Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator


kesehatan, antara lain angka kematian perinatal, angka kematian bayi, dan angka
kematian balita. Kematian bayi adalah kematian yang terjadi saat setelah bayi lahir
sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan
kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya kematian bayi ada dua
macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum
disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan
pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang
dibawa selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neonatal
adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia
satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh
lingkungan luar (Depkes RI, 2008).
Angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator untuk menentukan
derajat kesehatan masyarakat. AKB merujuk kepada jumlah bayi yang meninggal
pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1.000
kelahiran hidup. Menurut World Health Organization (WHO) AKB sebagian besar
disebabkan oleh asfiksia (20-60%), infeksi (25-30%), bayi dengan berat lahir
rendah (25-30%), dan trauma persalinan (5-10%) (Depkes RI, 2008).
Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah Ikterus yaitu
warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan bilirubin.
Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum ≥5 mg/dL. Ikterus biasanya
fisiologis, namun pada sebagian kasus dapat menyebabkan masalah seperti yang
paling ditakuti yaitu ensefalopati bilirubin (Sastroasmoro, 2007).

1
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin standar
deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih
dari presentil Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang
paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% neonatus cukup
bulan kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan
ini. Insiden hiperbilirubinemia di Amerika 65%, Malaysia 75%, sedangkan
Surabaya 30% pada tahun 2000, dan 13% pada tahun 2002. 4,5 Ikterus atau
Jaundice terjadi akibat akumulasi bilirubin dalam darah sehingga kulit, mukosa,
dan atau sklera bayi tampak kekuningan. Hal tersebut disebabkan karena adanya
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih
Hiperbillirubin adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium, yang menunjukkan peningkatan kadar billrubin
yaitu kehamilan >37 minggu dengan hasil billirubin serum 12,5 mg/dL dan
kehamilan <37 minggu dengan hasil serum >10 mg/dL. Hiperbillirubin merupakan
suatu keadaan dimana kadar billirubin mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kemikterus dan jika tidak ditanggulangi dengan baik akan
menyebabkan keterbelakangan mental (Wiknjosastro, 2002).
Hiperbillirubin ditemukan dalam 24 jam pertama setelah lahir dengan
mengenal faktor-faktor risiko yang mempengaruhi ikterus. Diharapkan
penatalaksanaan oleh tenaga kesehatan dapat mencegah terjadinya ikterus yaitu
dengan adanya pengawasan antenatal yang baik serta pertolongan persalinan yang
aman dengan berpedoman pada asuhan sayang ibu sehingga mampu menurunkan
angka kejadian ikterus neonatorum. Jika tidak ditanggulangi dengan baik maka
75% bayi hiperbillirubin akan meninggal dan dampak yang akan terjadi apabila
bayi mengalami hiperbillirubin 80% dari bayi yang hidup akan mengalami
keterbelakangan mental (Behman, 2006).
Menurut Sukadi (2002) bahwa penyebab hiperbillirubin saat ini masih
merupakan factor predisposisi. Yang sering ditemukan antara lain dari faktor
maternal seperti komplikasi kehamilan (inkontabilitas golongan darah ABO dan
Rh), dan pemberian air susu ibu (ASI), faktor perinatal seperti infeksi, dan trauma

2
lahir (cephalhermaton), dan faktor neonatus seperti prematuritas, rendahnya
asupan ASI, hipoglikemia, dan faktor genetik (Sastroasmoro, 2007).
bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus
dan hiperbillirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat
sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan
24% kematian terkait hiperbillirubinemia. Penerimaan informasi bahwa alat
vakum ekstraksi lebih aman dibandingkan forsep di Amerika Serikat lebih lambat
dibandingkan dengan di negara Eropa. Akan tetapi pada tahun 1992, di Amerika
Serikat, angka penggunaan vakum ekstraksi pada persalinan melebihi angka
penggunaan forsep. Bagaimanapun, secara keseluruhan pada akhir dua dekade
terakhir angka kelahiran dengan operasi atau tindakan persalinan pervaginam
semakin menurun, sementara itu angka persalinan dengan seksio sesarea juga
mengalami peningkatan. Meskipun demikian 10% dari seluruh kelahiran di
Amerika Serikat tiap tahun menggunakan vakum ekstraksi (Widya, 2007).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Supaya mahasiswa mampu mendeskripsikan Auhan keperawatan pada Pasien
Hiperbilirubin
2. Tujuan Khusus
Untuk menegetahui Tentang konsep dasar medic dan Asuahan keperawatan
pada pasien Hiperbilirubin

C. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien hipebilirubin

3
D. Manfaat
Sebagai salah satu sumber informasi bagi mahasiswa, serta sebagai salah satu
persyaratan dalam untuk memenuhi tugas perkuliahan Dan Diharapkan dapat
mengaplikasiksan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien hiperbiliribin yang telah dipelajari

E. Sistematika penulisan
Berdasarkan dari hasil penyusunan makalah ini, disini kelompok membuat
sistematika penulisan yang dimulai dari:
BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Yang terdiri dari defenisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
pathway, komplikasi, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan medik, dan asuhan keperawatan pada pasien dHiperbilirubin
BAB III : PENUTUP
Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar
1. Definisi Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin
terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan joundis atau ikterus, suatu
pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubinemia
merupakan temuan biasa pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus
relatif jinak. Akan tetapi hal ini, bisa menunjukkan keadaan patologis. (Donna
L. Wong, 2008)

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum


yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila
kadar bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia
fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis
sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai
hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar
serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram
Bhutani(Etika et al,2006).

Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit,
mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus
(Bobak, 2004).

Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum


setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum
bilirubin (Iyan, 2009).

Jadi Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah


yang kadar nilainya lebih dari normal

5
2. Anatomi dan Fisiologi

a. Hati

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas
rongga perut dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat
badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua
karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan
lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan
yang lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama
yaitu lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price &
Wilson, 2005).
Hati disuplai oleh pembuluh darah, yaitu :
 Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya
akan nutrient seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut
dalam air dan mineral.
 Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

b. Fungsi Hati
 Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan
dari suatu tempa dalam tubuh dikeluarkan sesuai dengan
pemakaiannya.
 Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam
empedu dan urine.
 Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen.
 Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo
endulium dialirkan ke empedu

6
 Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin
yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai
racun yang tidak dapat dikeluarkan dalam tubuh (seperti peptisida).
 Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah
tua dan rusak.
 Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah
menjadi ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
 Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.

3. Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat
dibagi

a. Produksi yang berlebihan


1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO
2. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
4. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
5. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya


substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,

7
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil
transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke
sel hepar.

c. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke


hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.

d. Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar
hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain. (Hassan et al.2005)

Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu :


e. .Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO
f. Gangguan konjugasi bilirubin.
g. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
h. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
i. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
j. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
k. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga icterus hemolitik.
l. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.

8
m. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat
trauma atau infeksi.
n. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel
darah merah seperti : infeksi toxoplasma, shypilis.

4. Patofisiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi
saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua
keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus
atau jaundice(Murray et al,2009).
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa
lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin
dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini
kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis
berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin
tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar
dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam

9
usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen.
Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai
feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik,
dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus,
tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini
diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).

10
5. Pathway

Peningkatan Gangguan Gangguan Gangguan Peningkatan


produksi fungsi hati transportasi ekskresi sirkulasi
bilirubin enterohepatik

HIPERBILIRUBIN

Bilirubin Indirek Fototerapi Peningkatan


pemecahan bilirubin

Toksik bagi Perubahan Pemisahan bayi Pengeluaran cairan


jaringan suhu dg orang tua empedu di usus
lingkungan

MK: KERUSAKAN
Peristaltic usus
INTEGRITAS
Saraf Aferen Gangguan
KULIT
peran orang tua

Diare
Hipotalamus
MK:
PERUBAHAN
PERAN ORANG
vasokonstriksi TUA Pengeluaran volume
cairan dan intake

Penguapan
MK: RESIKO
KEKURANGAN VOLUME
MK: CAIRAN
HIPERTERMI

11
6. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan
hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam
hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna
dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan
regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya
adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam
urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-
7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis
karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang
tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

12
7. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada orang dengan hiperbilirubin
adalah sebagai berikut:

a. Kulit berwarna kuning sampai jingga


b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi.

8. Komplikasi
Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi
kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak
(keadaannya disebut kern ikterus).Kern ikterus adalah suatu keadaan dimana
terjadi penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga terjadi kerusakan otak,
Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental,
kelumpuhan serebral (pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy), tuli
dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.

13
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Bilirubin Serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-
4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10- 12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak
fisiologis.
b. Pemeriksaan Radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic
d. Biopsy Hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
e. Peritenioskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini

10. Penatalaksanaan
a. FotoTerapi
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang
menggunakan lampu, dan lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih
dari 500 jam untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh
lampu.

14
Cara melakukan fototerapi :
1. Buka pakaian bayi agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar.
2. Tutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan
cahaya.
3. Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40 cm.
4. Posisi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali.
5. Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam.
6. Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali
dalam 24 jam.
7. Lakukan pemeriksaan HB secara berkala terutam pada penderita
mengalami hemolisis.
8. Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar

b. Transfusi Tukar
Merupakan cara yang dilakukan untuk mengkuarkan darah dari bayi untuk
ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau patologis dengan tujuan
mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian transfusi
tukar apabila kadar bilirubin indirek 20mg%, kenaikan kadar bilirubin
yang cepat yaitu 0,3-1mg/jam, anemia berat dengan gejala gagal jantung
dan kadar Hb tali pusat 14mg% dan uji coombs direk poisitif.
Cara pelaksanaan transfuse Tukar :
1. Anjurkan pasien untuk puasa 3-4 jam sebelum tranfusi tukar
2. Siapkan pasien di kamar khusus
3. Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada bayi.
4. Tidurkan pasien dalam keadaan terlentang dan buka pakaian pada
daerah perut.
5. Lakukan transfusi tukar sesuai dengan prorap.
6. Lakukan observasi keadaan umum pasien, catat jumlah darah
yangkeluar dan masuk.

15
7. Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada talipusat.
8. Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney
(2007), antara lain :
a) Memenuhi kebutuhan nutrusi
1) Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum,
berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan
pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.
2) Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok
(jika bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.
b) Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya icterus
1) Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi
(sekitar pukul 1- 8 selama 30 menit)
2) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7
mg% ulang esok harinya.
3) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih
segara hubungi dokter, bayi perlu terapi

16
B. Konsep Dasar Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan
a. Anamnesa
1. Identitas Klien
Meliputi nama bayi atau nama Ibu, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus hiperbilirubin yaitu
ditemukan ikterus pada sclera, kuku dan kulit.
c. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus, seperti: salisilat sulkaturosic oxitosin yang
dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
d. Riwayat Persalinan
Pembantu persalinan (dukun, bidan, dokter). Lahir prematur / kurang
bulan, riwayat trauma persalinan.
e. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidakcocokan darah ibu dan anak, gangguan saluran cerna
dan hati ( hepatitis )
g. Pengetahuan Keluarga
Pemahaman orangtua pada bayi yang icterus

b. Kebutuhan sehari-hari
1. Nutrisi

17
Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan
lemah) sehingga BB bayi mengalami penurunan.
2. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap
dan tinja berwarna pucat.
3. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun.
4. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan
mudah terusik.
5. Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu.

6. Keadaan umum:
Diharapkan dalam keadaan compos mentis, namun biasanya keadaan
umum bayi lemah. Pengukuran antropometri antara lain lingkar kepala,
lingkar dada, lingkar lengan TB dan BB.

c. Pemeriksaan Fisik (head to toe)


1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
2. Muka
Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak
edema.
3. Mata
Sklera mata kuning (ikterik) kadang-kadang terjadi kerusakan retina
4. Hidung
Tidak/ada pernafasan cuping hidung.
5. Telinga

18
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
6. Mulut dan Faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan.
7. Leher
Tidak ada penonjolan, reflek menelan ada namun menurun.
8. Sistem Integumen
Kulit berwarna kuning sampai jingga dan mengelupas.
9. Thoraks
Bentuk dada umumnya tidak mengalami gangguan (simetris), jenis
pernapasan biasanya abdomen dan perhatikan ada atau tidak retraksi
dinding dada

