Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung (heart failure) adalah kumpulan sindroma klinis yang


kompleks yang diakibatkan oleh gangguan struktur ataupun fungus dan menyebabkan
gangguan pengisian ventrikel atau pemompaan jantung. Gagal jantung akut (acute
heart failure) adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi
jantung yang abnormal. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan
baru dari gagal jantung akut tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau
dekompensasi akut dari gagal jantung kronik. Disfungsi yang terjadi pada gagal
jantung dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik.1,2
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda
dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.
Angka kejadian gagal jantung semakin meningkat dari tahun ke tahun, data WHO
tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita gagal jantung
dan 700.000 diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit per tahun. Faktor
risiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75% pasien yang
dirawat dengan gagal jantung berusia 65-75%. Terdapat 2 juta kunjungan pasien
rawat jalan per tahun yang menderita gagal jantung. Kemudian menurut penelitian
angka kejadian gagal jantung kronik di Amerika Serikat, jumlahnya sekitar tiga juta
orang, lebih dari empat ratus ribu kasus baru dilaporkan tiap tahun.3
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relative dari kerja dan atau
sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita DM yaitu polidipsi, poliuri,
polifagi, penurunan berat badan dan kesemutan.4

1
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi DM
di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ke
tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian DM didunia adalah sebanyak
371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari
populasi dunia yang menderita DM.4
Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan
indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012
angka kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana
proporsi kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang
menderita diabetesmellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes
mellitus tipe 1.5

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas:

Nama : Ny.T
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 62 tahun
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Alamat : Samboja
Pekerjaan : Petani
MRS : 21 Januari 2017 (21.35 WITA)

Keluhan Utama :
Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sesak napas sejak 1 hari SMRS dan memberat 2 jam SMRS. Selama ini sesak
dirasakan hilang timbul. Sesak disertai nyeri dada (+), seperti ditusuk-tusuk, jantung
berdebar disangkal. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat. OS sering tidur
menggunakan 2 bantal. Kadang OS terbangun saat tidur pada malam hari karena
sesak napas. OS juga sudah tidak bisa melakukan pekerjaan bertani karena alasan
sesak. OS masih bisa berjalan ke kamar mandi sendiri tanpa rasa sesak (±4-5 meter).
Demam disangkal, batuk (+) lendir (+) warna putih, hilang timbul, keringat malam
disangkal. Mual (+), muntah (-).
BAK/BAB : normal

3
Riwayat Penyakit Dahulu :

 Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol


 DM 1 tahun lalu, tidak terkontrol
 Infeksi paru (CAP) 1 tahun
 Riwayat penyakit hati, jantung, ginjal, disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam kelurga


 Anggota keluarga yang batuk lama (-)

Riwayat Sosial :

 Merokok (-), suami merokok (+)


 Alkohol (-)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Gelisah


Kesadaran : CM
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 112 x/m
Respirasi : 28 x/m
Suhu : 36,4ºC

BB : 55 kg TB: 158 cm IMT: 17,4 kg/m2

Kepala : conj anemis (-/-), skl ikterik (-/-)

Leher : Pembesaran KGB (-), trakea letak tengah, JVP (5+2 cmH2O)

4
Thoraks :

Cor :

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : iktus cordis tidak teraba

Perkusi : perubahan batas jantung kiri dan kanan dengan kesan

kardiomegali

Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-), gallop (-)

Pulmo :

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : stem fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, RBB (+/+), wheezing (-/-)

Abdomen :

Inspeksi : datar

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : lemas, NTE (+), H/L:ttb, ballottement (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-), NK: CVA (-/-)

Ekstremitas : akral hangat, CRT<2”, udem -/-, sianosis –

Pemeriksaan Lab Darah :

• Hemoglobin : 14,2

• Leukosit : 12,300 /mm3

• Trombosit : 174.000/mm3

• Granulosit : 83,5%

5
• Ureum : 90,5 mg/dL

• Kreatinin : 1,8 mg/dL

• GDS : 623 mg/dL

• Na/K/Cl : 131/6,10/93,1

Pemeriksaan Urin Rutin :

 Protein +1
 Keton (-)

Pemeriksaan Radiologi :

 Ro.thorax : kardiomegali disertai tanda edema paru (dini)


 Pneumonia

6
Pemeriksaan EKG :

Diagnosis :

