Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN OKSIGENASI

A. Pengertian
Oksigenasi adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas. Masuknya oksigen ke jaringan
tubuh ditentukan oleh sistem respirasi kardiovaskuler dan keadaan hematologi (Wartonah,
Tarwoto 2003). Fisiologi jantung mencakup pengaliran darah yang membawa oksigen dari
sirkulasi paru ke sisi kiri jantung dan jaringan serta mengalirkan darah yang tidak
mengandung oksigen ke sistem pulmonar. Perawat seringkali menemukan klien yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan oksigennya. Pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilakukan
dengan pemberian oksigen dengan menggunakan kanula dan masker, fisioterapi dada ,dan
cara penghisapan lender (suction). Penympaian oksigen kejaringan tubuh ditentukan oleh
system respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hemaatologi. Dalam keadaan biasa, manusia
membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Tujuan
pemberian oksigenasi adalah : untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan,
untuk menurunkan kerja paru-paru dan untuk menurunkan kerja jantung.

B. Etiologi / Penyebab
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab klien mengalami gangguan
oksigenasi, sebagai berikut:
1. Gangguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan jantung meliputi ketidakseimbangan
konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati,
dan hipoksia jaringan perifer.
2. Gangguan pernapasan meliputi hiperventilasi, hipoventilasi dan hipoksia.
3. Kapasitas darah untuk membawa oksigen.
4. Faktor perkembangan.
5. Perilaku atau gaya hidup

C. Faktor Predisposisi
Faktor presipitasi atau pencetus dari adanya gangguan oksigenasi yaitu :
1. Gangguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan jantung meliputi ketidakseimbangan
konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati,
dan hipoksia jaringan perifer.
2. Kapasitas darah untuk membawa oksigen.
3. Faktor perkembangan. Pada bayi premature berisiko terkena penyakit membrane hialin
karena belum matur dalam menghasilkan surfaktan. Bayi dan toddler berisiko
mengalami infeksi saluran pernafasan akut. Pada dewasa, mudah terpapar faktor risiko
kardiopulmoner. System pernafasan dan jantung mengalami perubahan fungsi pada usia
tua / lansia.
4. Perilaku atau gaya hidup. Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopilmonar. Obesitas yang
berat menyebabkan penurunan ekspansi paru. Latihan fisik meningkatkan aktivitas fisik
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Gaya hidup perokok dikaitkan dengan
sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung, PPOK, dan kanker paru (Potter&Perry,
2006).
D. Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu ventilasi,
difusi, dan transportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat,
maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah,
maka tempat tekanan udara semakin tinggi.
b. Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi
atau kembang kempis.
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kcrjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom.
Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi schingga dapat terjadi
vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat mcnycbabkan kontriksi
sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan.
d. Adanya refleks batuk dan muntah.
Adanya peran mukus siliaris sebagai penangkal benda asing yang mengandung
interveron dan dapat rnengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah
complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru untuk mengembang yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu adanya surfaktan pada lapisan alveoli vang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan adanva sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan toraks. Surfaktan diproduksi
saat terjadi peregangan sel alveoli, dan disekresi saat pasien menarik napas,
sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO2 atau kontraksi
menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka
CO2 tidak dapat di keluarkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu medulla
oblongata dan pons dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2, dalam batas 60
mmHg dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila paCO, kurang dari
sama dengan 80 mmHg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
a. Luasnya permukaan paru.
b. Tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial keduanya ini dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagaimana O2, dari
alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2, dalam rongga alveoli lebih
tinggi dari tekanan O2, da1am darah vena pulmonalis, (masuk dalam darah secara
berdifusi) dan paCOJ dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh
dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, akan berikatan dengan Hb
membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan C02 akan
berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam plasma
(50%), dan sebagian menjadi HC03 berada pada darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya:
a. Kardiac output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah, normalnya 5 liter per menit.
Dalam kooondisi patologi yang dapat menurunkan cardiac output ( misal pada
kerusakan otot jantung, kehilangan darah ) akan mengurangi jumlah oksigen yang
dikirm ke jaringan. Umumnya, jantung mengkompensasi dengan menambahkan
rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan transport oksigen.
b. Kondisi pembuluh darah, latihan, dan lain-lain.
Secara langsung berpengaruh terhadap transpot oksigen. Bertambahnya latihan
menyebabkan peningkatan transport O2 ( 20 x kondisi normal ), meningkatkan
cardiac uotput dan penggunaan O2 oleh sel.

E. Patofisilogi/Pathway
Pathway oksigenasi secara umum Fungsi sistem jantung ialah menghantarkan
oksigen, nutrien, dan subtansi lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme
selular melalui pompa jantung, sistem vaskular sirkulasi, dan integritas sistem lainnya.
Namun fungsi tersebut dapat terganggu disebabkan oleh penyakit dan kondisi yang
mempengaruhi irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran darah melalui kamar-kamar
pada jantung, aliran darah miokard dan sirkulasi perifer. Iskemia miokard terjadi bila
suplai darah ke miokard dari arteri koroner tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan
oksigen organ. Selain itu, perubahan fungsi pernapasan juga menyebabkan klien
mengalami gangguan oksigenasi. Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang
berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang
diproduksi melalui metabolisme seluler. Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar
tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi CO2 secara
adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka PaCO2 akan meningkat. Sementara
hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada tingkat jaringan.

F. Tanda dan gejala


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.
Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas,
pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada,
nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi
memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan
kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga
menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011). Beberapa tanda dan gejala kerusakan
pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia,
kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman),
hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan
kedalaman nafas (NANDA, 2011).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
a. EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi
impuls dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap
stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond miokard
terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah
koroner.
c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ; pemeriksaan
fungsi paru, analisis gas darah (AGD).

H. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway : batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen, dll
b. Breathing : Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
c. Circulation : Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung,
anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama jantung, nadi
apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer berkurang, perubahan dalam
denyutan nadi juguralis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau
sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas/istirahat: Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah,
dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital
berubah saat beraktifitas.
b. Integritas ego: Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
c. Eliminasi: Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare / konstipasi
d. Makanana/cairan: Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan
diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll
e. Hygiene : Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
f. Neurosensori: Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
g. Nyeri/kenyamanan: Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot,
gelisah
h. Interaksi social : penurunan aktifitas yang biasa dilakukan

B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pemasukan oksigen yang tidak
adekuat.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja
ventrikel.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
klien pada dasarnya sesuai dengan masalah yang ditemukan pada klien dengan
demam tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah
ada. Perencanaan berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan
yang akan digunakan itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai
berdasarkan susunan diagnosa keperawatan.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997)

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,


EGC, Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996

Nurul Chayatin, Wahit, 2007, Buku Ajar : Kebuthan Dasar Manusia (Teori dan Aplikasi dalam
praktik), Jakarta : EGC

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing
Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta,
EGC ,2002

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf,
FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai