
pada suhu normal membentuk senyawa kalsium hidrat yang bersifat hidraulis
dan mempunyai angka kelarutan yang cukup rendah.
Pozzolan terbagi atas dua jenis sebagai berikut ini :
1. Pozzolan alam
Bahan alam yang merupakan sedimentasi dari abu atau lahar gunung
yang mengandung silika aktif, yang bila bercampur dengan kapur akan terjadi
proses sementasi.
2. Pozzolan buatan

32
Bahan yang terdapat dari sisa pembakaran dari tungku maupun
pemanfaatan limbah yang diolah menjadi abu yang mengandung silika aktif
dengan proses pembakaran, seperti abu terbang (fly ash), silika fume, dan lain-
lain. Pozzolan dapat digunakan sebagai bahan tambah campuran mortar dengan
komposisi tertentu. Komposisi yang optimal memberikan dampak baik
terhadap mortar, menjadikan mortar mudah diaduk, lebih kedap air, dan kuat
tekan mortar menjadi lebih kuat. Pemakaian pozzolan sangat menguntungkan
karena menghemat semen, dan mengurangi panas hidrasi yang mengakibatkan
ratakan serius.
(Philip A. Alsop, 2003)
Kelas pozzolan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1. Kelas N
Pozolan alam atau hasil pembakaran, pozzolan alam yang dapat
digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomoic, opaline cherts dan
shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana bisa diproses melalui
pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai material hasil pembakaran
yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.
2. Kelas C
Fly ash yang mngandung CaO di atas 10% yang dihasilakan dari
pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara.
3. Kelas F
Fly ash yang mengandung CaO kurang dari 10% yang dihasilakan dari
pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara.
Pozzolan alam mempunyai mutu, bentuk serta warna yang berbeda-beda
antara satu deposit dengan deposit yang lainnya. Sifat pozzolan alam terhadap
beton pada dasarnya mirip dengan pozzolan lainnya, yaitu memperlambat
waktu setting sehingga kekuatan awal beton rendah, bereaksi dengan
CaO(OH)2 membentuk senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) sehingga
mengurangi kandungan CA(OH)2 dalam beton, membuat beton tahan terhadap
air laut dan sulfat.

Jenis-jenis pozzolan menurut proses pembentukannya (asalnya)


dibedakan menjadi dua jenis yaitu pozzolan alam dan pozzolan buatan.

33
Pozzolan alam adalah bahan alam yang merupakan sedimentasi dari abu atau
lava gunung berapi yang mengandung silika aktif, yang bila dicampur dengan
kapur padam akan mengadakan proses sementasi. Sedangkan untuk pozzolan
buatan sebenarnya banyak macamnya, baik merupakan sisa pembakaran dari
tungku, maupun hasil pemanfaatan limbah yang diolah menjadi abu yang
mengandun silica reaktif dengan melalui proses pembakaran, seperti abu
terbang (fly ash), abu sekam (rice husk ash), silica fume dan lain-lain. Pozzolan
alam mempunyai mutu, bentuk serta warna yang berbeda-beda antara satu
deposit dengan deposit yang lainnya.
(B. Kohlhaas, 1983)
Sifat pozzolan alam terhadap beton pada dasarnya mirip dengan pozzolan
lainya, yaitu memperlambat waktu setting sehingga kekuatan awal beton
rendah, bereaksi dengan CaO(OH)2 membentuk senyawa kalsium silikat hidrat
(CSH) sehingga mengurangi kandungan CA(OH)2 dalam beton, membuat
beton tahan terhadap air laut dan sulfat.
Adapun sifat fisika dan kimia dari pozzolan, diantaranya :
a.Sifat fisika dari pozzolan
1. Warna : Putih Kemerahan
2. Bentuk : Padatan
3. Kekerasan : 6 – 8 Mohs
4. Densitas : 2,415
5. Titik leleh : Terurai pada 1450oC
b. Sifat kimia dari pozzolan
1.Mengalami proses pengerasan bila bereaksi dengan kapur dan air
2.Kedap terhadap air
3.Tahan terhadap asam dan air laut
(Kirk and Othmer, 1979)
2.2.2. Gypsum (CaSO4.2H2O)
Gypsum terbentuk karena pengendapan air laut. Gypsum merupakan
mineral terbanyak dalam batuan sedimen, lunak bila murni. Merupakan bahan
baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam dunia perdagangan
biasanya gypsum mengandung 90% CaSO4.2H2O. Gypsum juga adalah suatu

