Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelarut adalah suatu zat yang melarutkan zat terlarut (cairan, padat atau gas
yang berbeda secara kimiawi), menghasilkan suatu larutan. Pelarut biasanya berupa
cairan tetapi juga bisa menjadi padat, gas, atau fluida superkritis. Kuantitas zat
terlarut yang dapat larut dalam volume pelarut tertentu bervariasi terhadap suhu.
Salah satu jenis pelarut yang banyak digunakan adalah pelarut organik. Pelarut
organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon dalam
molekulnya. Dalam pelarut organik, zat terlarut didasarkan pada kemampuan
koordinasi dan konstanta dielektriknya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan non-
polar bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya. Pada proses kelarutan
dalam pelarut organik, biasanya reaksi yang terjadi berjalan lambat sehingga perlu
energi yang didapat dengan cara pemanasan untuk mengoptimumkan kondisi
kelarutan. Larutan yang dihasilkan bukan merupakan konduktor listrik.
Banyaknya penggunaan pelarut organik dapat mengakibatkan pencemaran
lingkungan. Hal tersebut karena pelarut organik dapat bersifat toksik dengan tingkat
toksisitas bervariasi yangmana penggunaan pelarut organik harus dibatasi
penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan karena adanya sifat toksik tersebut.
Oleh sebab itu, dalam makalah ini dibahas lebih lanjut tentang pelarut organik, jenis –
jenisnya, sifat – sifatnya, dampaknya pada manusia, serta mekanismenya bisa masuk
ke tubuh hingga menimbulkan suatu dampak pada tubuh agar kita dengan mudah
mengetahui tingkat toksisitas dari jenis pelarut organik yang digunakan.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang mendasari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan pelarut organik dan sifat-sifatnya?
2. Apa saja jenis-jenis pelarut organik?
3. Bagaimana toksikologi pelarut organik dan dampaknya pada tubuh
manusia?

1.3. Tujuan Penulisan

1
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian pelarut organik dan sifat-sifatnya
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari pelarut organik.
3. Untuk mengetahui toksikologi pelarut organik dan dampaknya pada tubuh
manusia.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan adalah berupa tinjauan pustaka. Pustaka
berasal dari jurnal ilmiah dan sedikit dari internet.

BAB II
ISI

2.1 Pengertian Pelarut Organik dan Sifat-Sifatnya


Pelarut merupakan cairan yang mampu melarutkan zat lain yang umumnya
berbentuk padatan tanpa mengalami perubahan kimia. Dalam bentuk cairan dan

2
padatan, tiap molekul saling terikat akibat adanya gaya tarik menarik antar molekul,
gaya tarik menarik tersebut akan mempengaruhi pembentukan larutan. Apabila
terdapat zat terlarut dalam suatu pelarut, maka partikel zat terlarut tersebut akan
menyebar ke seluruh pelarut. Hal ini menyebabkan bentuk zat terlarut menyesuaikan
dengan bentuk pelarutnya (Wikipedia, 2016).
Pelarut organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon
dalam molekulnya. Dalam pelarut organik, zat terlarut didasarkan pada kemampuan
koordinasi dan konstanta dielektriknya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan non-
polar bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya. Pada proses kelarutan
dalam pelarut organik, biasanya reaksi yang terjadi berjalan lambat sehingga perlu
energi yang didapat dengan cara pemanasan untuk mengoptimumkan kondisi
kelarutan. Larutan yang dihasilkan bukan merupakan konduktor elektrik. Contoh
pelarut organik adalah alkohol, eter, ester, etil asetat, keton, dan sebagainya
(Wikipedia, 2016).
Penggunaan umum untuk pelarut organik terdapat dalam cuci kering
(misalnya tetrakloroetilena), seperti thinner cat (misalnya toluena, terpentin), sebagai
penghilang cat kuku dan pelarut lem (aseton, etil asetat), pada penghilang noda
(misalnya heksana, petroleum eter), dalam deterjen (terpena lemon) serta dalam
parfum (etanol) (Wikipedia, 2016).

2.2. Jenis – Jenis Pelarut


Banyak pelarut yang digunakan dalam industri untuk berbagai tujuan, antara lain
proses ekstraksi: minyak makan, minyak wangi, bahan farmasi, pigmen dan produk -
produk lainnya dari sumber alam. Menghilangkan lemak merupakan satu contoh
penggunaan solven untuk menghilangkan bahan - bahan yang tidak diinginkan.
Solven ditambahkan untuk memudahkan pemakaian penyalut (coating) pada
adhesive, tinta, cat, vernis, dan penyegel (sealer). Solven – solven ini mudah
menguap, oleh karena itu, mereka dengan sengaja dilepaskan ke atmosfer setelah
penggunaan. Kebanyakan solven adalah depresan susunan syaraf pusat. Mereka
terakumulasi di dalam material lemak pada dinding syaraf dan menghambat transmisi
impuls. Pada permulaan seseorang terpapar, maka fikiran dan tubuhnya akan

3
melemah. Pada konsentrasi yang sudah cukup tinggi, akan menyebabkan orang tidak
sadarkan diri. Senyawa - senyawa yang kurang polar dan senyawa-senyawa yang
mengandung klorin, alkohol, dan ikatan rangkap memiliki sifat depresan yang lebih
besar. Jenis–jenis pelarut yang banyak digunakan di industri dan dapat menimbulkan
toksikologi lingkungan adalah golongan hidrokarbon – hidrokarbon petroleum,
hidrokarbon aromatis, hidrokarbon terklorinasi, alcohol, golongan glikol atau eter
glikol, beberapa golongan aldehid, beberapa golongan eter, beberapa golongan keton
dan beberapa senyawa lainnya (Putra, 2003).

2.3. Toksikologi Pelarut Organik dan Dampaknya pada Tubuh Manusia


2.3.1. Hidrokarbon – hidrokarbon Petroleum
Solven-solven sangat nonpolar ini adalah campuran dari hidrokarbon alifatis
sederhana yang diperoleh dari penyulingan petroleum. Mereka terdiri dari Carbon dan
Hidrogen, dengan bermacam-macam nama seperti naphtha, kerosene, gasoline,
tigroin, benzine, petroleum distillates, pentane, hexane, atau octane. Hidrokarbon
dengan Berat Molekul yang rendah adalah gas (methane, propane, dan butane),
sedangkan hidrokarbon dengan Berat Molekul yang lebih tinggi, ditemukan dalam
bentuk minyak mineral, merupakan komponen solven yang tidak penting.
Hidrokarbon adalah senyawa kimia inert, suatu karakter yang paling baik sebagai
solven (Putra, 2003).
Hidrokarbon dengan Berat Molekul sedang adalah mudah menguap, dan masuk
ke dalam tubuh manusia melalui paru-paru. Mereka menyebabkan depresi Susunan
Syaraf Pusat, menyebabkan gejala-gejala seperti mabuk. Pada level yang lebih tinggi
(2000 ppm), pemaparan dalam periode yang singkat akan menyebabkan bahaya yang
serius. Solven Hidrokarbon melarutkan lemak kulit, menyebabkan kulit menjadi
kering, bersisik, mengiritasi kulit pada kontak yang lama. Hidrokarbon spesifik,
heksan, adalah komponen solven hidrokarbon yang paling banyak digunakan. Solven
ini dimetabolisme di dalam tubuh menjadi suatu zat yang merusak susunan syaraf
perifer (peripheral nervous system, PNS), jenis kerusakan berupa tremor dan
gangguan pada muskuler. Gangguan serius PNS terjadi di sebuah pabrik sepatu di
Itali karena solven adhesiv menggunakan heksan (Putra, 2003).

4
2.3.2. Hidrokarbon Aromatis
a. Benzene
Hidrokarbon aromatis adalah juga sangat nonpolar. Mereka secara kimia
berbeda dari fraksi petroleum, mempunyai cincin benzen di dalam strukturnya.
Hidrokarbon aromatis diperoleh dari uap batubara selama produksi batu arang.
Benzene (tidak sama dengan benzine) digunakan sebagai komponen tambahan pada
bahan bakar motor bebas timah, Ph, namun penggunaan ini dibatasi karena
toksisitasnya. Benzen ditemukan di dalam campuran beberapa senyawa solven,
seperti Stoddard's solvent. Benzene digunakan sebagai solven dalam cat, karet,
plastik, dan tinta, dan digunakan juga untuk mengekstraksi lemak dan minyak.
Benzen sangat penting sebagai suatu intermediet kimia dalam suatu sintesis.
Diperkirakan sekitar 2 juta pekerja di Amerika Serikat telah terpapar benzene (Putra,
2003).
Benzene adalah senyawa yang mudah menguap, dan terpapar secara luas
dalam bentuk uap menyebabkan kerusakan Susunan Syaraf Pusat, saluran
pencemaan, dan sumsum tulang yang membentuk sel-sel darah merah. Para pekerja
yang terpapar secara berlebihan (overexposed workers) menderita anemia dan
menurunnya jumlah sel darah putih. Kontak dalam waktu yang lama dengan kulit
menyebabkan kerusakan kulit mirip akibat terbakar, dan beberapa pekerja menjadi
lebih sensitif. Studi epidemiologi terhadap para pekerja yang terpapar benzene dalam
periode waktu yang lama menunjukkan bertambahnya pekerja yang menderita
kanker, terutama kanker darah (leukimia) (Putra, 2003).

b. Toluene, Xylene, Ethyl Benzene, dan Cumene


Senyawa-senyawa ini umumnya adalah solven hidrokarbon aromatis. Semua
senyawa ini diproduksi sampai level jutaan metrik ton per tahun. Xylene, juga disebut
xylol, sebenarnya merupakan suatu campuran dari tiga derivat benzene. Ethyl
benzene dan cumene disubstitusikan ke dala m struktur benzene, dimana grup ini

5
menjadi lebih besar. Penggunaan, termasuk sebagai bahan tambahan pada bahan
bakar motor, sama seperti penggunaan benzene (Putra, 2003).
Pada umumnya solven-solven aromatis ini menyebabkan lebih mengiritasi kulit
dari pada benzene. Kecuali untuk cumene, mereka kurang baik diserap melalui kulit
dari pada benzene, dan tidak menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang, tetapi
efeknya lebih besar terhadap Susunan Syaraf Pusat dari pada benzene. Sebagai suatu
komponen perekat, di dalam rumah tangga, toluene tercium seperti bau narkotika oleh
orang yang menggunakan perekat tersebut dan dapat menyebabkan kerusakan pada
ginjal dan hati (Putra, 2003).
2.3.3. Hidrokarbon terklorinasi
Secara kimiawi, senyawa-senyawa ini adalah hidrokarbon petroleum, biasanya
dengan beberapa atom klor per molekul menggantikan atom hidrogen. Mereka adalah
pelarut nonpolar yang unggul, dan memiliki tambahan keuntungan karena tidak
mudah menguap. Sekitar 1.5 biliun pound setiap tahunnya solven hidrokarbon
terklorinasi terutama 1,1,1-trikloroetan, metilen klorida, perkloro etilen, dan trikloro
etilen diproduksi dan digunakan untuk kepentingan Amerika Serikat. Karena adanya
tekanan dari para pencinta lingkungan dan juga adanya peraturan, maka penambahan
jumlah dari senyawa-senyawa ini harus melalui daur ulang (recyling). Diketahui
bahwa solven baru yang diproduksi setiap tahunnya sekitar 0,4 biliun pound di daur
ulang oleh pengguna solven, dan 0.26 biliun pound didaur ulang oleh perusahaan
(Putra, 2003).
Solven-solven hidrokarbon terklorinasi digunakan secara luas sebagai solven di
industri dan merupakan solven pilihan (the solvent of choise) penghilang lemak dan
zat pembersih/pengering. Trikloretilen dan 1,1,1-trikloroetan digunakan terutarna
untuk membersihkan minyak dari logam, sementara perkloroetilen sangat berguna
untuk pembersih kering. Karbon tetra klorida digunakan dalam jumlah besar sebagai
solven pembersih kering (dry cleaning)., sebagai cairan pada alat pemadam api, dan
lain-lain, tetapi sekarang ia sudah banyak digantikan dengan solven lain yang lebih
aman. Beberapa solven hidrokarbon terklorinasi digunakan pada adhesive. Metilen
klorida digunakan dalam aerosol, dan untuk melarutkan plastik, karet, minyak dan