2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan
badan.
2. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi

3. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan


kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi

4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping


fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan
intensitas tinggi

19
20
3. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC

1 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam

berhubungan dengan peningkatan selama proses keperawatan diharapkan b. Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek

kadar bilirubin indirek dalam darah, integritas kulit kembali baik/ normal dengan ( kolaborasi dengan dokter dan analis )
ikterus pada sclera leher dan badan kriteria hasil : c.Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan
- Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan
1,0 mg/dl ) posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit
- Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning d. Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit/
mulai berkurang Memandikan dan pemijatan bayi

- Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit


yang terlalu lama

2 Hipertermi berhubungan dengan efek Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. monitorkan suhu sesering mungkin

fototerapi selaama proses keperawatan diharapkan suhu b. monitor warna dan suhu kulit
dlam rentang normal Termoregulation c. monitor tekanan darah,nadi dan respirasi
Krriteria Hasil : d. monitor intake dan output
a. suhu tubuh dalam rentang normal

21
b. nadi dan respirasi dalam batas normal
c. tia ada perubahan warna kulit

3 Kurang pengetahuan keluarga Setelah diberikan asuhan keperawatan a. berikan informasi tentang

mengenai kondisi progonis dan diharapkan pengetahuan keluarga bertambah penyebab,penanganan dan implikasi massa

kebutuhan tindakan berhubungan dengan Keriteria Hasil : datang dari hoperbilirubenimia. Tegaskan

dengan kurangnya paparan informasi a. mengungkapkan pemahaman tentang atau jelaskan informs sesuai kebutuhan
penyebab,tindakan dan kemungkinan b. tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi
hasil hiperbilirubin terhadap peningkatan kadar biliubn
b. melatih orang tua bayi ( misalnya mengobservasi pemucatan kulit
memandikan,merawat tali pusat dan diatas tonjolan tulang atau perubahan
pijat bayi perilaku) khusunya bila bayi pulang dini
c. diskusikan penatalaksanaan dari
ikterik,fisiologi ringan atau sedang,termasuk
peningkatan pemberian makan pemajanan
langsung pada sinar matahari dan program
tindak lanjut tes serum
d. Berikan informasi tentang mempertahankan
suplai ASI melalui penggunaan pompa
payudara dan tentang kembali menyusui ASI

22
bila ikterik memerlukan pemutusan
menyusui.
e. Kaji situasi keluarga dan system pendukung.
berikan orangtua penjelasan tertulis yang
tepat tentang fototerapi di rumah, daftarkan
teknik dan potensial masalah.

4 kekurangan volume cairan akibat Setelah diberikan asuhan keperawatan cairan a. Pantau masukan dan haluan cairan; timbang berat
efek samping fototerapi tubuh neonatus adekuat dengan kriteria hasil: badan bayi 2 kali sehari.
berhubungan dengan pemaparan - Tugor kulit baik b. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi(mis: penurunan

sinar dengan intensitas tinggi - Membran mukosa lembab haluaran urine, fontanel tertekan, kulit hangat atau
- Intake dan output cairan seimbang kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).

- Nadi, respirasi dalam batas normal ( N: 120- c. Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine.
160 x/menit, RR : 35 x/menit ) d. Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya
suhu ( 36,5-37,5 C ) 25%. Beri air diantara menyusui atau memberi susu
botol.
e. Pantau turgor kulit

f. Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi

23
24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit,
mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau icterus
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh
kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi
saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia (Bobak,
2004).
Komplikasi Hiperbilirubin ini Sebagian besar tidak berbahaya, tetapi
kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak
lalu dengan melakukan penatalaksanaanya yaitu fototerapi dan transfuse tukar.

B. Saran
Sebagai salah satu sumber informasi bagi mahasiswa, serta sebagai
salah satu persyaratan dalam untuk memenuhi tugas perkuliahan Dan
Diharapkan dapat mengaplikasiksan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
hiperbiliribin yang telah dipelajari

25

Anda mungkin juga menyukai