 Congestive heart failure (CHF) fc II ec HHD

 Edema paru

 SVT

 DM tipe II (NO)

 CAP

 Dispepsia

 Hiperkalemia (6,1)

7
Terapi di IGD :

 IVFD NaCl 0,9%  5 gtt/m

 O2 NK : 3 lpm

 Inj.lasix 1x2amp

 Nebulisasi ventolin:pulmicort (1:1)  extra

Penatalaksanaan :

 IVFD NaCl 0,9%  5 gtt/m

 Inj. ceftazidime 2x1 gr (ST) (iv)

 Inj. Lasix 1x2 amp (iv)

 Inj. Arixtra 1x2,5mg (selama 5 hari) (iv)

 Inj. Pantoprazole 1x40 mg (iv)

 Inj. ca gluconas 1amp  extra

 Digoxin 1x1 (po)

 ISDN 3x5 mg (po)

 Aspilet 1x 160mg (po)

 CPG 1x75 mg (po)

 Ambroxol 3x1 (po)

 Bolus insulin 15 iu (iv)  selanjutnya drip insulin dalam syringe pump mulai
5 iu/jam, bila GDS 300 insulin diturunkan jadi 2,5 ui/jam, GDS <200 1
iu/jam, GDS <100 (STOP).

 Cek GDS/2 jam

 Informed consent keadaan pasien

 Masuk ICU

 Pro: cek elektrolit besok pagi

8
Pasien masuk ICU pukul 00.00 WITA

 GDS
o 03.00 = 421
o 05.00 = 350

Follow Up

22 Januari 2017

S : sesak berkurang, batuk + lender +, nyeri dada –

O: KU: Sedang Kes: CM

T: 107/61 mmHg R: 24x/mnt

N: 113x/mnt S: 36,0ºC

Leher : JVP 5 + 2 cmH2O

Tho : RBB +/+

Abd : Datar, lemas, BU(+) normal, NTE (-)

Eks : udem (–)

Pemeriksaan lab :

 Na/K/Cl : 134,2/5,71/101,1

Pemeriksaan EKG :

9
A:

 Congestive heart failure (CHF) fc II ec HHD

 Edema paru

 DM tipe II (NO)

 CAP

 Dispepsia

 Hiperkalemia (5,71)

P:

 O2 3 lpm

 IVFD NaCl 0,9%  5 gtt/m

 Inj. ceftazidime 2x1 gr (iv) (h1)

 Inj. Lasix 1x2 amp (iv)

 Inj. Arixtra 1x2,5mg (selama 5 hari) (iv) (H2)

 Inj. Pantoprazole 1x40 mg (iv)

 Digoxin 1x1 (po)

 ISDN 3x5 mg (po)

 Aspilet 1x 160mg (po)

 CPG 1x75 mg (po)

 Ambroxol 3x1 (po)

 Bolus insulin 15 iu (iv)  selanjutnya drip insulin dalam syringe pump mulai
5 iu/jam, bila GDS 300 insulin diturunkan jadi 2,5 ui/jam, GDS <200 1
iu/jam, GDS <100 (STOP).

 Cek GDS/3 jam

 EKG setiap hari

10
Lampiran :

 BC : -115 (7 jam)

 UOP : 0,5 cc/BB/jam

 GDS:

◦ 07.00 : 262

◦ 10.00 : 127

◦ 12.00 : 69

◦ 14.00 : 165

◦ 17.00 : 121

◦ 20.00 : 69

◦ 23.00 : 133

◦ 02.00 : 125

◦ 05.00 : 43

23 Januari 2017

S: batuk + lendir + , sesak -

O: KU: Sedang Kes: CM

T: 100/70 mmHg R: 22x/mnt

N: 108x/mnt S: 36,2ºC

Leher : JVP 5 + 2 cmH2O

Tho : RBB +/+

Abd : Datar, lemas, BU(+) normal, NTE (-)

Eks : udem (–)

11
Pemeriksaan Lab :

GDS: 195

Balans cairan : -1093

UOP : 1,08 cc/BB/jam

Pemeriksaan EKG :

A:

 Congestive heart failure (CHF) fc II ec HHD

 Edema paru

 DM tipe II (NO)

 CAP

 Hiperkalemia

12
P:

 O2 3 lpm

 IVFD NaCl 0,9%  5 gtt/m

 Inj. ceftazidime 2x1 gr (ST) (iv) (h2)

 Inj. Lasix 1x2 amp (iv)  1x40mg (po)

 Inj. Arixtra 1x2,5mg (selama 5 hari) (iv) (H3)

 Inj. Pantoprazole 1x40 mg (iv)

 Digoxin 1x1 (po)

 ISDN 3x5 mg (po) (k/p)

 Aspilet 1x 160mg (po)

 CPG 1x75 mg (po)

 Ambroxol 3x1 (po)

 Bolus insulin STOP.