6
lilin. Untuk keperluan di rumah tangga biasanya dipakai sebagai solven penghapus
cat. Metil klorida digunakan sebagai suatu pendingin dan sebagai suatu propellan
(bahan pembakar) aerosol (Putra, 2003).
Senyawa hidrokarbon lainnya juga menyebabkan iritasi kulit dan hilangnya
lemak kulit serta menekan, susunan syaraf pusat. Beberapa solven terklorinasi
menyebabkan timbulnya bengkak pada kulit seperti jerawat, suatu kasus yang disebut
dengan jerawat klor (chloracne). Depresi susunan syaraf pusat dapat menyebabkan
anaestesia. Terbukti bahwa salah satu dari senyawa ini, Kloroform, bersifat anaestesi
dan digunakan selama bertahun-tahun sebagai anaestetika (Putra, 2003).
Karbon tetraklorida mempunyai efek yang tidak baik terhadap kesehatan.
Senyawa ini diabsorbsi segera melalui kulit atau paru-paru. Di dalam tubuh, karbon
tetraklorida menyebabkan kerusakan pada hati dan ke mudian ginjal bila terpapar
secara terus menerus (on continued exposure). Karbon tetraklorida juga potensial
menyebabkan tumor hati (Putra, 2003).
Kloroform mempunyai efek yang sa ma dengan karbon tetraklorida, termasuk
kemampuannya menyebabkan kanker pada binatang perc obaan. Namun Kloroform
sangat sedikit digunakan sebagai solven dibanding dengan Karbon tetraklorida.
Metilen klorida adalah depresan susunan syaraf pusat. Dia dimetabolisme menjadi
karbon monoksida, yang dapat beikatan sangat kuat dengan hemoglobin,
menyebabkan berkurangnya kapasitas transpor oksigen di dalam tubuh. Bahaya
seperti ini terjadi pada penghisap rokok (perokok), yang kapasitas hemoglobinnya
telah berkurang akibat berikatan dengan karbon monoksida yang terkandung pada
asap rokok. Namun toksisitasnya lebih rendah jika disbanding dengan karbon tetra
klorida dan kloroform. American Conference of Governmental Industrial Hygienist
(ACGIH) memasukkan metilen klorida sebagai zat penyebab kanker (Putra, 2003).
Metil kloroform tampaknya merupakan salah satu solven terklorinasi yang
paling aman. Ia tidak bersifat narcose, tidak merusak liver, dan tidak mengiritasi kulit,
dan ia tidak terdaftar sebagai suatu karsinogen. Disisi lain, asetilen tetraklorida
merupakan salah satu yang paling buruk efeknya. Ia bersifat sangat narkose dan
menyebabkan kerusakan yang serius terhadap lever, ginjal, dan paru-paru.

7
Tetrakloroetilen menyebabkan jenis kerusakan yang sama, tetapi efeknya lebih kecil.
Trikloroetilen adalah suatu narkotik yang kuat (Putra, 2003).
Dari suatu pengamatan yang cermat diketahui bahwa pemaparan oleh beberapa
hidrokarbon terklorinasi berkombinasi dengan pemaparan dari alkohol seperti
isopropil atau etil alkohol, atau dengan ketone seperti acetone, mempertinggi efek
toksik dari hidrokarbon terklorinasi (Putra, 2003).
2.3.4. Alkohol
Alkohol digunakan secara luas sebagai solven, terutama pada industri pelapis
(coatings industry). Metil alkohol dan etil alkohol sering ditambahkan pada bahan
bakar motor, namun dapat menyebabkan kerusakan pada sistem bahan bakar di
dalam mobil yang terbuat dari karet yang dapat dirusak oleh alkohol. Dewasa ini,
alkohol ditambahkan pada bahan bakar untuk meninggikan kandungan oksigennya.
Karena tingginya kadar oksigen, maka produksi karbon monoksida pada pembakaran
berkurang. Kota-kota dengan tingkat karbon monoksida yang tinggi di udaranya
mengharapkan menemukan cara untuk bisa mengatasinya. Etil alkohol bersifat
memabukkan yang terdapat di dalam minuman beralkohol. Tinktur adalah obat yang
dilarutkan di dalam etil alkohol untuk diusapkan/digosokkan pada kulit. Isopropil
alkohol digunakan sebagai alkohol gosok (rubbing alcohol). Problem keracunan
alkohol tidak begitu lazim, karena ia tidak diabsorbsi melalui kulit secara efektif
(Putra, 2003).
Dengan adanya gugus alkohol (-OH) yang sangat polar, menambah dengan
tajam titik didih, dan mengurangi volatilitas, dari molekul. Juga menambah kelarutan
suatu struktur kimia dalam air dan kemampuannya melarutkan solutes polar. Alkohol
dengan molekul kecil, seperti metil dan etil alkohol, atau molekul dengan gugus poli
alkohol, seperti gliko l atau karbohidrat, adalah sangat mudah larut dalam air. Tetapi
jika ditambah atom karbon pada struktur ini maka kelarutannya dalam air berkurang.
Sebagai contoh, senyawa dengan 4 karbon C (butil alkohol) mempunyai kemampuan
terbatas larut dalam air (Putra, 2003).
Beberapa senyawa alkohol juga memiliki sifat-sifat toksik. Gugus alcohol
menyebabkan senyawa ini bersifat iritasi yang lebih besar dan narkose, tetapi sifat

8
sifat ini tidak diberikan oleh alkohol dengan molekul lebih besar. Disisi lain, alkohol
dengan molekul besar adalah larut dalam lemak. Sebagai akibatnya, mereka tinggal
lebih lama di dalam tubuh, dan lebih merusak organ-organ bagian dalam (to demage
internal organs). Karena derajat penguapannya relatif rendah, maka problem serius
terhadap inhalasi uap alkohol tidak umum terjadi (Putra, 2003).
Metil alkohol (metanol) adalah molekul alkohol yang paling kecil. Terpapar
secara berlebihan dengan senyawa ini menyebabkan narkose sama seperti efek etil
alkohol, namun efek narkose etil alkohol lebih besar. Harus diperhatikan secara
serius, suatu hasil metabolik dari metil alkohol menyerang syaraf mata, menyebabkan
kebutaan. Efek toksik terjadi dari absorpsi metil alkohol melalui kulit (Putra, 2003).
Metil alkohol adalah suatu zat yang di dalam industri ditambahkan ke dalam etil
alkohol, untuk segala macam keperluan kecuali untuk diminum. Problem dengan
metil alkohol adalah konsumsi yang disengaja. Ia dapat dikonsumsi baik sebagai
metil alkohol murni, kekeliruan dalam mengambil etil alkohol, atau menggunakan
alkohol denaturasi (Putra, 2003).
Etil alkohol biasanya dikonsumsi dengan sengaja sebagai sesuatu yang
memabukkan, menyebabkan problem yang lebih rumit di lingkungan kerja
dibandingkan dengan efek terpaparnya sebagai solven. Dalam hal problem pada
syaraf mata, etil alkohol sebenarnya potensial lebih toksik dari pada metal alkohol;
namun ia lebih cepat dimetabolisme menjadi produk akhir yang kurang berbahaya
dibandingkan dengan metil alcohol (Putra, 2003).
Propil alkohol dan isopropil alkohol keduanya lebih toksik dari pada etanol, dan
nbutil alkohol (n-butanol) adalah lebih toksik lagi. Namun, tekanan uap dari senyawa-
senyawa ini adalah lebih rendah, dan masalah toksik yang ditimbulkannya jarang
terjadi (Putra, 2003).
2.3.5. Glikol dan eter glikol
Glikol dan eter-eternya digunakan sebagai solven (pelarut) untuk plastik, aditif
pada bahan makanan, bahan-bahan farrnasi, pernis, tinta, dan cat. Mereka merupakan
zat anti beku, berubah jika kena panas, dan merupakan cairan hidraulik. Glikol