34
senyawa kimia yang mengandung dua molekul hablur dan dikenal dengan
rumus kimia CaSO4.2H2O. Dalam bentuk murni gypsum berupa kristal
berwarna putih dan berwarna abu-abu, kuning, jingga atau hitam bila kurang
murni. Gypsum adalah mineral sulfat yang paling umum diatas bumi. Secara
teknik, gypsum dikenal sebagai zat kapur sulfate. Dengan perlakuan panas,
tekanan, percampuran dengan unsur-unsur yang lain dapat menghasilkan
berbagai jenis gypsum. Gypsum adalah zat kapur sulfat (CaSO4).
Alam menyediakan dua macam gypsum yaitu anhidrit dan dehydrate.
Gypsum yang disuling disebut dengan anhidrit dibentuk dari 29,4 % zat kapur
(Ca) dan 23,5 % belerang (S). Secara kimiawi, satu-satunya perbedaan antara
kedua jenis gypsum ini adalah dua molekul air yang ada dalam senyawanya.
Dehydrate (CaSO4 + 2H2O) berisi dua molekul dan air sedangkan anhidrit
(CaSO4) tidak berisi molekul air.
Pada umumnya, gypsum mempunyai air yang dihubungkan dalam
struktur molekular (CaSO4.2H2O) dan kira-kira 23,3 % Ca dan 18,5 % S.
Gypsum adalah garam yang netral dari suatu cuka yang kuat dan tidak
meningkatkan atau mengurangi kadar keasaman. Gypsum digunakan untuk
pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin, sebagai penyerap untuk
bahan-kimia, sebagai pigmen cat dan perluasan, dan untuk pelapisan kertas.
Gypsum california alami, berisi 15% - 20% belerang, digunakan untuk
memproduksi ammonium sulfate untuk pupuk. Gypsum juga digunakan untuk
membuat asam belerang dengan pemanasan sampai 2000 oF (1093 oC) dalam
permukaan tertentu. Resultan calsium sulfida bereaksi untuk menghasilkan
kapur perekat dan sulfuricacid.
Gypsum bisa digunakan kembali dengan pemanasan. Anhidrit adalah zat
kapur tak berair (sulfate). Anhidrit digunakan untuk memproduksi belerang,
dioksida belerang, dan ammonium sulfate. Banyak gypsum calcined,
digunakan sebagai gipsum untuk memplester dinding. Untuk penggunaan
seperti itu, dicampur dengan kapur perekat air atau lem air dan pasir. Papan
dinding gipsum atau eternit berupa papan atau lembaran, campuran dari
gypsummixed lebih dari 15% serabut, biasanya dipasang pada langit-langit
rumah. Butir yang terdapat di dalamnya tahan terhadap api karena

35
menggunakan suatu tiruan wood-grain untuk permukaan dinding. Scott’s
semen adalah suatu plester untuk perekat dengan gypsum calcined dan dapat
merekat dengan cepat.
(W.H. Duda, 1985)
Gypsum dapat berubah secara perlahan-lahan menjadi hemihidrat
(CaSO4. 0.5H2O) pada suhu 900C. Bila dipanaskan atau dibakar pada suhu
1900C – 2000C akan menghasilkan kapur gypsum atau stucco yang dikenal
dalam perdagangan sebagai plester paris. Pada suhu yang cukup tinggi yaitu
lebih kurang 5340C akan dihasilkan anhydrite (CaSO4) yang tidak dapat larut
dalam air dan dikenal sebagai gypsum mati. Gypsum sebagai perekat
mineral mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan perekat organik
karena tidak menimbulkan pencemaran udara, murah, tahan api, tahan
deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap zat kimia. Gypsum juga
biasa digunakan dalam industri semen.
Adapun sifat fisika dan kimia gypsum, diantaranya :
1. Sifat fisika gypsum sebagai berikut :
a. Rumus molekul : CaSO4.2H2O
b. Fasa : Padat
c. Warna : Putih
d. Bulk density : 1,4 ton/m3
e. Ukuran material : 0 – 30 mm
f. Kekerasan : 7 – 9 Mohs
g. Kemurnian : 90 %
h. Titik leleh : 400 oC

2. Sifat kimia gypsum sebagai berikut :


a. Gypsum dapat melepaskan air hidratnya bila dipanaskan, reaksi :
CaSO4.2H2O CaSO4.1/2 H2O + 3/2 H2O H = 69 kJ
b. Komposisi :
CaO = 28,3 %
H2O = 3,0 %
Al2O3 = 0,03 %
SiO2 = 0,02 %

36
MgO = 0,0 %
SO3 = 42,0 %
Combine Water = 18,8 %
Loss of Ignition = 7,85 %
Insoluble Residue =1%
(Kirk and Othmer, 1979)

2.3. Semen Portland Pozzolan (PPC)

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan
pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau
membatu pada pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan dengan air,
maka terbentuklah beton. Beton nama asingnya, concrete-diambil dari
gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama, dan
crescere (tumbuh), yang maksudnya kekuatan yang tumbuh karena adanya
campuran zat tertentu.
Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa
kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam
yang mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida
(Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian
untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah
dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses
produksi dikemas dalam kantong/zak Dalam pengertian umum, semen adalah
suatu binder, suatu zat yang dapat menetapkan dan mengeraskan dengan
bebas, dan dapat mengikat material lain. Abu vulkanis dan batu bata yang
dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang dibakar sebagai agen
pengikat untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik yang selanjutnya
disebut sebagai “cementum”. Semen yang digunakan dalam konstruksi
digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen non-hidrolik.

37
Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah
dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari
pencampuran dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan
kekuatan dan stabilitas bahkan dalam air. Pedoman yang dibutuhkan dalam
hal ini adalah pembentukan hidrat pada reaksi dengan air segera mungkin.
Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan
didasarkan pada semen Portland, yang dibuat dari batu kapur, mineral tanah
liat tertentu, dan gypsum, pada proses dengan temperatur yang tinggi yang
menghasilkan karbon dioksida dan berkombinasi secara kimia yang
menghasilkan bahan utama menjadi senyawa baru. Semen non-hidrolik
meliputi material seperti batu kapur dan gipsum yang harus tetap kering
supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair.
Contohnya adukan semen kapur yang ditetapkan hanya dengan
pengeringan, dan bertambah kuat secara lambat dengan menyerap karbon
dioksida dari atmosfer untuk membentuk kembali kalsium karbonat.
Penguatan dan pengerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan
air yang mengandung senyawa-senyawa, pembentukan sebagai hasil reaksi
antara komponen semen dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah
kepada hidrasi dan hidrat secara berturut-turut. Sebagai hasil dari reaksi
awal dengan segera, suatu pengerasan dapat diamati pada awalnya dengan
sangat kecil dan akan bertambah seiring berjalannya waktu. Setelah mencapai
tahap tertentu, titik ini diarahkan pada permulaan tahap pengerasan.
Penggabungan lebih lanjut disebut penguatan setelah mulai tahap pengerasan.
(W.H. Duda, 1985)
Semen Portland Pozzolan (PPC) adalah suatu bahan pengikat hidrolis,
yang dibuat dengan menggiling bersama-sama terak semen portland dan bahan
yang mempunyai sifat pozzolan, atau mencampur secara merata bubuk semen
portland dan bubuk bahan yang mempunyai sifat pozzolan. Selama
penggilingan atau pencampuran dapat di - tambahkan bahan-bahan lain asal
tidak mengakibatkan penurunan mutu.Semen Portland Pozzolan pada dasarnya
dibuat dari campuran terak dengan pozzolan. Pozzolan yang dipakai dapat
berupa pozzolan alam (Natural Pozzoland) maupun pozzolan buatan (Syntetic

38
Pozzoland). Pozzolan alam yang biasa dipakai, diantaranya : abu vulcanis,
tanah diatome, tufa, fumice, dan sebagainya. Sedangkan pozzolan buatan yang
biasa dipakai, diantaranya : hasil pembakaran tanah liat, hasil pembakaran
batubara, actifated silica, abu sekam, dan sebagainya. Pada dasarSemen PPC
dapat digunakan dalam kebutuhan pembangunan, diantaranya :
1. Bangunan bertingkat tinggi & perumahan.
2. Jembatan & jalan raya.
3. Landasan bandara udara.
4. Bangunan di lingkungan garam seperti dermaga & bangunan irigasi.
5. Beton volume besar seperti bendungan, dam, pondasi pelat penuh.
6. Beton pracetak & pratekan.
7. Elemen bangunan : genteng, hollow brick, batako, paving blok, beton.
(B. Kohlhaas, 1983)
Adapun menurut W.H. Duda, 1985, karakteristik dari semen PPC
(Portland Pozzoland Cement) sebagai berikut :
a. Kuat Tekan

Kuat tekan awal yang tinggi sangat berpengaruh terhadap kecepatan


pembongkaran bekisting. Konsumen proyek sangat memperhatikan nilai kuat
tekan baik umur 3 hari, 7 hari dan 28 hari. Rata-rata kuat tekan 3 hr = 217, 7 hr
= 294 ; 28 hr = 392.

b. Cepat Kering

Kecepatan kering ditunjukkan oleh parameter initial setting time


(pengikatan awal) dan final setting (pengikatan akhir). Sesuai SNI initial
setting min 45 menit dan final setting maks 425 menit. Nilai typical SG initial
setting 140 menit dan 270 menit untuk final setting. Kecepatan kering PPC
lebih lambat dari OPC Type I karena adanya tambahan pozzolan (trass/fly ash).

c. Memiliki Daya Rekat Tinggi dan Tidak Mudah Retak

Daya rekat sangat dipengaruhi oleh Free Lime atau kadar kapur bebas.
Apabila kadar free lime terlalu tinggi maka dapat mengurangi daya rekat
semen terhadap agregat (batu, pasir) dan menyebabkan retak rambutpada saat

39
digunakan. Meskipun tidak dipersyaratkan dalam standar, SG memperhatikan
free lime yang ditetapkan dalam rencana mutu dibatasi mak 2 %.

d. Mempunyai plastisitas / workabilitas yang baik

Plastisitas pada PPC sangat dipengaruhi oleh kadar plastisizer material


yang ditunjukkan dengan parameter Insoluble. Semakin tinggi akan semakin
workable, namun ada batasan tertentu agar tidak menurunkann Kuat Tekan di
bawah batas yang ditentukan. Semen PPC lebih plastis dibandingkan semen
OPC Type I karena adanya penambahan Pozzolan (trass/fly ash) tadi.

e. Ketahanan terhadap sulfat dan garam

Hal tersebut karena penambahan pozzolan. Dalam jangka panjang


pembebasan CaO (calcium bebas) pada beton akan bereaksi dengan pozzolan
dan air membentuk senyawa baru yang mempunyai sifat lebih kedap terhadap
larutan garam dan sulfat. Sifat tersebut lebih banyak dimiliki oleh PPC
dibandingkan OPC Type I.

f. Panas Hidrasi Rendah.

Sebagai akibat adanya pozzolan (trass/fly ash). Hal tersebut sangat


menguntungkan pada pembuatan beton beton volume besar (beton masa) yang
memerlukan persyaratan panas hidrasi tertentu. Sehingga mengurangi
timbulnya retak beton karena kecepatan hidrasi yang berlebihan.

(W.H. Duda, 1985)

Sedangkan ciri-ciri semen portland pozzolan menurut W.H. Duda, 1985,


sebagai berikut :

1. Sifat Pengerjaan (Workability)

Campuran menggunakan Semen Portland Pozolan mempunyai sifat


pengerjaan yang lebih mudah dari semen portland.

2. Waktu Pengikatan

40
Selisih waktu pengikatan akhir antara semen portland dengan semen
portland pozolan sebesar 45 menit.

3. Panas Hidrasi

Semen portland pozolan mempunyai panas hidrasi yang sama dengan


semen portland jenis II.

4. Kekuatan Tekan

Semen portland pozolan mempunyai kekuatan lebih tinggi dari semen


portland jenis II.

(W.H. Duda, 1985)


Berdasarkan hal tersebut, semen portland pozzolan memiliki sifat fisika dan
sifat kimia sebagai berikut :
1.) Sifat Fisika
a) Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap asam dan garam
b) Memiliki specific gravuty sebesar 2,0 – 3,5
c) Memiliki fineness sebesar 70 – 90 %
d) Memiliki soundness sebesar 0,5 -1, 5 mm
e) Memiliki kuat tekan sebesar 20 – 35 Mpa pada day 28

2.) Sifat Kimia


a) Memiliki senyawaan mineral penting dalam kebutuhan pembangunan,
yaitu : C3S, C2S, C3A, dan C4AF
b) Memiliki kandungan SO3berkisar antara 0,5 – 2,5 % yang aman bagi
lingkungan
c) Mudah bereaksi dan berikatan dengan air, reaksi :
(S, A) + Ca(OH)2 + Air CSH + CASH
d) Memiliki Loss on ignition sebesar 1 % dan Insoluble residue sebesar
20 %
e) Memiliki kandungan alkali total sebesar 0,71 %
(Kirk and Othmer, 1979)