 Besok : Cek GDP , GD2PP, elektrolit, Ur/Cr

 EKG setiap hari

24 Januari 2017

S: batuk + lendir +

O: KU: Sedang Kes: CM

T: 110/68 mmHg R: 20x/mnt

N: 84x/mnt S: 36,2ºC

Tho: RBB -/-

13
Pemeriksaan Lab :

 GDP : 121
 GD2PP : 263
 Na/K/Cl  136,1/4,86/100,2
 Ur/Cr : 73,4 / 1,6

Balans cairan : -1300

UOP : 1,66 cc/BB/jam

Pemeriksaan EKG :

A:

 Congestive heart failure (CHF) fc II ec HHD

 Edema paru

 DM tipe II

 CAP

14
P:

 O2 3 lpm

 IVFD NaCl 0,9%  5 gtt/m

 Inj. ceftazidime 2x1 gr (ST) (iv) (h3)

 Inj. Arixtra 1x2,5mg (selama 5 hari) (iv) (H4)

 Inj. Pantoprazole 1x40 mg (iv)

 Lasix 1x40 mg (po)

 Digoxin 1x1 (po)

 ISDN 3x5 mg (po) (k/p)

 Aspilet 1x 160mg (po)

 CPG 1x75 mg (po)

 Ambroxol 3x1 (po)

 Glikuidon 1-0-0

 R/ besok cek GDP & GD2PP

25 Januari 2017

S: batuk +, lendir +, mual +

O: KU: Sedang Kes: CM

T: 108/60 mmHg R: 20 x/mnt

N: 91 x/mnt S: 36,5 ºC

KU: Sedang Kes: CM

Tho : RBB -/-

Abd : NTE +

15
Pemeriksaan Lab :

 GDP : 54
 GD2PP : 71

Balans cairan : +44

UOP : 0,58cc/BB/jam

Pemeriksaan EKG :

A:

 Congestive heart failure (CHF) fc II ec HHD

 Edema paru

 DM tipe II

 CAP

16
P:

 O2 3 lpm

 IVFD NaCl 0,9%  5 gtt/m

 Inj. ceftazidime 2x1 gr (ST) (iv) (h4)

 Inj. Arixtra 1x2,5mg (selama 5 hari) (iv) (H5)

 Inj. Pantoprazole 1x40 mg (iv)

 Lasix 1x40 mg (po)  1x20 mg

 Digoxin 1x1 (po)

 ISDN 3x5 mg (po) (k/p)

 Aspilet 1x 160mg (po)  STOP

 CPG 1x75 mg (po)

 Ambroxol 3x1 (po)

 Glikuidon 1-0-0  STOP

26 Januari 2017

S: batuk +

O: KU: Sedang Kes: CM

T: 113/70 mmHg R: 20 x/mnt N: 68 x/mnt S: 36 ºC

Abd : Datar, lemas, BU(+) normal, NTE (-)

Pemeriksaan Lab :

 GDS 92

Balans cairan : -508

UOP : 0,79cc/BB/jam

17
Peemriksaan EKG :

A:

 Congestive heart failure (CHF) fc II ec HHD

 Edema paru

 DM tipe II

 CAP

P:

 O2 3 lpm

 IVFD NaCl 0,9%  5 gtt/m

 Inj. ceftazidime 2x1 gr (ST) (iv) (h5)terakhir hari ini, besok ganti cefixime
2x100 mg

 Inj. Pantoprazole 1x40 mg (iv)

 Lasix 1x20 mg

 Digoxin 1x1 (po)

 ISDN 3x5 mg (po) (k/p)

18
 CPG 1x75 mg (po)

 Ambroxol 3x1 (po)

 Curcuma 3x1 (po)

27 Januari 2017

S: mual (+), muntah (+)

O: KU: Sedang Kes: CM

T: 113/70 mmHg R: 20 x/mnt

N: 68 x/mnt S: 36 ºC

Abd : NTE (+)

A:

 Congestive heart failure (CHF) fc II ec HHD

 Edema paru

 DM tipe II

 CAP

P:

 venvlon

 Inj. Pantoprazole 1x40 mg (iv)

 Inj. Ondancentron 3x4 mg (iv)

 Lasix 1x20 mg

 Digoxin 1x1 (po)

 ISDN 3x5 mg (po) (k/p)

19
 CPG 1x75 mg (po)

 Ambroxol 3x1 (po)

 Curcuma 3x1 (po)

 Cefixime 2x100 mg (po)

 Sucralfat 3x15 cc (po)

28 Januari 2017

S: mual (+), muntah (+)

O: KU: Sedang Kes: CM

T: 113/70 mmHg R: 20 x/mnt

N: 68 x/mnt S: 36 ºC

Abd : NTE (+)

A:

 Congestive heart failure (CHF) fc II ec HHD

 Edema paru

 DM tipe II

 CAP

P:

 Venvlon  aff

 Inj. Pantoprazole 1x40 mg (iv)  lanzoprazole 2x1

 Inj. Ondancentron 3x4 mg (iv)  (po)

 Lasix 1x20 mg

 Digoxin 1x1 (po)

20
 ISDN 3x5 mg (po) (k/p)

 CPG 1x75 mg (po)

 Ambroxol 3x1 (po)

 Curcuma 3x1 (po)

 Cefixime 2x100 mg (po) (h2)

 Sucralfat 3x15 cc (po)

 Rawat Jalan

21
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis gagal jantung kongestif dan DM tipe 2 didasarkan pada anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Gagal jantung kongestif adalah kondisi patofisiologi, dimana terdapat
kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan.
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium,
pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, penyakit jantung kongenital,
gangguan irama, aterosklerosis, riwayat serangan jantung, hipertensi, DM, obesitas.
Penyebab pada kasus ini adalah obesitas dan hipertensi. Gagal Jantung Kongestif
didiagnosis berdasarkan kriteria Framingham yaitu :6,7
Tabel 1. Kriteria CHF menurut Framingham

MAYOR MINOR
Paroxysmal nocturnal dyspnea Edema ekstremitas
Orthopnea Batuk malam hari
Distensi vena leher Sesak saat beraktivitas
Ronkhi Hepatomegali
S3 gallop Efusi pleura
ALO (Akut lung oedem) Kapasitas vital menurun 1/3 dari
Kardiomegali maksimal
Refluks hepatojuguler Takikardi
*CHF : 1 mayor 2 minor atau 2 mayor

Pada kasus ditemukan 5 mayor dan 2 minor, yaitu :

 PND
 Distensi vena leher
 Ronkhi
 ALO
 Kardiomegali
 Sesak saat beraktivitas
 Takikardi

22
Klasifikasi gagal jantung kongestif berdasarkan New York Heart Association
(NYHA) dibagi dalam 4 kelas fungsional, yaitu :
Kelas I :
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktivitas
fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
Kelas II :
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi atau sesak nafas.
Kelas III :
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi atau sesak.
Kelas IV :
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.

Penanganan gagal jantung kongestif yaitu edukasi lifestyle, terapi farmakologi


dan tindakan pembedahan. Terapi farmakologi antara lain:15 angiotensin-converting
enzyme inhibitor; diuretik; beta blocker; antagonis reseptor aldosterone; antagonis
reseptor angiotensin II; glikosida jantung; vasodilator agents (nitrat/hidralazin);
inotropic, dobutamin; calcium sensitizer; antikoagulan; anti aritmia. Pada kasus
diberikan furosemide, digoxin, ISDN, aspilet dan Clopidogrel.8 Pemberian arixtra
pada kasus sebagai terapi angina tak stabil atau infark miokard tanpa peningkatan
segmen ST.9
Pada pasien diberikan oksigenasi dengan tujuan mencegah/mengobati
hipoksia serta mengurangi beban jantung pada pasien yang mengalami sesak napas.
Pemberian cairan intravena berupa NaCl 0.9% 5 tetesper menit bertujuan untuk

23
pembatasan intake cairan dan pada diberikan NaCl pada kasus ini karena pasien
menderita DM.7,8
Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiens
fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan
kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.10
Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus, NIDDM)
merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di
dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan
oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β,
gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati
menjadi kurang peka terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh
otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.10
Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik
(olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan
berat badan.11
Terapi yang diberikan pada kasus adalah pemberian obat hipoglikemi oral dan
terapi insulin intravena. Pada prinsipnya, pasien dengan penyakit berat atau kritis
yang dirawat di rumah sakit memerulkan terapi insulin. Sebagian besar dari mereka
membutuhkan terapi insulin yang diberikan secara intravena, misalnya pada pasien
kritis/akut seperti hiperglikemia gawat darurat, infark miokard akut, stroke, fraktur,
infeksi sistemik, syok kardiogenik, pasien transplantasi organ, edema anasarka,
kelainan kulit yang luas, persalinan, pasien yang mendapat terapi glukokortikoid
dosis tinggi, dan pasien pada periode perioperatif.11,12

24
25
Protokol terapi insulin intravena :12

Terapi OHO yang diberikan adalah golongan sulfonilurea. OHO golongan


sulfonilurea merupakan obat pilihan untuk penderita diabetes dewasa baru dengan
berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis
sebelumnya. Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi penglepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, dan meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa. Contoh obat sulfonilurea glikuidon. Untuk orang
tua dianjurkan preparat dengan waktu kerja pendek. Glikuidon juga diberikan pada
pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati ringan.11
Sindrom koroner akut (SKA) dibagi menjadi infark miokard dengan elevasi
segmen ST (STEMI), infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) dan
angina pectoris tidak stabil (UAP). Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat
berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen).13

26
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:14

 Nyeri dada
 EKG normal atau non dignostik
 Marker jantung normal

Definitif SKA :14

 Angina tipikal
 EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST
atau inversi ST yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB
baru atau persangkaan baru
 Peningkatan marker jantung

Penatalaksanaan :14

 Tirah baring
 Oksigen
 Aspirin 160-320 mg (sublingual)
 Penghambat reseptor adenosine diphosphate (CPG dosis awal 300 mg
dilanjutkan 75 mg/hari
 Isosorbid dinitrat (ISDN), pemberian satu kali kalau nyeri dada tidak
berkurang dapat diulangi lagi sampai maksimal tiga kali pemberian.
 Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit.

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan gagal jantung kongestif adalah
edema pulmoner akut, hiperkalemia, pericarditis, hipertensi dan anemia akibat
penurunan eritropoetin. Sedangkan untuk DM komplikasinya terbagi 2, yaitu
komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut seperti hipoglikemi, ketoasidosis dan
hiperosmolar non ketotik. Sedangkan untuk komplikasi kronik seperti retinopati,
nefropati, neuropati, stroke, penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah
perifer.15

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al.
2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a report of
the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2013;62(16):e147-239.
2. Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, Feldman AM, Francis GS, Ganiats TG, et
al. ACCF/AHA Practice Guideline: Full Text. Circ AHA J.
2009;119(14):e391-479.
3. Bui AL, Horwich TB, Fonarow GC. Epidemiology and risk profile of heart
failure. NatRev Cardiol. 2011;8(1):30-41.
4. Buraerah, Hakim. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di
Puskesmas Tanrutedong, Sidenreg Rappan,. Jurnal Ilmiah Nasional;2010.
5. Bennett,P. Epidemiology of Type 2 Diabetes Mellitus. In Le Roithet.al,
Diabetes Mellitus a Fundamental and Clinical Text. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins. 2008;43(1): 544-7.
6. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi VI. Jakarta. Interna publishing; 2014.h.1148-53.
7. Gopal M, Karnath B. Clinical Diagnosis of Heart Failure. 2009. h. 9-15.
8. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi VI. Jakarta. Interna publishing; 2014.h.1148-53.
9. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE, et
al. Pedoman tatalaksana gagal jantung. Edisi ke-1. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2015. hlm. 14-28.

28
10. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam indonesia. Panduan Pelayanan
Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2006.
11. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsesus pengelolaan dan
pencegahan diabetes mellitus tipe2 di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni. 2006.
12. American Diabetes Association. Practical insulin. A handbook for prescribers.
ADA edisi 2004.
13. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable
angina/non-ST-elevation myocardial infarction. A report of the American
College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practive
Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2007.
14. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga. 2015.
15. Braun, Vittoria et all. Innovative strategy for implementing chronic heart
failure guidelines among family physicians in different healthcare settings in
Berlin. European Journal Of Hearth Failure. 2011.

29

Anda mungkin juga menyukai