9
mempunyai tekanan uap yang sangat rendah, dan oleh karena itu ia hanya akan
berada di udara dalam konsentrasi tertentu jika larutannya dipanaskan (Putra, 2003).
Glikol tidak mengiritasi kulit atau mata. Derivatnya yang harus diperhatikan
dengan serius adalah etilen glikol, yang di dalam tubuh dimetabolisme menjadi asam
oksalat, suatu senyawa yang menyebabkan kerusakan serius terhadap ginjal. Eter-eter
glikol, disebut juga cellosolves, adalah lebih mudah menguap dan lebih toksik, Metil
cello solve adalah suatu iritan terhadap saluran pernafasan. Ia diabsorpsi dengan cepat
melalui kulit, dan di dalam tubuh ia menyebabkan kerusakan ginjal dan susunan
syaraf pusat.Butil cellosolve memiliki sifat toksik yang hampir sama, dan ditambah
dengan merusak sel-sel darah rnerah, menyebabkan hemoglobin bisa muncul di
dalam urin. Etil cellosolve kelihatannya kurang toksik terhadap organ-organ dalam.
Namun, keduanya metil dan etil cellosolve ternyata merusak sistem reproduksi pria
(the male reproductive system). Selanjutnya, etil cellosolve baru-baru ini diketahui
merupakan teratogenik terhadap tikus. Propilen glikol digunakan dalam bidang
farmasi, kosrnetik, dan makanan tanpa kesukaran. Eter propilen glikol tidak toksik
dan tidak rnemiliki sifat-sifat teratogenik (Putra, 2003).
2.3.6. Eter
Seperti Hidrokarbon, eter adalah suatu struktur tanpa reaktivitas kimia. Sifat ini
membuat mereka berguna sebagai media tempat terjadinya reaksi tanpa ada
interferensi solven. Mereka adalah solven nonpolar dan mampu melarutkan solute
nonpolar, tetapi dengan adanya oxigen menyebabkan rnereka berinteraksi dengan
dan melarutkan air dalam derajat yang lebih besar dibandingkan dengan pelarut
nonpolar lainnya (Putra, 2003).
Juga seperti hidrokarbon, eter-eter mempunyai sifat norkose. Dietil eter
digunakan sebagai suatu anaestetik dalam operasi pembedahan selama bertahun
tahun. Ia sangat mudah meficouap, cepat diabsorbsi melalui paru-paru, dan sedikit
mengiritasi. Diisopropil eter adalah lebih toksik dan lebih mengiritasi dibanding
dengan dietil eter, sementara eter-eter tidak jenuh dan terklorinasi bersifat lebih
toksik (Putra, 2003).