41
2.4. Proses Pembuatan Semen Portland Pozzolan

Proses untuk memproduksi semen portland pozzolan terdapat


perbedaan yang terletak pada proses penggilingan dan homogenisasi. Produksi
semen portland komposit dapat melalui 2 proses yaitu :
1. Proses Basah (Wet Process)
2. Proses Kering (Dry Process)
2.4.1. Proses Basah ( Wet Process)
Pada proses ini, bahan baku dihancurkan pada raw mill unit lalu digiling
dan air dimasukkan ke suatu pencampuran (Wash Mill) sehingga menjadi
slurry. Lalu kemudian dikeringkan dalam rotaray dryer sehingga terbentuk
umpan tanur yang akan dimpan dalam slurry tank. Slurry yang disimpan
memiliki kadar air sebesar 25 – 40 %. Slurry ysng memenuhi syarat
dimasukkan ke dalam kiln atau tanur putar untuk dibakar. Kiln atau tanur putar
yang digunakan adalah “Long Rotary Kiln”. Bahan dari slurry tank masuk ke
long rotary kiln dengan suhu operasi diatas 1450 – 1900 oC dan selanjutnya
didinginkan secara cepat dengan suatua alat pendingin (Air Quencing Coller),
lalu disimpan pada storage clinker. Setelah itu ditambah dengan gypsum (3 – 5
%) sebagai retarder disimpan pada storage silo. Dari storage silo. Clinker atau
terak tersebut kemudian digiling bersama gypsum secara kering pada unit
finish mill, kemudian dilanjutkan proses pengepakan untuk dilakukan distibusi.
Tahap sederhana pada proses pembuatan semen dengan proses basah
dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Raw Material Preparation
Raw material preparation meerupakan proses yang meliputi
penambangan bahan baku, penambahan air, crushing, dan homogenizing.
2. Burning atau Clinkerization
Burning atau Clinkerization merupakan proses yang meliputi preheating,
calcination, rotary process, dan grate cooler process. Pada proses ini terjadi
disosiasi CaCO3 menjadi CaO dan CO2 (pada proses kalsinasi) dan
terbentuknya mineral C2S, C3S, C4AF, dan C3A
3. Finishing Grinding

42
Finishing grinding merupakan proses yang dilakukan pada unit
penggilangan akhir dengan penambahan gypsum.
4. Packaging
Packaging merupakan proses pengemasan produk semen yang dihasilkan
dan telah memenuhi standar mutu tertentu sehingga siap untuk didistribusikan.
Dari rangkaian proses tersebut, dapat disimpulkan beberapa keuntungan dan
kerugiannya, yaitu sebagai berikut :
Keuntungan :
1. Campuran / umpan kiln lebih homogen sehingga mutu semen lebih baik
2. Efisiensi penggilingan lebih baik sehingga tidak memerlukan suatu unit
homogenizer.
3. Jumlah debu yang dihasilkan lebih sedikit
Kerugian :
1. Kiln atau tanur putar yang digunakan relatif lebih panjang karena
memerlukan zona dehidrasi yang lebih panjang untuk mengendalikan kadar
air.
2. Penggunaan bahan bakar yang lebih banyak (boros)
3. Membutuhkan panas yang tinggi untuk pembakaran.
4. Kebutuhan air yang dipakai relatif tinggi.
5. Biaya produksi yang relatif lebih mahal karena lebih banyak air yang perlu
diuapkan.
(W.H. Duda, 1985)

43
Gambar 2.1. Proses Basah Pembuatan Semen Portland Pozzoland

Sumber : W.H. Duda, 1985

2.4.2. Proses Kering (Dry Process)


Proses kering digunakan untuk mengurangi biaya produksi tinggi yang
terjadi pada proses basah dengan menggunakan prinsip preblending dengan
sistem homogenisasi dan raw mix. Pada proses ini tahapan penggilingan dan
pencampuran dilakukan secara kering. Proses penggilingan dan pengeringan
bahan baku berlangsung dalam suatu alat yang bernama Raw Mill Unit
(preblending) dengan memanfaatkan panas gas hasil pembakaran yang berasal
dari suspension preheater (SP). Dari SP, material masuk ke rotary kiln dengan
suhu operasi 1450 oC dan selanjutnya didinginkan secara cepat dengan suatu
alat pendingin (Air Quenching Coller) dan disimpan pada clinker storage.
Clinker atau terak yang telah disimpan dalm silo digiling secara kering pada
unit finish mill dengan ditambahkan gypsum, kemudian dilanjutkan proses
pengepakkan untuk didistribusikan.
Pada proses ini menggunakan umpan kering untuk lebih
mengefisiensikan dan mengefektifkan proses produksi, dengan biaya
penguapan air yang lebih rendah daripada proses basah. Kadar air pada proses
ini pada dasranya dibawah 1 % dan dapat dikurangkan pada proses pemanasan