10
Dua eter siklik yang umum digunakan adalah dioksan dan tetrahidrofuran.
Dioksan digunakan di industri dalam jumlah yang besar. Ia mengiritasi bagian atas
saluran pemafasan dan mata, dan menyebabkan bermacam- macam simptom. Ia
dapat diabsorbsi melalui paru-paru dan kulit. Ginjal, lever, dan susunan syaraf pusat
akan rusak sebagai akibat terpapar dengan dioksan. Ia menunjukkan sifat
karsinogenik pada binatang percobaan. Tetrahidrofuran adalah suatu narkotik kuat
dan menyebabkan kerusakan ginjai, namun ia tidak begitu toksik terhadap ginjal jika
dibandingkan dengan dioksan. Konsentrasi tinggi sebesar 3000 ppm menyebabkan
iritasi (Putra, 2003).
2.3.7. Aldehid
Aldehid adalah bersifat iritasi yang kuat terhadap kulit, mata dan saluran
pernafasan. Pengaruhnya terutama oleh aldehid dengan Berat Molekul lebih rendah
dan menguap, dan memiliki ikatan rangkap dalam strukturnya. Pemaparan biasanya
dibatasi oleh ketidaksadaran pekerja yang menginhalasinya dalam dosis yang
berbahaya. Asetaldehid digunakan secara luas di industri. Secara toksikologi, ia
bukan merupakan ancaman yang serius, namun terhadap binatang ia menunjukkan
efek teratogenik dan embriotoksik. Inilah suatu kasus dimana hasilnya terhadap
binatang tidak bisa diekstrapolasi terhadap manusia (Putra, 2003).
2.3.8. Keton
Keton, terutama aseton dan metil etil keton digunakan secara luas dimana
solven yang le bih polar dibutuhkan. Keton dalam jumlah besar digunakan dalam
industry penyalut (the coatings industry). Seperti aldehid, keton juga bersifat
mengiritasi,dan dengan alasan itu ia tidak dibenarkan diinhalasi dalam jumlah yang
berbahaya (in dangerous quantity). Toksisitas bertambah dengan bertambahnya Berat
Molekui, dan jika ikatan rangkap ditambahkan ke dalam strukturnya. Aseton,
umumnya suatu senyawa yang sangat atnan, dan hanya akan menyebabkan perasaan
mengantuk dan iritasi pada dosis yang tinggi. Metil etil keton sama seperti solven
dengan bahaya yang rendah (a low-hazard solvent), tetapi metil buill keton
dimetabolisme, seperti juga heksan, menjadi suatu neurotoksin yang kuat 2,5
hexsanedione (Putra, 2003).

11
2.3.9. Senyawa-senyawa lain
Dimetilsulfoksida adalah suatu solven yang sering juga digunakan. Ia bersifat
polar dan oleh karena itu ditemukan dalam penggunaan yang khusus. Ia masuk ke
kulit (penetrasi) secara efektif, tetapi ia memiliki sifat toksik yang rendah. Namun, ia
membawa bahan-bahan kimia yang bercampur dengannya melewati kulit,
menyebabkan konsekuensi yang serius bila ia bercampur dengan suatu toksikan yang
kuat. Dimetilformarnida dapat terinhalasi atau diabsorbsi melalui kulit; ia merusak
lever. Karbon disulfida sangat mudah menguap, dan memiliki uap bersifat berbahaya.
Lebih signifikan lagi, ia menyebabkan kerusakan yang serius terhadap otak dan
susunan syaraf perifer (peripheral nervous system). Ia juga berkontribusi terhadap
penyakit jantung koroner (coronary heart disease) (Putra, 2003).
Asetonitril adalah suatu asphyxiant (penyebab sesak nafas/dada) karena bila ia
pecah menghasilkan ion sianida. Karena pecahnya ini berjalan lambat, maka efek
pemaparannya dapat tertunda. Sesak dada/nafas dan muka menjadi kemerahan
menunjukkan keracunan sianida. Kadang-kadang ia mengiritasi hidung dan
kerongkongan. Bila terpapar dalam konsentrasi yang tinggi, maka akan terjadi nausea
dan muntah. Ia diabsorbsi melalui kulit, oleh karena itu harus dihindari kontak
dengannya (Putra, 2003).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

12
1. Pelarut organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon
dalam molekulnya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan non-polar
bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya.
2. Jenis–jenis pelarut yang banyak digunakan di industri dan dapat menimbulkan
toksikologi lingkungan adalah golongan hidrokarbon–hidrokarbon petroleum,
hidrokarbon aromatis, hidrokarbon terklorinasi, alcohol, golongan glikol atau
eter glikol, beberapa golongan aldehid, beberapa golongan eter, beberapa
golongan keton dan beberapa senyawa lainnya.
3. Toksisitas pelarut dapat memberikan dampak pada kesehatan tubuh manusia
dengan mengganggu sistem kerja metabolisme.

3.2 Saran

Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi penulis maupun
pembaca pada umumnya, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang
hati demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Putra, E., D., L. 2003. Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan Kerja dan
Upaya Pencegahannya. Artikel. USU digital library. Sumatera Utara.

13
Wikipedia. 2016.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Pelarut_dalam_reaksi_kimia#Pelarut_organik_d
an_anorganik).
Diakses : 9 desember 2017.

14

Anda mungkin juga menyukai