44
diluar kiln (preheater atau pemanasan awal). Pada umumnya, lamanya proses
kering di kiln berkisar ± 4,5 ton/jam dan lebih produktif daripada proses basah.
Selain itu, pada proses ini pencampuran kurang homogen. Namun hal ini
dapat diantisipasi dengan melakukan prinsip-prinsip preblending (pencampuran
awal) dan homogenisasi umpan tanur dalam keadaan kering. Disamping itu
juga debu yang dihasilkan relatif lebih banyak, tetapi hal ini dapat diantisipasi
dengan menggunalat alat dust collector dan electrostatic precipitator (EP).
Konsumsi panas yang dihasilkan relatif lebih kecil dan lebih sedikit karena
memanfaatkan suhu recycle dari kiln untuk proses lainnya, seperti : preheater,
pengeringan bahan baku, dan lain-lain. Kapasitas yang dihasilkan pada proses
ini juga lebih besar dan lebih singkat dari segi waktu.
Tahap sederhana pada proses pembuatan semen dengan proses basah
dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Raw Material Preparation
Raw material preparation meerupakan proses yang meliputi penambangan
bahan baku, penambahan air, crushing, dan homogenizing.
2. Burning atau Clinkerization
Burning atau Clinkerization merupakan proses yang meliputi preheating,
calcination, rotary process, dan grate cooler process. Pada proses ini terjadi
disosiasi CaCO3 menjadi CaO dan CO2 (pada proses kalsinasi) dan
terbentuknya mineral C2S, C3S, C4AF, dan C3A
3. Finishing Grinding
Finishing grinding merupakan proses yang dilakukan pada unit
penggilangan akhir dengan penambahan gypsum.
4. Packaging
Packaging merupakan proses pengemasan produk semen yang dihasilkan
dan telah memenuhi standar mutu tertentu sehingga siap untuk didistribusikan.

Dari rangkaian proses tersebut, dapat dimpulkan eberapa keuntungan dan


kerugiannya diantaranya, yaitu sebagai berikut :
Keuntungan :

45
1. Kiln atau tanur putar yang digunakan relatif lebih pendek dan diameter
kecil.
2. Pemakaian bahan bakar yang digunakan relatif lebih sedikit dan lebih
murah sehingga lebih hemat.
3. Pemakaian panas lebih rendah dan efisiesien
4. Kebutuhan air ralatif lebih sangat sedikit.
5. Kapasitas produksi yang dihasilkan lebih banyak dan lebih besar.
6. Waktu produksi yang relatif lebih singkat daripada proses basah.
7. Biaya operasi yang lebih rendah.
Kerugian :
1. Campuran tepung baku kurang homogen dibandingkan dengan proses
basah.
2. Debu yang dihasilkan sedikit lebih banyak dibandingkan proses basah.
(W.H. Duda, 1985)

Gambar 2.2. Proses Kering Pembuatan Semen Portland Pozzolan


Sumber : W.H. Duda, 1985

2.5. Hasil Samping


2.5.1. Debu

46
Debu adalah debu adalah zat kimia padat, yang disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda, baik
organik maupun anorganik. Debu juga merupakan partikel-partikel kecil yang
dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi, debu partikel yang berukuran kecil
sebagai hasil dari proses alami maupun mekanik. Partikel debu yang
berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis
seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, serta pelindasan benda-
benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang berdiameter antara 1-10
mikron biasanya termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industri
lokal. Partikel yang mempunyai diameter 0,1-1 mikron, terutama merupakan
produk pembakaran dan aerosol fotokimia.

Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate
matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini
segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Dan yang kedua, yaitu :
Suspended particulate matter. Suspended particulate matter adalah debu yang
tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap.

Proses produksi ini menghasilkan limbah berupa debu dengan intensitas


paling tinggi terdapat dalam proses pengilingan akhir dan pengilingan awal
serta proses pencampuran dan pembakaran. Debu–debu ditangani dengan
menggunakan alat penangkap debu yaitu dust collector dan electrostatic
precipitator. Alat ini mempunyai efisiensi dedusting yang cukup tinggi,
sehingga dapat mengurangi sekaligus melakukan recover debu yang akan
terbuang. Debu yang keluar dari kedua alat tersebut diharapkan berintensitas
sekitar 40–50 ppm. Kondisi alat ini selalu dikontrol agar efisiensinya tetap
tinggi, sehingga udara keluarannya hanya mengandung sedikit debu.

(Philip A. Alsop, 2003)

Adapun sifat fisika dan kimia debu, diantaranya :

Sifat Fisika Dan Kimia Debu

47
 Sifat Fisika Debu, diantaranya :
a.) Fase : Padat
b.) Ukuran debu : 0,1 – 10 mikron
c.) Densitas : 0.329 g/cm3
d.) Kelarutan dalam air : 25,4 g/L (20 oC)
e.) Kecepatan gerak : 1,0 – 2,0 m3/menit
f.) Penggumpalan : Sangat cepat dan singkat
 Sifat Kimia Debu, diantaranya :
a.) Dapat sedikit larut dalam air, dengan dilakukan proses pengadukan
b.) Memiliki sifat optik khusus dalam kondisi gelap
c.) Dapat mengendap karena gravitasi bumi
d.) Selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis

(Kirk and Othmer, 1979)

2.6. Pemilihan Proses

Dari uraian tentang macam-macam proses diatas maka didapat


perbandingan seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1. Perbandingan Proses Pembuatan Semen Portland Komposit


No. Proses Proses Basah Proses Kering
Parameter
1 Bahan Baku Batu Kapur, Tanah Batu Kapur, Tanah Liat
Liat
2 Bahan Tambahan Pozzoland, Gpysum, Pozzoland, Gpysum
Air
3 Kondisi Operasi
Suhu 1500 – 1900oC 1450oC
Tekanan 350 – 400 mbar 350 – 400 mbar
Waktu Reaksi 3 – 5 jam 1 – 2 jam

48
No. Proses Proses Basah Proses Kering
Parameter
4 Komposisi Produk C3S (49%), C2S C3S (49%), C2S (25%),
(25%), C3A (12%), C3A (12%), C4AF
C4AF (8%), CaSO4 (8%), CaSO4 (2,9%),
(2,9%), CaO (0,8%), CaO (0,8%), MgO
MgO (2,4%) (2,4%)
5 Spesifikasi Produk Anhydrate anhydrate
6 Kemurniaan Produk 99,9% 99,9%
7 Kapasitas Kiln 1,5 Juta klinker/kiln 2,5 Juta klinker/kiln
8 Biaya Produksi Lebih Mahal Lebih Murah
9 Ukuran Kiln 90 – 120 m 35 – 45 m
10 Hasil Samping Air -
11 Limbah Debu Debu
12 Alat Utama Wash mill, slurry Crusher, raw meal silo,
tank, blending, rotary ball mill preblending,
kiln, boiler, burner, blending, preheater,
clinker cooler, rotary kiln, boiler,
electrostatic burner, clinker cooler,
precipitator, dust electrostatic
collector, ball mill, precipitator, dust
clinker silo, cement collector, ball mill,
silo, clinker cooler, clinker silo, cement
hopper, bulk silo, clinker cooler,
transport hopper, bulk transport
12 Utilitas Air, listrik, steam Air, listrik, steam

Dari dua macam proses tersebut di atas maka pada prarancangan pabrik
ini dipilih teknologi proses kering secara kontinyu dengan alasan:

1. Kondisi operasi proses kering (1450 oC) lebih rendah dibanding proses
basah, sehingga konsumsi kalor yang digunakan lebih sedikit

49
2. Dengan kapasitas kiln yang sama, proses kering menghasilkan klinker yang
lebih banyak sehingga akan menghasilkan kapasitas produksi lebih besar
3. Proses kering memiliki waktu produksi yang lebih singkat dan konsumsi
energi lebih kecil.
4. Proses kering dilakukan tanpa penambahan air sehingga kadar air yang
terkandung dalam umpan untuk kiln hanya 0.5 – 10 % sehingga dapat
menghemat bahan bakar.

50

Anda mungkin juga menyukai